• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI. Oleh : DELYMI OKTARISKI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI. Oleh : DELYMI OKTARISKI F"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU

KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE

BACK-PASS

COVER

SEMI TERTUTUP

SKRIPSI

Oleh :

DELYMI OKTARISKI

F14080007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

NUMERICAL SIMULATION OF TEMPERATURE DISTRIBUTION OF

SEMI-CLOSED COVER BACK-PASS FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR

Delymi Oktariski and Leopold Oscar Nelwan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 852 885 96 852, e-mail: oktadriski@gmail.com

ABSTRACT

Solar energy is abundantly available, so this energy is very potential to be developed, especially in Indonesia. One of the alternative to utilize solar energy is using back-pass flat plate solar collector. The thermal energy produced by the collector can be used for crop drying. In this study, the back-pass flat plate solar collector with semi-closed cover was connected to a drying box and the thermal energy will flow into it. The effect of variation of the length of cover percentage at several tilt angle to the collector performance (temperature distribution and mass flow rate) were investigated experimentally and numerically. Numerical simulation result showed that cover of 60% had adequated to produce the air temperature above 40oC that can be used for drying most of agricultural products. Increasing percentage of cover to 80% or 100% did not improve air temperature significantly. Even the effect would increase collector manufacturing cost. The results of numerical simulations showed that tilt angle 45o had optimum mass flow rate, it was about 0.009 kg/s. Validation with experiment data showed that total error was below 10% and R2 varied from 0.76 until 0.98. Simulation of temperature distribution in drying box showed that temperature varied from 41 oC until 51 oC with error below 10% and R2 varied from 0.93-0.98.

(3)

DELYMI OKTARISKI F14080007. SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP. Dibimbing oleh Leopold Oscar Nelwan 2012.

RINGKASAN

Kolektor surya pemanas udara pelat datar (Solar Energy Air Heating Collector) merupakan suatu sistem yang memanfaatkan energi matahari dalam bentuk termal. Energi termal tersebut bisa digunakan untuk pengeringan bahan pertanian. Sebuah kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor surya pelat datar akan mengalirkan udara panas ke kotak pengering. Aliran udara terjadi karena adanya efek buoyancy dari kolektor. Sehingga kolektor sangat berperan penting dalam mengalirkan energi termal ke kotak pengering. Kolektor surya pelat datar ada yang mengunakan cover (cover-plate) dan ada yang tanpa cover (bare-plate). Penggunaan cover akan mengurangi transmisivitas dari iradiasi matahari namun kehilangan panas akan berkurang. Peniadaan cover akan meningkatkan transmisivitas karena iradiasi matahari akan langsung mengenai absorber namun kehilangan panas cukup besar. Maka dari itu perlu penggunaan cover semi tertutup pada kolektor surya pelat datar, sehingga mendapatkan transmisivitas yang tinggi dan kehilangan panas yang kecil.

Pengujian dan pembuatan kolektor surya memerlukan waktu yang panjang dalam hal desain dan kesalahan desain yang dilakukan bisa saja terjadi. Maka dari itu diperlukan teknik lain untuk meminimalisasi hal tersebut. Salah satunya dengan melakukan simulasi numerik (numerical simulation). Simulasi numerik bertujuan untuk menduga pola sebaran suhu dan aliran fluida pada kolektor. Sebaran suhu pada kolektor perlu diketahui karena suhu pada kolektor cenderung tidak merata.

Tujuan dari penelitian ini ada dua yaitu melakukan simulasi numerik dan validasi pada kolektor surya pelat datar, kemudian melakukan simulasi dan validasi pada kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah peningkatan transmisivitas, mengurangi kehilangan panas dengan cara melakukan modifikasi pada persentase panjang cover dan meningkatkan laju aliran massa pada kemiringan yang optimal. Sehingga didapatkan konfigurasi persentase panjang cover dan kemiringan kolektor yang memadai untuk dapat mengalirkan udara panas ke kotak pengering yang digunakan untuk proses pengeringan bahan pertanian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat geometri 3 dimensi kolektor dan kotak pengering yang didefenisikan melalui kondisi batas. Hasil rancangan tersebut kemudian dilakukan proses pembuatan (pabrikasi) dengan menghitung biaya konstruksi kolektor. Kolektor yang telah dibuat dilakukan pengujian lapang untuk validasi yaitu membandingkan data simulasi dan data pengujian lapang. Metode validasi yang digunakan adalah dengan penentuan koefisien determinasi (R2) dan error antara data simulasi dan data pengukuran. Pemilihan kolektor yang akan dihubungkan dengan kotak pengering dilakukan berdasarkan kriteria laju aliran massa, persentase panjang cover dan biaya konstruksi kolektor. Selanjutnya dilakukan simulasi dan validasi terhadap sebaran suhu di kotak pengering untuk melihat hasil pemanasan dari kolektor.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa koefisien kehilangan panas bagian atas (Ut)

kolektor cover 0% memiliki nilai terbesar yaitu 7.1 hingga 11.9 W/m2.K dan kolektor cover 100% memiliki nilai terkecil yaitu 3.5 hingga 4 W/m2.K . Penggunaan cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu outlet yang tinggi dengan kisaran suhu diatas 400 C. Sedangkan cover 40%, 20%, dan 0% memiliki suhu outlet yang rendah dibawah 40o C. Naiknya sudut kemiringan kolektor mulai dari

(4)

kemiringan 6o, 15o, 30o, dan 45o mengakibatkan kenaikan laju aliran massa, namun pada kemiringan 60o terjadi penurunan laju aliran massa. Hasil validasi sebaran suhu kolektor menunjukkan error rata-rata dibawah 10%, namun ada beberapa data dengan error 10.84 % dan 10.21 %. Secara keseluruhan error yang dihasilkan dibawah 10% sedangkan nilai R2 bervariasi dari 0.77 sampai 0.99. Kolektor yang dipilih untuk dihubungkan ke kotak pengering adalah kolektor dengan cover 60% pada kemiringan 45o.

Kolektor cover 60% dipilih karena suhu outlet kolektor sudah mencapai kisaran suhu yang diharapkan yaitu diatas 40oC yang sudah memadai untuk proses pengeringan bahan pertanian. Penggunaan cover 80% atau cover 100% tidak meningkatkan suhu outlet kolektor secara signifikan. Selain itu biaya konstruksi pembuatan kolektor cover 60% lebih rendah dari pada kolektor cover 80% dan 100%. Biaya konstruksi kolektor cover 60% adalah Rp. 432,480, biaya konstruksi cover 80% adalah Rp. 436,200 dan biaya konstruksi kolektor cover 100% adalah Rp. 439,920. Sedangkan Kemiringan 45o dipilih karena memiliki laju aliran massa yang tinggi dibandingkan sudut lainnya.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa udara pemanasan dari kolektor dapat memanaskan kotak pengering secara konveksi alami. Aliran udara terjadi akibat adanya perbedaan massa jenis di aliran udara kolektor dimana massa jenis udara yang lebih ringan akan bergerak ke atas. Hal ini juga dibuktikan dengan keadaan pengujian kolektor ditutup/insulasi sehingga matahari tidak dapat mengenai absorber dan memanaskan udara di kotak pengering. Nilai suhu di kotak pengering adalah 39.6oC sedangkan suhu lingkungan saat itu 38oC. Simulasi sebaran suhu kotak pengering menunjukkan pada simulasi pukul 09.00 dengan intensitas iradiasi matahari 471.4 W/m2 rata-rata suhu kotak pengering berkisar 43oC-45oC. Simulasi pada pukul 12.00 dengan intensitas iradiasi matahari 626.5 W/m2, suhu kotak pengering berkisar 46oC-51oC dan pada saat simulasi dengan kondisi batas pukul 15.00, intensitas iradiasi matahari 371.4 W/m2 sebaran suhu kotak pengering berkisar 41o C-44oC. Validasi yang dilakukan memberikan nilai R2 berkisar dari 0.93-0.98 sedangkan error berkisar mulai dari 1.05% hingga 1.84%.

