• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI SENSITIVITAS DAN RESISTENSI BAKTERI Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK SECARA IN VITRO DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) HAJI MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UJI SENSITIVITAS DAN RESISTENSI BAKTERI Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK SECARA IN VITRO DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) HAJI MAKASSAR"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SENSITIVITAS DAN RESISTENSI BAKTERI Streptococcus mutans

PENYEBAB KARIES GIGI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK SECARA

IN VITRO DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) HAJI MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi Jurusan FarmasiPadaFakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

Oleh

FANY FADYLA HASRUL NIM 70100112069

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

(2)

ii NIM : 70100112069

Tempat Tgl Lahir : Jeneponto, 4 Juni 1994 Jurusan : Farmasi

Alamat : Btn. Pao-pao permai blok.A1/10

Judul : Uji resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi terhadap beberapa antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.

Menyatakan dengan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata-Gowa, 11 Mei 2016

Penyusun,

FANY FADYLA HASRUL

(3)

Mahasiswa Jurusan

n Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Negeri Alauddin Makassar, telah diuji dan di yang diselenggarakan pada hari Selasa, 18 M tanggal 18 Jumadil Akhir 1436 H, dinyatakan t syarat untuk meraih gelar Sarjana dalam Fakul rusan Farmasi.

(4)

iv

ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Rasa syukur yang tiada terhingga kepadaNya atas segala hidayah dan karunia yang penulis dapatkan.

Salam dan shalawat senantiasa penulis kirimkan kepada junjungan utusan Allah, nabi besar Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat yang telah memberi kontribusi besar dalam memperjuangkan dan menyebarkan agama islam di muka bumi ini. Semoga kita menjadi umatnya yang taat.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ‘sarjana’ di bidang pendidikan Sarjana. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat dijadikan sebagai penunjang ilmu pengetahuan kedepannya dan bermanfaat bagi banyak orang. Banyak terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis menjalani pendidikan kuliah hingga rampungnya skripsi ini.

(5)

Terima kasih pula kepada Bapak/ Ibu :

1. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

2. Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan serta para wakil dekan FKIK UIN Alauddin Makassar.

3. Haeria, S.Si., M.Si., selaku Ketua Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar.

4. Mukhriani, S.Si., M.Si., Apt., selaku Sekretaris Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar.

5. Hj. Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing I bagi penulis yang senantiasa dengan sabar memberi arahan dan bimbingannya kepada penulis.

6. Asrul Ismail, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku pembimbing II penelitian bagi penulis yang sangat banyak memberi saran dan arahan selama penelitian.

7. Andi Tenriugi, S.Si., M.Si. selaku penguji kompetensi dalam penyusunan skripsi penelitian bagi penulis.

8. Hj. Fatimah Irfan Idris M.Ag, selaku pembimbing agama dalam penyusunan skripsi penelitian bagi penulis.

9. Dosen dan seluruh staf jurusan Farmasi beserta laboran atas bantuan dan kerjasamanya yang diberikan kepada penulis saat melaksanakan penelitian. 10. Keluarga besar Mahasiswa Jurusan Farmasi UIN Alauddin Makassar,

(6)

11. Sahabat-sahabat penulis: Ardiansah S.Farm., Apt., Syamsul Rizal, S.Kep, Yuschaidir setiawan, Muhammad ikram hasbi, Rifai Arfan, Eka safitri, A. Tantri nurul mukmin, Mulyanti, Muhammad darwis dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Semua pihak yang tidak sempat tersebutkan namanya satu-persatu, terima kasih atas perhatian dan bantuan yang diberikan pada penulis selama ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu di bidang Farmasi pada umumnya dan semoga Allah swt. selalu melimpahkan rahmat dan hidayah didalamnya. Aamiin ya Rabbal Aalamin..

Samata-Gowa, 11 Mei 2016 Penulis,

FANY FADYLA HASRUL

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

C.Definisi Operasional dan Ruang Lingkup ... 4

(8)

5. Diagnosa Karies ... 14

B.Antibiotik... 17

1. Defenisi Antibiotik... 17

2. Mekanisme Kerja Antibiotik... 18

3. Golongan Antibiotik ... 19

C.Antibiotik Amoksisilin ... 23

1. Sifat fisika kimia ... 23

2. Indikasi Antibiotik ... 24

3. Farmakologi Antibiotik ... 24

4. Interaksi Antibiotik ... 26

F. Resistensi Antibiotik... 33

1. Definisi Antibiotik ... 33

2. Penyebab Antibiotik... 33

3. Mekanisme Resistensi Antibiotik ... 34

4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik ... 35

(9)

4. Klasifikasi Streptococcus mutans ... 43

C.Populasi Penelitian ... 51

D.Sampel Penelitian ... 52

E. Metode Pengumpulan Data ... 53

F. Variabel Penelitian ... 53

G.Penyiapan Sampel ... 54

H.Prosedur Uji Sensitivitas dan Resistensi ... 54

1. Persiapan Sterilisasi Alat ... 54

(10)

I. Instrumen Penelitian ... 56

1. Alat yang Digunakan ... 56

2. Bahan yang Digunakan ... 57

J. Analisis Data Penelitian ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 58

B.Pembahasan ... 60

BAB V PENUTUP ... ... 80

A.Simpulan ... 80

B.Saran ... 80

KEPUSTAKAAN ... 81

LAMPIRAN ... 84

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Standar Pengujian Antibiotik Terhadap Streptococcus mutans ... 40 2. Data hasil rerata daya hambat antibiotik Amoksisilin pada Streptococcus

mutans ... 58 3. Data hasil rerata daya hambat antibiotik Eritromisin pada Streptococcus

mutans ... 59 4. Data hasil rerata daya hambat antibiotik Ceftriaxon pada Streptococcus

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Sterilisasi alat menggunakan oven ... 84

