• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI

LAPISAN ATAS

Proses akumulasi modal rumah tangga petani lapisan atas dalam bidang sosial ekonomi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari mekanisme surplus dan investasi surplus rumah tangga petani yakni petani pemilik lahan tradisional, petani pemilik lahan modern dan petani pemilik lahan Entrepreneur. Mekanisme ini dapat dijadikan pedoman untuk menjelaskan investasi surplus kegiatan pertanian sawah di Desa Ciasmara yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Produksi dan reproduksi yang berupa proses produksi rumah tangga petani dalam menghasilkan produk. Produk yang dimiliki berupa lahan yang luas dapat disewakan sehingga mendapatkan pendapatan dari biaya sewa namun juga perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang disewakan di dalam membantu mengelola lahan yang disebut sebagai pengeluaran. Dari cara konsumsi, alat-alat pekerjaan dan bahan baku yang didapat rumah tangga petani dari hasil perdagangan atau pertukaran berupa surplus. Surplus tersebut dapat digunakan kembali untuk memproses reproduksi yakni persediaan alat-alat produksi berupa bahan baku, alat-alat pekerjaan dan tenaga kerja keluarga yang digerakkan. Dari surplus pada proses reproduksi sebagian dijadikan proses diferensiasi yakni rumah tangga petani menginvestasikan surplus dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yang akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut. Demikianlah proses dari mekanisme surplus ekonomi rumah tangga petani.

(2)

5.1 Pemilik Lahan Tradisional

Kegiatan mengenal cara bertani masyarakat di sawah dan di kebun. Keseharian dari perilaku petani pada waktu pagi dan siang hari adalah membersihkan dengan cangkul dan merapihkan areal sawah dengan sorong setelah selesai di bajak. Pada waktu sore hari petani pergi kebun palawija cabe miliknya untuk mengecek pertumbuhan tanaman setelah mandi dan Shalat Ashar di rumah.

Di areal persawahan maka kita dapat mengamati kegiatan petani di sawah. Pakaian khas petani dan alat untuk bertani seperti cangkul tidak lupa dibawa ketika pergi ke sawah. Peralatan pertanian disimpan disebuah tempat seperti gubuk dekat dengan sawah yang digarapnya agar memudahkan petani ketika membutuhkannya. Cangkul digunakan untuk merapihkan pinggiran sawah dan membersihkan tanaman pengganggu padi di sawah. Sorong merupakan alat untuk meratakan permukaan tanah setelah dibajak sehingga esok harinya bisa ditandur. Luasan lahan yang dikerjakan pada saat penelitian berlangsung jika tiga gedeng atau sama dengan 4500 meter persegi, maka hitungan ini menurut perkiraan mudah petani satu gedeng sama dengan 1500 meter persegi, padahal sebenarnya luas lahan sawah satu hektar sama dengan enam gedeng (10.000 meter persegi dibagi enam sama dengan 1666.67 meter persegi). Di sana kita juga akan bertemu dengan banyak petani lain yang sedang merapihkan sawahnya dengan sorong setelah sebelumnya dibajak.

Di areal perkebunan milik petani tradisional kita dapat mengamati kegiatan petani di kebun. Setelah selesai bekerja di sawah ketika Azan Ashar maka biasanya petani mandi kemudian Shalat Ashar di rumahnya. Sehabis itu

(3)

kemudian petani bergegas pergi ke kebun cabe atau palawija miliknya untuk dikontrol. Letak kebun dari rumah lumayan jauh melewati areal persawahan. Areal perkebunan petani biasanya dipagari agar binatang atau orang lain tidak mudah masuk ke kebunnya. Di kebun tersebut ada sebuah pondokan untuk beristirahat dan juga tempat untuk meronda malam menjaga areal perkebunannya ketika akan panen karena orang lain sering mengambil hasil panennya dan cenderung merusak tanamannya sehingga sangat merugikan. Kegiatan petani di kebun yakni mengikat batang tanaman dengan bambu agar berdiri dengan tegak dan tidak lupa mengecek hama penyakit tanaman.

H. Aw (90 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas di desa yang memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikkan lahan pertanian yang dikuasainya. Bahan baku dalam hal ini tanah atau lahan pertanian yang dimiliki sangat luas dan sangat berpotensi mendapatkan surplus yang sangat besar. Selain itu sistem irigasi untuk mengari areal persawahan yang dimiliki sangat melimpah yang telah disediakan oleh sumberdaya alam di desa yakni Sungai Parabakti dan Sungai Ciasmara yang mengalir sepanjang tahun. Persediaan mengenai alat-alat pekerjaan yaitu bibit, ternak, peralatan, pupuk, dan sebagainya tidak menjadi permasalahan bagi H. Aw karena semua alat-alat pekerjaan seperti bibit, pupuk dan peralatan dapat dibeli di toko dan ternak yang dimiliki selalu tersedia ketika dibutuhkan untuk membajak.

Rumah tangga dari H. Aw memiliki tenaga kerja yang melayani tanpa harus dibayar dan hanya perlu dicukupi pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari yakni tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga yang digerakkan yakni istri dan anak-anak terkait dengan jumlah, umur, dan gender anggota keluarga

(4)

akan dipekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing dimana pekerjaan yang berat dikerjakan oleh laki-laki seperti mengolah tanah yaitu membajak dan menggaru sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan dikerjakan oleh perempuan seperti menandur. Namun karena sekarang anak-anak beliau sudah besar dan berkeluarga maka kegiatan dalam mengolah lahan pertanian dibantu oleh buruh tani yang diberikan upah harian.

Sistem kontrak atau sewa lahan yang disewakan H. Aw dibayarkan setelah panen dan dicatat dalam buku catatan miliknya. Lahan yang dimiliki H. Aw seluas

100 Gedeng atau sekitar 17 hektar. Petani Penggarap lahan milik H. Aw biasanya

merupakan orang yang berada disekitar lahan yang dimilikinya dan juga merupakan orang kepercayaan yang sudah bekerja relatif lama, bahkan pada saat penelitian berlangsung petani penggarap milik H. Aw yang masih berumur muda, merupakan anak dari seorang petani penggarap yang sudah menjadi orang kepercayaan H. Aw untuk membantu mengelola lahan dan juga sebagai perantara dalam proses jual beli lahan dengan masyarakat kampung tempat ia tinggal.

