MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR MELALUI PENDEKATAN STRUKTURAL THINK PAIR SHARE (TPS) SISWA KELAS VIII2 SMPN 4 KENDARI
Utu Rahim
Jurusan PMIPA/Matematika FKIP Unhalu Kampus Bumi Tridharma Kendari 93232 Abstrak: Guru sering mengalami kesulitan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar di kelas VIII2 SMPN 4 Kendari. Kesulitan tersebut menyebabkan prestasi belajar siswa tidak meningkat. Salah satu cara untuk memperbaiki hal ini adalah dilakukan penelitian tindakan kelas melalui
model pembelajaran kooperatif pendekatan Think Pair Share. Hasil penelitian dengan
pendekatan Think Pair Share ini disimpulkan bahwa: (1) prestasi belajar matematika
siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar dapat ditingkatkan melalui pendekatan
Think Pair Share. Hasil yang dicapai adalah dari tes awal ke tes siklus I meningkat dari 37,5% menjadi 55%, dari siklus I ke siklus II meningkat dari 55% menjadi 72,5% dan dari siklus II ke siklus III meningkat dari 72,5% menjadi 87,5%; (2) dilihat dari segi proses, hasil yang dicapai adalah 69,05% pada siklus I, 82,26% pada siklus II dan 94,33% pada siklus III.
Kata kunci : Pendekatan Think Pair Share, prestasi dan faktorisasi suku aljabar.
PENDAHULUAN
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, salah satu di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif yang dipergunakan guru dalam
mengajar, di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan think
pair share. Model pembelajaran yang monoton dapat mengurangi motivasi siswa untuk belajar, karena siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran yang sama secara terus menerus diberikan guru. Keluhan guru matematika SMPN 4 Kendari pada umumnya adalah sikap siswa yang kurang aktif mengikuti penyajian materi matematika. Jika hal ini yang terjadi maka dengan sendirinya hasil belajarnya dapat menurun.
Hasil observasi awal pada tanggal, 29 Maret 2008 yang dilakukan peneliti terhadap siswa kelas VIII2 di SMPN 4 Kendari menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian matematika siswa hanya mencapai nilai 55. Nilai ini belum memenuhi standar minimal ketuntasan belajar sebesar 62 yang ditetapkan SMPN 4 Kendari.
Salah satu materi matematika yang dianggap sulit oleh siswa adalah materi faktorisasi suku aljabar, yaitu memfaktorkan bentuk kuadrat siswa masih bingung untuk menguraikan faktor-faktornya, begitu pula dalam menyelesaikan operasi bentuk aljabar
seperti
4
x
2−
2
x
2y
denganx
2y
−
5x
4masih siswa yang menjumlahkan suku-suku yangKERANGKA TEORITIK 1. Proses Pembelajaran
Istilah pembelajaran mengandung makna ada siswa yang belajar dan ada guru yang mengajar, keduanya melalui proses dan membutuhkan waktu yang panjang. Slameto (1988:2) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Hilgard dan Bower dalam Purwanto (2004:3) menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu. Menurut Suparno (2001:64) belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dari pengalaman baik alami maupun manusiawi.
Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang mengabitkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap yang diperoleh melalui interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya, terutama dengan guru yang mengajarkan materi pelajaran. Jadi belajar matematika menunjukkan adanya perubahan tingkah laku siswa yang menyebabkan bertambahnya pengetahuan siswa dalam matematika.
Smith dalam Sanjaya (2006:74) mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan
pengetahuan dan keterampilan (teaching imparting knowledge or skill). Sedangkan
Usman (1993:6) mengatakan bahwa mengajar adalah merupakan usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan siswa dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Mengajar pada dasarnya adalah pengorganisasian sejumlah konsep yang diberikan kepada siswa, sehingga terjadi penambahan pengetahuan dan keterampilan terhadap diri siswa setelah mendapat penyajian materi dari gurunya. Guru mengajarkan materi dengan satu harapan agar materi yang disajikan dapat dipahami siswa, sehingga ilmu pengetahuan tentang matematika siswa dapat meningkat atau bertambah.
2. Prestasi Belajar Matematika
Winkel (1991:3) mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dihasilkan siswa adalah perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap. Dalam kamus Bahasa Indinesia Poerwadarminta (1983:768) prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan.
Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil usaha siswa yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa. Perubahan tersebut mengakibatkan bertambahnya pengetahuan siswa. Jadi prestasi belajar matematika siswa adalah usaha positif yang dilakukannya sehingga ilmu pengetahuannya mengalami perubahan ke arah kemajuan, setelah menerima materi pelajaran dengan pendekatan struktural think pare share.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Struktural Think Pair Share Ismail (2002:20) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang yang menggunakan adanya kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Suherman (2003:260) kerja kelompok (kooperatif) artinya bekerja secara bersama-sama untuk menacapai hasil yang lebih baik. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Ibrahim (2001:6-7) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu: 1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, 2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, bilamana, mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, dan 4) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Adapun unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepasang bersama. 2) siswa bertanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri, 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepimimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, 7) siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditngani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2001:6) lebih lanjut (Ibrahim, 2001:7-9) mengemukakan bahwa tujuan dalam pembelajaran kooperatif
berkaitan dengan: 1) hasil belajar akademik yaitu bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, 2) penerimaan terhadap perbedaan individu yaitu memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif belajar untuk menghargai satu sama lain, 3) pengembangan keterampilan social yaitu untuk mengerjakan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 1. Langkah-langkah Model pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase-2
Menyajikan infermasi Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase-5 Evaluasi
Fase-6
Memberi penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapaipada pelajaran tersebut dan memotifasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik berupa upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Ibrahim,2001:10)
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa model pembelajaran ini sangat memungkinkan siswa untuk bertukar pikiran atau pendapat yang tercipta di dalam suatu kerjasama, sehingga siswa terlatih dalam menghargai pendapat orang lain.
Pendekatan khusus yang diuraikan di sini mula-mula dikembangkan oleh Frank
Lyman dkk dari Universitas Maryland pada Tahun 1985. Think-Pair-Share memiliki
prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Adapun langkah-langkah pendekatan struktual tipe TPS adalah sebagai berikut.
a. Tahap-1: Thingking (berpikir). Pada tahap ini, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
b. Tahap-2: Pairing (berpasangan). Pada tahap ini, guru meminta siswa berpasangan
dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahapm ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah di identifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit berpasangan.
c. Tahap-3: Sharing (Berbagi). Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk
berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Underwood (2000:87) berpendapat bahwa jumlah latihan melalui kerja berpasangan dan kelompok yang didapat setiap siswa akan meningkat tajam. Bahkan para guru seharusnya mmenggunakan kerja berpasangan sebagai bagian yang selalu ada di dalam kelasnya. Siswa yang masih kecil cenderung berpasangan dengan teman khususnya dan sering ini memuaskan, kerja berpasangan dapat dilakukan dengan memasangkan siswa yang sudah bisa dengan siswa yang belum bisa jika dapat dilakukan tanpa terlalu kentara. Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan struktual tipe TPS ini sangatlah sistematis sedemikian sehingga waktu yang diberikan siswa untuk berpikir cukup banyak dan memungkinkan siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan guru. Pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII2 SMP Negeri 4
Kendari dan waktu penelitian dimulai dari Juli sampai dengan Agustus tahun ajaran 2008/2009.
2. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur penelitian ini dilakukan 3 siklus. Setiap siklus dilakukan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor yang ingin diselidiki. Adapun prosedur yang dilakukan pada ketiga siklus tersebut meliputi, (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan evaluasi serta (4) refleksi.
3. Data dan Teknik Pengambilan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa. Jenis data yang digunakan adalah jenis data kuantitatif dan data kualitatif. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini digunakan lembar observasi untuk memperoleh proses pelaksanaan model pembelajaran kooperatif pendekatan TPS. Jurnal digunakan untuk memperoleh data refleksi diri dan tes setiap siklus yang dipergunakan untuk memperoleh prestasi belajar.