2. Pembuatan medium TSB agar ... 85

3. Pembuatan medium TYC Agar ... 86

4. Pengambilan Sampel ... 87

5. Isolasi bakteri dari karies gigi ... 88

6. Uji sensitivitas dan resistensi bakteri ... 89

7. Identitas Peneliti. ... 90

8. Formulir persetujuan mengikuti penelitian setelah mendapat penjelasan ... 92

9. Rekam Medis ... 95

10.Gambar proses penelitian ... 101

(14)

xiv ABSTRAK

Nama Penulis : Fany Fadyla Hasrul

NIM : 70100112069

Judul Skripsi : Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus

mutans penyebab Karies Gigi terhadap Beberapa

Antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan suatu yang alamiah. Bahaya resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Telah dilakukan penelitian Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus mutans penyebab Karies Gigi terhadap beberapa Antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas dan resistensi Bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, ceftriakson dan eritromisin. Pengujian ini dilakukan berdasarakan metode Kirby Bauer dengan mengukur diameter zona hambat beberapa antibiotik terhadap koloni bakteri Streptococcus mutans yang diperoleh dari hasil isolasi 10 karies pasien karies gigi untuk pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik amoksisilin, seftriakson dan eritromisin, setelah diperoleh biakan Streptococcus mutans kemudian ditanam pada nutrien agar dan diletakkan paper disk antibiotik lalu di inkubasi 1 x 24 jam.

Hasil penelitian menunjukkan nilai persentase kriteria antibiotik terhadap Streptococcus mutans setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam dengan kriteria resistensi sebesar 100% artinya 10 dari 10 pasien karies gigi RSUD. Haji Makassar Periode Januari - Maret 2016 telah mengalami resistensi terhadap antibiotik amoksisilin, kemudian untuk antibiotik seftriakson 85% dari 10 pasien sudah mengalami resisten, sedangkan penggunaan antibiotik eritromisin masih termasuk dalam kriteria sensitif sebesar 90% sehingga untuk terapi karies gigi bisa dikatakan masih efektif dan sangat baik dalam menggunakan antibiotik eritromisin.

(15)

xv

ABSTRACT

Author Name : Fany Fadyla Hasrul

NIM : 70100112069

Thesis title : Sensitivity and resistance test bacteria of Streptococcus

mutans is dental caries causing against antibiotics in vitro at regional general hospital Haji Makassar.

Bacterial resistance to antibiotic is a natural. The dangers of antibiotic resistance is one of the the issues that may threaten public health. Sensitivity Test has been conducted research and Resistance Bacteria Streptococcus mutans cause tooth caries to some antibiotics in vitro at the General Hospital (Hospital) Haji Makassar. The purpose of this study was to determine the sensitivity and resistance of Streptococcus mutans bacteria against antibiotics amoxicillin, ceftriaxone and erythromycin. The test is performed on the terms of method of Kirby Bauer by measuring the diameter of inhibition zone of some antibiotics against bacterial colonies of Streptococcus mutans were obtained from the isolation of 10 caries patient dental caries for testing sensitivity and resistance antibiotic amoxicillin, ceftriaxone and Eeythromycin, having acquired cultured Streptococcus mutans then planted in Nutrients agar and placed paper disk antibiotics and incubated 1 x 24 hours.

The results show the percentage value criteria after antibiotic against Streptococcus mutans was incubated for 1 x 24 hours with resistance criteria of 100% means that 10 of 10 patients with dental caries hospitals. Haji Makassar January - March 2016 has been resistance to the antibiotic Amoxicillin, then to antibiotic Ceftriaxone 85% of the 10 patients had experienced resistance, while the use of the antibiotic Erythromycin was included in the criteria for Sensitive by 90% so as to treatment of dental caries can be said to be still effective and highly good at using the antibiotic erythromycin.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Masalah utama yang sering terjadi pada rongga mulut adalah karies gigi. Prevalensi karies gigi pada negara maju terus menurun, sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia ada kecenderungan meningkat. Data menunjukkan sekitar 80% penduduk Indonesia memiliki gigi rusak yang disebabkan berbagai faktor, namun yang paling banyak ditemui adalah karies atau gigi berlubang. Pada hampir setiap mulut orang Indonesia akan ditemukan dua hingga tiga gigi berlubang (Bidarisugma. 2012: 3).

Karies merupakan kerusakan gigi yang progresif dari email dan dentin yang dimulai dari bekerjanya mikroorganisme pada permukaan gigi. Agen penyebab utama terjadinya karies adalah bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan terjadinya demineralisasi gigi akibat produk yang dihasilkan. Karies pada awalnya adalah proses yang lambat dan reversibel. Jika terdapat suatu larutan yang dapat memicu remineralisasi maka proses karies akan berhenti (Ariestanto. 2012: 9).

(17)

spesifik dan non spesifik etiologi periodontal. Pemilihan antibiotik didasarkan pada analisis mikrobiologi dari bagian yang terinfeksi dan tanda-tanda klinisnya. Berikut ini contoh antibiotik yang sering digunakan : penisilin (amoksisilin), kloramfenikol, tetrasiklin, klindamisin, metronidazol, ciprofloxacin (Pejcic. 2010).

Salah satu perhatian dalam pengobatan modern saat ini adalah adanya resistensi antibiotik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011: 57). Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek dari antibiotik. Ini adalah cara tertentu perlawanan terhadap obat, di mana mikroorganisme tetap mampu bertahan selama kontak dengan antibiotik sehingga antibiotik tidak lagi bekerja terhadap mikrooganisme tersebut (Refdanita. 2010: 21).

(18)

Dia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tanpa guna dan tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi sebaliknya Dia menciptakan secara sungguh-sungguh dan akan memberikan balasan kejahatan terhadap orang-orang yang berbuat jahat dan balasan kebaikan terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan. Suatu contoh dan bahan renungan buat kita, bahwasanya segala yang ada, baik di bumi, langit atau angkasa, pada dasarnya adalah ciptaan Allah semua dan tiadalah yang sia-sia. Allah menciptakan makhluk mulai yang besar, seperti matahari, bumi, bulan dan planet-planet, sampai makhluk yang kecil seperti semut, rerumputan hingga bakteri yang tidak tampak mata atau yang lebih kecil lagi, yaitu sel. Seluruh makhluk yang ada adalah ciptaan Allah. Tidak ada benda yang muncul secara tiba-tiba, tanpa ada yang menciptakan (Shihab. 2012).