Petani penggarap yang sudah bekerja cukup lama dengan H. Aw yakni sekitar 5 tahun maka sudah pasti mengetahui pribadi H. Aw yang sangat teliti dan tidak bisa dibohongi ketika datang musim panen. H. Aw akan meminta penuh pembayaran sewa lahan miliknya apabila musim panen yang berlangsung bagus, namun apabila musim panen kurang bagus atau rendah maka dengan sendirinya H. Aw menurunkan biaya pembayaran sewa dari petani penggarap lahannya dan sangat adil dengan semuanya tanpa pilih kasih.

Keseharian hidup yang sederhana dan tidak berpola konsumtif, alat-alat pekerjaan yang terpenuhi dengan baik dan bahan baku yang besar yang didapat

(5)

rumah tangga petani Haji Aw maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus yang besar. Surplus pada proses reproduksi semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan membeli lahan pertanian dan ternak kerbau. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk memberangkatkan pergi Haji ke Tanah Suci Mekkah kepada keluarganya.

5.2Pemilik Lahan Modern

H. At (58 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam bidang pendidikan di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal peran yang besar pada kelompok tani di desa selain kepemilikan lahan pertanian yang dikuasainya. Bahan baku dalam hal ini tanah atau lahan pertanian yang dimiliki kurang dari satu hektar, namun berpotensi mendapatkan surplus meskipun mata pencaharian utama sekarang ini pada sektor non pertanian yakni menjadi guru di sekolah menengah pertama. Selain itu sistem irigasi untuk mengari areal persawahan yang dimiliki sangat melimpah karena telah disediakan oleh sumberdaya alam di desa yakni Sungai Ciasmara yang mengalir sepanjang tahun. Persediaan mengenai alat-alat pekerjaan yaitu bibit, ternak, peralatan, pupuk, dan sebagainya tidak menjadi masalah bagi beliau karena semua alat-alat pekerjaan seperti bibit, pupuk dan peralatan dapat dibeli di toko. Pada saat penelitian berlangsung persediaan alat-alat pekerjaan tersebut mulai dikelola secara mandiri melalui kelompok tani yang dipimpinnya terutama mengenai persediaan pupuk dan bibit unggul.

(6)

Rumah tangga petani tersebut memiliki tenaga kerja yang melayani tanpa harus dibayar dan hanya perlu dicukupi pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari yakni tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga yang digerakkan yakni istri dan anak-anak terkait dengan jumlah, umur, dan gender anggota keluarga akan dipekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing dimana pekerjaan yang berat dikerjakan oleh laki-laki seperti mengolah tanah yaitu membajak dan menggaru sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan dikerjakan oleh perempuan seperti tandur. Namun karena sekarang anak-anak beliau sudah besar dan berkeluarga maka kegiatan dalam mengolah lahan pertanian dibantu oleh buruh tani yang diberikan upah harian. Pada saat anak-anak beliau kecil lebih ditekankan untuk menempuh pendidikan yang tinggi dan sekarang ketiga anak beliau semuanya telah lulus dari sekolah tinggi.

H. At dari kegiatan produksi dan reproduksi pada proses produksi rumah tangga yang dimilikinya berupa produk. Produk tersebut yakni lahan yang kurang dari satu hektar yang dapat diusahakan sendiri. H. At perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang disewakan atau buruh tani di dalam membantu mengelola lahan. Produk yang berupa gabah kering panen dari pertanian sebagian dikonsumsi sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari keluarga. Sedangkan sebagian lagi dari hasil produksi diuangkan atau dijual melalui perdagangan atau pertukaran dengan tengkulak.

Keseharian hidup yang sejahtera, alat-alat pekerjaan yang dapat terpenuhi dan bahan baku yang mencukupi didapat rumah tangga petani H. At maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada reproduksi proses semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor

(7)

pertanian dengan menyiapkan alat-alat produksi. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk penyediaan sarana dan prasarana membangun kelompok tani. Pada akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

5.3Pemilik Lahan Entrepreneur

Haji Ong (47 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikan lahan pertanian di desa yang semuanya telah disewakan kepada penggarap dan sekarang beliau bekerja pada sektor non pertanian yakni berdagang bahan bangunan dengan mendirikan toko yang besar di desa. Bahan baku dalam hal ini tanah atau lahan pertanian yang dimiliki hampir tiga hektar dan berpotensi mendapatkan surplus karena semuanya berasal dari pembayaran sewa yang didapat dari petani penggarapnya. Mata pencaharian utama sekarang ini pada sektor non pertanian yakni menjadi pedagang toko bangunan di desa. Selain itu mengenai sistem irigasi untuk mengari areal persawahan yang disewakan sangat melimpah karena telah disediakan oleh sumberdaya alam di desa yakni Sungai Parabakti yang mengalir sepanjang tahun. Persediaan mengenai alat-alat pekerjaan yaitu bibit, ternak, peralatan, pupuk, dan sebagainya tidak menjadi tanggungan beliau karena semua alat-alat pekerjaan seperti bibit, pupuk dan peralatan disediakan sendiri oleh para penggarapnya.

Rumah tangga dari H. Ong memiliki tenaga kerja yang melayani tanpa harus dibayar dan hanya perlu dicukupi pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari yakni tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga yang digerakkan yakni

(8)

istri dan anak-anak terkait dengan jumlah, umur, dan gender anggota keluarga tidak diperbantukan dalam kegiatan pertanian. Namun karena sekarang profesi beliau sebagai pedagang maka anak-anak dan istrinya membantu berdagang di toko yang dimilikinya. Pada saat ini anak-anak beliau lebih ditekankan untuk menempuh pendidikan yang tinggi dan anak beliau yang pertama telah lulus dari perguruan tinggi.

H. Ong dalam kegiatan produksi dan reproduksi yang berupa proses produksi rumah tangga yang dimilikinya menghasilkan produk. Produk tersebut yakni lahan yang sangat cukup besar yakni hampir tiga hektar dimana seluruh lahan tersebut disewakan kepada petani penggarap dengan memperoleh pendapatan dari biaya sewa. Produk yang gabah kering panen dari pertanian yang didapat dari pembayaran sewa lahan petani penggarapnya sebagian kecil dikonsumsi sendiri atau nilai pakai untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari keluarga. Sedangkan sebagian besar hasil produksi diuangkan atau dijual melalui perdagangan atau pertukaran dengan tengkulak.

