BAB 2
DATA DAN METODA
2.1 Pasut LautPeristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Pengaruh gravitasi tersebut dapat dijelaskan dengan 'teori gravitasi universal' yang menyatakan bahwa pada sistem dua benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian antara kedua massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (Brown, 1999):
𝐹 = 𝐺 𝑚1 𝑚2
𝑟2 (1)
Berdasarkan teori tersebut maka faktor pembangkit pasut laut terbesar adalah bulan, hal ini disebabkan karena jarak bumi terhadap bulan jauh lebih kecil dibandingkan jarak bumi terhadap matahari walaupun massa matahari lebih besar dibandingkan bulan. Pada sistem bulan, pembangkit dari terjadinya peristiwa pasut air laut adalah gaya gravitasi bulan dan gaya sentrifugal dari sistem bumi bulan yang merupakan reaksi dari gaya gravitasi bulan. Besar dari gaya gravitasi maupun gaya sentrifugal tidaklah sama pada setiap permukaan bumi, hal ini disebabkan oleh jarak terhadap pusat massa bulan yang berbeda-beda pada setiap tempat di permukaan bumi. Oleh sebab itu gaya gravitasi bulan terbesar ada di khatulistiwa dan yang terkecil berada di kutub. Hal ini juga berlaku pada sistem bumi matahari.
Variasi dari besarnya perbedaan pasut laut yang terjadi diakibatkan oleh besarnya resultan gaya pembangkit pasut yang dihasilkan berdasarkan letak dari bumi, bulan dan matahari. Biasanya variasi ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu pasut perbani dan pasut mati. Pasut perbani (spring) adalah fenomena pasut yang terjadi saat kedudukan bumi, bulan dan matahari sejajar/ segaris. Hal tersebut menyebabkan resultan gaya pembangkit yang dihasilkan lebih besar karena gaya gravitasi matahari maupun bulan memiliki arah yang sama. Saat tersebut biasanya terjadi saat bulan baru dan bulan purnama. Sedangkan pada pasut mati (neap) kedudukan bumi, bulan dan matahari tegak lurus. Keadaan tersebut menyebabkan resultan gaya pembangkit
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pasut perbani karena arah gaya gravitasi bulan dan gravitasi matahari tidak memiliki arah yang sama. Saat tersebut biasanya terjadi saat perempat bulan awal dan perempat bulan akhir.
Gambar 2.1 Pasut perbani dan Pasut mati
Pasut dapat dimodelkan dengan persamaan gelombang seperti, berikut ini:
𝑦𝐵=𝐴𝐵 cos 𝜔𝑡 + (2)
dengan yB = tinggi muka air saat t, AB = amplitudo pasut, = kecepatan sudut = 2f, t= waktu dan = kerterlambatan fase (Emery & Thomson, 1997). Perbandingan amplitudo dan fase akibat atraksi benda-benda langit tertentu pada pola pasut dinyatakan dengan konstanta-konstanta pembanding dengan simbol dan nilai tertentu untuk menjelaskan akibat atraksi gravitasi bulan atau matahari dengan kedudukan tertentu terhadap tinggi muka air. Konstanta-konstanta tersebut disebut sebagai
komponen harmonik. Tabel 2.1 memperlihatkan komponen-komponen harmonik utama berikut periodanya.
Tabel 2.1 Komponen Pasut (Poerbandono & Djunarsjah, 2005)
Jenis Nama
komponen
Perioda (jam) Fenomena
Semi-diurnal M2 12.42 Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran
dan sejajar ekuator bumi
N2 12.00 Gravitasi matahari dengan orbit
lingkaran dan sejajar ekuator bumi
S2 12.66 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat
lintasan yang berbentuk elips
Msf 354.36 Efek periodik bulan
K2 11.97 Perubahan jarak matahari ke bumi akibat
lintasan yang berbentuk elips
Diurnal K1 23.93 Deklinasi sistem bulan dan matahari
O1 25.82 Deklinasi bulan
P1 24.07 Deklinasi matahari
Perioda panjang Mf 327.86 Variasi setengah bulanan
Mm 661.30 Variasi bulanan
Ssa 2191.43 Variasi semi tahunan
Perairan dangkal 2SM2 11.61 Interaksi bulan dan matahari
MK3 8.18 Intreaksi bulan dan matahari dengan
perubahan jarak bulan akibat lintasan berbentuk elips
S4 6 Interaksi matahari
M6 6 Interaksi bulan
M4 6.21 Interaksi bulan
M8 3.1 Efek periodik bulan
MS4 2.20 Interaksi antara M2 dan S2
Pasut di satu lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal, semi-diurnal dan mixed. Pasut diurnal (harian tunggal) terjadi dari satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut semi-diurnal (harian ganda) terjadi dari dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan dua kali kedudukan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut mixed (campuran) terjadi dari gabungan diurnal dan semi-diurnal.