(5)

SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU

KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE

BACK-PASS

COVER

SEMI TERTUTUP

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DELYMI OKTARISKI F14080007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(6)

Judul Skripsi : Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup.

Nama : Delymi Oktariski

NIM : F14080007

Menyetujui : Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si NIP. 19701208 199903 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen

Dr. Ir. Desrial, M. Eng. NIP. 196612011991031004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASINYA

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apappun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Yang membuat pernyataan

Delymi Oktariski

(8)

© Hak cipta milik Delymi Oktariski, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

(9)

BIODATA PENULIS

Delymi Oktariski dilahirkan di Rengat pada tanggal 28 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, Ayah Alm. Mairis Syamsi dan Ibu Ratpabima. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pasir Penyu pada tahun 1996-2002, dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Pasir Penyu pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri Plus Provinsi Riau dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil pilihan mayor Teknik Pertanian. Penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti panitia seminar, panitia masa perkenalan jurusan, dan panitia kegiatan olahraga di kampus. Selain menjalani aktivitas akademik, penulis juga aktif melakukan kegiatan di luar kampus dibidang desain grafis. Penulis melaksanakan program praktik lapang di PT. RAPP APRIL GROUP Pangkalan Kerinci, Riau di bagian Riau Energi Plant. dengan judul “Mempelajari Sistem Elektrifikasi PT. RAPP, Pangkalan Kerinci,”. Untuk menyelesaikan studi S1 penulis menyusun skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mamberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup. Skripsi ini disusun berdasarkan simulasi komputer dan pengambilan data di Laboratorium Surya TMB.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang terlibat dalam membantu penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Orang tua penulis Mama (Ratpabima), Bapak (Mahzur) , adik-adik tersayang (Hendra, Hendri, Ayu dan Wahyu), dan keluarga besar yang telah senantiasa memberikan doa, semangat, dan rasa kasih sayang yang tak terhingga.

2. Bapak Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu senantiasa memberikan bimbingan dan arahan yang baik bagi penulis.

3. Teknisi TEP, Mas Firman, dan Pak Harto atas kesediaan waktunya untuk membantu dalam penyelesaian penelitian.

4. Teman-teman satu bimbingan Rizki Thariq, Fibula, Yuliana dan khususnya Yulfi Nizzatal sebagai partner penulis yang telah bersedia bahu membahu dalam melakukan penelitian. 5. Saudari Lintang Zulqaida Fitrahani yang selalu setia menemani penulis untuk memberikan

semangat beserta motivasi yang besar untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Teman teman terdekat Ahmad Noval, Achmad Nuh, dan Ahmad Eriska yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis serta Fajri Ilham sebagai teman bertukar pikiran untuk membuat simulasi.

7. Teman-teman satu angkatan TEP 45 khususnya teman-teman terbaik Salman, Panji, Jefri, Edo, Mita, Anggi, Dea, Gladys, Astin, Diza, Hafizh, Rima, Fiki, Gita, Andre, Indra, Uda, Yutha, dan Tino untuk rasa persahabatan dan kekeluargaan selama mengikuti perkuliahan di TEP.

8. Teman-Teman Kontrakan Gudangers Kartiko, Harry, Ulqi, Dea dan Asep yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh pihak yang terlibat dan telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segala kekurangan yang masih banyak terdapat di dalamnya, penulis berharap tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga tulisan ini menjadi salah satu amalan baik bagi penulis di hadapan Allah SWT.

Bogor, Agustus 2012

Penulis ,

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SIMBOL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Kolektor Surya Pelat datar ... 3

B. Teori CFD ... 5

C. Teori Pindah Panas ... 9

D. Aplikasi CFD pada Kolektor Surya ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13

A. Waktu dan Tempat ... 13

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Prosedur Penelitian ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya ... 23

B. Simulasi Distribusi Suhu Kotak Pengering ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat Material dari Bahan ... 17

Tabel 2. Setting Kondisi Batas Termal pada Dinding ... 18

Tabel 3. Tipe Kondisi Batas Radiasi pada Cover dan Absorber ... 18

Tabel 4. Kondisi Batas Radiasi ... 18

Tabel 5. Skenario Validasi Kemiringan 6o (11 April) ... 20

Tabel 6 Skenario Validasi Kemiringan 15o (4 April). ... 20

Tabel 7 Skenario Validasi Kemiringan 30o (5 April). ... 21

Tabel 8 Skenario Validasi Kemiringan 45o (9 April). ... 21

Tabel 9 Skenario Validasi Kemiringan 60o (10 April). ... 21

Tabel 10 Skenario Validasi Kotak Pengering Tanpa Beban (22 Juni). ... 22

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kolektor tipe tanpa cover ... 3

Gambar 2. Kolektor Surya Tipe Front-Pass ... 4

Gambar 3. Kolektor Surya Tipe Back-pass ... 4

Gambar 4. Kolektor Surya Paralel-pass (a) dan Double-pass (b) ... 5

Gambar 5. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori ... 5

Gambar 6. Diagram Alir Metode Simulasi Numerik CFD ... 6

Gambar 7. Contoh Pembuatan Mesh/Grid dari Geometri Balok ... 7

Gambar 8. Tipe Aliran Konveksi ... 10

Gambar 9. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 12

Gambar 10. Kolektor Surya Tipe Back-pass Cover 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dan 0% ... 16

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian... 14

Gambar 12. Kondisi Batas pada Kolektor Surya ... 17

Gambar 13. Titik Pengukuran Suhu Kolektor Surya Tipe Back-pass ... 19

Gambar 14. Titik Pengukuran Suhu Kolektor dan Kotak Pengering ... 22

Gambar 15. Domain dan Mesh Kolektor Cover 100% ... 23

Gambar 16. Domain dan Mesh Kolektor Cover 80% ... 23

Gambar 17. Domain dan Mesh Kolektor Cover 60% ... 23

Gambar 18. Domain dan Mesh Kolektor Cover 40% ... 24

Gambar 19. Domain dan Mesh Kolektor Cover 20% ... 24

Gambar 20. Domain dan Mesh Kolektor Cover 0% ... 24

Gambar 21. Efek Buoyancy pada Kolektor Surya ... 25

Gambar 22. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Pagi Hari ... 23

Gambar 23. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Siang Hari ... 25

Gambar 24. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Sore Hari ... 26

Gambar 25. Kontur Suhu Udara Kolektor Surya ... 27

Gambar 26. . Vektor Kecepatan Udara ... 27

Gambar 27. Perbandingan Nilai Ut Terhadap Berbagai Persentase Cover ... 28

Gambar 28. Perbandingan Nilai Ut terhadap Kecepatan Angin ... 28

Gambar 29. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul 09.00.. ... 29

Gambar 30. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul 12.00. ... 30

(14)

xiv

Gambar 32. Laju Aliran Massa Pukul 09.00 ... 32

Gambar 33. Laju Aliran Massa Pukul 12.00 ... 32

Gambar 34. Laju Aliran Massa Simulasi 15.00 ... 32

Gambar 35. Validasi Kolektor kemiringan 6o Pukul 08.00 ... 30

Gambar 36. Validasi Kolektor kemiringan 6o Pukul 10.00 ... 33

Gambar 37. Validasi Kolektor kemiringan 6o Pukul 12.15 ... 34

Gambar 38. Validasi Kolektor kemiringan 15o Pukul 10.00 ... 34

Gambar 39. Validasi Kolektor kemiringan 15o Pukul 12.00 ... 34

Gambar 40. Validasi Kolektor kemiringan 15o Pukul 14.00 ... 35

Gambar 41. Validasi Kolektor Kemiringan 30o Pukul 08.00 ... 35

Gambar 42. Validasi Kolektor kemiringan 30o Pukul 10.15 ... 35

Gambar 43. Validasi Kolektor kemiringan 30o Pukul 11.30 ... 35

Gambar 44. Validasi Kolektor kemiringan 45o Pukul 09.00 ... 36

Gambar 45. Validasi Kolektor kemiringan 45o Pukul 12.00 ... 36

Gambar 46. Validasi Kolektor kemiringan 45o Pukul 13.30 ... 37

Gambar 47 Validasi Kolektor kemiringan 60o Pukul 08.45. ... 37

Gambar 48 Validasi Kolektor kemiringan 60o Pukul 12.30. ... 37

Gambar 49 Validasi Kolektor kemiringan 60o Pukul 15.00. ... 38

Gambar 50 Validasi Laju Aliran Massa pada Kolektor Surya. ... 39

Gambar 51 Domain dan Mesh Kotak Pengering. ... 40

Gambar 52 Kontur Suhu Kotak Pengering pada Saat Kolektor Ditutup. ... 41

Gambar 53 Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul 09.00. ... 42

Gambar 54. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul 12.00 ... 42

Gambar 55. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul 15.00 ... 42

Gambar 56. Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul 09.00 ... 43

Gambar 57. Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul 12.00 ... 43

Gambar 58 Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul 15.00. ... 43

(15)

xv

DAFTAR SIMBOL

A luas penampang (m2) CD koefisien discharge Cp panas jenis (kJ/kg.K)

gradien suhu dalam arah aliran panas ( 0C/m)