Keseharian hidup yang sangat modern dan melalui pembayaran sewa lahan dari petani penggarapnya yang didapat rumah tangga petani H. Ong maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus tersebut pada akhirnya tidak kembali memproses reproduksi yakni persediaan alat-alat produksi berupa alat-alat pekerjaan dan tenaga kerja keluarga yang digerakkan tetapi hanya melalui bahan baku yakni lahan. Surplus pada proses reproduksi sebagian dijadikan proses diferensiasi yakni rumah tangga petani menginvestasikan surplus dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yakni

(9)

berdagang toko bangunan yang akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

5.4Ikhtisar

H. Aw (90 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas di desa yang memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikkan lahan pertanian yang dikuasainya. Bahan baku dalam hal ini tanah atau lahan pertanian yang dimiliki sangat luas dan sangat berpotensi mendapatkan surplus yang sangat besar. Sistem kontrak atau sewa lahan yang disewakan H. Aw dibayarkan setelah panen dan dicatat dalam buku catatan miliknya. Lahan yang dimiliki H. Aw seluas 100 Gedeng atau sekitar 17 hektar. Petani Penggarap lahan milik H. Aw biasanya merupakan orang yang berada disekitar lahan yang dimilikinya dan juga merupakan orang kepercayaan yang sudah bekerja relatif lama.

Keseharian hidup yang sederhana dan tidak berpola konsumtif, alat-alat pekerjaan yang terpenuhi dengan baik dan bahan baku yang besar yang didapat rumah tangga petani Haji Aw maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus yang besar. Surplus pada proses reproduksi semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan membeli lahan pertanian dan ternak kerbau. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk memberangkatkan pergi Haji ke Tanah Suci Mekkah kepada keluarganya.

H. At (58 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam bidang pendidikan di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor

(10)

pertanian terutama dalam hal peran yang besar pada kelompok tani di desa selain kepemilikan lahan pertanian yang dikuasainya. Keseharian hidup yang sejahtera, alat-alat pekerjaan yang dapat terpenuhi dan bahan baku yang mencukupi di dapat rumah tangga petani H. At maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada reproduksi proses semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan menyiapkan alat-alat produksi. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk penyediaan sarana dan prasarana membangun kelompok tani. Pada akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

Haji Ong (47 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikan lahan pertanian di desa yang semuanya telah disewakan kepada penggarap dan sekarang beliau bekerja pada sektor non pertanian yakni berdagang bahan bangunan dengan mendirikan toko yang besar di desa. Keseharian hidup yang sangat modern dan melalui pembayaran sewa lahan dari petani penggarapnya yang didapat rumah tangga petani H. Ong maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada proses reproduksi sebagian dijadikan proses diferensiasi yakni rumah tangga petani menginvestasikan surplus dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yakni berdagang toko bangunan yang akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

(11)

BAB VI

PERAN PETANI LAPISAN ATAS DI DALAM

PEMBANGUNAN PEDESAAN

6.1Sumberdaya dan Lapangan Kerja

Lahan yang dimiliki H. Aw jumlah sangat luas dan semakin bertambah sampai saat ini. Selain ada beberapa bagian yang sudah dibagikan kepada 6 orang anaknya sisa lahan yang dimilikinya kini sebagian besar disewakan kepada petani penggarap. Petani penggarap yang menyewa lahan H. Aw menjalankan perjanjian sewa (Lihat Tabel 9), yakni setiap satu gedeng atau sama dengan 1.500 meter persegi lahan yang disewa maka setiap satu musim panen yakni sekitar lima bulan lamanya maupun lebih cepat sekitar empat bulan, hasil panen sebesar 50 gedeng sama dengan 500 liter wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

Perjanjian ini berlaku pada saat panen baik atau hasil panen si penggarap maksimal dimana umumnya hasil panen penggarap dari luas lahan satu gedeng sama dengan 1.500 meter persegi mencapai 120 gedeng sama dengan 1.200 liter. Namun apabila hasil panen si penggarap mengalami penurunan atau hasil panen kurang baik yakni kurang lebih atau sama dengan 100 gedeng maka H. Aw akan menurunkan biaya sewa yakni hasil panen sebesar 40 gedeng sama dengan 400 liter yang wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

Hasil panen si penggarap apabila mengalami kerugian yakni ketika hasil padi banyak yang poso atau terkena hama penyakit dimana hasil panennya panennya 60 gedeng maka biaya sewa yang akan wajib diberikan kepada H. Aw yakni dengan cara maro dimana hasil panen bersih dibagi sama rata yakni masing-masing 30 gedeng antara si penggarap dengan H. Aw. Dari sistem sewa yang

(12)

dilakukan H. Aw sangat menguntungkan petani penyewa lahannya. Hal ini disebabkan kemudahan biaya sewa yang diberikan H. Aw dimana biaya sewa selalu selesai dibayarkan penyewa setiap musim panen sesuai dengan perjajian sewa yang telah dijelaskan sebelumnya.

Petani penyewa tidak diberatkan dengan biaya sewa yang diberikan karena sangat berfluktuatif mengikuti hasil panen, namun apabila seorang petani menggarap lahan milik orang lain yang memiliki lahan dari pemberian orang tuanya dan tidak pernah merasakan menjadi seorang petani maka dia akan tetap meminta biaya sewa dibayarkan sebesar 50 gedeng padi hasil panen dari luasan satu gedeng yang disewakannya apabila petani mengalami penurunan maupun kerugian dari musim panen maka dianggapnya menjadi hutang dan harus dibayarkan pada musim selanjutnya.

Tabel 9. Penghasilan Petani Lapisan Atas dari Tanah Sawah yang Disewakan di Desa Ciasmara

Sewa Satu Gedeng Sama Dengan (=)

Satuan luas lahan sawah (m2) 1.500

Satuan hasil gabah kering panen dalam liter 500

Pendapatan yang diperoleh petani lapisan atas (1 musim

panen dengan harga gkp per liter = Rp 1500,00) 750.000

Keterangan:

Sepuluh liter setara dengan tujuh kilogram

Satu gedeng bibitan atau hasil panen setara dengan 10 liter GKP.

