• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung

Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari

ABSTRAK

Kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot memerlukan resiliensi. Hal tersebut karena para keluarga di desa ini harus menghadapi kondisi banjir di setiap tahunnya karena tidak memiliki kemampuan untuk pindah. Hal ini memang merupakan kondisi dilematis, tetapi mereka memutuskan untuk tetap bertahan dan menghadapi banjir yang cukup berat setiap tahunnya. Resiliensi perlu untuk diketahui mengingat resiliensi akan membuat para kepala keluarga tersebut bertahan di situasi penuh tekanan seperti saat banjir melanda. Resiliensi adalah suatu kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika dihadapkan pada kesulitan atau trauma yang di mana hal tersebut sangat penting untuk mengatasi stres dalam kehidupan sehari–hari (Reivich & Shatte 2002). Penelitian ini dilakukan kepada 113 kepala keluarga yang bertempat tinggal di Desa Dayeuhkolot. Teknik pengambilan sample adalah cluster sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner RQ Test (Reivich & Shatte, 2002) yang terdiri dari 56 item (reliabilitas 0,883), serta data penunjang dari hasil wawancara. Hasil penelitian mengenai gambaran 7 kemampuan resiliensi para kepala keluarga adalah impulse control berada pada kategori diatas rata-rata, optimism dan causal analysis berada pada kategori rata-rata dan emotion regulation, emphaty, self efficacy, reaching out berada pada kategori dibawah rata-rata. Hasil penelitian menyarankan agar dilakukan kegiatan penyuluhan atau pelatihan mengenai pengembangan kemampuan mengenal diri, mengelola emosi, agar lebih peka dan lebih mahir memandang masalah guna menciptakan solusi yang efektif terhadap masalah yang berkaitan dengan banjir.

Kata kunci:Profil Resiliensi, Kepala Keluarga, Banjir Dayeuhkolot

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(2)

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang rawan bencana, hal ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang berada pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bagian barat dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dimanakondisi tersebut rawan bencana seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi.Wilayah Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan, yang ciri-cirinya adalah perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa akibat buruk seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan dan banjir (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012).

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2013 melalui Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Nugroho,2013), mengatakan bahwa bencana banjir adalah bencana yang mendominasi wilayah Indonesia, bahkan bencana banjir masih akan mengancam wilayah Indonesia hingga akhir tahun 2013. Dalam Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat 1, bencana adalahperistiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Salah satu wilayah yang akan memperoleh prioritas tinggi menurut BNPB terkait ancaman banjir adalah kawasan Jawa Barat. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan akan bencana banjir di Kabupaten Bandung setiap tahunnya. Banjir yang kerap melanda Kabupaten Bandung itu terdiri dari beberapa titik sepertiDayeuhkolot, Bale Endah, Katapang, Banjaran, Bojongsoang, Ciparay, Majalaya, dan Rancaekek.

Dari beberapa daerah di Jawa Barat yang khususnya berada di Kabupaten Bandung, Desa Dayeuhkolot merupakan salah satu desa yang kerap kali mengalami bencana banjir di setiap tahunnya. Ketua RW 5 di desa Dayeuhkolot mengatakan bahwa masyarakat di Desa Dayeuhkolot telah mengalami beberapa kali banjir besar seperti di Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(3)

tahun 2005, 2006, 2007, 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014, yang hingga saat ini banjir masih terus mengancam desa mereka dan kedatangannya tidak bisa diprediksi.Pada awalnya ketinggian air maksimal saat banjir melanda desa mereka yakni 100 cm, namun mulai pada tahun 2010 hingga saat ini ketinggian genangan air bisa mencapai sekitar 175 cm hingga 200 cm.

Sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan pada kepala desa,diperoleh informasi bahwa penyebab utama desa Dayeuhkolot menjadi daerah yang sering terkena banjir adalah letaknya yang berada di cekungan Kabupaten Bandung yang di apit oleh empat aliran Sungai yaitu Sungai Citarum dan Cipalasari, dan anak Sungai Citarum lainnya yang turut menyumbang banjir bagi masyarakat desa Dayeuhkolot adalah Sungai Cikapundung dan Sungai Cigado. Desa ini memiliki jumlah penduduk yang cukup padat, yaitu sebanyak 14.676 jiwa yang terdiri dari sekitar 4.600 kepala keluarga. Desa Dayeuhkolot terdiri dari 14 RW dan 73 RT. Mata pencaharian yang dominan di desa ini adalah buruh, karyawan pabrik, dan wiraswasta.

Banjiryang terus-menerus melanda Desa Dayeuhkolot saat musim penghujan datangdi tahun 2013 dan 2014tidak hanya sebatas genangan air melainkan ditambah dengan lumpur yang tebal, ketinggian lumpur bisa mencapai 50 cm. Lumpur tersebut harus segera dibersihkan karena jika tidak lumpur akan mengeras dan menimbulkan aroma yang tidak sedap sehingga membuat bangunan kotor dan rusak.Hal ini berdampak pada fisik dan psikis masyarakat Dayeuhkolot.

Dampak fisik yang dirasakan oleh masyarakat Dayeuhkolot adalah timbul berbagai penyakit (penyakit kulit, darah tinggi, dan diare), kesulitan mendapatkan makanan yang bergizi, kesulitan mendapatkan air bersih, kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan selama banjir karena petugas kesehatan sulit untuk menjangkau daerah disekitar gang yang sempit, kesulitan mendapatkan fasilitas listrik selama banjir dan masa siaga setelah banjir, tidak ada alat transportasi untuk bekerja, kesulitan mendapatkan tempat istirahat yang layak karena selama banjir rumah mereka terendam yang mengakibatkan setelah banjir selesai rumah mereka penuh dengan endapan lumpur,sampah,berbau tak sedap,lembab dan berjamur,serta aset-aset seperti barang-barang penting turut rusak. Sedangkan dampak psikis yang dirasakan oleh masyarakat Dayeuhkolot seperti cemas, panik, takut, sedih, perasaan tidak aman dan trauma.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(4)