Gr bilangan grasof (tak berdimensi) g percepatan gravitasi (m/s2)

H ketinggian (m)

h koefisien pindah panas konveksi (W/m2.K) k koefisien pindah panas konduksi (W/m.K) L panjang pelat (m)

m laju aliran massa (kg/s)

Nu bilangan nusselt (tak berdimensi) Pr bilangan prandt (tak berdimensi) Q debit aliran (m3/s)

q laju perpindahan panas (W) Re bilangan reynold (tak berdimensi) Rt tahanan termal (m2.K/W)

R1 tahanan termal kolektor tertutup cover (m 2

.K/W) R2 tahanan termal kolektor tak tertutup cover (m2.K/W)

R2 koefisien determinasi

S sumber gerakan

T suhu udara (oC) Tlangit suhu langit (K)

Ut koefisien kehilangan panas atas kolektor

Vangin kecepatan angin

u∞ kecepatan aliran (m/s) v kecepatan angin (m/s) x koordinat arah x y koordinat arah y z koordinat arah z Huruf Yunani

konstanta stefant boltzmann (5.67 x 10-8 W/m2K4) ɸ sudut kemiringan pelat

β koefisien ekspansi termal

emisivitas

ρ massa Jenis (kg/m3) µ viskositas dinamik (Pa.s) ∆ beda suhu (OC)

Subskrip

a koefisien pindah panas konveksi antara cover dan absorber c koefisien pindah panas konveksi antara cover dan dan udara luar

cond konduksi

(16)

xvi

i udara dalam L panjang pelat o udara lingkungan p pelat t bagian atas rad radiasi

rc koefisien pindah panas radiasi antara cover dan udara luar ra koefisien pindah panas radiasi antara cover dan absorber

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Koefisien kehilangan panas dan laju aliran massa ... 47

Lampiran 2. Biaya Konstruksi Kolektor ... 50

Lampiran 3. Tabel Koefisien Kehilangan Panas Ut ... 51

Lampiran 4. Jurnal File Pengerjaan Simulasi ... 55

Lampiran 5. Tabel Simulasi Distribusi Suhu Udara di Bawah Absorber ... 58

Lampiran 6. Koordinat Titik dan Validasi Kolektor Surya Tipe Back-pass ... 66

Lampiran 7. Validasi Laju ALiran Massa Kolektor Surya Tipe Back-pass ... 78

Lampiran 8. Validasi Suhu pada Kotak Pengering ... 81

Lampiran 7. Gambar Teknik Kolektor Surya ... 82

Lampiran 8. Gambar Teknik Kolektor Cover 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, dan 0% ... 83

(18)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Ketersediaan energi matahari sangat melimpah dan mudah didapat karena itu sangat potensial untuk dikembangkan. Walaupun energi matahari tersedia dalam jumlah berlimpah, namun terdapat kendala dalam penyimpanan dan pengkonversiannya. Teknologi pemanfaatan energi surya dapat dibedakan menjadi dua yaitu konversi energi surya menjadi listrik melalui sel surya dan pemanfaatan termal menggunakan kolektor. Teknologi sel surya membutuhkan proses manufaktur yang lebih rumit, sedangkan teknologi kolektor surya tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan relatif lebih mudah untuk dilakukan.

Ekechukwu dan Norton (1997) menyatakan pemanfaatan energi termal di bidang pertanian umumnya digunakan untuk proses pengeringan, baik itu buah-buahan, biji-bijian, dan bahan pangan lainnya. Bahan-bahan tersebut akan ditempatkan pada kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor surya. Bagian utama dari kolektor surya berupa pelat penyerap berwarna hitam (absorber) berfungsi sebagai penyerap radiasi matahari dan meneruskannya ke fluida kerja dalam bentuk panas. Bagian selanjutnya adalah insulasi yang digunakan untuk mengurangi kehilangan panas pada sisi-sisi kolektor. Bagian lainnya berupa penutup transparan (cover) yang memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari dapat masuk dan radiasi gelombang panjang yang dihasilkan terjebak didalam kolektor. Kolektor surya ada juga yang tidak menggunakan cover sehingga radiasi matahari akan langsung mengenai absorber.

Jenis-jenis kolektor surya yang dikembangkan ada beberapa macam diantaranya kolektor surya pelat datar, kolektor surya konsentrator dan kolektor surya tabung hampa (Nitipraja, 2008). Kolektor surya pelat datar merupakan sebuah kotak terinsulasi yang terdiri dari pelat penyerap berwarna hitam (absorber) yang terletak dibawah penutup transparan (cover). Konsentrator merupakan jenis kolektor surya berupa logam parabola (cermin parabola) untuk mengkonsentrasikan radiasi surya ke absorber yang berada dipusatnya. Sedangkan kolektor surya tabung hampa merupakan jenis kolektor surya untuk pemanasan fluida yang terdiri dari jajaran tabung kaca (seperti tabung lampu neon). Setiap jenis kolektor fluida yang dipanaskan biasanya berupa udara dan air.

Menurut Ekechukwu dan Norton (1997) jenis kolektor yang biasa digunakan untuk pengeringan adalah kolektor surya pemanas udara pelat datar (Solar Energy Air Heating Collector). Jenis kolektor ini banyak digunakan karena konstruksi yang lebih sederhana, tidak rumit dan biaya pembuatan yang lebih murah dari kolektor jenis lainnya. Kolektor surya akan menjadi suatu sistem yang mengalirkan udara panas ke kotak pengering.

Kolektor surya pemanas udara pelat datar berdasarkan penggunaan cover bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu tipe tanpa cover (bare-plate) dan tipe dengan cover (cover-plate). Penggunaan cover mempengaruhi kinerja kolektor. Karnasaputra (2008) menyatakan bahwa salah satu usaha untuk memperbaiki kinerja kolektor adalah dengan meningkatkan transmisivitas. Peningkatan nilai transmisivitas dapat dilakukan dengan cara meniadakan cover, akan tetapi kehilangan panasnya akan tinggi. Maka dari itu variasi persentase panjang cover pada kolektor surya perlu dilakukan agar kehilangan panas rendah dengan transmisivitas yang tinggi pula.