Selain menjalankan pertanian padi sawah beliau juga berternak kerbau. Kerbau yang dimiliki dapat mencapai 50 ekor. Kerbau yang dimiliki tersebut tidak dipelihara sendiri melainkan dititipkan kepada petani lain yang mau memeliharanya sampai nanti cukup untuk dijual. Sistem pembagian hasilnya dengan paparoin antara H. Aw dengan pemelihara kerbaunya yakni membagi rata

(13)

hasil keuntungannya. Dari kegiatan pertanian ini maka H. Aw memberikan kesempatan kerja kepada petani desa di sektor pertanian yakni menjadi petani penggarap, buruh tani dan pemelihara hewan ternak melalui sistem sewa.

H. Ong yakni petani yang merubah halungan mata pencaharian yang utama yakni berdagang. Pada saat baru menikah H. Ong berprofesi sebagai petani. Namun hanya berperan sebagai atasan yang mempekerjakan beberapa petani untuk mengelola lahan pertaniannya seluas 15 gedeng sama dengan 2,5 hektar. H. Ong menyiapkan seluruh kebutuhan yang diperlukan untuk kegiatan pertanian dan membayar pekerjanya dengan upah. Inilah kegiatan rutin sehari-hari ketika bertani.

Pada saat H. Ong sudah memiliki anak dan juga merasakan semakin besarnya resiko yang dihadapi ketika bertani serta mengalami kesulitan dalam pengelolaan pertanian beliau mencoba untuk berfikir mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Pekerjaan yang difikirkan adalah membuka toko bangunan atau toko material (Lihat Gambar 12) dari keuntungan atau usaha dipertanian. Dengan bermodalkan 2.000 gedeng gabah kering panen sama dengan 14 ton jika diuangkan sekarang 20.000 liter dikali 1.500 rupiah sama dengan 30.000.000 rupiah beliau membuka usaha toko bangunan.

Toko bangunan yang beliau jalankan ternyata sukses dan berjalan sampai sekarang. Dari hasil keuntungan usaha toko bangunan ternyata mampu membiayai anak-anak untuk bersekolah. Anak pertamanya yakni laki-laki tahun 2008 lalu telah lulus dari perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kemudian kedua anak perempuannya kini duduk dikelas dua dan tiga sekolah menengah atas. Beliau sangat peduli akan pendidikan untuk anak-anaknya sampai setinggi-tingginya.

(14)

Karena hanya pendidikanlah yang nantinya akan memperbaiki kualitas hidup dan pasti akan bermanfaat dikehidupan anak-anaknya nanti.

Dari hasil usaha berdagang yakni usaha toko bangunan kini usahanya semakin berkembang. Haji Ong kini memiliki dua toko bangunan yang sangat besar. Pertama di Desa Ciasmara yang bernama “Toko Sempurna” yang memiliki dua orang pekerja laki-laki dan beliau sendiri sebagai pengelolanya. Untuk mendukung toko bangunannya tersebut beliau memiliki satu kendaraan yakni satu truk dan satu elf. Kedua di dekat Pasar Leuwiliang yang baru berdiri sekitar dua bulanan. Toko tersebut bernama “Toko Sampurna Putra” yang memiliki tiga orang pekerja laki-laki, istri dan anak pertamanya sebagai pengelolanya. Untuk mendukung toko bangunannya tersebut beliau memiliki tiga kendaraan yakni satu mobil taruna dan dua mobil carry, selain itu beliau juga mempunyai rumah disana untuk tempat tinggal anak laki-lakinya dan istrinya.

Ke depan beliau ingin membuka restoran makanan tetapi beliau lebih memilih mengumpulkan keuntungan dari usahanya untuk anak perempuannya yang tahun depan akan masuk keperguruan tinggi dan kedokteran yang dipilih oleh anak beliau. Mengingat biaya kedokteran sangat besar maka dari itu beliau menunda keinginannya tersebut. Sesuai dengan pandangan beliau bahwa pendidikan anaknya merupakan prospek yang cerah di masa depan.

(15)

Gambar 12. Toko bangunan H. Ong di Desa Ciasmara.

Mengenai tanah pertaniannya yang di miliki pada saat penelitian berlangsung luasnya 17,5 gedeng atau hampir 3 hektar. Tanah yang beliau miliki disewakan kepada enam orang penggarap dimana masing-masing biaya sewa yang dikenakan sebesar 50 gedeng gabah kering panen dari setiap satu gedeng tanah yang disewakan. Jika dihitung keuntungan sewa tanah yang diperoleh H. Ong setiap musim panen yaitu 17,5 dikali 500 liter sama dengan 8.750 liter. Jika diuangkan 8.750 liter dikali 1.500 rupiah sama dengan 13.125.000 rupiah. Dari mata pencaharian ini maka H. Ong memberikan lapangan kerja kepada petani desa pada sektor pertanian dan membuka lapangan pekerjaan di sektor non pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja. Selain itu juga dapat membiayai pendidikan anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

(16)

6.2Tranfer Teknologi dan Kelembagaan

H. Aw adalah tokoh petani adat di desa menurut Bapak Maj. Perilaku H. Aw dimata Bapak Maj yakni rajin, ulet, dan sukses sehingga sejahtera. Rajin diartikan bahwa bertani cukup dikerjakan sendiri tanpa banyak melibat orang lain dalam mengelola lahan yang digarapnya. Ulet diartikan hasil dari pertanian tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau konsumtif tetapi sedikit-sedikit dibelanjakan untuk tanah sawah ke depan. Sukses diartikan dengan kehidupan pribadi yang cukup tidak macam-macam dan hanya untuk tani. Mulai beliau muda sampai tua tetap giat dalam bertani. Karena tiga perilaku tersebut maka H. Aw saat ini dapat menjadi sejahtera.