4. Indikator Kinerja
Indikator kenerja dalam penelitian ini digunakan dua kriteria, yaitu dikatakan berhasil apabila siswa minimal memperoleh nilai 62 sebanyak 80%. Sedangkan dari segi proses minimal 85% dapat terlaksana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Tes Awal, Tes Siklus I, Tes Siklus II dan Tes Siklus III
No. Nama Siswa Tes Awal Tes Siklus I Tes Siklus I Tes Siklus I
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. IMD DR SM PD YE SN LMR MM UL MAS LP TA VM MF FT MI MA RN RSS HN NA SW MS NS FA HY IN ES 70 35 65 48 52 28 55 35 39 65 65 22 65 30 55 35 65 40 70 45 45 62 50 27 68 37 70 32 55 72 70 70 38 53 65 20 75 88 65 47 87 24 76 57 70 53 80 76 50 62 50 25 84 40 90 37 67 66 74 70 65 50 68 68 55 74 70 66 77 60 70 59 70 65 56 80 50 73 78 55 85 59 87 45 87 70 80 85 77 77 80 75 70 75 90 85 80 56 75 75 68 74 87 69 50 82 97 72 90 85 82 58
No. Nama Siswa Tes Awal Tes Siklus I Tes Siklus I Tes Siklus I 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. MSH EJ EA WS MU MY AS TY FP RL SAD PD 67 35 59 64 30 82 54 45 62 40 70 55 72 70 78 53 49 80 70 55 65 50 72 60 75 53 88 69 65 95 70 65 62 70 75 55 80 54 90 75 80 98 80 80 65 78 98 60
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa tes awal yang diambil dari operasi bentuk aljabar sebagai materi prasyarat dari materi pokok bahasan faktorisasi suku aljabar yang telah diajarkan di kelas VII, diperoleh nilai siswa sebesar 37,5% atau 15 siswa dari 40
siswa yang memperoleh nilai
≥
62. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswatentang materi operasi bentuk aljabar sebagai prasyarat faktorisasi suku aljabar masih sangat rendah.
Siklus I ini terdiri dari tiga kali pertemuan. Setelah selesai diberikan materi sebanyak tiga kali pertemuan maka siswa diberikan tes yang disebut tes siklus I. Hasil tes siklus I menunjukkan bahwa dari 40 siswa terdapat 55% atau 22 siswa yang mencapai
nilai
≥
62. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatansebesar 17,5% atau sebanyak 7 orang, jika dibandingkan dengan nilai siswa pada hasil tes awal.
Siklus II ini, juga terdiri dari tiga kali pertemuan. Setelah selesai diberikan materi sebanyak tiga kali pertemuan maka siswa diberikan tes yang disebut tes siklus II. Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa dari 40 siswa terdapat 72,5% atau 29 siswa yang
mencapai nilai
≥
62. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa mengalamipeningkatan sebesar 17,5% atau sebanyak 7 orang, jika dibandingkan dengan nilai siswa pada hasil tes siklus I.
Siklus III ini, terdiri dari dua kali pertemuan. Setelah selesai diberikan materi sebanyak dua kali pertemuan maka siswa diberikan tes yang disebut tes siklus III. Hasil tes siklus III menunjukkan bahwa dari 40 siswa terdapat 87,5% atau 35 siswa yang
peningkatan sebesar 15% atau sebanyak 6 orang, jika dibandingkan dengan nilai siswa pada hasil tes siklus II.
Dilihat darisegi proses maka pencapaian pelaksanaannya adalah 69,05%;pada siklus I, 82,26% pada siklus II dan 94,33% pada siklus III.
2. Pembahasan
Pengetahuan dasar siswa pada tes awal masih sangat rendah, sehingga akan berpengaruh juga pada tes siklus I, siklus II dan siklus III. Jika ada peningkatan prestasi belajar siswa setelah diadakan penelitian pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar, disebabkan penerapan model pembelajaran kooperatif TPS. Pada tes awal yang dicapai siswa hanya 37,5% atau 15 siswa sebagai yang memiliki kemampuan dasar sebelum diberikan pembelajaran.
Pada siklus I pencapaian pembelajaran adalah 55% atau 22 siswa. Hal ini disebabkan adanya hal-hal yang belum dilaksanakan guru seperti guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran, tidak memberi apersepsi, motivasi, kegiatan kelompok belum efektif, bimbingan guru hanya pada kelompok tertentu saja.
Pada siklus II, setelah memperbaiki kekurangan pada siklus I maka terjadi peningkatan pencapaian hasil belajar sebesar 72,5% atau 29 siswa. Juga Pencapaian ini belum maksimal, karena tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil dan guru tidak memberikan penghargaan pada siswa.
Dilihat dari segi proses maka pencapaian pelaksanaannya adalah 69,05%;pada siklus I; 82,26% pada siklus II dan 94,33% pada siklus III.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS, dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan faktorisasi suku
aljabar siswa kelas VIII2 SMP Negeri 4 Kendari. Peningkatan ini dapat dilihat dari tes
awal sebesar 37,5% menjadi 55% pada hasil tes siklus I, dari siklus I sebesar 55% menjadi 72,5% pada siklus II, dari siklus II sebesar 72,5% menjadi 87, 5% siswa yang
memperoleh nilai minimal
≥
62.2. Pelaksanaan proses pembelajaran yang dicapai adalah sebesar 69,05%; pada siklus I;
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, dkk. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Purwanto M. Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto. 1988. Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Underwood, Mary. 2000. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Jakarta: Arean.