Kolektor surya pemanas udara pelat datar berdasarkan laluan aliran fluida ada beberapa tipe, yaitu front-pass, back-pass, double-pass, dan parallel-pass. Kolektor surya tipe back-pass memiliki air gap yang berfungsi untuk mencegah kehilangan panas kolektor dibagian atas. Aliran fluida dibawah pelat absorber terjadi secara konveksi alami ataupun konveksi paksa. Konveksi alami tanpa

(19)

2

menggunakan kipas atau blower dan aliran terjadi akibat perbedaan massa jenis udara. Sedangkan konveksi paksa menggunakan bantuan blower atau kipas untuk meningkatkan laju aliran fluida. Penggunaan konveksi paksa memiliki keuntungan karena laju aliran fluida dapat dikontrol dengan menggunakan blower, namun biaya konstruksi menjadi meningkat dan rumit karena menggunakan energi listrik untuk menggerakkan blower. Sistem konveksi alami lebih sederhana dan tidak membutuhkan energi listrik, namun memerlukan kemiringan tertentu agar dihasilkan laju aliran massa yang baik. Kriteria ini diperlukan agar hasil pemanasan fluida kerja di kolektor dapat sampai ke kotak pengering.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang kolektor surya pelat datar tipe back-pass cover semi tertutup yang optimal. Perancangan dan pengujian kolektor tentunya memerlukan waktu yang panjang dalam hal desain dan kesalahan desain bisa saja terjadi. Maka dari itu diperlukan metode lain untuk meminimalisasi hal tersebut. Salah satu caranya dengan melakukan simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD dan melakukan validasi terhadap pengujian di lapang. Simulasi numerik dilakukan untuk menduga pola sebaran suhu dan aliran fluida pada kolektor. Sebaran suhu pada kolektor perlu diketahui karena suhu pada kolektor cenderung tidak merata. Validasi dilakukan untuk melihat ketepatan data simulasi dan data pengujian lapang. Diharapkan dengan rancangan dan simulasi yang dibuat, dapat memprediksi pola sebaran suhu dari kolektor cover semi tertutup pada berbagai kemiringan. Sehingga dapat dilakukan pemilihan konfigurasi kolektor yang tepat berdasarkan persentase panjang cover, sudut kemiringan, dan biaya konstruksi kolektor.

B.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang pola sebaran suhu kolektor surya pelat datar tipe back-pass dengan berbagai persentase panjang cover pada berbagai kemiringan. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan simulasi menggunakan metode CFD dan melakukan validasi pada kolektor surya pelat datar tipe back-pass dengan berbagai persentase panjang cover pada kemiringan tertentu. 2. Melakukan simulasi menggunakan metode CFD dan melakukan validasi pada kotak pengering

(20)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kolektor Surya Pelat Datar

Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya pelat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 100°C. Keuntungan utama dari kolektor surya pelat datar adalah dapat memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari, desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya, kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. Prinsip dasar dari pemanasan kolektor surya pelat datar dimana pelat penyerap hitam (absorber) yang menerima panas dari energi matahari, kemudian energi panas yang diserap ini akan di transfer ke fluida kerja. Untuk mengurangi kehilangan panas secara konveksi dan radiasi pada absorber maka digunakan penutup transparan (cover) dibagian atas. Insulasi pada bagian bawah dan samping kolektor juga digunakan untuk mengurangi kehilangan panas.

Ekechukwu dan Norton (1997) menyatakan bahwa kolektor surya pelat datar umumnya digunakan untuk pengeringan bahan pertanian yang dihubungkan dengan ruang pengering. Kolektor surya pelat datar ini biasanya disebut dengan Solar Energy Air Heating Collectors (kolektor udara). Kolektor surya bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu, tipe tanpa cover (bare-plate) dan tipe dengan cover (cover-plate).

a. Kolektor Surya Tanpa Cover

Kolektor surya tanpa cover adalah kolektor surya yang paling sederhana, yang terdiri dari saluran udara yang diatasnya berupa pelat absorber dengan bagian bawah yang terinsulasi. Kolektor surya tanpa cover biasa digunakan untuk pengeringan bahan pertanian (sistem konveksi bebas/ sistem konveksi paksa). Prinsip kolektor tipe tanpa cover ini sudah banyak di adopsi pada atap gudang penyimpanan bahan pertanian. Dimana atap berfungsi sebagai penyerap radiasi matahari. Kolektor surya tipe tanpa cover dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kolektor tipe tanpa cover (Ekechukwu dan Norton, 1997).

Pada kolektor surya tipe tanpa cover banyak terjadi kehilangan panas pada permukaan atas. Sebagai akibatnya tipe ini memiliki efisiensi yang rendah pada suhu tinggi namun cukup efisien jika beroperasi pada suhu rendah. Maka dari itu kolektor tipe tanpa cover hanya cocok untuk aplikasi pengeringan bahan pertanian pada suhu yang rendah. Walaupun memiliki efisiensi yang rendah, tipe ini sangat sederhana dengan biaya konstruksi yang murah.

(21)

4

b. Kolektor Surya Dengan Cover

Kehilangan panas pada kolektor surya dapat diminimalisasi menggunakan satu atau lebih cover pada bagian atas sebagai penutup pelat absorber. Cover ini berfungsi untuk mencegah kehilangan panas secara konveksi dari pelat absorber, mengurangi kehilangan panas radiasi gelombang panjang dan melindungi pelat absorber dari pendinginan pada saat hujan. Kolektor surya dengan cover memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari pada tipe tanpa cover pada operasi suhu tinggi. Namun untuk biaya konstruksi menjadi meningkat dan biaya perawatan juga meningkat. Kolektor surya tipe cover ini biasanya direkomendasikan pada suhu 10o C- 35o C diatas suhu lingkungan. Ada beberapa tipe kolektor surya tipe dengan cover berdasarkan aliran fluida di kolektor diantaranya:

1. Kolektor Surya Tipe Front-pass

Pada tipe ini fluida kerja (udara) dipanaskan melewati saluran diantara cover dan pelat absorber (pada bagian bawah diinsulasi). Pindah panas terjadi dari aliran udara yang melewati bagian atas pelat absorber. Kolektor surya tipe front-pass dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kolektor Surya Tipe Front-Pass (Ekechukwu dan Norton, 1997).

2. Kolektor Surya Tipe Back-pass

Pada tipe ini pelat absorber ditempatkan langsung dibawah cover yang terdapat sebuah lapisan udara statik (air gap). Udara menjadi panas diantara permukaan bagian dalam dari pelat absorber dan lapisan insulasi. Pindah panas bergerak pada bagian bawah pelat absorber. Tipe ini umumnya lebih efisien dari front-pass. Kolektor surya tipe back-pass dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kolektor Surya Tipe Back-pass (Ekechukwu dan Norton, 1997).

3. Kolektor Surya Tipe Pelat Antara

Letak pelat absorber berada diantara cover dan lapisan bawah dari insulasi. Aliran udara dipanaskan sehingga mengalir pada sisi absorber, ini akan meningkatkan pindah panas pada permukaan. Biasanya diterapkan pada suhu rendah yang meradiasikan ulang dari udara yang dilewati (Qenawy dan Mohamad, 2007). Tipe ini memiliki dua jenis yaitu parallel-pass dan double-pass pada Gambar 4.

(22)

5

Gambar 4. Kolektor Tipe Paralel-pass (a) dan Double-pass (b) (Ekechukwu dan Norton, 1997).

4. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori

Tipe ini juga dikenal dengan kolektor surya tipe matriks, yang merupakan modifikasi dari tipe pelat antara. Pelat dibuat dengan media berpori pada absorber. Kolektor tipe ini akan meningkatkan pindah panas permukaan antara udara dan pelat absorber (Pradhapraj, Velmurugan, dan Sivarathinamoorty, 2010

)

. Gambar 5 menunjukkan kolektor surya tipe pelat berpori.

Gambar 5. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori (Ekechukwu dan Norton, 1997).

B.

Teori CFD (

Computational Fluid Dynamics)

1.

Proses Simulasi CFD

Menurut Tuakia (2008) CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). CFD mampu memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial), metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi) dan peralatan perangkat lunak (problem solving, pre-processing, dan post-processing). Diagram alir metode simulasi numerik CFD dapat dilihat pada Gambar 6.

(23)

6

Gambar 6. Diagram Alir Metode Simulasi Numerik CFD (Ansys, 2010).

CFD terbentuk berdasarkan algoritma numerik dari permasalahan fluida yang terjadi sehingga dibutuhkan solusi permasalahan berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi sifat fluida tersebut. Di dalam CFD, terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam melakukan pemrosesan (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

a.

Pra-pemrosesan (pre-processing)

Pra-pemrosesan merupakan tahapan di mana dilakukan pendefinisian masalah. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam pra-pemrosesan, yaitu: 1. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi.

2. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid/mesh). Grid merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi menjadi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat komputer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat. Contoh hasil dari pembuatan grid/mesh dapat dilihat pada Gambar 7.

3. Mendefinisikan fenomena-fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam pemodelan.

4. Mendefinisikan karakteristik fluida.

(24)

7

Gambar 7. Contoh Pembuatan Mesh/Grid dari Geometri Balok (Ansys, 2010).

b. Pencarian solusi (problem solving)

Pencarian solusi merupakan tahapan di mana seluruh kondisi pra-pemrosesan telah terpenuhi. Pencarian solusi menggunakan metode volume hingga yang dikembangkan dari metode beda hingga khusus. Dengan metode ini simulasi diselesaikan melalui persamaan-persamaan konservasi CFD. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi:

1. Memperkirakan variable aliran yang tidak diketahui mengunakan fungsi sederhana.

2. Diskritisasi hasil prakiraan dengan mensubtitusi ke dalam persamaan aliran fluida melalui persamaan konservasi dan memanipulasi secara matematis.

3. Membuat solusi dengan persamaan aljabar. c. Pasca-pemrosesan (post-processing)

Tahapan pasca-pemrosesan merupakan tahapan terakhir dalam proses CFD yang bertujuan untuk menyajikan hasil dari analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisasi warna yang meliputi:

1. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk. 2. Plot berdasarkan vektor.

3. Plot berdasarkan kontur.

4. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi).

2.

Persamaan Konservasi CFD

Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model yang dibuat, model tersebut mempertimbangkan faktor reaksi kimia, perpindahan massa, perpindahan panas atau hanya berupa aliran fluida non kompresibel dan laminar. Model dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial atau yang dikenal dengan PDE (Partial Differential Equation) yang mempresentasikan hukum konservasi kekekalan massa, momentum dan energy, kemudian diubah

(25)

8

dalam bentuk numerik dengan teknik diskritisasi

.

Hukum konservasi merupakan dasar dari penyelesaian simulasi menggunakan CFD. Persamaan-persamaan konservasi tersebut adalah

:

1. Kekekalan Massa 3 Dimensi

Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa elemen fluida sama dengan laju net aliran massa ke dalam elemen fluida. Karena semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Dalam bentuk persamaan matematika untuk fluida yang tidak terkompresi pada kondisi steady dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995) :

+

+

=0 (1)

dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat kartesian.

2. Kekekalan Momentum 3 Dimensi

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam bentuk sesuai dengan metode finite volume pada kondisi steady (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

Momentum x:

[

u

+v

+ w

]

=

+

µ

[

+

+

]

+SMX (2) Momentum y:

[

u

+v

+ w

]

=

+

µ

[

+

+

]

+SMY (3) Momentum z:

[

u

+v

+ w

]

=

+

µ

[

+

+

]

+SMZ (4)

dimana µ adalah viskositas dinamik fluida (Pa.s) dan SMX, SMY, SMZ adalah momentum yang

berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z. 3. Kekekalan Energi 3 Dimensi

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik pada kondisi steady dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995):

[

u

+v

+ w

]

=

p

[

+

+

]

+

k

[

+

+

]

+Si (5) Dimana :

[

u

+v

+ w

]

=

+

µ

[

+

+

]

+SMX (6)

dimana p adalah tekanan fluida (Pa), k adalah konduktivitas termal fluida (W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per unit volume per unit waktu.

Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Nilai solusi awal umumnya merupakan nilai dugaan yang dibutuhkan di awal proses perhitungan. Persamaan numerik digunakan untuk menghasilkan nilai pendekatan yang lebih akurat dimana semua variabel telah memenuhi ketiga persamaan aliran fluida. Nilai baru yang

(26)

9

diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai nilai awal dalam perhitungan selanjutnya. Proses ini terus berulang sampai nilai error, atau disebut juga residual variation cukup kecil atau konvergen. Setiap pengulangan dalam proses untuk mendapatkan solusi disebut iterasi. Untuk analisis pada kondisi tunak, proses perhitungan akan berulang sampai dengan konvergen. Sedangkan pada kondisi tidak tunak proses berlanjut hingga perhitungan ke waktu berikutnya.

C.

Teori Pindah Panas

1.

Pindah Panas Konduksi

Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besarnya pindah panas secara konduksi dinyatakan dalam persamaan berikut.

qcond=

(7)

Tanda minus diselipkan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan 7 disebut hukum Fourier tentang pindah panas konduksi. Energi yang berpindah secara konduksi ini merupakan fungsi dari konduktivitas termal yang searah dengan perpindahan kalor (k), luas penampang yang terletak pada aliran panas (A), dan gradien suhu dalam arah aliran panas (dT/dx).

2.

Pindah Panas Konveksi

Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya disebut sebagai konveksi (Cengel dan Turner 2001). Gambar 8 menunjukkan tipe konveksi yang terjadi pada suatu dinding, dimana konveksi bisa terjadi secara alami atau paksa pada bagian luar ataupun dalam. Aliran yang terjadi bisa laminar ataupun turbulen. Bila perpindahan panas berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaaan massa jenis yang disebabkan oleh gradien suhu, maka proses ini yang disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila perpindahan panas disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.

Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel - partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel - partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut.

qconv= (8)

(27)

10

Gambar 8. Tipe Aliran Konveksi (Cengel dan Turner, 2001).

Persamaan 8 disebut dengan hukum pendinginan newton. Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida , luas permukaan (A), dan koefisien perpindahan panas konveksi (h).

Untuk memperbesar atau memperkecil terjadinya proses konveksi maka salah satu cara dapat dilakukan dengan memperkecil atau memperbesar nilai koefisien pindah panas konveksi. Koefisien pindah panas konveksi berbanding lurus dengan energi pindah panas konvkesi yang dihasilkan. Koefisien pindah panas konveksi dapat dihitung menggunakan persamaan konveksi alami ataupun konveksi paksa. Aliran fluida yang melalui sebuah pelat koefisien pindah panas konveksi paksa dihitung menggunakan persamaan 9, 10, 11, 12 dan 13 (Cengel dan Turner, 2001).

ReL = ρ u∞ L/ µ (9)

Pr = Cp µ/k (10)

Aliran Laminer: NuL= 0.664.(Pr)1/3.(ReL)o.5 ;ReL < 5x105 (11)

Re (Reynold number), Pr (Prandt number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h).

Menurut Jansen (1995) dan American Society of Heating, Refrigerating, and Air-conditioning Engineers/ASHRAE (2001), koefisien pindah panas konveksi merupakan fungsi terhadap kecepatan angin yang dihitung berdasarkan persamaan:

h = 5.7 + 3.8v (14)

Apabila perpindahan panas terjadi secara konveksi alami, maka untuk menghitung koefisien pindah panas pada sebuah pelat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 15, 16, 17, 18, 19, dan 20 (Cengel dan Turner, 2001).

Aliran Turbulen: NuL= 0.664.(Pr) 1/3 .(ReL) o.8 ; 5x105 ≤ ReL ≤ 10 7 (12) NuL= h(L).L/k (13) alami paksa eksternal internal Aliran laminar Aliran turbulen

(28)

11

Pr = Cp µ/k (15)

Gr = (L3ρ2gcosɸ∆Tβ)/μ2 (16)

Ra = Gr x Pr (17)

Untuk Ra yang laminar (≤109) digunakan nilai Nu:

NuL = 0.68 +

[ ] (18)

Untuk seluruh nilai Ra nilai Nu:

NuL=

{

[ ]

}

(19)

NuL= h(L).L/k (20)

Gr (Grasof number), Pr (Prandt number), Ra (Rayleigh number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h).

Menurut ASHRAE (2001) laju aliran yang terjadi akibat perbedaan panas menimbulkan efek buoyancy dihitung menggunakan persamaan stack effect sebagai berikut:

Q = CD A [2gH (Ti-T0)/Ti]1/2 (21)

3.