2.2 Datum Pasut
Datum pasut adalah bidang referensi yang telah ditetapkan secara relatif berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dan digunakan sebagai acuan dalam menentukan kedalaman titik di laut maupun tinggi titik di pantai. Berdasarkan kegunaannya sebagai acuan kedalaman di laut maka datum pasut sangat penting dalam kegunaannya dalam navigasi di laut. Datum pasut ini ditentukan menggunakan data pengamatan pasut dalam kurun waktu tertentu tergantung pada jenis datum pasut yang mau digunakan. Berikut ini contoh dari jenis datum pasut dan definisinya:
Tabel 2.2 Jenis Datum Pasut (Djunarsjah, 2007)
Jenis Datum Pasut Definisi
HAT
Permukaan laut tertinggi, yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi
LAT
Permukaan laut terendah, yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi
MHWS Tinggi rata-rata pasang tertinggi, yang dapat diramalkan
pada saat pasang perbani
MLWS Tinggi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada
saat surut perbani
2.3 Pengamatan Pasut
Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi. Hasil pengamatan tersebut dapat digunakan untuk menentukan datum vertikal tertentu yang sesuai dengan keperluan-keperluan tertentu pula.Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada interval waktu tertentu. Rentang pengamtan pasut sebaiknya dilakukan selama selang waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang memperngaruhi terjadinya pasut kembali pada posisi 'semula' (Poerbandono & Djunarsjah, 2005). Interval waktu pencatatan atau perekaman tinggi muka air laut biasany adalah 15, 30 dan 60 menit.
Dalam pengamatan pasut, data yang dihasilkan masih mengandung kesalahan acak seperti data yang melonjak (spike) dan data yang hilang / tidak tercatat (gap). Hal terserbut biasa terjadi karena kesalahan pembacaan untuk data yang melonjak, sedangkan untuk data yang hilang biasanya terjadi karena alat yang digunakan mengalami gangguan.
Gambar 2.2 Data yang mengalami lonjakan (spike)
Gambar 2.3 Data yang hilang (gap) 2.4 Prediksi Pasut
Prediksi pasut dilakukan untuk mendapatkan informasi tinggi muka air laut di masa mendatang pada saat dan lokasi tertentu. Hasil dari prediksi pasut dapat ditampilkan dalam tabel berisi waktu dan tinggi muka air. Prediksi pasut dilakukan dengan menurunkan atau mencari komponen-komponen pasut dari data pasut dengan rentang pengamatan tertentu. Pendekatan yang dipakai untuk mendapatkan komponen-komponen pasut adalah analisis harmonik. Analisis harmonik memisahkan komponen pasut berdasarkan amplitudo dan keterlambatan fase komponen pasut tersebut. Analisis harmonik dapat dilakukan dengan berbagai metode matematis seperti kuadrat terkecil maupun transformasi fourier.
Dalam penelitian ini, metoda yang digunakan untuk melakukan prediksi pasut adalah metoda kuadrat terkecil. Metoda ini adalah metoda perhitungan dengan
0 20 40 60 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 0 10 20 30 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
pendekatan kesalahan distribusi, berdasarkan karakteristik penerapannya yang dapat melakukan pengurangan kesalahan menyeluruh (global error) yang terukur berdasarkan interval pendekatan keseluruhan. Metoda ini melakukan pemaksaan pada suatu kondisi matematis, yaitu jumlah kuadrat kesalahan yang dihasilkan adalah minimum:
𝑣2 = 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 (3)
dengan v adalah residu pengamatan. semua jenis pengamatan, baik pengamatan jarak, sudut datar, sudut tegak, azimuth, zenith, beda tinggi, koordinat, pengamatan GPS pun dapat dapat diikutsertakan dalam perhitungan kuadrat terkecil (Meilano, 2010).
Pada metoda kuadrat terkecil, hasil pengamatan harus memenuhi suatu kondisi tertentu yaitu hasil pengamatan sudah tidak menganduk kesalahan besar (gross errors) dan kesalahan sistematik (systematic errors). Jenis kesalahan yang masih diperbolehkan dalam kuadrat terkecil adalah kesalahan acak (random errors) dimana kesalahan yang terjadi tidak dapat dihindari dan tidak dapat dimodelkan seperti keakuratan mata manusia dalam membaca alat ukur. Hal ini terjadi untuk memenuhi kondisi kuadrat kesalahan yang terjadi minimum.
Penyelesaian kuadrat terkecil dilakukan dengan melakukan pendekatan matrik. Pendekatan matrik tersebut ditulis dengan persamaan:
𝑋 = (𝐴′𝐴)−1 𝐴′𝐿 (4)
dengan X adalah matrik parameter yang dicari, A adalah matrik desain pengamatan, dan L adalah matrik kondisi.