Adanya bakteri yang sensitif dan resisten terhadap antibiotik, mendorong dilakukannya penelitian untuk mengkaji sensitivitas dan resistensi bakteri Strptococcus Mutans terhadap antibiotik sediaan amoksisilin secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.

B.Rumusan Masalah

1. Apakah bakteri Streptococcus mutans peyebab karies gigi resisten atau sensitif terhadap antibiotik Amoksisilin, Eritromisin, dan Ceftriakson ?

(19)

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Definisi Operasional

a. Karies adalah pembusukan, pengeroposan atau kematian molekuler tulang, hingga menjadi lunak, berubah warna dan berpori (Dorlan.2010: 345). b. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut (McDonald. 2011: 183).

c. Biofilm adalah suatu lapisan tipis mikroorganisme yang melekat pada permukaan suatu struktur, yang mungkin organik dan anorganik, bersama dengan polimer yang disekresikan (Dorlan.2010: 252).

d. Demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral yang lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah permukaan (Faria. 2010: 18).

(20)

penumpatan kembali mineral pada lesi dibawah permukaan enamel (Fehrenbach. 2004: 18).

f. Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme (Dorlan. 2010: 115).

g. In vitro dalam bahasa Latin “di kaca”; adalah mengacu pada penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di laboratorium (Kamus Kesehatan. 2015).

h. Resistensi antibiotik adalah gaya yang kerjanya berlawan atau perlawanan dan merupakan kemampuan alamiah organisme untuk bertahan terhadap mikroorganisme atau toksin yang diproduksi pada penyakit (Dorlan. 2010: 1893).

i. Sensitivitas adalah dapat menerima atau memberikan respon terhadap rangsangan dan terkadang digunakan untuk mengartikan terlalu cepat, atau respons abnormal lain terhadap rangsangan (Dorlan. 2010: 1971).

2. Ruang lingkup penelitian

(21)

dan seftriakson dengan metode dilusi agar meggunakan disk antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.

D. Kajian Pustaka

Buwembo William et al., 2012. Cotrimoxazole Prophylaxis Specifically Selects for Cotrimoxazole Resistance in Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus with Varied Polymorphisms in the Target Genes folA and folP. Penelitian dari profilaksis Kotrimoksazol khusus Memilih untuk obat Kotrimoksazol sebagai

obat perlawanan dari Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus dengan

berbagai variasi Polimorfisme dalam Gen Sasaran Fola dan folP (Pemilihan resistensi

antibiotik dengan profilaksis kotrimoksazol yang dievaluasi, dan ditandai Mekanisme

resistensi kotrimoksazol di Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus.

Kerentanan in vitro untuk enam antibiotik dievaluasi pada 64 mutans kelompok

streptococci (MSG) dan isolat dari kelompok profilaksis kotrimoksazol dan

dibandingkan dengan 84 MSG isolat dari kelompok nonprofilaksis. Gen FolA dan

folP dan dibandingkan dengan urutan referensi di NCBI. Hanya resistensi terhadap

kotrimoksazol secara signifikan lebih tinggi pada kelompok profilaksis (54,7%

berbanding 15,5%, OR = 6,59, 95% CI: 2,89-15,3, P <0,05). Resistensi terhadap

amoksisilin, ceftriaxone, kloramfenikol, eritromisin, dan tetrasiklin adalah 1,4%,

25,5%, 6,2%, 6,5%, dan 29,6% dari isolat, masing-masing. Polimorfisme yang

ditemukan pada gen folP di S. mutans, tetapi ini tidak bisa dikaitkan dengan

(22)

sobrinus. Transfer genetik gen jalur folat tampaknya tidak mungkin pada isolat

tersebut.

Endang Suprastiwi. Dep.I.Konservasi Gigi FKG-UI. Efek Antimikroba Polifenol dari Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus Mutans. Karies terjadi akibat inter aksi Streptococcus Mutans, hospes dan makanan tinggi karbohidrat.Untuk mencegah karies perlu mengendalikan aktifitas Streptococcus Mutans. Poifenol dari teh hijau jepang mempunyai efek antimikroba. Pada penelitian ini akan dilihat efek antimikroba dari polifenol terhadap Streptococcus Mutans dengan menggunakan metoda inhibisi zona dan efek hambat minimal konsentrasi polifenol. Hasilnya polifenol efektif sebagai antimiroba terhadap semua jenis Streptococcus Mutans standar strain pada konsertrasi 10-2ml dengan kisaran inhibisi zone 2.00–3,40 mm.Kesimpulan ; polifenol dari teh hijau Jepang dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus Mutans, dan hasil ini dapat dikembangkan dalam jangka panjang sebagai bahan pencegah karies yang sesuai dengan prinsipintervensi minimal.

(23)

terbaru dilaporkan bahwa yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dapat menghambat pertumbuhan streptokokus mutan. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kepekaan yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS pada S. mutans serotype f (secara in vitro). Metode: Bakteri saham S. mutans serotype f Diperiksa oleh pemurnian menggunakan pewarnaan Gram dan kekeruhan dilakukan menggunakan Mc Farland standar. Xylitolcontaining menggunakan pasta gigi SLS diencerkan dalam aquadest steril dan membuat pengenceran serial untuk mendapatkan konsentrasi 100%, 10%, 1%, 0,1%, 0,01% dan 0.001%. Mereka solusi yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dianalisis sampai kadar hambat Minimal (MIC) dan bakterisida Minimal konsentrasi (MBC) S. mutans serotype f dengan metode Difusi dan pengenceran. Hasil: zona hambat dibentuk pada solusi 100% dan 10%. Analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dan pertumbuhan mutan streptokokus (p < 0,05). MIC bisa diidentifikasi pada konsentrasi 10%, Ketika MBC 1%, 0,1%, 0,01% dan 0.001% konsentrasi).

(24)

metode difusi agar dengan media MHA. Hasil : ekstrak kulit buah delima dalam berbagai konsentrasi memiliki efek antibakteri, ekstrak kulit buah delima dengan konsentrasi 30% memiliki rata-rata zona hambat yang besar (15,4mm). semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit buah delima maka semakin besar zona hambat yang terbentuk hasil uji ini juga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata zona hambat dalam berbagai konsentrasi ekstrak kulit buah delima. Simpulan : Granati fructus cortex memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus muntas.

Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengembangan obat mengenai sensitivitas dan resistensi suatu obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit karies gigi.

E.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui resistensi dan sensitifitas bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.

2. Mengetahui bakteri Streptococcus mutans yang paling sensitif terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin atau seftriakson.

F. Kegunaan Penelitian

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi resistensi atau sensitifitas bakteri streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson pada penyakit karies gigi.

(25)
(26)

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Karies 1. Defenisi

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Sihotang. 2010: 7).

2. Epidemiologi Karies

(27)

sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing : D-T=1,6; MT= 2,9; F-T=0,8; yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang ( Trihono. 2013: 110).

3. Etiologi Karies

Karies merupakan hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya. Untuk terjadinya karies ada tiga faktor yang harus ada secara bersamasama yaitu bakteri kariogenik, permukaan gigi yang rentan dan tersedianya bahan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan bakteri. Karies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi (demineralisasi email terjadi pada pH 5,5 atau lebih). Dari sekitar tiga ratus macam spesies bakteri rongga mulut hanya streptococcus mutans yang merupakan penyebab utama dari karies. Streptococcus mutans merupakan penyebab utama karies karena sifatnya yang menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan asam, berkembang pesat dilingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin yaitu substansi yang dapat membunuh organisme kompetitornya (Putri MH. 2011: 154).

(28)

yang mendasar juga sudah terpengaruh oleh dekstruksi tersebut dan selanjutnya laktobacilus menjadi bakteri yang dominan setelah streptococcus mutans untuk merusak dentin lebih lanjut. Terpaparnya plak terhadap nutrisi terutama sukrosa, metabolisme dalam plak menghasilkan asam yang menyebabkan demineralisasi struktur gigi. Jika nutrisi atau plak dihilangkan, ion-ion dari saliva (natrium, kalium atau kalsium) meremineralisasi struktur gigi dalam upaya memperbaiki komponen ion di struktur gigi. Jika terdapat fluoride, bahan ini akan diambil oleh struktur gigi dan membentuk fluorapatit di email yang lebih resisten terhadap serangan demineralisasi berikutnya dari email normal (Putri MH. 2011 :154).

(29)

menurunnya efek anti bakteri dan berkurangnya ion untuk remineralisasi (Putri MH. 2011 :154).

Siklus proses karies membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyebabkan kavitas. Perkembangan melalui email sering kali lambat sehingga lesi email kadang tetap tanpa perubahan selama tiga sampai empat tahun. Laju perkembangan karies melalui dentin juga lambat sehingga proses berjalan panjang, memberi kesempatan remineralisasi yang dapat mencegah untuk tidak sampai terjadi kavitas (Putri MH. 2011 :154).

4. Klasifikasi Karies

Klasifikasi berdasarkan stadium karies (dalamnya karies gigi) :

a. Karies superficialis; Dimana karies baru mengenai email saja, sedangkan dentin belum terkena.

b. Karies media; Dimana karies sydah mengenai dentin tetapi belum melenihi setengah dentin.

c. Karies profunda; Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa (Rasinta T. 2014: 38).

5. Diagnosis Karies

(30)

diagnosis yang penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan dan perawatan yang dibutuhkan. Beberapa karies awal dapat dideteksi oleh alat diagnosa klinis yang lebih teliti dan pemeriksaan radiografi (Indry W. 2013: 1).

Deteksi dini lesi karies karies yang kecil dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, pada lesi karies yang mengenai pit atau fisura dapat menggunakan kaca mulut dan eksplorer, dengan tekanan ringan dapat terasa, ujung sonde yang tersangkut dan pada tekanan yang lebih besar akan teraba daerah lebih lunak, opak, warna dan lebih buram jika dibandingkan dengan gigi sebelahnya. Diagnosis karies diperlukan untuk mengetahui kerentanan seseorang terhadap karies, aktivitas karies , dan risiko karies dan untuk menentukan jenis terapi :

a. Karies Dini/karies email tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email. Anamnesis pada karies email tanpa kavitas adanya bintik putih pada gigi. Terapi yang dilakukan dengan pembersihan gigi, diulas dengan flour, edukasi pasien.

b. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa pada pasien dirasakannya gigi yang terasa ngilu. Terapi dengan penambalan.

(31)

d. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus, rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Terapi dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk sekunder dentin.

e. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah berlangsung lama (Profil Kesehatan Sulsel. 2012: 6).

6. Proses Karies a. Lesi Email Awal

Lesi Email Awal dikenal pula dengan “white spot lesion” karena secara klinis lesi ini terlihat sebagai bercak yang berwarna putih pada gigi. Lesi ini terjadi akibat level pH pada permukaan gig lebih menurun dan tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasi. Ion-ion asam dapat berpenetrasi kedalam lapisan prisma yang porus sehingga menyebabkan demineralisasi dibawah permukaan kulit. Sedangkan Ca2+,HPO42-, fluoride, dan kapasitas dapar oleh saliva (McIntyre, JM. 2005: 21). b. Karies Dentin

(32)

didalamnya. Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring dengan perkembangan lesi. Tekstur dentin akan lebih lunak, sementara warna dentin akan lebih gelap karena noda dari produk bakteri ataupun makanan dan minuman yang dikonsumsi (McIntyre JM. 2005: 21).

B. Antibiotik

1. Pengertian Antibiotik

Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Tjahajati. 2011: 13).

Antibiotika adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme yang umumnya adalah jamur maupun zat sintetik lain, dan zat-zat itu dalam jumlah sedikitpun mempunyai daya hambat kegiatan mikroorganisme yang lain (Lalitha. 2011: 7).