Pindah Panas Radiasi

Radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah bila benda-benda tersebut terpisah di dalam ruang (Kreith, 1994). Laju aliran panas suatu benda dengan cara radiasi, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

qrad= (22)

Dimana energi radiasi merupakan fungsi dari nilai konstanta Boltzmann ( emisivitas benda ( ), luas permukaan dan beda dan perbedaan suhu.

D.

Aplikasi CFD pada Kolektor Surya

Gao, Lin, dan Lu (1999) telah melakukan simulasi terhadap konveksi alami pada kolektor surya dengan pelat absorber bergelombang. Simulasi kolektor diselesaikan dengan simulasi numeric untuk menyelesaikan persamaan Navier-Stokes dan persamaan energi. Persamaan Navier-Stokes dan persamaan energy merupakan persamaan dalam CFD untuk menghitung perpindahan panas pada fluida. Hasil simulasi numerik menunjukkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) dipengaruhi oleh A (rasio tinggi), β (sudut kemiringan), L (rasio geometri). Nilai A harus lebih besar dari 2, β kurang dari 40o dan L lebih besar 1. Rasio tinggi merupakan perbandingan dari panjang aliran kolektor dan tinggi amplitude gelombang pelat absorber. Rasio geometri merupakan rasio perbandingan luasan geometri kolektor terhadap jumlah gelombang pelat absorber.

Penelitian Lenić dan Franković (2002) memperoleh hasil simulasi pada kehilangan panas konveksi alami kolektor surya pelat datar. Model yang digunakan dalam simulasi berupa model simulasi numerik 2 dimensi mengunakan persamaan matematika Oberbeck. Persamaan matematika

(29)

12

Overbbeck merupakan persamaan konservasi CFD yang dikembangkan oleh Oberbeck. Persamaan konservasi tersebut adalah hukum kekekalan massa, energi dan momentum. Persamaan ini digunakan untuk menyelesaikan hitungan simulasi CFD. Hal yang menjadi fokus penelitian adalah mengurangi kehilangan panas konveksi alami pada percobaan kemiringan kolektor 0o, 30o, 45o, 60o, dan 90o dengan Nu (Nusselt Number) di aliran udara kolektor sebagai parameter pengukuran. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa angka Nu pada kemiringan kolektor <30o memiliki nilai Nu yang tinggi, sedangkan nilai Nu tidak berubah signifikan pada kemiringan kolektor >30o .

Gunnewiek, Hollands, dan Brundrett (2001) menjelaskan tentang pengaruh angin terhadap kolektor surya pelat datar tanpa cover. Konstruksi kolektor dibuat dengan pelat absorber yang memiliki lubang hisapan udara. Simulasi menggunakan perangkat lunak CFD TASCflow pada kemiringan kemiringan kolektor 45o. Pengaruh angin meningkatkan kecepatan aliran pada kolektor dan mencegah reverse flow (aliran balik). Dengan asumsi kecepatan angin 5 m/s, hasil simulasi menunjukkan kecepatan aliran di kolektor meningkat dari 0.0125 m/s menjadi 0.017 m/s. Lubang hisapan di pelat absorber memberikan peningkatan kecepatan aliran sehingga aliran balik yang terjadi pada kolektor berkurang.

Bennacer, Kadri, dan Ganaoui (2007) melakukan simulasi numerik pada konveksi alami hybrid sel surya dan kolektor (PV-T). Metode penelitian yang digunakan adalah simulasi CFD menggunakan metode volume hingga dengan model turbulensi K-epsilon. Hasil simulasi menunjukkan bahwa efek chimney meningkat apabila fluks panas diberikan di bagian terendah dari kolektor (inlet), dan laju aliran meningkat pada saat kondisi fluks panas yang tinggi.

Thong (2007) melakukan simulasi kolektor surya konveksi alami menggunakan metode simulasi CFD. Perangkat lunak yang digunakan adalah fluent. Hasil simulasi menunjukkan kemiringan kolektor mempengaruhi laju aliran massa. Laju aliran massa meningkat mulai dari kemiringan kolektor 15o, 25o, 35o kemudian pada sudut 55o dan 60o terjadi penurunan laju aliran massa.

(30)

13

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

B.

Alat dan Bahan

1. Alat

1. Perangkat komputer merk Samsung tipe N148 (windows os 7 dan microsoft office 2007) Perangkat komputer digunakan untuk melakukan proses pengolahan data.

2. Perangkat lunak CFD (ANSYS Ver.13)

Perangkat lunak digunakan untuk melakukan simulasi numerik yang di-install pada perangkat komputer.

3.Thermorecorder hybrid merk Yokogawa tipe 30813

Thermorecorder hybrid digunakan untuk pembacaan data pada saat melakukan pengukuran suhu.

4.Thermorecorder chino merk Yokogawa tipe 3058

Thermorecorder chino kegunaannya sama dengan hybrid untuk pembacaan data pengukuran suhu. Chino digunakan karena titik pembacaan suhu di hybrid masih kurang.

5.Thermocouple tipe Chromel-Constantan (CC)

Thermocouple tipe CC merupakan sensor untuk pengukuran suhu yang dihubungkan ke recorder.

6.Anemometer merk Kanomax

Anemometer digunakan untuk melakukan pengukuran kecepatan angin. 7.Pyranometer model EKO tipe MS-401

Pyranometer merupakan alat untuk pengukuran iradiasi matahari 8.Multimeter digital model YEW tipe 2506A

Multimeter digunakan untuk pembacaan iradiasi matahari yang dihubungkan ke pyranometer.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kolektor surya tipe back-pass. Desain kolektor berbentuk persegi panjang berupa cover, pelat absorber, insulasi dan kerangka kolektor. Kolektor memiliki dua bagian utama yaitu air gap dan aliran udara dibawah pelat absorber. Desain kolektor dapat dilihat pada Lampiran 9-10 halaman 82 dan 83. Bagian kolektor dilakukan modifikasi terhadap persentase panjang cover, sehingga ada bagian pelat absorber yang tidak tertutup oleh cover. Modifikasi berjumlah 5 desain kolektor yaitu kolektor cover 80%, cover 60%, cover 40%, cover 20%, cover 0% (tanpa cover), sedangkan desain kolektor yang tidak dimodifikasi adalah kolektor ditutup cover penuh (cover 100%). Sehingga dalam penelitian ini terdapat 6 desain kolektor yang akan di analisis.

Desain kolektor surya terdiri dari :

1. Pelat absorber berupa pelat aluminium lembaran tebal 0.5 mm, berukuran 1000 x 300 mm. 2. Insulasi berupa armaflex (busa insulasi) jenis lembaran buatan Armacell dengan tebal 25.4 mm.

(31)

14

mm, bagian depan dan belakang dengan ukuran 300 x 20 mm, dan bagian bawah dengan ukuran 1000 x 300 mm.

3. Cover terbuat dari kaca es merk Indofigur tipe mislite FM5. Kaca yang dipakai memiliki tebal 5 mm. Ukuran cover dari 6 desain kolektor berbeda-beda. Cover 100% memiliki ukuran 1000 x 300 mm, cover 80% memiliki ukuran 800 x 300 mm, cover 60% memiliki ukuran 600 x 300 mm, cover 40% memiliki ukuran 400 x 300 mm, cover 20% memiliki ukuran 200 x 300 mm dan cover 0% tidak menggunakan cover.

4. Rangka kolektor memiliki ukuran 1000 x 300 x 70 mm dengan bahan berupa besi siku 20 x 20 mm.

Model selanjutnya yang digunakan adalah kotak pengering. Desain kotak pengering dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 84. Kotak pengering merupakan kotak yang memiliki kerangka dari besi siku dan penutup insulasi untuk setiap sisi kotak. Penutup terbuat dari bahan triplex yang dilapisi dengan armaflex dan aluminium foil. Bahan-bahan tersebut berfungsi sebagai insulasi kotak pengering untuk mengurangi kehilangan panas pada sisi-sisi kotak. Kotak pengering ini nantinya akan dihubungkan dengan kolektor. Kolektor berfungsi untuk memanaskan udara di kotak pengering. Udara hasil pemanasan akan dimanfaatkan untuk keperluan pengeringan bahan pertanian.