Diantara beberapa golongan masyarakat diDesa Dayeuhkolot yang paling merasakan dampak dari banjir adalah kepala keluarga.Hal ini karena sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yaitu sumber pencari nafkah, pemberi fasilitas, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman (Duvall,1997). Ketika banjir mereka tidak bisa memenuhi peran dan tanggung jawabnya dikarenakan banjir merupakan sesuatu yang menghambatmereka untuk melakukan peran dan tanggung jawabnya sehingga menimbulkan kerugian dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut sekretaris Desa Dayeuhkolot diperoleh data sebagai berikut, Banjir yang terjadi terus-menerus di Desa Dayeuhkolot menimbulkan dampak fisik dan psikis bagi kepala keluarga, hal tersebut merupakan kondisi yang dihayati sebagai kesulitan-kesulitan yang dialami oleh kepala keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak bisa pindah dari Desa Dayeuhkolot dikarenakan tidak adanya biaya yang sangat besar untuk membeli tanah dan rumah baru. Hal ini membuat sebagian besar kepala keluarga di Desa dayeuhkolot lebih memilih meninggikan lantai rumah minimal 50 cm, membuat rumah menjadi dua lantai atau membeli perahu karena biayanya dianggap cenderung lebih sedikit agar mereka dapat tetap bertahan dan menyesuaikan dengan kondisi banjir tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara kepada 5 orang kepala keluarga diperoleh informasi bahwa banjir merupakan sesuatu yang menjengkelkan dan telah menimbulkan kerugian. Ketika banjir datang tidak ada alat transportasi yang bisa digunakan sehingga mereka tidak bisa pergi bekerja. Ketika mereka tidak pergi bekerja, hal ini akan membuat mereka tidak akan memperoleh gaji, selain itu juga mereka terbebani dengan tanggung jawab sebagai karyawan perusahan tersebut. Ketika mereka tidak mendapatkan gaji mereka tidak bisa menafkahi kebutuhan sehari-hari keluarganya seperti membeli makanan. Disisi lain ketika mereka harus memaksakan bekerja dengan kondisi banjir akan menyebabkanmereka sakit dan ketika mereka bekerjapun mereka sulit untuk berkonsentrasi karena memikirkan anak dan istri mereka, hal yang paling menakutkan bagi kepala keluarga adalah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada anak dan istri mereka seperti sakit sedangkan mereka tidak ada disamping anak dan istri mereka.

Selain itu merekamerasa sedih ketika memikirkan nasib anak dan istrinya, mereka merasa tidak bisa memberikan tempat tinggal yang layak, hanya bisa membawa Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(5)

anak dan istrinya ketempat pengungsian. Dimana tempat pengungsian adalah milik semua orang yang kondisinya harus tidur seadanya, makan juga seadanya bahkan kalau berebut makanan dan tidak kebagian sampai tidak makan tetapi mereka tidak mempunyai uang untuk membeli makanan karena tidak ada uang.

Sebanyak 4 dari 5 kepala keluarga mengatakan bahwa mereka selalu merasakan kesal karena harus membersihkan barang-barang kembali ketika banjir surut namun belum selesai barang-barang itu dibersihkan banjir datang kembali, kejadian ini terus-menerus mereka kerjakan setiap kali banjir datang, dengan keadaan seperti itu mereka tetap tidak bisa pindah dari desa mereka dikarenakan menurut mereka tidak ada yang mau membeli rumah mereka sehingga mereka tidak mempunyai uang untuk pindah. Selainitu juga keluarga mereka kebanyakan didaerah tersebut dan pekerjaan merekapun didaerah tersebut.

Sebanyak 5 kepala keluarga merasa bersalah karena tidak dapat memberikan perlindungan kepada anak dan istrinya ketika melihat anak dan istri ketakutan dan menangis histeris saat banjir datang, apalagi jika banjir yang datang tidak dapat diprediksi. Mereka juga mengatakan bahwa meskipun rumah tempat mereka tinggal kebanjiran namun tempat kerja mereka tidak kebanjiran, hal ini membuat mereka harus tetap pergi bekerja dan harus menyelasaikan tugas mereka dengan baik.

Sebanyak 2 dari 5 kepala keluarga mengatakan bahwa ketika banjir datang mereka mencoba menghadapinya dengan tenang dengan berusaha menenangkan istri dan anak-anak mereka dan terus berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa walaupun terkadang mereka sering mengeluh dan bertanya kapan banjir ini akan berakhir. Sebanyak 3 dari 5 kepala keluarga mengatakan bahwa ketika banjir datang membuat mereka mudah marah, kurang tidur dan kelelahan.

Sebanyak 2 dari 5 kepala keluarga mengatakan bahwa ketika banjir datang hal yang pertama kali mereka lakukan adalah mereka mengamankan barang-barang penting seperti baju dan makanan dengan cara menaikan semua barang-barang penting tersebut ke ruang atas dan mengamankan anak-anak untuk tidak bermain-main diluar dan menyuruh istri untuk tetap tinggal dilantai atas rumah dan menjaga anak-anak. Sedangkan 3 dari 5 kepala keluarga mengatakan bahwa mereka membungkus baju kedalam tas plastik (kresek) dan cepat-cepat membawa anak dan istri mereka ketempat pengungsian.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(6)

Sebanyak 5 kepala keluarga mengatakan bahwa mereka tidak tahu seberapa besar keyakinan mereka dapat memecahkan persoalan yang ada, mereka hanya bisa berpasrah diri menghadapi semuanya. Selain itu mereka belum mampu menggambarkan mengenai masa depan yang cerah dari kehidupan mereka selepas kejadian ini, yang terbayang oleh mereka hanyalah penderitaan yang selama ini mereka rasakan, dan ketakutan akan kemungkinan mengenai hal-hal yang lebih buruk yang akan menimpa mereka di masa depan.

Bencana dapat membuat individu yang menjadi korban terkena efek emosional, bagi banyak korban, efek ini akan memudar seiring berjalannya waktu. Tapi bagi yang lainnya, mungkin akan ada efek emosional jangka panjang. Dalam kasus apapun, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik, lima persen atau lebih dari korban bencana mengalami depresi akut, kecemasan, post traumatic stress disorder (PTSD), dan gangguan emosional lainnya. Hal ini bahkan melebihi dari efek fisik bencana (Ehrenreich, 2001).

Dalam menghadapi situasi yang kurang menyenangkan tersebut ada individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi itu secara efektif sedangkan ada juga individu lain yang gagal. Kemampuan untuk melanjutkan hidup saat ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu yang dikenal dengan istilah resiliensi.

Seseorang dengan kemampuan resiliensi yang baik dapat mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dengan cara mereka. Mereka akan mampu mengambil keputusan dalam kondisi yang sulit secara cepat. Keberadaan resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan, ketidakberdayaan menjadi kekuatan (Reivich & Shatte, 2002).

Resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002) adalah kapasitas (kemampuan) individu untuk merespon dengan cara yang sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan dan trauma. Resiliensi bukan bersifat genetik melainkan berada dibawah kendali diri sendiri. Hal yang menjadikan adanya perbedaan antara seseorang yang resilien dan yang kurang resilien itu disebabkan pada bagaimana seseorang menganalisa sebuah kejadian dan hal itu tergantung pada gaya berpikir yang digunakan. Dalam hasil studinya Reivich & Shatte (2002), menjelaskan bahwa resiliensi itu terdiri dari tujuh Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(7)

kemampuan yang berbeda. Tujuh kemampuan itu yakni emotional regulation, impulse control, optimism, causal analysis, empathy, self efficacy dan reaching out.