Mengenai pembangunan desa melalui teknologi pertanian maka H. Aw kurang respon. H. Aw merupakan tokoh petani yang menjalankan pertanian tradisional, petani yang merasa mampu sehingga kurang respon dengan teknologi. Bapak Maj diberitahukan oleh H. Aw bahwa dulu dengan tanah yang dimiliki dua

gedeng sama dengan 3.000 meter persegi sudah cukup untuk bisa sejahtera, tetapi

zaman sekarang ini tanah tiga gedeng sama dengan 0,5 hektar baru bisa mencukupi makan sehari-hari. Menurut H. Aw zaman sekarang ini minimal memiliki tanah enam gedeng setara dengan satu hektar setara dengan 10.000 meter persegi baru bisa dikatakan cukup sejahtera. H. Aw dianggap Bapak Maj sebagai seseorang yang memiliki kharisma dalam memperkirakan sesuatu atau memiliki kecakapan perhitungan.

Kemampuan yang dimiliki H. Aw di bidang pertanian antara lain, beliau mampu mengetahui menanam padi yang baik pada tanggal dan bulan tertentu dan memang hasil panennya bagus, hal ini dikarenakan beliau sudah berpengalaman di

(17)

pertanian dan juga sudah menguasai kondisi lingkungan alam dan iklim atau cuaca di desa sehingga beliau sangat dipercayakan petani lain untuk melakukan musim tanam. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu anak H. Aw sebagai berikut:

Menanam padi sulit dipahami, jika disuruh oleh H. Aw sebar tanggal dan bulan ini harus diikuti karena memang hasilnya baik.

(H. Mdn, 35 tahun)

Penjelasan dari pernyataan H. Mdn ini terbukti ketika sebulan sebelum penelitian tepat bulan Mei ketika petani memanen hasil padi sangat merugi dan hasilnya hanya cukup untuk dimakan sendiri. Menurut H. Aw musim panen pada bulan April dan Mei tidak baik karena pada bulan tersebut banyak hama terutama hama tikus. Kemudian beliau menjelaskan pula bahwa musim panen yang baik itu jatuh pada bulan Agustus karena harga dan hasil yang akan diterima petani besar.

H. Aw merupakan orang yang giat dalam bekerja dan sangat sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. H.Aw orang yang sangat teliti dan tidak bisa dibohongi oleh orang lain antara lain dari penggarap tanahnya, tengkulak maupun penjual lahan pertanian. Menurut H. Aw dikutip H. Mdn bahwa “enakan tani selain tani tidak menguntungkan, tani tidak akan bangkrut atau sawah tidak akan hilang”.

Pada saat anak-anak beliau melarang untuk bertani lagi karena melihat beliau sudah tua dan dengan kekayaan yang dimilikinya sekarang ini sudah jauh dari cukup namun beliau tidak mau berhenti bertani. Alasannya karena sudah terbiasa dan sekalian berolahraga serta yang terutama karena takut menjadi miskin seperti dulu dimana merasakan susahnya hidup. Pada waktu itu makan cukup pakai nasi dan garam bahkan pernah makan nasi dicampur dengan pasir serta

(18)

makan tidaklah tiga kali sehari seperti sekarang ini. Oleh karena itu sampai sekarang ini masih merasakan kondisi pada saat itu sehingga beliau menjalankan hidup dengan rumah yang sederhana (Lihat Gambar 13).

Gambar 13. Rumah H. Aw yang sederhana.

Menurut Bapak Maj sumberdaya manusia petani di desa masih sangat lemah sehingga harus dibimbing. Pembimbing mereka haruslah petani yang kreatif. H. At merupakan orang yang tepat dalam membimbing petani tersebut. H. At selain petani maju juga sangat berpendidikan yakni menjabat sebagai kepala sekolah menengah pertama di desa dan sering menfasilitasi kelompok tani tanpa bosan.

Petani yang progresif dan penggerak kelompok tani di desa yakni H. At karena merupakan petani yang respon terhadap teknologi pertanian yang mampu

(19)

mensejahterakan petani dan memiliki tujuan memajukan petani dengan mendidik petani agar mencoba teknologi pertanian yang baru melalui kelompok tani.

H. At merupakan seorang tokoh masyarakat yang sangat peduli dalam menerima teknologi baru di bidang pertanian. Teknologi pertanian yang diadopsinya dianggap akan membantu peningkatan produksi, misalnya pupuk pada intensifikasi pertanian. H. At juga merupakan seorang yang cukup berpendidikan dan berwawasan luas. Pertanian sawah yang kini mulai dicobanya adalah pertanian organik karena beliau melihat kondisi tanah dan lingkungannya. H. At juga memiliki kolam-kolam ikan untuk perikanan air deras.

Dalam bertani maupun budidaya ikan H. At sering mengalami permasalahan diantaranya hama atau penyakit dan benih yang kurang baik sehingga beliau mencoba melakukan identisifikasi masalah dan mencoba mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. H. At mencoba memajukan pertanian melalui kelompok tani yang beliau ketua yakni Cinta Tani dan juga koperasi simpan pinjam “Cinta Warga” yang baru berjalan 1,5 tahun. Dimana anggotanya membayar iuran wajib sebesar 10.000 rupiah per bulan untuk kas kelompok tani.

Mengenai program dan kegiatan kelompok tani serta kemandirian pertanian desa H. At dan Bapak Amn (47 tahun) memaparkannya di saung tempat biasa kelompok tani berkumpul (Lihat Gambar 14) pada saat diskusi mengenai kegiatan masyarakat terutama kelompok tani di dalam bidang pertanian. Disebelah rumah H. At kini sedang dibangun tempat untuk ruang pemupukkan kelompok tani (Lihat Gambar 15). Bangunan tersebut bertujuan untuk menunjang persediaan pupuk dan pembuatan pupuk bagi kelompok tani. Menggerakkan

(20)

masyarakat tani dengan aktif di kelompok tani sehingga permasalahan tentang pertanian bisa diselesaikan maupun diatasi secara bersama-sama.

Adapun tujuan dari kegiatan kelompok tani yakni kebersamaan. Kebersamaan ini dapat dilihat dari pengelolaan sistem pengairan atau “Cai” dipertanian. Perlu sistem yang berkeadilan dimana setiap anggota kelompok tani mendapatkan pengairan yang cukup di areal tanah pertaniannya oleh karena itu kebersamaan perlu dibangun agar permasalahan tersebut bisa diatasi bersama-sama.