Desain kotak pengering terdiri dari:

1. Rangka kotak dengan ukuran 300 x 300 x 300 mm, kerangka terbuat dari besi siku 20 x 20 mm. 2. Penutup kotak terbuat dari triplex dengan ukuran 300 x 300 mm untuk setiap sisi kotak

pengering. Triplex memiliki tebal 5 mm.

3. Setiap sisi kotak dilapisi oleh armaflex dan aluminium foil. armaflex memiliki tebal 25.4 mm dan alumnium foil memiliki tebal 0.05 mm.

4. Cerobong pengeluaran kotak terbuat dari pipa PVC berdiameter 100 mm dan panjang 150 mm. Cerobong kotak juga dilapisi oleh armaflex dan aluminium foil.

C.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan meliputi 5 tahapan yaitu:

1. Penentuan rancangan kolektor yang merupakan pembuatan desain dan simulasi sebaran suhu kolektor. Proses rancangan ini meliputi penggambaran model geometri, pembuatan mesh, pendefenisian domain, dan simulasi menggunakan perangkat lunak ansys. Hasil yang didapat berupa laju aliran massa dan sebaran suhu kolektor. Hasil ini akan dilakukan untuk setiap kolektor pada sudut kemiringan 6o, 15o, 30o, 45o, dan 60o.

2. Pembuatan dan menghitung biaya konstruksi pabrikasi kolektor, kemudian melakukan pengujian kolektor di lapang. Pengujian kolektor dengan melakukan pengukuran suhu di kolektor, perhitungan laju aliran massa dan perhitungan kehilangan panas bagian atas kolektor.

3. Validasi data simulasi dan pengujian kolektor dilakukan untuk membandingkan data hasil simulasi dan pengukuran terhadap sebaran suhu dan laju aliran massa. Tujuan validasi adalah untuk melihat akurasi data simulasi dan data pengujian.

4. Pemilihan kolektor berdasarkan pertimbangan suhu outlet kolektor, laju aliran massa serta biaya konstruksi.

5. Penentuan rancangan kotak pengering yang akan dihubungkan dengan kolektor. Proses rancangan terdiri dari proses pembuatan desain, pengujian, simulasi, dan validasi sebaran suhu pada kotak pengering.

(32)

15

Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 9 yang merupakan diagram alir dari penelitian yang telah dilakukan. Secara lengkap tahapan penelitian yang dilakukan dijelaskan di paragraf berikut:

Gambar 9. Diagram Tahapan Penelitian. Mulai

Pembuatan desain dan simulasi kolektor

Rancang bangun kolektor

Pengujian kolektor

Validasi data simulasi dan data pengujian

Pemilihan kolektor

Desain dan simulasi sebaran suhu kotak pengering

Rancang bangun dan pengujian terhadap sebaran suhu kotak

pengering

Validasi data simulasi dan data pengujian Selesai Validasi baik Validasi baik ya Tidak ya Tidak

(33)

16

1.

Penentuan Rancangan Kolektor

a.

Geometri,

Meshing

dan Penentuan Kondisi Batas Kolektor

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD. Tahap awal sebelum melakukan proses simulasi adalah pembuatan desain kolektor. Pembuatan desain kolektor menggunakan perangkat lunak ansys geometry. Ansys geometri merupakan perangkat lunak untuk membuat desain suatu bangun ruang. Setiap jenis kolektor mulai dari cover 0%, cover 20%, cover 40%, cover 60%, cover 80%, dan cover 100% didesain dengan 5 variasi sudut kemiringan kolektor (β) yaitu 6o, 15o, 30o, 45o, dan 60o. Geometri kolektor dan sudut

kemiringan kolektor dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. .

Gambar 10. Kolektor Surya Cover 100% (1), Cover 80% (2), Cover 60% (3), Cover 40% (4), Cover 20% (5), Cover 0% (6).

Gambar 11. Analisis Kolektor Kemiringan 6o (1), Kemiringan 15o (2), Kemiringan 30o (3), Kemiringan 45o (4), Kemiringan 60o (5).

Geometri yang telah dibuat akan dilakukan proses pembuatan Grid/Mesh. Pembuatan mesh dilakukan menggunakan perangkat lunak ansys meshing. Meshing merupakan proses pembagian geometri menjadi ruang yang memiliki ukuran lebih kecil yang disebut dengan cell. Fungsi dari mesh adalah untuk melakukan perhitungan dalam proses numerik. Mesh yang digunakan untuk penyelesaian dipilih jenis mesh fine dengan bentuk mesh tetrahedral dan hexahedral. Tipe mesh fine digunakan karena memiliki jumlah cell yang lebih banyak dari pada mesh tipe lain, sehingga dapat menjaga akurasi simulasi.

6

5

4

3

2

1

1

1

2 4 3 5 β β β β β

(34)

17

Selanjutnya dilakukan penentuan kondisi batas simulasi. Penentuan kondisi batas bertujuan untuk membatasi bagian yang akan dianalisis oleh perangkat lunak. Kondisi batas yang dipakai ada 3 jenis yaitu dinding, pressure inlet dan pressure outlet. Kondisi batas dinding berfungsi untuk memisahkan antara regional fluida dan solid, sedangkan pressure inlet dan pressure outlet untuk mendefenisikan masuk dan keluarnya aliran udara di kolektor. Kondisi batas dinding yaitu pada dinding insulasi, cover, dan absorber. Sedangkan pressure inlet dan pressure outlet sebagai inlet dan outlet kolektor. Gambar 12 menunjukkan pendefenisian kondisi batas pada geometri kolektor. Hasil dari pembuatan mesh dan pendefenisian kondisi batas disebut dengan domain. Domain merupakan bagian dari geometri yang akan dianalisis.

Gambar 12 Kondisi Batas pada Kolektor Surya.

b.

Pembuatan Simulasi Kolektor Surya

Proses pembuatan simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak ansys fluent. Sebelum dilakukan proses simulasi, perlu ditentukan fenomena-fenomena yang terjadi dan yang akan dianalisis dari domain. Dengan demikian akan memudahkan dalam hal analisis dari hasil pemodelan. Tahap simulasi adalah sebagai berikut:

1. Penentuan sifat material

Sifat material perlu ditentukan untuk mendefenisikan kriteria dinding domain. Jenis dinding yang dipakai ada tiga, yaitu dinding absorber, dinding insulasi dan dinding cover. Absorber terbuat dari bahan aluminium, insulasi terbuat dari bahan armaflex dan cover terbuat dari bahan kaca. Berikut pada Tabel 1 merupakan penentuan sifat material dari dinding domain. Sifat material hasil input di fluent dapat dilihat pada jurnal file di Lampiran 4 halaman 55 dan 56. Jurnal file adalah file berekstensi *.txt yang merupakan hasil pengerjaan yang telah dilakukan pada proses simulasi di fluent.

Tabel 1. Sifat Material dari Bahan

Material ρ (kg/m3) Cp (J/kg.K) k (W/m.K) Ketebalan (m)

Kaca* 2700 840 0.78 0.005

Armaflex** 50 800 0.038 0.0254

Aluminum* 2719 871 202.4 0.0005

Keterangan:*Sumber: ASHRAE 2001 **Sumber: Katalog Armaflex 2. Pengaktifan Model Penyelesaian

Model penyelesaian yang dipakai dalam sebuah simulasi menentukan output yang diinginkan dari simulasi yang akan dilakukan. Maka perlu diaktifkan persamaan energi untuk menghitung terjadinya perpindahan panas. Model aliran fluida yang dipakai adalah Standard K-Epsilon (SKe),

Dinding cover

Dinding absorber

Pressure inlet

Preesure outlet

(35)

18

pemodelan radiasi menggunakan Solar Load Model, sedangkan udara di kolektor dimodelkan menggunakan buossinesq model . Ske digunakan untuk memodelkan aliran yang terjadi dan mengantisipasi adanya turbulensi pada domain, sedangkan Solar Load Model digunakan untuk melihat pengaruh iradiasi matahari pada waktu tertentu. Iradiasi yang mengenai permukaan domain dimodelkan dengan S2S (surface to surface) radiation, sedangkan posisi matahari ditentukan melalui input longitude, latitude, zona waktu, tanggal simulasi, dan orientasi mesh. Orientasi mesh berguna untuk menentukan letak suatu domain pada koordinat simulasi berdasarkan arah mata angin. Buossinesq model digunakan untuk menentukan model konveksi alami udara di domain. Suhu udara lingkungan diasumsikan konstan. Sedangkan massa jenis udara bervariasi berdasarkan perubahan massa jenis awal akibat naiknya suhu dan koefisien ekspansi termal udara. Hasil setting berupa jurnal file di fluent dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 55.