Apabila skor menunjukkan angka di atas rata–rata, artinya kepala keluarga tersebut sudah memiliki kemampuan untuk dapat merespon secara produktif dan sudah mampu mengatasi situasi yang kurang menyenangkan sebagai akibat dari banjir. Apabila skor menunjukkan angka rata–rata, artinya kepala keluarga tersebut memiliki kemampuan yang cukup dalam merespon secara produktif dan dianggap cukup mampu mengatasi situasi yang kurang menyenangkan. Sedangkan apabila skor menunjukkan angka di bawah rata–rata, artinya kepala keluarga tersebut belum memiliki kemampuan untuk dapat merespon secara produktif dan belum mampu mengatasi situasi yang kurang menyenangkan tersebut.

Dari 7 kemampuan tersebut kepala keluarga bisa dikatakan resiliensi hanya dengan satu kemampuan asalkan kemampuan tersebut memiliki skor yang tinggi. 7 kemampuan resiliensi berdiri sendiri dan masing-masing memiliki skor diatas rata-rata, rata-rata dan dibawah rata-rata.

Ketujuh kemampuan tersebut dapat diukur, diajarkan dan ditingkatkan serta dapat membawa seseorang pada pemahaman tentang gaya berpikir yang mereka gunakan secara menyeluruh dan yang akan menentukan tingkat resiliensi mereka. Ketujuh kemampuan tersebut akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:

Emotion regulation ini mengacu pada kemampuan untuk tetap tenang dan fokus dibawah kondisi yang menekan. Emotional regulationkepala keluarga dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut dapat mengontrol emosi yang tidak terkendali menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang menggangu dan mengekspresikan emosi secara tepat. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut cukup mampu dalam mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang menggangu dan mengekspresikan emosi secara tepat. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut tidak mampu mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang menggangu dan mengekspresikan emosi secara tepat (Reivich & Shatte, 2002). Misalnya kepala keluarga merasa cepat marah dan sulit mengendalikan rasa marah tersebut karena kelelahan dan kurang istirahat, serta kurang berkonsentrasi dalam pekerjaan.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(8)

Impulse control adalah kemampuan Individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.Kepalakeluarga yang memiliki kemampuan impulse control yang diatas rata-rata tidak cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka sertamenampilkan perilaku tidak cepat marah, sabar, dan tidak berlaku agresif. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga cukup mampu mengendalikan emosi mereka, rasa marah dan kesabaran mereka. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka serta menampilkan perilaku cepat marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif (Reivich & Shatte, 2002).

Optimism adalah ketika individu melihat bahwa masa depannya cemerlang. Optimism yang dimiliki oleh seorang individu menandakan bahwa individu tersebut percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Optimism kepala keluarga dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut percaya bahwa sesuatu dapat diubah menjadi lebih baik, mampu mengontrol arah dan tujuan hidup mereka. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut belum mampu mengontrol arah dan tujuan hidupnya serta sulit percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih baik. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut tidak memiliki kepercayaan akan masa depannya serta tidak mampu mengontrol arah dan tujuan hidup mereka (Reivich & Shatte, 2002).

Causal analysis merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi, sehingga mereka dapat merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Causal analysis kepala keluarga dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut mampu berfikir fleksibel, mampu mencari solusi alternatif dari suatu permasalahan, mampu menemukan sebab akibat dari permasalahannya, dan tidak menyalahkan orang lain atas permasalahannya. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut belum mampu menemukan sebab akibat dari permasalahannya, belum mampu mencari alternatif jawaban dan masih sering menyalahkan orang lain. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut tidak mampu mencari solusi alternatif dari permasalahannya, selalu menyalahkan orang lain, tidak mampu Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(9)

melihat sebab akibat permasalahannya dan selalu terpaku pada satu penyelesaian (Reivich & Shatte, 2002).

Empathy erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Kepala keluarga yang memiliki emphaty akan merasakan apa yang dirasakan serta apa yang dipikirkan oleh orang lain. Ketika kepala keluarga mampu merasakan dan memikirkan penderita korban banjir lainnya, sehingga kepala keluarga tersebut tidak merasa bahwa hanya dirinya orang yang paling menderita akibat banjir. Empathykepala keluarga dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut peka, mampu menafsirkan bahasa nonverbal orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud orang lain. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut belum mampu menafsirkan bahasa nonverbal orang lain, belum mampu merasakan apa yang orang lain rasakan dan terkadang keliru dalam memperkirakan maksud orang lain. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut tidak mampu menafsirkan bahasa non verbal orang lain, sulit merasakan apa yang orang lain rasakan dan selalu keliru dalam memperkirakan maksud orang lain (Reivich & Shatte, 2002).

Self efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan diri bahwa kita mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Self-efficacy dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut selalu berusaha menyelesaikan setiap permasalahan, tidak mudah menyerah, mencoba cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah, percaya diri dan bertahan. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut berusaha menyelesaikan masalah walau terkadang mereka mudah menyerah, terkadang terpaku pada cara yang sama dalam menyelesaikan masalah, kurang percaya diri dan terkadang sulit bertahan. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut mengandalkan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya, mudah menyerah, tidak percaya diri, tidak mau mencoba cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah dan mudah terpuruk (Reivich & Shatte, 2002).

Reaching out merupakan kemampuan individu meraih aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Reaching out kepala keluarga dikatakan diatas rata-rata apabila kepala keluarga tersebut memiliki rasa ingin tahu yang besar, suka mencoba hal-hal baru, tidak mudah terpengaruh orang lain dan dapat melihat hal positif dari suatu permasalahan. Dikatakan rata-rata apabila kepala keluarga tersebut Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(10)

kurang memiliki rasa ingin tahu, kurang menyukai hal-hal baru, terkadang mudah dipengaruhi oleh orang lain dan sulit melihat hal positif dari permasalahannya. Dikatakan dibawah rata-rata apabila kepala keluarga tersebut tidak menyukai hal-hal dan tantangan-tantangan baru, lebih menyukai kegiatan rutin, mudah terpengaruh orang lain dan tidak mampu melihat hal positif permasalahannya (Reivich & Shatte, 2002).