Kompak atau serentak dalam menjalankan masa tanam padi di sawah. Hal ini bertujuan untuk menghindari hama penyakit yang merugikan. Apabila masa tanam tidak serentak maka sangat menguntungkan bagi hama. Hama bisa dengan mudah berpindah-pindah ke lokasi areal pertanian yang baru menanam padi sehingga menjadi sasaran sumber makanan yang baru. Kemudian salah satu ilmu pengetahuan yang dimiliki petani yakni memberantas hama dengan musuh alami atau predatornya. Oleh karena itu mereka berusaha untuk tidak membunuh sembarangan binatang yang hidup disekitar sawahnya karena hal itu dapat merusak atau memutuskan rantai makanan.

(21)

Gambar 14. Saung Cinta Tani.

(22)

Kegiatan rutin yang dilakukan oleh petani atau kelompok tani pada khususnya antara lain: pertama persiapan penanaman yang dibutuhkan adalah benih dan juga sistem pengairan. Kedua menentukan tanggal penyebaran benih yakni jangan sampai pada bulan Desember, Januari dan Februari atau di masa musim persemaian ada hujan karena dapat menyebabkan hasil panen tidak bagus.

Bapak Amn beberapa bulan yang lalu bersama H. Aml mewakili desa Ciasmara atas perintah pemerintah Kabupaten Bogor dan bersama 30 orang petani lainnya disekitar Kabupaten Bogor melakukan studi banding ke Cianjur. Disana mereka diberikan pembekalan mengenai cara bertani yang baik sehingga hasil pertanian menjadi maksimal dan diharapkan mereka dapat menyampaikan ilmu yang telah didapatnya selama pelatihan kepada para petani lain yang berdekatan dengan tempat mereka tinggal. Mereka dipertemukan dengan petani-petani Cianjur yang telah berhasil dan menjalankan atau mengadopsi informasi dan teknologi di bidang pertanian yang dianjurkan atau diperintahkan oleh pemerintah. Salah satu teknologi itu yakni System of Rice Intensification (SRI) dimana sistem pertanian tersebut merupakan agen pembaharuan dibidang pertanian organik.

Pada akhir diskusi mereka berkesimpulan pertama bahwa di desa pangkal yang utama hidup atau tinggal di desa adalah mempunyai pangan. Apabila kosong perut, kosong kantong dan kosong iman maka yang terjadi adalah kebahayaan karena akan menjeruskan petani atau seseorang kepada hal yang tidak diinginkan. Kedua peningkatan pengetahuan petani dibidang pertanian dan anggota kelompok tani harus disiplin administrasi atau dana serta struktur dan permasalahan yang dihadapi perlu dirapihkan. Bimas kurang tepat sasaran oleh karena itu kelompok

(23)

tani membutuhkan tempat atau badan yang dapat membantu penyelesaikan permasalahan sulit yang dihadapi petani serta mencoba atau bereksperimen dari hasil pengetahuan petani yang telah dicoba apakah IPB dapat membantu katanya. Ini bukan hanya terkait dengan pertanian padi sawah tetapi juga terkait dengan perikanan karena banyak pula petani yang membudidaya perikanan air deras dan memiliki banyak kendala salah satunya virus pada ikan.

6.4 Ikhtisar

Lahan yang dimiliki H. Aw jumlah sangat luas dan semakin bertambah sampai saat ini. Selain ada beberapa bagian yang sudah dibagikan kepada enam orang anaknya sisa lahan yang dimilikinya kini sebagian besar disewakan kepada petani penggarap. Petani penggarap yang menyewa lahan H. Aw menjalankan perjanjian sewa yakni setiap satu gedeng setara dengan 1.500 meter persegi lahan yang disewa maka setiap satu musim panen yakni sekitar lima bulan lamanya maupun lebih cepat sekitar empat bulan, hasil panen sebesar 50 gedeng sama dengan 500 liter wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

Selain menjalankan pertanian padi sawah beliau juga berternak kerbau. Kerbau yang dimiliki mencapai 50 ekor. Kerbau yang dimiliki tersebut tidak dipelihara sendiri melainkan dititipkan kepada petani lain yang mau memeliharanya sampai nanti cukup untuk dijual. Sistem pembagian hasilnya dengan paparoin antara H. Aw dengan pemelihara kerbaunya yakni membagi rata hasil keuntungannya. Dari kegiatan pertanian ini maka H. Aw memberikan kesempatan kerja kepada petani desa di sektor pertanian yakni menjadi petani penggarap, buruh tani dan pemelihara hewan ternak.

(24)

H. Ong yakni petani yang merubah halungan mata pencaharian yang utama yakni berdagang. Pada saat baru menikah H. Ong berprofesi sebagai petani. Namun hanya berperan sebagai atasan yang mempekerjakan beberapa petani untuk mengelola lahan pertaniannya seluas 15 gedeng sama dengan 2,5 hektar. H. Ong menyiapkan seluruh kebutuhan yang diperlukan untuk kegiatan pertanian dan membayar pekerjanya dengan upah. Inilah kegiatan rutin sehari-hari ketika bertani.

Dari hasil usaha berdagang yakni usaha toko bangunan kini usahanya semakin berkembang. H. Ong kini memiliki dua toko bangunan yang sangat besar. Pertama di Desa Ciasmara yang bernama “Toko Sempurna” yang memiliki dua orang pekerja laki-laki dan beliau sendiri sebagai pengelolanya. Kedua di dekat Pasar Leuwiliang yang baru berdiri sekitar dua bulanan. Toko tersebut bernama “Toko Sampurna Putra” yang memiliki tiga orang pekerja laki-laki, istri dan anak pertamanya sebagai pengelolanya.