(33)

2. Mekanisme Kerja

Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme kerjanya, sebagai berikut:

a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan β -laktam misalnya, penisilin, sefalosporin, dan carbapenem dan bahan lainnya seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin (Hamita. 2012: 18).

b. Antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler, termasuk deterjen seperti polimiksin, antijamur poliena misalnya, nistatin dan amfoterisin B yang mengikat sterol dinding sel, dan daptomycin lipopeptide (Hamita. 2012: 21).

c. Antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk menghambat sintesis protein secara reversibel, yang pada umumnya merupakan bakteriostatik misalnya, kloramfenikol, tetrasiklin,eritromisin, klindamisin, streptogramin, dan linezolid (Hamita. 2012: 22).

d. Antibiotik berikatan pada subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein, yang pada umumnya adalah bakterisida Misalnya, aminoglikosida (Hamita. 2012: 22).

(34)

f. Antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid, yang menahan enzim - enzim penting dari metabolisme folat. (Hamita. 2012: 23).

3. Golongan Antibiotik

Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu: a. Golongan Penisilin

Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam (Henry. 2011: 67).

Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan : 1) Penisilin natural (misalnya, penisilin G)

Golongan ini sangat berpotensi terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki

potensi yang rendah terhadap batang gram negatif (Henry. 2011: 69). 2) Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)

Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif (Henry. 2011: 71).

(35)

b. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin

Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu:

1) Sefalosporin generasi pertama

Sefalosporin generasi pertama yaitu sudah tidak banyak digunakan saat ini dalam pengobatan infeksi. Sefalosporin generasi pertama antara lain sefadroxil, sefazolin,sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pneumonia kokus, streptokokus, dan stafilokokus (Henry. 2011: 76).

2) Sefalosporin generasi kedua

Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif (Henry. 2011: 77).

3) Sefalosporin generasi ketiga

(36)

4) Sefalosporin generasi keempat

Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS (Kayserl. 2010: 56).

c. Golongan Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob (M.K. Lalitha. 2011: 121).

d. Golongan Tetrasiklin

Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari Micobacterium pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI serta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Lalitha. 2011: 115).

e. Golongan Makrolida

(37)

antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Lalitha. 2011: 116).

f. Golongan Aminoglikosida

Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Lalitha. 2011: 117).

g. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim

Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat Pseudomonas jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Lalitha. 2011: 119).

h. Golongan Fluorokuinolon

(38)

mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, Escheria coli, dan Campilobacter (Lalitha. 2011: 121).

C. Antibiotik amoksisilin 1. Sifat fisiko kimia

Nama resmi : AMOKSICILLINUM Nama lain : Amoksisilin

Berat molekul : 419,45

Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O Rumus struktur :

Gambar 4: Rumus struktur amoksisilin Pemerian : Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau.

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dandalam kloroform. Fungsi : Antibiotika

Ph : Antara 3,5 dan 6,0; lakukan penetapan menggunakan larutan 2mg per ml.

(39)

bentuk asam penicilloic. Larutan tanpa buffer dari amoksisilin sodium stabil pada pH 5,8 dan larutan dalam larutan buffer sitrat lebih stabil pada pH 6,5.

Penyimpanan : Amoksisilin sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara pada temperature tidak lebih dari 30ºC.

2. Indikasi

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Pertiwi. 2010).

3. Farmakologi

(40)

Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Pertiwi. 2010).

Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi (Pertiwi. 2010).

Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Pertiwi. 2010).

Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan penghambat β–laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam

(41)

4. Interaksi obat

Amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain.

a. Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon).

b. Pemberian bersamaan Antasida - Alumunium tidak menurunkan ketersediaan biologik dari Amoksisilin.

c. Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi - reaksi kulit alergik.

d. Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.

e. Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin. f. Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin. g. Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.

5. Kegunaan Klinis (Spektrum Antibiotik)

(42)

streptomisin. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di antaranya tetrasiklin, kloramfenikol, dan karbapenem (Yati. 2011: 142).

Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik (Yati. 2011 : 142).

a. Spektrum sempit

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif (Yati. 2011 : 148).

b. Spektrum luas

(43)

D. Antibiotik seftriakson

Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ke tiga. Antibiotik ini memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan bakteri gram negatif dan gram positif dan beberapa bakteri anaerob lain termasuk Streptococcuss spp, Hemophiluse inlfluenzae, dan Pseudomonas (Jayesh. 2010). Sefalosporin berasal dari jamur Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Aktivitas antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel (Deddy. 2011).

Gambar 1. Struktur Seftriakson (Deddy. 2011).

(44)
(45)

farmakodinamik Ceftriakson adalah golongan cefalosporin dengan spektrum

luas, yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri (Deddy. 2011).

E. Antibiotik eritromisin

Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya (Joyce L.2012).

Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu (Joyce L.2012).

(46)

tidak aktif terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu N. Gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. Pneumoniae, Legionella pneumophila, dan C. Trachomatis. H. Influenzae mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap obat ini (Joyce L.2012).

Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang diperantarai oleh plasmid yaitu : 1.Menurunnya permeabilitas dinding sel kuman, 2.Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman, dan 3.Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae) (Joyce L.2012).

Farmakokinetik eritromisin yaitu pemberian Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian per-oral. 2.Distribusi Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit antibiotika yang bedifusi ke dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih baik. 3.Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistemsitokrom P-450. 4.Ekskresi Eritromisin terutama dikumpulkan dan diekskresikan dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi enterohepatik (Joyce L.2012).

(47)

2.Ikterus Kolestatik Efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin estolat. Reaksi ini timbul pada hari ke 10-20 setelah dimulainya terapi. Gejalanya berupa nyeri perut yang menyerupai nyeri pada kolestasis akut, mual, muntah, kemudian timbul ikterus, demam, leukositosis dan eosinofilia; transaminase serum dan kadar bilirubin meninggi; kolesitogram tidak menunjukkan kelainan. 3.Ototoksisitas Ketulian sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam dosis tinggi. 4.Reaksi Alergi Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan (Joyce L.2012)

(48)

dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. 5.Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari (Deddy.2011)

F. Resistensi Antibiotik 1. Definisi

Resistensi antimikrobial merupakan resistensi mikroorganisme terhadap obat antimikroba yang sebelumnya sensitif. Organisme yang resisten (termasuk bakteri, virus, dan beberapa parasit) mampu menahan serangan obat antimikroba, seperti antibiotik, antivirus, dan lainnya, sehingga standar pengobatan menjadi tidak efektif dan infeksi tetap persisten dan mungkin menyebar (Goodman Gillman). Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat (WHO 2012) (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 89).