Kondisi-kondisi yang dialami oleh kepala keluarga yang menjadi korban banjir adalahadalah kondisi yang membutuhkan resiliensi untuk bisa bangkit dan menyesuaikandiri dari berbagai kesulitan sebagai akibat dari banjir. Resiliensi memungkinkan kepala keluarga untuk tetap fokus pada persoalan yang sesungguhnya, dan tidak menyimpang ke dalam perasaan dan pikiran yang negatif,sehingga kepala keluarga bisa mengatasi resiko dan tantangan. Pikiran dan perasaan kepala keluarga adalah inti dalam rangka meningkatkan resiliensi.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai profil resiliensi kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung dalam upaya membuat program pengembangan masyarakat. Manfaat lain yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah secara teoritik hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi klinis.Selain itu, diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi data yang akurat bagi peneliti– peneliti selanjutnya. Sedangkan manfaat praktis yang dapat diperoleh melaui penelitian ini antara lain :

 Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan berupa informasi yang berguna bagi kepala keluarga yang menjadi korban banjir mengenai tujuh kemampuan resiliensi yang terdapat dalam dirinya, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam menghadapi permasalahan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

 Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak desa yang terkait mengenai tujuh kemampuan resiliensi pada kepala keluarga korban banjir yang kemudian kemampuan resiliensi dapat di kembangkan melalui konseling atau pelatihan tertentu agar kepala keluarga korban banjir dapat bangkit dan menyesuaikan diri dengan masalah yang di hadapinya.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(11)

II. METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Sejalan dengan maksud dan tujuan penelitian, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan non-eksperimental dengan tipe deskriptif. Pada penelitian ini, metode deskriptif diterapkan untuk memperoleh gambaran secara rinci mengenai profil resiliensi kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif, yaknidilakukan dengan cara mengumpulkan data sebanyak mungkin di lapangan (Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung) pada awalnya untuk kemudian diolah dan dianalisis menggunakan teori resiliensi yang relevan, yaitu teori Resiliensi dari Reivich & Shatte(2002).

Variabel dalam penelitian ini adalah Resiliensi. Dalam penelitian ini, Resiliensi adalah kemampuan kepala keluarga untuk bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit sehingga mampu mengatasidampak negatif dan kemalangan, yang akan diukur dengan kemampuan-kemampuan resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002), yaitu sebagai berikut:

a. Emotional Regulation

Emotional regulation adalah kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung untuk tetap tenang dan fokus dibawah kondisi yang menekan, mengontrol emosi, atensi dan perilaku, tidak mudah terbawa perasaan serta mampu kembali tenang dalam waktu yang singkat.

b. Impulse Control

Impulse control adalah kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam dirinya, kemampuan kepala keluarga untuk tetap fokus mengerjakan segala macam tanggung jawab dan aktivitasnya meskipun sedang menghadapi banyak hambatan-hambatan atau keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(12)

Kemampuan kepala keluarga dalam berpikir sebelum melakukan atau menunjukkan sesuatu.

c. Optimism

Optimism adalah tingkat kepercayaan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung dalam melihatm masa depannya yang cemerlang, kemampuan mengubah suatu hal menjadi lebih baik, dapat mengontrol arah dan tujuan hidup secara realistis serta kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Kemampuan kepala keluarga dalam menemukan jalan keluar dari setiap permasalahan yang sedang dihadapi, menghalau rasa cemas akan masa depan yang belum terjadi serta meyakini kesuksesan seseorang tergantung dengan kerja keras yang orang tersebut lakukan dan dipengaruhi oleh diri mereka sendiri, bukan berdasarkan pengaruh lingkungan.

d. Causal Analysis

Causal analysis adalah kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot dalam mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi, merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, fleksibel dalam berpikir, mampu mengidentifikasikan semua penyebab dari kemalangan yang mereka hadapi serta fokuspada pemecahan masalah.

e. Emphaty

Emphaty adalah kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung dalam membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain, menafsirkan bahasa nonverbal orang lain dan menentukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Kemampuan kepala keluarga dalam memiliki hubungan sosial yang positif, memahami dan ikut merasakan apa yang sedang terjadi pada orang-orang di sekitarnya, membaca situasi dan ikut merasakan apa yang orang lain rasakan.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(13)

f. Self Efficacy

Self-efficacy adalah keyakinan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung untuk memecahkan masalah yang dialaminya dan mencapai kesuksesan. Kemampuan kepala keluarga dalam menyelesaikan permasalahan mereka dan tidak menyerah ketika mereka menemukan bahwa solusi awal mereka tidak bekerja dengan baik,

g. Reaching Out

Reaching out merupakan kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung dalam meraih aspek positif dari kehidupannya, menyukai semua kegiatan atau hal-hal baru.

Teknik Pengumpulan Data

Populasi dari penelitian ini adalah kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot yang menjadi korban banjir yang berjumlah 4.600 orang berdasarkan pada data- data dari pemerintah desa. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006). Dalam memilih sampel penelitian, digunakan karakteristik sampel sebagai berikut:

 Kepala keluarga yang berada pada usia dewasa  Kepala keluarga yang memiliki pekerjaan  Kepala keluarga yang memiliki anak dan istri

 Kepala keluarga minimal memiliki pendidikan akhir SD

Teknik sampling yang digunakan adalah Probability Sampling yaitu cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik sampel daerah yang digunakan untuk menentukan sampel bila yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini pembagian responden menurut teknik cluster sampling adalah RW 14 berjumlah 33 responden, RW 04 berjumlah 24 responden, RW 05 berjumlah 15 responden, RW 02 berjumlah 17 responden, RW 06 berjumlah 11 responden dan RW 13 berjumlah 12 responden. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin, maka sampel minimum pada penelitian ini adalah ±97 kepala keluarga.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(14)

Proses Adaptasi Alat Ukur RQ Test (Reivich & Shatte, 2002).

Proses adaptasi terhadap alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti, adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses adaptasi alat ukur ini, antara lain:

1. Menerjemahkan bahasa yang digunakan alat ukur, yaitu bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, disesuaikan dengan bahasa yang mudah dipahami.

2. Melakukan back translation untuk memastikan bahwa tidak terdapat perubahan makna dari instruksi pada alat ukur setelah diterjemahkan.

3. Meminta pendapat dari rekan maupun ahli bahasa.

4. Melakukan uji coba alat ukur. Uji coba ini dilakukan kepada 38 responden yang sesuai dengan karakteristik umum dari responden yang telah ditentukan sebelumnya.

Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah nilai yang menunjukkan sampai sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan tetap konsisten.

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.883 56

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(15)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil analisis data dan pembahasannya berkaitan dengan gambaran profil resiliensi kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Data diperoleh dari 113 Kepala Keluarga yang diperoleh dari pengolahan Kuesioner RQ Test yang dilengkapi dengan hasil wawancara dalam pembahasannya.