Mengenai tanah pertaniannya yang di miliki pada saat penelitian berlangsung luasnya 17,5 gedeng atau hampir 3 hektar. Tanah yang beliau miliki disewakan kepada enam orang penggarap dimana masing-masing biaya sewa yang dikenakan sebesar 50 gedeng gabah kering panen dari setiap satu gedeng tanah yang disewakan. Jika dihitung keuntungan sewa tanah yang diperoleh H. Ong setiap musim panen yaitu 17,5 dikali 500 liter sama dengan 8.750 liter. Jika diuangkan 8.750 liter dikali 1.500 rupiah sama dengan 13.125.000 rupiah. Dari mata pencaharian ini maka H. Ong memberikan lapangan kerja kepada petani desa pada sektor pertanian dan membuka lapangan pekerjaan di sektor non

(25)

pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja. Selain itu juga dapat membiayai pendidikan anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Perilaku H. Aw dimata bapak Maj yakni rajin, ulet, dan sukses sehingga sejahtera. Rajin diartikan bahwa bertani cukup dikerjakan sendiri tanpa banyak melibat orang lain dalam mengelola lahan yang digarapnya. Ulet diartikan hasil dari pertanian tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau konsumtif tetapi sedikit-sedikit dibelanjakan untuk tanah sawah ke depan. Sukses diartikan dengan kehidupan pribadi yang cukup tidak macam-macam dan hanya untuk tani. Mulai beliau muda sampai tua tetap giat dalam bertani. Karena tiga perilaku tersebut maka H. Aw saat ini dapat menjadi sejahtera.

H. Aw merupakan orang yang giat dalam bekerja dan sangat sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. H. Aw orang yang sangat teliti dan tidak bisa dibohongi oleh orang lain yaitu penggarap tanahnya, tengkulak maupun penjual lahan pertanian. Menurut H. Aw dikutip H. Mdn bahwa “enakan tani selain tani tidak menguntungkan, tani tidak akan bangkrut atau sawah tidak akan hilang”.

Menurut Bapak Maj sumberdaya manusia petani di desa masih sangat lemah sehingga harus dibimbing. Pembimbing mereka haruslah petani yang kreatif. H. At merupakan orang yang tepat dalam membimbing petani tersebut. H. At selain petani maju juga sangat berpendidikan yakni menjabat sebagai kepala sekolah menengah pertama di desa dan sering menfasilitasi kelompok tani tanpa bosan.

(26)

BAB VII

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM

MENGAKUMULASI MODAL: TIPE ELITE DI DESA

Bab VII menganalisis strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal dan memperjelasnya melalui tipe petani lapisan atas di desa. Setelah dua bab sebelumnya yang merupakan rangkaian dari proses akumulasi modal pada rumah tangga petani lapisan atas dan peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan, selanjutnya bab ini mencoba menggabungkan keduanya dalam satu bab utuh.

Peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan dengan sumberdaya dan lapangan kerja melalui lahan dan kerbau yang dimiliki H. Aw dengan jumlah yang semakin bertambah sampai saat penelitian berlangsung. Dari kegiatan pertanian ini maka H. Aw memberikan lapangan kerja kepada pentani desa di sektor pertanian yakni menjadi petani penggarap, buruh tani dan pemelihara hewan ternak.

Lahan yang dimiliki H. Aw jumlah sangat luas dan semakin bertambah sampai saat ini. Selain ada beberapa bagian yang sudah dibagikan kepada 6 orang anaknya sisa lahan yang dimilikinya kini sebagian besar disewakan kepada petani penggarap. Petani penggarap yang menyewa lahan H. Aw menjalankan perjanjian sewa, yakni setiap satu gedeng atau sama dengan 1.500 meter persegi lahan yang disewa maka setiap satu musim panen yakni sekitar lima bulan lamanya maupun lebih cepat sekitar empat bulan, hasil panen sebesar 50 gedeng sama dengan 500 liter wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

(27)

Penyataan tersebut sesuai dengan catatan bahwa timbulnya golongan pemilik tanah luas sebagai akibat komersialisasi tidak disertai oleh timbulnya suatu golongan petani luas. Menurut Ploegsma,

“Pemilikan tanah luas tentu tidak mengakibatkan usaha-usaha tani luas. Tanah-tanah yang dikuasai oleh golongan pemilik luas disewakan atau dibagi hasilkan kepada penggarap-penggarap lain; dengan demikian, dari segi ekonomi pertanian, pola usahatani kecil-kecilan tetap bertahan” (Ploegsma 1936: 61 dalam White dan Wiradi 1979: 18).

Nampaknya konsentrasi pemilikan bukanlah disertai oleh konsentrasi luas usahatani melainkan oleh suatu tingkat penyakapan yang tinggi: sejumlah besar petani bukan pemilik, yang masing-masing diberikan usahatani kecil atas dasar sewa atau bagi hasil. Dari hasil penemuan penelitian di desa bahwa H. Aw yang memiliki lahan sawah yang sangat luas tidak dikelolanya secara mandiri melalui usahatani luas atau agribisnis tetapi melalui usahatani kecil yang digarap petani lain dari sistem sewa yang dapat memberikan kesempatan kerja kepada petani di desa.

H. Ong yakni petani yang merubah halungan mata pencaharian yang utama yakni berdagang. Sesuai dengan pernyataan Sinaga dan White (1979)

dalam Wiradi (1985: 47-48) menyatakan bahwa golongan pertani luas yang

mempunyai surplus pendapatan dari pertanian, mampu menginvestasikan surplusnya itu pada usaha-usaha padat modal tetapi yang memberikan pendapatan yang relatif besar (misalnya, alat-alat pengolahan hasil pertanian, berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya). Karenanya mereka mencari pekerjaan di luar pertanian yang padat tenaga kerja dan/atau modal kecil, tapi memberikan pendapatan yang relatif rendah, misalnya kerajinan tangan, bakul es, warung kecil dan sebagainya). Semua ini berarti bahwa petani luaslah yang lebih mempunyai

(28)

jangkauan terhadap sumber besar non-pertanian, yang pada gilirannya melahirkan proses akumulasi modal dan investasi yang saling menunjang baik bidang pertanian maupun non-pertanian diantara golongan elite pedesaan.

Dari hasil usaha berdagang yakni usaha toko bangunan kini usahanya semakin berkembang. H. Ong kini memiliki dua toko bangunan yang sangat besar. Pertama di Desa Ciasmara yang bernama “Toko Sempurna” yang memiliki dua orang pekerja laki-laki dan beliau sendiri sebagai pengelolanya. Kedua di dekat Pasar Leuwiliang yang baru berdiri sekitar dua bulan. Toko tersebut bernama “Toko Sampurna Putra” yang memiliki tiga orang pekerja laki-laki, istri dan anak pertamanya sebagai pengelolanya.