2. Penyebab Resistensi Antibiotik

(49)

Farmakologi dan Terapi. 2007: 102). Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans (mengamati). b. Ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat

c. Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat d. Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit e. Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.

3. Mekanisme Resistensi Antibiotik

Agar dapat bekerja efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk aktif, mengikat target, dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme kerja antibiotik tersebut. Resistensi bakteri terhadap agen antimikroba disebabkan oleh tiga mekanisme umum, yaitu: (1) obat tidak mencapai target, (2) obat tidak aktif, atau (3) target tempat antibiotik bekerja diubah (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 116).

(50)

dari mutasi yang menghambat mekanisme transportasi obat tersebut. Sebagai contoh, gentamisin, yang target kerjanya di ribosom, secara aktif diangkut melintasi membran sel dengan menggunakan energi yang disediakan oleh gradien elektrokimia membran sel bakteri. Gradien ini dihasilkan oleh enzim–enzim pernapasan aerob bakteri. Sebuah mutasi dalam jalur ini atau kondisi anaerob dapat memperlambat masuknya gentamisin ke dalam sel, mengakibatkan resistensi (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 215).

b. Inaktivasi obat. Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan antibiotik beta laktam biasanya hasil dari produksi enzim yang memodifikasi atau merusak antibiotik. Variasi dari mekanisme ini adalah kegagalan bakteri untuk mengaktifkan prodrug yang secara umum merupakan hal yang mendasari resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazid (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 222).

c. Perubahan target kerja antibiotik. Hal ini mencakup mutasi dari target alami (misalnya, resistensi fluorokuinolon), modifikasi dari target kerja (misalnya, perlindungan ribosom dari makrolida dan tetrasiklin), atau akuisisi bentuk resisten dari target yangrentan (misalnya, resistensi stafilokokus terhadap metisilin yang disebabkanoleh produksi varian Peniccilin Binding Protein yang berafinitas lemah) (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 234).

4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik

(51)

tersebut, maka akibatnya adalah penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik dalam mengobati infeksi ini akan terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang dimana, selama itu pula, orang yang sedang mengalami infeksi tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu, bakteri akan semakin menyebar luas. Karena kegagalan pengobatan lini pertama ini, dokter akan terpaksa memberikan peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih tinggi serta efek samping yang lebih banyak. Banyak faktor yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan karena resistensi antimikrobial ini. Dapat disimpulkan, resistensi dapat mengakibatkan banyak hal, termasuk peningkatan biaya terkait dengan lamanya kesembuhan penyakit, biaya dan waktu yang terbuang untuk menunggu hasil uji laboratorium tambahan, serta masalah dalam pengobatan dan hospitalisasi (Setiabudy. 2010: 75).

G. Sensitivitas Antibiotik

(52)

Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji sensitivitas antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:

1. Metode Dilusi

Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efesien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:

a. Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer)

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media agar (Ruth. 2012: 37).

b. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan mikroorganisme (Ruth. 2012: 38).

(53)

ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Ruth. 2012: 40).

c. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba (Ruth. 2012: 44).

d. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Ruth. 2012: 39).

e. Gradient-plate technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya (Ruth. 2012: 41).

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Ruth. 2012: 41).

(54)

X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin. Y = panjang pertumbuhan aktual

C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µ/mL,

Maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau µg/mL. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Ruth. 2012: 42).

Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotik. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39) :

1. Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC).

(55)

farmakope dari tiap negara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39).

3. Menentukan konsentrasi terendah antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Minimal Inhibitory Concentration, MIC).

4. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotik terhadap organisme yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.

Antibiotik Potensi disk Diameter Zona Hambat (mm) Sensitif Intermediet Resisten

Amoksisilin 10 µ g ≥16 mm - -

Eritromisin 30 µ g ≥21 mm 16-20 mm ≤15 mm

Ceftriaxone 30 µ g ≥20 mm 15-19 mm ≤14 mm

Tabel 1: Standar pengujian antibiotik terhadap Streptococcus mutans (CLSI, 2014: 98-100).

H. Bakteri

1. Pengertian

(56)

2. Sifat-sifat bakteri

Sifat-sifat bakteri secara umum antara lain : ada yang hidup bebas, parasitik, saprofit atau sebagai patogen pada manusia., hewan dan tumbuh-tumbuhan, beberapa diantaranya bersifat fotosintetik (Djide, Natsir. 2008: 40).

I. Streptococcus mutans 1. Streptococcus mutans

Streptococcus mutans termasuk famili Streptoccaceae dan merupakan bakteri kariogenik yang merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi. Rongga mulut adalah habitat utama yang mampu menimbulkan kolonisasi bakteri pada permukaan gigi. S. mutans mampu memetabolisme karbohidrat sampai menjadi asam sehingga pH saliva dan pH plak mengalami penurunan hingga dibawah titik kritis yang pada akhirnya dapat menyebabkan larutnya enamel. Selain itu juga mampu mensintesis glukan dari sukrosa dan glukan yang terbentuk merupakan massa lengket, pekat dan tidak mudah larut serta berperan dalam perlekatan pada permukaan gigi (BIMKGI. 2012: 3).

2. Sifat Streptococcus mutans

(57)

membentuk polisakarida ekstraselular (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) S. mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaaan gigi (BIMKGI. 2012 :3).

3. Morfologi Streptococcus mutans

Secara mikroskopis, S. mutans merupakan gram positif, tidak begerak aktif, tidak membentuk

spora, dan mempunyai susunan rantai dua atau lebih. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 mm.