Hasil Data Penelitian

Kemampuan Resiliensi

Diatas rata-rata Rata-rata Dibawah rata-rata Responden (Persentase) Responden (Persentase) Responden (Persentase) Emotional Regulation 0 (0%) 15 (14,16%) 97 (85,84%) Impulse Control 82 (72,57 %) 28 (24,78 %) 3 (2,65 %) Optimism 13 (11,50 %) 92 (81,42 %) 8 (7,08 %) Causal Analysis 4 (3,54 %) 72 (63.72 %) 37 (32,74 %) Empathy 0 (0 %) 38 (33,63 %) 75 (66,37 %) Self Efficacy 4 (3,54 %) 19 (16,81 %) 90 (79,65 %) Reaching Out 8 (7.08 %) 23 (20,35 %) 82 (72.57 %)

Tabel 4.1 Profil Resiliensi kepala keluarga

yang menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat diketahui profil resiliensi kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung, dari profil resiliensi tersebut, terdapat satu kemampuan yang berada pada kategori diatas rata-rata yakni impulse control, kemudian dua kemampuan berada pada kategori rata-rata yakni optimism dan causal analysis. Sedangkan sisanya yakni empat kemampuan berada pada kategori dibawah rata-rata yaitu emotional regulation, empathy, self efficacy dan reaching out.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(16)

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar kemampuan resiliensi kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung berada pada kategori dibawah rata-rata. Hal tersebut menunjukan bahwa kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung ini masih kurang mampu merespon dengan cara yang sehat dan produktif ketika dihadapkan dengan situasi sulit yang terkait dengan bencana banjir.

Jika dilihat dari analisis frekuensi pernyataan atau item kemampuan resiliensi yang berada pada kategori diatas rata-rata adalah impuls control. Selain itu dilihat dari hasil pengolahan data, diperoleh hasil yaitu sebesar 72,57 % atau 82 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 24,78 % atau 28 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 2,66 % atau 3 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di desa Dayeuhkolot pada kemampuan impulse control termasuk kedalam kategori diatas rata-rata.Impulse control adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. (Reivich &Shatte, 2002). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar kepala keluarga tersebut mampu mengesampingkan segala macam hambatan yang muncul saat banjir untuk tetap mengerjakan segala macam aktivitasnya. Mereka cenderung akan berfikir berulang kali sebelum menunjukkan suasana hatinya kepada orang lain.

Impuls controlpara kepala keluarga yang berada pada kategori diatas rata-rata dapat diartikan bahwa kepala keluarga dapat tetap fokus mengerjakan segala macam tanggung jawab dan aktivitasnya meskipun sedang menghadapi banyak hambatan-hambatan atau keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Kepala keluarga yang tinggi dalam kemampuan ini akan lebih banyak berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan atau menunjukkan sesuatu. Kepala keluarga cenderung dapat berfikir jauh lebih jernih saat melakukan sesuatu dibandingkan kepala keluarga yang tidak resilien. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dimana kepala keluarga tersebut mengatakan bahwa ketika sedang menghadapi masalah, salah satunya masalah yang berkaitan dengan banjir ini, kepala keluarga ternyata dituntut harus tetap fokus Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(17)

dalam pekerjaan dan harus bekerja secara profesional. Tuntutan ini yang kemudian membuat mereka mengontrol emosi akibat tekanan dari kondisi banjir yang dihadapi agar tetap bekerja secara profesional sehingga tidak kehilangan sumber mata pencahariannya.

Jika dilihat dari analisis frekuensi pernyataan atau item, kemampuan resiliensi yang berada pada kategori rata-rata adalah optimism dan causal analysis, dalam pengolahan data optimism diperoleh hasil yaitu 11,50 % atau 13 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 81,42 % atau 92 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 7,08 % atau 8 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di desa Dayeuhkolot pada kemampuan optimism tergolong pada kategori rata-rata (tabel 4.1) .

Optimism adalah kemampuan individu untuk dapat melihat bahwa masa depannya cemerlang. Individu yang resilien dapat mengubah suatu hal menjadi lebih baik, dapat mengontrol arah dan tujuan hidup secara realistis serta mampu untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan (Reivich & Shatte, 2002). Jika melihat dari hasil pengolahan data, terlihat bahwa sebagian besar kepala di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang diwakili oleh 92kepala keluarga (81,42%) memiliki kemampuan optimism yang berada pada kategori rata-rata (tabel 4.1). Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung memiliki keyakinan yang cukup tinggi dalam menghadapi banjir di lingkungannya. Mereka cukup mampu menemukan jalan keluar dari setiap permasalahan yang diakibatkan oleh banjir, dan mereka cukup mampu bertahan sampai saat ini di dalam lingkungannya. Mereka cukup meyakini bahwa semua yang sudah dan akan mereka hadapi, akan berjalan dengan baik seperti biasanya. Di sisi lain(berdasarkan hasil wawancara),kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot masih mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi yang ada di masa depan. Mereka masih merasa ragu untuk bisa mencapai kesuksesannya di masa depan. Pemikiran mereka masih dipengaruhi oleh kekhawatiran mereka sendiri terhadap penilaian dari orang-orang di lingkungannya.Kepala keluarga meyakini bahwa masa depan meraka akan cerah namun mereka tidak meyakini akan bisa meyelesaikan masalah banjir ini.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(18)

Sedangkan dalam pengolahan data causal analysis diperoleh hasil yaitu 3,54 % atau 4 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 63.72 % atau 72 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 32,74 % atau 37 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot pada kemampuan Causal Analysis tergolong rata-rata.

Causal analysis adalah kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi. Individu yang resilien dapat menyadari apa yang membuat munculnya berbagai permasalahan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada tanpa menyalahkan orang lain atas kesalahannya. Individu yang resilien adalah individu yang fleksibel dalam berpikir. Mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab dari kemalangan yang mereka hadapi, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Individu yang resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat,mereka tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka. Sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan (Reivich & Shatte,2002).

Jika melihat dari hasil pengolahan data, terlihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang diwakili oleh 72kepala keluarga (63,72%) memiliki kemampuan causal analysis yang rata-rata (tabel 4.1). Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung memiliki kemampuan dalam mencari penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi yang ditimbulkan oleh banjir.Mereka cukup terampil dalam mengumpulkan segala macam bentuk solusi dari permasalahan mereka. Namun, mereka masih terjebak pada instink mereka dalam menghadapi persoalan (hasil wawancara). Mereka belum mampu memilih solusi yang terbaik dari segala macam solusi yang mereka temukan. Kepala keluarga ini juga masih terlalu cepat dalam menyimpulkan suatu penyebab dari permasalahannya tersebut. Ini membuat kepala keluarga cenderung menyalahkan lingkungan sekitarnya akan permasalahan yang mereka hadapi yang Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(19)

diakibatkan oleh banjir dan lebih memfokuskan pada faktor-faktor di luar kemampuan mereka.

Jika dilihat dari analisis frekuensi pernyataan atau item kemampuan resiliensi yang berada pada kategori dibawah rata-rata adalah emotional regulation, empathy, self efficacy dan reaching out.