Sementara itu, untuk persamaan yang tidak linier maka akan dilakukan linearisasi terlebih dahulu. Dalam hal tersebut yang digunakan hanya turunan pertama saja, karena semakin tinggi derajat linearisasi yang dilakukan kontribusi yang diberikan semakin kecil. Persamaan linearisasi dalam kuadrat terkecil adalah sebagi berikut:
dengan x dan y adalah nilai yang dicari, x0dan y0 adalah nilai awalnya, dan L adalah
nilai kondisi yang ada (Godin, 1972).
Persamaan gelombang adalah persamaan yang tidak linier sehingga tidak dapat dihitung menggunakan metoda kudrat terkecil. Hal tersebut menyebabkan persamaan gelombang harus di linearisasi terlebih dahulu, berikut ini adalah hasil linearisasi persamaan gelombang:
𝐹 𝑡 = 𝑏0+ 𝑏1𝑡 + 𝑘=1,…,𝑁 𝐴𝑘cos(𝜎𝑘𝑡) + 𝐵𝑘sin(𝜎𝑘𝑡) (6)
dengan b0 adalah tinggi muka laut rata-rata, b1t adalah fungsi liniear yang terdapat
pada data pengamatan, N adalah nilai komponen pasut yang digunakan, Ak, Bk adalah fungsi dari amplitudo komponen pasut, σk adalah frekuensi masing-masing
komponen yang didapat dari potensial pasut dan t adalah waktu pengamatan (Pawlowicz, et. al, 2002).
Dengan menggunakan persamaan gelombang yang telah dilinearisasi, maka perhitungan menggunakan metoda kuadrat terkecil dapat dilakukan untuk mendapatkan parameter frekuensi dari masing-masing komponen. Parameter ini nantinya akan digunakan dalam persamaan gelombang kembali untuk mendapatkan prediksi pasut yang diinginkan.
2.5 Analisis Kesalahan
Analisis kesalahan adalah suatu metoda yang digunakan untuk mencari kesalahan yang terjadi pada suatu set nilai tertentu dengan berbagai macam metoda, bukan hanya dengan melihat besarnya selisih 2 nilai yang berbeda akan tetapi juga hasil perhitungan lainnya. Dalam penelitian ini analisis kesalahan dilakukan dengan metoda nilai variansi (S2), nilai kesalahan amplitudo dari masing-masing komponen, dan nilai perbedaan datum pasut MLWS (Mean Low Water Spring), MHWS(Mean High Water Spring), LAT (Low Astronomical Tides), dan HAT (High Astronomical Tides) yang dihasilkan dari data prediksi pasut. Berikut ini adalah rumusan matematis untuk variansi :
𝑆2 = 𝑛𝑖=1(𝑦𝑖−𝑦𝑖′)2
dengan y adalah hasil prediksi tinggi pasut, y' adalah data hasil pengamatan pasut, n adalah jumlah data, P adalah nilai kekuatan gelombang, dan N adalah nilai kekuatan gangguan. Nilai variansi memiliki satuan meter persegi (m2) dan nilai SNR merupakan rasio yang tidak memiliki dimensi. Nilai variansi menunjukkan kesalahan yang terjadi pada keseluruhan data yang digunakan
Selain variansi, dalam percobaan ini analisis kesalahan juga melihat nilai kesalahan amplitudo dari komponen pasut. Nilai kesalahan ini didapat dengan membandingkan nilai amplitudo yang didapat dari perhitungan kuadrat terkecil dengan nilai amplitudo komponen pasut yang sebenarnya. Nilai kesalahan ini akan menunjukkan keakuratan data pengamatan terhadap komponen pasut tersebut. Selain itu juga digunakan perbandingan menggunakan nilai datum pasut yang didapat, hal ini dilakukan karena prediksi pasut biasa digunakan untuk mencari datum pasut. Datum pasut didapat dengan menggunakan data komponen tertentu dari analisis pasut, seperti:
𝑀𝐿𝑊𝑆 = 𝑍0− (𝑀2+ 𝑆2) (9)
𝑀𝐻𝑊𝑆 = 𝑍0+ (𝑀2+ 𝑆2) (10)
dengan Z0 adalah muka air laut rata-rata , M2, dan S2 adalah komponen pembentuk
pasut. 2.6 Data
Data yang digunakan adalah data pengamatan pasut di stasiun Bekapai di daerah Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Data tersebut merupakan data tugas akhir Vidia Chandra Dewi, 2011, yang berjudul Analisis Penggunaan EGM2008 yang Disesuaikan dengan Muka Air Laut Rata-rata Setempat untuk Transfer Elevasi di Delta Mahakam. Data pengamatan pasut yang dilakukan di area Delta Mahakam tersebut merupakan hasil pengamatan pasut dengan menggunakan alat Tide Gauge. Prinsip kerja alat Tide Gauge ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melaluipelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat. Data pasut dicatat setiap10 menit oleh alat Tide Gauge yang berada pada suatu stasiun
pengamatan pasut. Data yang digunakan adalah data pengamatan selama 1 tahun dari tanggal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2010.