Kadang bentuknya mengalami pemanjangan menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau

membentuk rantai pendek. Susunan rantai panjang diperoleh S. mutans berada dalam media Brain

Heart Infusion Broth (BHIB) (BIMKGI. 2012 :3)

Dinding sel S. mutans memiliki beberapa karakter, antara lain : (1) Surface protein antigen

I/II yang berfungsi sebagai mediator perlekatan. (2) Serotipe yang terdiri dari 6 serotipe yang berfungsi

spesifik adherence. Dalam hal ini berupa setotipe c. (3) Glukan Binding Protein (GBP) yang berfungsi

sebagai akumulasi (BIMKGI. 2012 :3)

Media yang dapat digunakan untuk membiakkan S. mutans adalah Tryptone Yeast Cysteine (TYC) dan media agar darah. Gambaran koloni bakteri tersebut yaitu ukuran koloni dengan diameter 1-5 mm, permukaan koloni berbutir kasar, licin, menyerupai bunga kasar dengan pusat menyerupai kapas. Konsistensi koloni keras dan sangat lekat, warna koloni seperti salju yang membeku, agak buram mengkilat (opaque), kuning buram dengan lingkaran putih. Sedangkan tepi koloni tidak teratur, bulat teratur, dan oval teratur (BIMKGI. 2012 :3).

S. mutans merupakan bakteri anaerobik fakultatif, nonhemofilik asidogenik, dan dapat

(58)

sejak lahir, melainkan bakteri yang didapat sesuai perkembangan usia.11 Seperti pada coccus gram positif lainnya, S. mutans terdiri dari dinding sel dan membran protoplasma. Matriks dinding sel terdiri

atas peptidoglikan rantai silang yang mempunyai komposisi gula amino asetil, asam

N-asetilnuramik dan beberapa peptida. Sedangkan struktur antigenik dinding sel S. mutans terdiri dari

antigen protein, polisakarida spesifik dan asam lipotekoat. Antigen–antigen tersebut menentukan

imunogenitas S. mutans (BIMKGI. 2012 :3).

Gambar 1 :Streptococcus mutans Sumber : Ari WN.Streptococcus mutans, 4. Klasifikasi Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri dari tujuh spesies Streptococcus yang berada (S.mutans,S.sobrinus, S.cricetus, S.ferus, S.rattus, S macacae dan S.downei) dan 9 serotipe (a, b, c, d, e, f, g, h dan k). Diantara kesembilan serotipe tersebut yang paling banyak b.

Klasifikasi

Kingdom : Monera

Diviso : Firmicutes Class Class : Bacilli

(59)

Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans (BIMKGI. 2012 :3).

J. Macam-macam dan komposisi Medium

1. TYC (Tryptone Yeast Cystine)

Medium TYC merupakan medium spesifik yang digunakan untuk pertumbuhan dari bakteri streptococcus mutans. Adapun komposisi dari medium TYC Agar yaitu :

Eksrak jamur, L-cystine, NA2SO3, NaCl, NaHCO4, NaC3, Na3HPO4,12H2O, NaHCO3, sodium asetat, sukrosa dan agar.

2. Trypticase Soy Broth (TSB)

Merupakan media yang diperkaya, fungsinya antara lain untuk isolasi dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Namun media ini banyak digunakan untuk mengisolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen. Komposisi dari Trypticase Soy Broth yaitu:

(60)

klorida mempertahankan kesetimbangan osmotik. Dikalium fosfat ditambahkan sebagai buffer untuk mempertahankan pH.

3. Nutrient Agar (NA)

Media Nutrient Agar ini mengandung banyak sumber nitrogen dengan jumlah yang cukup. Media ini dapat digunakan sebagai uji air dan produk dairy. Selain itu juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroba yang tidak selektif, atau kata lain berupa mikroorganisme heterotrof serta digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sample pada uji bakteri dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.di dalam Nutrient Agar tidak mengandung sumber karbohidrat sehingga baik digunakan untuk pertumbuhan bakteri, namun kapang tidak dapat tumbuh dengan baik. Komposisi dari nutrient agar adalah: ekstrak daging sapi, peptone, NaCl, destilat dan Agar (Putri. 2011:3).

K. Tinjauan Islam

Peradaban Islam dikenal sebagai perintis dalam bidang farmasi. Para ilmuwan Muslim di era kejayaan islam sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Selain menguasai bidang farmasi, masyarakat Muslim pun tercatat sebagai peradaban pertama yang memiliki apotek atau toko obat (Shihab. 2012).

(61)

agar pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan penyakit yang akan diobati sehingga akan mendorong kesembuhan (Shihab. 2012).

Firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syu’araa/ 26: 80.

ِ ِ

ۡ َ

َ ُ

َ

ُ

ۡ

ِ

َ اَذ

Terjemahnya:

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (Departemen Agama RI. 2010: 579)

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk terus berusaha dan yang menentukan hasilnya adalah Allah SWT. Seperti halnya dalam dunia kesehatan, jika suatu penyakit menyerang kita dianjurkan untuk mencari pengobatan apakah itu dengan menggunakan obat tradisional maupun obat sintetik karena berobat adalah salah satu bentuk usaha untuk mencapai kesembuhan (Shihab. 2012).

Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadist Abu Zubair, dari Zabir bin Abdillah, dari Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:

Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah Azza wa jalla [HR. Bukhari].

(62)

penyakit jasmani (Faiz. 2008). Penyakit jasmani sering muncul karena dipengaruhi oleh faktor penyakit rohani seperti berlebih-lebihan dalam makanan atau malas mengkonsumsi zat-zat yang gizi seperti vitamin dan sebagainya (Faiz. 2008).

Resistennya senyawa obat terhadap sebuah penyakit dapat mempengaruhi seberapa cepat pasien itu dapat sembuh dari penyakitnya oleh karena itu penelitian ini dianggap penting untuk mengetahui apakah senyawa obat ini masih dapat digunakan sebagai terapi antibiotik atau tidak (Faiz. 2008).

Biasanya setelah berobat ada yang langsung sembuh dan ada pula yang membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ini berarti masalah kesembuhan suatu penyakit tergantung pada ridha dan izin Allah SWT (Faiz. 2008).

Melihat kekuasaan dan keagungan Allah bukanlah perkara yang sulit. Di alam raya ini tak terhitung banyaknya tanda-tanda yang menunjukkan hal itu. Semuanya dapat kita saksikan dengan mata dan indra kita dan dengan anggota-anggota tubuh yang lain. Bahkan, pada diri kita sendiri pun luar biasa banyaknya tanda kekuasaan Allah jika kita mau memikirkannya (Faiz. 2008).