Berdasarkan pengolahan data emotional regulation, diperoleh hasil sebesar 0 % atau 0 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 14,16 % atau 16 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 85,84 % atau 97 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot pada kemampuan Emotion Regulation termasuk dalam kategori dibawah rata-rata.

Emotional regulation adalah kemampuan untuk tetap tenang dan fokus dibawah kondisi yang menekan. Individu yang resilien menggunakan kemampuan ini untuk membantu mereka dalam mengontrol emosi, atensi dan perilaku mereka. Untuk menjadi resilien, individu harus dapat mengekspresikan dan menunjukkan emosinya secara tepat (Reivich &Shatte, 2002). Kepala keluarga yang resilien dapat mengatur emosinya saat dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan. Kepala keluarga resilien tidak mudah terbawa perasaan dan suasana hati mereka tidak mempengaruhi segala macam aktivitas yang mereka kerjakan serta mampu kembali tenang dalam waktu yang tidak lama.

Jika merujuk pada hasil pengolahan data (tabel 4.1), sebanyak 97 kepala keluarga (85,84%) di Desa Dayeuhkolot belum mampu mengontrol emosi mereka secara tepat saat dihadapkan pada keadaan banjir. Mereka masih bertindak secara emosional. Kemampuan regulasi emosi kepala keluarga yang menjadi korban banjir ketika menghadapi situasi yang menekan sebagian besar masih tergolong dibawah rata-rata. Hasil wawancara menunjukan bahwa kepala keluarga yang menjadi korban banjir hingga saat ini masih dihinggapi oleh kesedihan, rasa kesal dan rasa cemas sebagai akibat dari bencana banjir, data tersebut sejalan dengan penjelasan dari Reivich & Shatte (2002) yang menjelaskan bahwa individu yang kurang mampu mengatur perasaan mereka cenderung akan terjebak dalam kemarahan, kesedihan, atau kecemasan Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(20)

mereka. Individu yang kurang mampu mengatur perasaan juga akan mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain, menurut Reivich & Shatte (2002) hal tersebut bisa terjadi dikarenakan tidak ada orang yang mau menghabiskan waktu bersama individu yang merengut, cemas serta gelisah setiap saat. Walau begitu tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus dikontrol, tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa bersalah harus diminimalisir, hanya saja untuk menjadi resilien dibutuhkan kemampuan untuk dapat mengekspresikan emosi secara tepat (Reivich & Shatte, 2002).

Sedangkan dari pengolahan data Empathy diperoleh hasil yaitu 0 % atau 0 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 33,63 % atau 38 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 66,37 % atau 75 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di desa Dayeuhkolot pada kemampuan Empathy tergolong dibawah rata-rata.

Empathy adalah kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Individu yang resilien dapat menafsirkan bahasa nonverbal orang lain seperti ekspresi wajah, intonasi suara dan bahasa tubuh seseorang dan juga mampu menentukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Individu yang resilien memiliki hubungan sosial yang positif, (Reivich & Shatte, 2002). Jika melihat dari hasil pengolahan data, terlihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang diwakili oleh 75kepala keluarga memiliki kemampuan empathy yang rendah. Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung belum mampu memprediksi apa yang sedang dirasakan oleh orang-orang disekelilingnya. Mereka belum mampu mengira-ngira apa yang sedang terjadi pada seseorang dengan melihat ekspresi dan gerak tubuh orang tersebut. Mereka belum mempunyai kemampuan untuk terlibat lebih dalam pada perasaan seseorang. Mereka belum mampu memahami mengapa orang-orang di sekitarnya berperilaku dan bereaski seperti yang mereka lihat dalam menghadapi persoalan. Mereka belum mampu memahami mengapa seseorang tiba-tiba saja menangis, bersedih, marah, berteriak, bahkan ada kemungkinan mereka juga belum mampu membedakan apakah seseorang tersebut sedang serius atau Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(21)

hanya sekedar bercanda. Ketidakmampuan kepala keluarga dalam memahami inilah yang membuat mereka cenderung apatis pada lingkungannya.

Berdasarkan wawancara kepada beberapa kepala keluarga, diketahui bahwa sebagian besar dari masyarakat dan kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot pada saat banjir menyibukkan diri untuk membersihkan, membenahi dan menyelamatkan diri mereka sendiri beserta keluarganya juga harta bendanya masing-masing. Keadaan ini membuat mereka sulit untuk bisa menyediakan waktu lebih banyak dalam memperhatikan lingkungan sekitar mereka. Sebagian besar kepala keluarga berada di dalam rumah untuk melindungi anak dan istri saat banjir datang. Keadaan emosi mereka yang belum cukup terkendali dan belum mampu meregulasi juga menjadi salah satu faktor yang membuat kepala keluarga kurang berempati pada lingkungannya. Ini diakui karena pada saat mereka melihat orang-orang di lingkungan sekitarnya bersedih, mereka ikut merasa menjadi orang yang paling malang dan pada saat mereka melihat orang-orang disekitarnya marah, mereka ikut tersulut emosinya.

Dalam pengolahan data self efficacy didapatkan hasil berupa 3,54 % atau 4 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 16.81 % atau 19 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 79,65 % atau 90 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot pada kemampuan Self Efficacy termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata.

Self-efficacy adalah kemampuan diri individu untuk yakin bahwa individu tersebut mampu memecahkan masalah yang dialaminya dan mencapai kesuksesan. Individu dengan self-efficacy yang berada dalam kategori diatas rata-rata akan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan mereka dan tidak menyerah ketika mereka menemukan bahwa solusi awal mereka tidak bekerja dengan baik. Mereka lebih mungkin melakukannya dibandingkan orang lain yang meragukan kemampuan mereka untuk mengatasi, mencoba cara-cara baru dalam memecahkan masalah, bertahan sampai mereka menemukan jawaban yang bisa diterapkan. Mereka juga merasa, dengan menyelesaikan masalah, kepercayaan diri mereka bertambah besar, yang selanjutnya akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan bertahan lebih lama lagi pada saat mereka dihadapkan dengan tantangan. Individu yang tidak percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk membawa sesuatu yang baik ke dalam kehidupannya Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(22)

lebih pasif ketika diadapkan dengan masalah atau ketika ditempatkan di dalam situasi yang baru (Reivich & Shatte, 2002).