3. Memasukkan nilai-nilai input kondisi batas pada domain

Parameter input kondisi batas pada domain adalah dinding, pressure inlet dan pressure outlet. Kondisi batas dinding berupa kondisi batas termal dan kondisi batas radiasi. Untuk setting nilai kondisi batas termal dan kondisi batas radiasi dapat dilihat pada tabel 2-4.

Tabel 2.Kondisi Batas Termal pada Dinding.

Dinding Kondisi termal Data Input

Cover Kombinasi radiasi dan konveksi Koefisien pindah panas konveksi, Tlingkungan, ketebalan

Insulasi Adiabatik Fluks panas =0

Absorber Coupled, Kombinasi radiasi dan konveksi

Koefisien pindah panas konveksi, Tlingkungan, ketebalan

Tabel 3. Tipe kondisi batas Radiasi pada Cover dan Absorber.

Dinding Tipe Dinding Data Input

Cover Semi transparent transmisivitas (0.9)

Absorber Opaque absorpsivitas (0.95)

Tabel 4. Kondisi Batas Radiasi.

Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m2) Tlingkungan (oC) Kecepatan Angin (m/s)

09.00 (-0.707,0.701,0.0846) 431.684 30 0.1

12.00 (-0.0006,0.993,0.120) 604.388 33 0.1

15.00 (0.707,0.702,0.086) 262.426 30 0.1

*Orientasi Mesh : Utara (0,0,1), Timur (-1,0,0); Bogor (longitude: 106.78. Latitude: -6.58); 21 Juli. Vektor arah matahari merupakan hasil perhitungan dari Solar Ray Tracing berdasarkan input longitude, latitiude, zona waktu dan orientasi mesh. Vektor arah matahari dapat menentukan posisi matahari berdasarkan vektor satuan pada koordinat x,y,z. Data iradiasi, tanggal simulasi, Tlingkungan dan

kecepatan angin merupakan nilai asumsi yang digunakan untuk menentukan kondisi batas radiasi. Asumsi kondisi batas yang digunakan merupakan data pengujian kolektor dari penelitian Karnasaputra (2008) yang telah melakukan pengukuran iradiasi pada tanggal 21 Juli. Data waktu simulasi dipilih 3 waktu yaitu pukul 09.00 untuk mewakili posisi matahari pagi hari, pukul 12.00 untuk mewakili posisi matahari siang hari dan pukul 15.00 untuk mewakili posisi matahari sore hari.

(36)

19

Pemilihan waktu tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan sebaran suhu di domain pada posisi matahari yang berbeda.

Kondisi batas pressure inlet digunakan untuk menentukan tekanan aliran fluida saat masuk ke domain. Kondisi batas digunakan untuk mengamati terjadinya efek buoyancy pada kolektor. Untuk setting kondisi batas pada pressure inlet disumsikan dengan tekanan gauge total 0 atm dan tekanan gauge awal0 atm. Sedangkan kondisi batas pressure outlet pada aliran fluida merupakan keluaran dari pressure inlet pada domain. Kondisi batas ini diasumsikan dengan tekanan gauge 0 atm. Hasil inputan dari setting nilai kondisi batas fluent dapat dilihat pada jurnal file di Lampiran 4 halaman 57.

4. Penyelesaian Pemodelan

Penyelsaian pemodelan dilakukan dengan kondisi steady state. Solver yang dipakai adalah pressure based solver. Iterasi yang dilakukan sebanyak 3000 sampai dengan 5000 iterasi hingga mencapai nilai konvergen. Data yang disajikan berupa 3 jenis yaitu grafik, kontur dan tabel dari sebaran suhu simulasi.

2.

Pembuatan dan Pengujian Kolektor

Pembuatan kolektor merupakan kegiatan rancang bangun kolektor (pabrikasi). Proses pembuatan ini memerlukan biaya konstruksi. Biaya konstruksi kolektor merupakan fungsi dari komponen biaya. Komponen biaya tersebut adalah biaya rangka, biaya pelat absorber, biaya insulasi, biaya cover dan biaya upah kerja pembuatan. Kolektor yang dipabrikasi berjumlah 6 buah rancangan desain, yaitu kolektor cover 100%, cover 80%, cover 60%, cover 40%, cover 20%, dan cover 0%. Biaya pembuatan kolektor dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 50.

Setelah dilakukan pembuatan kolektor maka diperlukan pengujian lapang. Pengujian diperlukan untuk pembanding dengan data simulasi. Pengujian dilakukan selama 5 hari dengan sudut kemiringan yang berbeda pada setiap harinya. Sudut kemiringan kolektor mulai dari hari pertama hingga hari kelima adalah 6o, 15o, 30o, 45o, dan 60o untuk setiap jenis kolektor. Pengukuran dilakukan mulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00 dengan pengambilan data setiap 15 menit. Apabila terjadi cuaca buruk seperti hujan dan tidak memungkinkan untuk terus melakukan pengambilan data, maka pengukuran akan diselesaikan, karena intensitas iradiasi matahari tidak mencukupi. Data yang diambil berupa suhu lingkungan, suhu absorber, suhu udara kolektor (dibawah pelat absorber), iradiasi matahari dan kecepatan angin. Titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Titik Pengukuran Suhu Kolektor Surya Tipe Back-pass.

Keterangan: A: Kolektor Cover 100% B: Kolektor Cover 80% C: Kolektor Cover 60% D: Kolektor Cover 40% E: Kolektor Cover 20% F: Kolektor Cover 0% T:Penempatan Thermocouple β: Sudut kemiringan kolektor

Gambar

Gambar 4. Kolektor Tipe Paralel-pass (a) dan Double-pass (b) (Ekechukwu dan Norton, 1997)
Gambar 9. Diagram Tahapan Penelitian. Mulai
Gambar  11.  Analisis  Kolektor  Kemiringan  6 o   (1),  Kemiringan  15 o   (2),  Kemiringan  30 o   (3),  Kemiringan 45 o  (4), Kemiringan 60 o  (5)
Tabel 9. Skenario Validasi Kemiringan 60 o  (Data Pengujian 10 April).  Waktu  Vektor arah matahari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Divisi konsultasi &amp; Pengembangan Keuangan Syariah Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia - ICDIF Jl. Kemang

Kenanga ( Canangium odoratum ) mengandung linalool, geraniol dan eugenol yang dapat digunakan sebagai anti nyamuk yang dibuat dalam bentuk sediaan spray.. Tujuan

mampu mengembangkan keterampilan metakognitif siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang berharga.Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih jauh melalui sebuah

Cara meningkatkan kemampuan mengenal bentuk geometri anak usia 3-4 tahun di KB Tunas Bangsa Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar yakni dengan menggunakan penelitian tindakan kelas

 Guru memberikan tugas proyek membuat laporan hasil kunjungan ke RS dan melakukan wawancara dengan guru PAI atau ulama mengenai pendapat mereka dari sudut agama Islam tentang

Perkiraan anggaran pembangunan pendidikan untuk melaksanakan fokus prioritas program pembangunan pendidikan nasional pada Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian

Setelah dilakukan penyesuaian dengan tuntutan perusahaan terhadap kompetensi apa saja yang dibutuhkan oleh staf teller tersebut maka pada akhirnya akan didapat

Potensi rata- rata total massa kering serasah pada agroforestri karet sebesar 2,71 ton/ha dan pada tegakan monokultur yaitu sebesar 3,05 ton/ha.. Potensi rata-rata total