Mengenai tanah pertaniannya yang beliau miliki kini luasnya menjadi 17,5

gedeng atau hampir tiga hektar. Tanah yang beliau miliki disewakan kepada enam

orang penggarap dimana masing-masing biaya sewa yang dikenakan sebesar 50

gedeng gabah kering panen dari setiap satu gedeng tanah yang disewakan. Jika

dihitung keuntungan sewa tanah yang diperoleh H. Ong setiap musim panen yaitu 17,5 dikali 500 liter sama dengan 8.750 liter. Jika diuangkan 8.750 liter dikali 1.500 rupiah sama dengan 13.125.000 rupiah. Dari mata pencaharian ini maka H. Ong memberikan lapangan kerja kepada petani desa di sektor pertanian dan non pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja. Selain itu juga dapat membiayai pendidikan anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Penggerak kelompok tani di pedesaan dapat dilihat dari perilaku H. Aw dimata bapak Maj yakni rajin, ulet, dan sukses sehingga sejahtera. Rajin diartikan bahwa bertani cukup dikerjakan sendiri tanpa banyak melibat orang lain dalam mengelola lahan yang digarapnya. Ulet diartikan hasil dari pertanian tidak

(29)

digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau konsumtif tetapi sedikit-sedikit dibelanjakan untuk tanah sawah ke depan. Sukses diartikan dengan kehidupan pribadi yang cukup tidak macam-macam dan hanya untuk tani. Mulai beliau muda sampai tua tetap giat dalam bertani. Karena tiga perilaku tersebut maka H. Aw saat ini dapat menjadi sejahtera.

H. At merupakan petani yang respon terhadap teknologi pertanian yang mampu mensejahterakan petani dan beliau memiliki tujuan memajukan petani dengan mendidik petani agar mencoba teknologi pertanian yang baru melalui kelompok tani. Sesuai dengan penjelasan kritisi dari Tjondronegoro dan Wiradi (1984: 271) bahwa keberhasilan suatu pembangunan (di daerah pedesaan) akan banyak bertumpu pada petani-petani maju yang bertindak sebagai pelaku pembangunan (agent of development), oleh karena merekalah yang menunjukkan daya tanggap (responsiveness) yang lebih besar terhadap semua inovasi dan perbaikan teknik serta merekalah yang lebih mudah didekati oleh dinas-dinas pemerintah. Tersirat di dalam anggapan itu suatu aci-acian bahwa petani maju akan menjadi teladan bagi petani-petani miskin yang diharapkan segera mengikuti teladan tersebut karena mereka bisa mengamati secara dekat.

(30)

Dari hasil temuan di lokasi pada saat penelitian berlangsung maka dapat melihat tipe petani lapisan atas di desa (Lihat Tabel 10).

Tabel 10. Tipe Petani Lapisan Atas di Desa Ciasmara

H. Aw H. At H. Ong

Pemilik lahan tradisionalyakni petani konservatif dengan pola pertanian yang tradisional (Petani Adat) melalui kepemilikan lahan yang luas dan mempunyai banyak penyewa atau penggarap lahannya.

Pemilik lahan modern yakni petani yang progresif dengan pola pertanian yang maju melalui kelompok tani (Ketua Kelompok Tani).

Pemilik lahan Entrepreneur

yakni wirausahawan di desa yang merubah sumber mata pencaharian utamanya yakni dari bertani menjadi pedagang toko bangunan di desa.

Tidak sekolah tetapi memiliki kemampuan membaca dan menulis yang diperolehnya dari belajar dipengajian dan

pengalaman selama berdagang.

Tinggi dan sekarang menjabat sebagai

guru/kepala sekolah SMP di desa.

Tinggi sehingga memiliki kemampuan mengelola toko dengan baik dan

berkembang. Pemberi lapangan kerja di desa

melalui lahan yang disewakan kepada petani penggarap Dimana surplus dari pertanian diinvestasikan dalam bentuk lahan sawah secara terus-menerus sehingga lahan sebagai dasar akumulasi modal dan surplus tidak digunakan untuk kebutuhan konsumtif.

Penggerak dan pendidik petani di desa melalui kelompok tani atau pendidikan sebagai dasar akumulasi modal.

Pemberi kesempatan kerja di desa melalui lahan yang disewakan kepada petani penggarap dan membuka lapangan kerja di sektor non pertanian yakni pekerja toko bangunan.

Surplus dari pertanian diinvestasikan ke sektor non pertanian yakni toko bangunan dan tanah dimana toko bangunan sebagai dasar akumulasi modal. Menekankan kejujuran dalam

hubungannya dengan sistem sewa lahannya yakni masalah pembayarannya dan selalu memberikan keringan kepada penggarapnya ketika hasil panen tidak bagus.

Berperilaku sangat baik dan menjadi tokoh yang dijadikan acuan oleh orang lain terutama dalam hal pendidikan dan juga membina hubungan harmonis dengan kelompok taninya.

Dalam hal perdagangan toko bangunan memberikan pelayanan yang baik terhadap konsumen hal ini terlihat dari penjelasan beliau tetap memberikan pelayanan meskipun pada hari raya.

Gambar

Gambar 12. Toko bangunan H. Ong di Desa Ciasmara.
Gambar 13. Rumah H. Aw yang sederhana.
Gambar 14. Saung Cinta Tani.
Tabel 10. Tipe Petani Lapisan Atas di Desa Ciasmara

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis pengujian ini ditunjukkan bahwa Harga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pengguna Sepeda Motor Yamaha di Dealer

Sistem perangkat keras dibagi menjadi lima bagian, yaitu (1) power supply 5 VDC (1 A), (3) koil solenoida sebagai sensor induksi untuk bahan uji, (2) rangkaian penguat tegangan

Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH) atau

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan informasi dalam bentuk pendidikan kesehatan tentang kanker payudara dan deteksi dini dengan teknik

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pengembangan dan menghasilkan perangkat pembelajaran yang baik dengan menggunakan model pembelajaran ARIAS untuk

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang

Pengamatan dilakukan terhadap pertum- buhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang, dan lebar daun), umur tanaman, pro- duksi rajangan kering, kadar nikotin, dan un-

Data resistivitas dari penampang resistivitas 2-D yang diperoleh dari pengukuran lintasan 1 sampai dengan pengukuran lintasan 4 di lapangan yaitu zona lapisan