Jika melihat dari hasil pengolahan data (tabel 4.1), terlihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang diwakili oleh 90kepala keluarga(79,65%) memiliki kemampuan self-efficacy yang berada pada kategori dibawah rata-rata. Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot tersebut pada dasarnya mempunyai harapan dan keinginan untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi dengan baik. Hanya saja,Kepala keluarga ini kurang mempunyai keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan masalah ini dengan cara lain yang lebih baik, mereka khawatir akan gagal. Berdasarkan hasil wawancara, mereka merasa terlalu lama dihadapkan pada kondisi banjir ini, sehingga mereka akan menggunakan cara yang sama yang dianggap mudah karena terbiasa menggunakan cara tersebut. Mereka cenderung tidak menyukai dan ragu saat dihadapkan dengan tantangan untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih baru karena dianggap akan sulit dan tidak yakin akan lebih efektif dibanding cara yang biasa mereka gunakan. Hal ini membuat mereka lebih memilih untuk bergantung kepada orang lain yang mereka anggap lebih mampu menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak yakin bisa memecahkan masalah ini dengan cara lain yang baru dan kemudian menyerahkan hal ini kepada pihak pemerintah Bandung agar pemerintah menyelesaikan masalah dengan lebih efektif untuk banjir ini.

Berdasarkan pengolahan data Reaching Out didapatkan hasil berupa 7.08 % atau 8 kepala keluarga termasuk kedalam kategori diatas rata-rata, 20,35 % atau 23 kepala keluarga termasuk kedalam kategori rata-rata, sedangkan 72.57 % atau 82 kepala keluarga termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata (tabel 4.1). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot pada kemampuan Reaching Out termasuk kedalam kategori dibawah rata-rata.

Reaching out merupakan kemampuan individu meraih aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Kepala keluarga yang resilien akan mampu menemukan semua hal positif atau hikmah dari semua kejadian yang mereka rasakan. Rasa yakin dan percaya bahwa ada hal positif di setiap permasahan tersebut yang membuat mereka merasa bahwa permasalahan yang datang akan membuat mereka Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(23)

menjadi manusia yang jauh lebih baik di masa depan. Jika melihat dari hasil pengolahan data (tabel 4.1), terlihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang diwakili oleh 82 Kepala keluarga (72,57%) memiliki kemampuan reaching out yang berada pada kategori di bawah rata-rata. Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga di Desa Dayeuhkolot tersebut belum mampu melihat hal positif dari permasahan yang mereka hadapi sehingga belum bersedia mencari jalan keluar yang lebih baik. Mereka mengetahui bahwa permasalahan yang mereka hadapi akan mengasah kemampuan mereka menjadi lebih baik, hanya saja mereka sulit mengenali makna positif dari permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara, para kepala keluarga mengatakan bahwa banjir ini adalah musibah yang menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan mereka, karena banjir mereka terkena penyakit dan stress bahkan sampai meninggal, sehingga tidak mungkin melawan takdir ini kecuali pasrah. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka gagal memahami makna positif bahwa ujian banjir ini pada dasarnya dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk mencari alternatif solusi yang jauh lebih efektif. Mereka cenderung menganggap ini adalah takdir, sesuatu yang tidak dapat diubah sehingga tidak mungkin terdapat solusi pemecahan.

Jika dilihat dari pembahasan diatas maka Kemampuan emotional regulation memiliki keterkaitan dengan kemampuan impulse control, Reivich & Shatte (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki skor Resilience Quotient yang berada pada kategori diatas rata-rata pada kemampuan emotional regulation cenderung memiliki skor Resilience Quotient yang berada pada kategori diatas rata-rata pula pada kemampuan impulse control. Namun hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaan dimana kemampuan emotional regulation berada pada kategori diatas rata-rata sedangkan kemampuan impulse control berada pada kategori dibawah rata-rata. Hasil wawancara menunjukan bahwa kecenderungan kepala keluarga yang menjadi korban banjir untuk menekan keinginan yang muncul dalam dirinya baik saat banjir maupun paska banjir membuat mereka kurang mampu dalam hal meregulasi emosi. Hal tersebut dikarenakan keinginan-keinginan yang ditekan tanpa disadari berubah menjadi emosi-emosi negatif yang terpendam dalam diri kepala keluarga sehingga mereka kurang mampu meregulasi emosinya.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(24)

Reivich & Shatte (2002) juga menyatakan bahwa ketika individu sedang terperangkap oleh emosi mereka hampir tidak mungkin untuk melakukan pencapaian diri dan mencoba pengalaman baru. Pernyataan tersebut sejalan dengan data yang didapatkan, dimana kemampuan reaching out para kepala keluarga yang menjadi banjir ini berada pada kategori dibawah rata-rata, yang berarti kepala keluarga yang menjadi korban banjir kurang memiliki kemauan untuk mencoba mencari solusi yang baru, mereka lebih terfokus dalam kesedihan dan merasa pasrah terhadap takdir karena menganggap takdir adalah sesuatu yang tidak dapat dilawan.

Dalam hal menggambarkan masa depan, kemampuan optimism kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot berada pada kategori rata-rata yang menunjukan bahwa mereka masih ragu jika bencana banjir di desa mereka dapat diatasi. Menurut Reivich & Shatte (2002) kemampuan optimism merefleksikan kemampuan self efficacy yang dimiliki seseorang, karena kemampuan optimism sering berjalan beriringan dengan kemampuan self efficacy. Selain itu optimism akan menjadi hal yang sangat bermanfaat untuk individu bila diiringi dengan self-efficacy. Hal itu dikarenakan dengan optimisme yang ada, seorang individu terus didorong untuk menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik. Sedangkan kemampuan self efficacy yang dimiliki kepala keluarga yang menjadi korban banjir berada dalam kategori dibawah rata-rata, hal ini membuat mereka kurang memiliki keyakinan diri dalam mengatasi masalah yang muncul terkait bencana banjir yang mungkin terjadi di kemudian hari. Dari hasil wawancara menunjukan jika kepala keluarga yang menjadi korban banjir ini hanya bisa berpasrah diri dalam meghadapi semuanya. Menurut Reivich & Shatte (2002) individu yang tidak percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk membawa sesuatu yang baik ke dalam kehidupannya lebih pasif ketika dihadapkan dengan masalah ataupun ketika ditempatkan di dalam situasi yang baru.

Jika dilihat dari hasil penelitian yang didapatkan terdapat perbedaan antara kemampuan optimism dan kemampuan self efficacy, dimana sebagian besar kemampuan optimisim kepala keluarga korban banjir di Desa Dayeuhkolot berada pada kategori rata-rata sedangkan pada kemampuan self efficacy sebagian besar berada pada kategori dibawah rata-rata. Jika dicermati dari hasil wawancara, perbedaan tersebut bisa terjadi dikarenakan keraguan mereka dalam memandang kehidupan di masa mendatang Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(25)

membuat mereka kurang memiliki keyakinan diri untuk dapat mengatasi hal-hal yang akan terjadi di masa mendatang.