(63)

Terjemahnya:

“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa neraka” (Departemen Agama RI. 2010: 110).

Ayat di atas menjelaskan sebagian ciri-ciri yang dinamai Ulul Albâb, mereka adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang terus-menerus mengingat Allah, dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat. Dari ayat di atas bahwa objek zikir adalah Allah, sedangobjek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarka kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Manusia yang membaca lembaran alam raya niscaya akan mendapatkan-Nya (Shihab. 2012).

(64)

dari binatang-binatang yang tetap dan yang berpindah-pindah,lautan pegunungan, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, hewan, pertambangan, mikroorganisme, berbagai macam warna, aroma, serta keistimewaan lainnya (Shihab. 2012).

Demikian juga dengan pergantian siang dan malam, pergantian masa (panjang dan pendek) diantara keduanya. Dalam kesemuanya itu terdapat bukti yang sangat jelas sekaligus dalil yang kuat bagi orang-orang yang berakal sehat yang memahami hakikat berbagai hal secara nyata, sehingga mereka bergerak untuk selalu berzdikir kepada Allah dalam segala keadaan mereka. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa hikmah-hikmah dan berbagai nikmat yang lapang dan sempurna ini merupakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan serta kebijaksanaan al-Khaliq, pilihan dan rahmat-Nya (Shihab.2012).

(65)
(66)

51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan pengembangan bakteri secara in vitro pada media kultur lalu dilakukan uji sensitivitas dan resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap beberapa antibiotik. Bakteri Streptococcus mutans yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi berasal dari pasien karies gigi.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia dan Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium, yaitu penelitian yang menguraikan atau menggambarkan suatu keadaan dalam suatu fenomena yang belum pernah dilaporkan sebelumnya.

C. Populasi

(67)

D. Sampel

Sampel penelitian ini adalah karies penderita penyakit Karies Gigi di Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Makassar dan antibiotik yang sesuai dengan antibiotik yang sering diresepkan untuk penyakit karies gigi. Besar sampel penelitian ini dan tingkat ketelitian yang dikehendaki serta ketetapan relatif yang diinginkan, sesuai perhitungan rumus sebagai berikut:

= 2 + +

Dimana :

n= Besar Sampel

Zα = Derifat baku alfa, kesalahan tipe 1 sebesar 1%, hipotesis 1 arah (2,33) Zβ = Derifat baku beta, power penelitian sebesar 80%, hipotesis 1 arah (0,84) P1 = Proporsi Populasi pada penelitian ini P1= RR X P2 = 1,4 X 0,8 = 1,12 P2 = Proporsi populasi karies gigi dari kepustakaan 80% = 0,8

Q1= 1-P1 = 0,12 Q2= 1-P2 = 0,2

P= (P1+P2)/2 = (1,12+0,8)/2 = 0,96 Q=1-P = 0,04

= 2,33 2 0,96 0,04 + 0,84 1,12 0,12 + 0,8 0,2

(68)

= 2,33√0,0768 + 0,84√−0,12 + 0,16 0,32

= 2,33 0,28 + 0,84 0,16

0,1024

= 0,652 + 0,134

0,1024

= 0,10240,768

= 0,617

0,1024

= 6,02 di bulatkan jadi 6. Jadi minimal sampel yang dibutuhkan adalah 6.

Besar sampel sebesar 10 boleh digunakan karena memenuhi syarat besar minimal sampel untuk penelitian ini adalah 6. Sampel 10 > 6.

E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung.

F. Variabel Penelitian 1. Variabel terikat

Karies gigi, Streptococcus mutans 2. Variabel bebas

(69)

G. Penyiapan Sampel 1. Pengambilan Sampel

Pegambilan sampel Karies berasal dari pasien karies gigi di RSUD. Haji Makassar. Sampel karies diambil menggunakan cotton swab dan dilakukan Pengolahan Sampel di laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

Karies yang telah diperoleh dari pasien karies gigi, tersebut, selanjutnya di simpan dalam medium TSB sebagai medium transport dan diisolasi isolasi bakteri Streptococcus mutans menggunakan medium spesifik.

H. Prosedur Uji Resistensi

1. Persiapan sterilisasi alat menggunakan autoclave

Setelah dicuci alat-alat yang akan disterilkan dikeringkan dan dibungkus dengan kertas tahan panas, Kemudian dimasukkan dalam autoclave dan dipanaskan pada temperatur antara 150ºC, selama kurang lebih 15 menit, Pastikan bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat.

2. Isolasi bakteri dari Karies Gigi

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Struktur Seftriakson (Deddy. 2011).
Tabel 1: Standar pengujian antibiotik terhadap Streptococcus mutans  (CLSI, 2014:
+5

Referensi

Dokumen terkait

Circuler (Omloop) adalah petugas kamar operasi yang tidak steril (tidak memakai jas operasi tidak memakai handschoen steril) bertanggung jawab membantu memenuhi seluruh

Dalam organisasi manajemen risiko kepatuhan pada Bank Anda tahun 2012 dan 2013 bahwa Bank Anda telah membentuk Satuan Kerja Kepatuhan (SKK) yang independen dari

Ras ini termasuk dalam Ras Mongoloid (sub ras Malayan Mongoloid) berasal dari daerah Yunan (Asia Tengah) masuk ke Indonesia melalui Hindia Belakang (Vietnam)/

Laporan telah melunasi Pajak tahun terakhir (SPT/PPh) atau Surat Keterangan Fiskal serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau PPN sekurang

Penelitian tentang teknol mencari metode terefisien adalah hidrolisis asam.Na masih tergolong mahal, k Limbah asam ini dapat sulit.Melihat kondisi terse dilakukan suatu

Assignment Errors Correct forms Linguistic Description Surface Structure Description most beautiful more beautiful most beautifulest the most beautiful Noun phrase;

Kode Kegiatan/ Output/ Sub Output/ Paket/ Sub Paket Vol Satuan Pemanfaat Atribut DED

Dari hasil uji statistik didapatkan data terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami terhadap motivasi ibu memberi ASI pada bayi 0-6 bulan, maka