Kemampuan kepala keluarga yang menjadi korban banjir untuk bisa merasakan apa yang dirasakan korban banjir lainnya masih dapat dikatakan kurang. Menurut (Reivich & Shatte, 2002) ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individu-individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain sehingga mereka merasa bahwa hanya dirinyalah yang paling menderita dari bencana banjir yang melanda. Individu dengan empathy yang berada pada kategori dibawah rata-rata cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain (Reivich & Shatte, 2002).

Hasil wawancara menunjukan kurang mampunya kepala keluarga yang menjadi korban banjir ini untuk bisa menangkap apa yang dipikirkan dan yang dirasakan korban banjir lainnya dikarenakan pada situasi banjir kepala keluarga lebih mementingkan keluarga mereka masing-masing, mereka juga terfokus pada kondisi sulit yang sedang mereka alami dan agak mengabaikan keadaan orang lain disekitar mereka sehingga tidak muncul kemampuan untuk berempati.

Di sisi lain kemampuan mereka dalam mengenali penyebab timbulnya permasalahan yang dihadapi dapat dikatakan sudah cukup mampu, hanya saja mereka lebih cenderung menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada diri mereka. Kemampuan causal analysis ini cenderung masih bisa berubah menjadi kurang mampu, yang bisa membuat mereka terjebak dan kebingungan dalam menemukan solusi atas permasalahannya.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(26)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan antara lain:

1. Sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung memiiki satu kemampuan yang berada pada kategori diatas rata-rata yaitu kemampuan impulse control.

2. Sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung memiiki dua kemampuan yang berada pada kategori rata-rata yaitu kemampuan optimism dan causal analysis.

3. Sebagian besar kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung memiiki empat kemampuan yang berada pada kategori dibawah rata-rata yaitu kemampuan emotional regulation, empathy, self efficacy dan reaching out.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti mengemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dari hasil penelitian ini. Adapun saran-saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan bagi lembaga pemerintahan Desa setempat agar memberikan informasi mengenai cara pemulihan pasca bencana banjir. Pemulihan tidak hanya difokuskan pada pemulihan secara fisik, tetapi juga secara psikis seperti lebih memperhatikan kondisi kepala keluarga untuk meningkatkan kemampuan resiliensi yang masih tergolong dibawah rata-rata yaitu kemampuan emotional regulation, empathy, self efficacy dan reaching out melalui kegiatan kerjasama dengan pihak pemerintahan misalnya mengadakan suatu pelatihan atau penyuluhan.

2. Diharapkan kepada kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung, untuk lebih mengembangkan kemampuan-kemampuan internal di dalamnya dirinya yang berguna bagi kehidupannya. Kepala Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(27)

keluarga diharapkan bersedia antusias mengikuti pelatihan-pelatihan atau pengarahan yang dapat mengembangkan kemampuan resiliensi dibawah rata-rata yaitu kemampuan emotional regulation, empathy, self efficacy dan reaching out Adanya ilmu dan informasi mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengelola emosi diri, cara memandang masalah, pentingnya bekerja sama saat menghadapi masalah diharapkan dapat membuat para kepala keluarga dapat memahami makna positif dari bencana ini. Hal ini diharapkan dapat membuat mereka bersedia membantu sesama yang juga menjadi korban banjir di sekitarnya, bertindak lebih efektif dan yakin bahwa masalah ini akan menemukan solusi yang terbaik bagi diri dan orang lain di sekitarnya.

3. Disarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang lebih mendalam pada faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi seseorang atau yang terkait dengan proses pengembangan kemampuan resiliensi seseorang.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Grafindo Persada. 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2002.

Duvall, Evelyn Millis. Marriage and Family Development. New York: JB Lippincott Company. 1997.

Grotberg, H. Resilience for today : Gaining strength from adversity. (Rev. Ed). United States of America : Greenwood Publishing Group, Inc. 2000.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. McGraw-Hill, Inc. 1980.

Reivich and shate. The Resiliensi Factor. New york. Random house, inc. 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV. 2012.

Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung. Pt refika aditama. 2009. Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

(29)

DAFTAR MEDIA ELEKTRONIK

Sanjaya Yasin, definisi resiliensi dari jurnal psikologi, sarjana .com Blog Pendidikan Indonesia, 11-2-2013,

http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-resiliensi-definisi-konsep.html

Prof. Dr. Faturochman, Dampak Psikologis Bencana Alam, Prof. Dr. Faturochman, 2-7-2013, 20:54 WIB,

http://fatur.staff.ugm.ac.id./file/ dampak-psikologis-korban-bencana.pdf

Allivo Philipo, 1.816 Rumah di Dayeuhkolot Kab. Bandung Masih Terendam Banjir, 07-02-2013, Pikiran Rakyat, 2-7-2013, 20:54 WIB.

http://www.infobdg.com/v2/1-816-rumah-di-dayeuhkolot-kab-bandung-masih-terendam-banjir/

Puan Amal Hayati, kepala keluarga mengapa harus laki-laki, 3-4-2009, fahmina, 2-7-2013, 20:54 WIB,

http://www.fahmina.or.id/penerbitan/warkah-al-basyar/531-kepala-keluarga-mengapa-mesti-laki-laki.html

DAFTAR RUJUKAN

Seswita,Prima..Hubungan Dukungan Sosial Dengan Resiliensi Dalam Menghadapi Sress Akademik Pada Siswa Upi Perantaui. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. (tidak diterbitkan). 2013.

Jurnal Ilmiah Psikologi Reliabel

Gambar

Tabel 4.1 Profil Resiliensi kepala keluarga

Referensi

Dokumen terkait

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota.. masyarakat, sebab

101 telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran

Pengaturan alat pengajaran merupakan bagian dari pengelolaan kelas. Karena itu dalam penyampaian materi yang diperlukan alat pengajaran seperti alat peraga atau alat peraga

Teknik optimalisasi seperti penghapusan indeks basis data target sebelum proses load, ekstraksi secara paralel, penulisan ulang aljabar relasional, dan pengambilan data yang

Pada proses pengolahan limbah Cr(VI) dan degradasi fenol dengan konsentrasi awal limbah 40 ppm, katalis 0,2% CuO/TiO 2 yang dipreparasi dari prekursor Cu-Asetat merupakan

Forum Lembaga Komunikasi Masyarakat (FLKM) Kecamatan Argomulyo dapat menjalankan perananya dengan baik, pengurus sangat antusias menjalin komunikasi untuk mendapatkan

Jadual 5.41:Peratusan Dan Kekerapan kalangan Ilmuwan Islam Tidak Mengetahui Perkaitan Sebenar Antara Qiraat Yang Dibaca Fuqaha Dengan Hukum Fiqh Dalam Mazhab.. xv

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ibu yang memiliki perilaku cukup adalah ibu yang pendidikan terakhirnya adalah SMA yaitu 30,3% (30 orang) dan dari 9 orang