• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

57

A. Analisis Kesulitan Membaca al-Qur’an Para Siswa di SMA Negeri 05 Semarang Sebelum Mengikuti Klinik Belajar

Membaca merupakan salah satu cara untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pembentukan suatu ketrampilan membaca merupakan bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu harus dilakukan upaya-upaya penangulangannya secara terus menerus dan mengembangkan kemampuan membaca al-Qur’an pada anak didik dapat dilakuakn dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang dirangkum sebagai penggunaan kerja individual dan kerja kelompok serta memfokuskan pada suatu aspek khusus pembelajaran afektif, yakni soal bagaimana membangkitkan dan memelihara minat anak didik dengan meninjaunya secara khusus dalam konteks pengorganisasian dan pengelolaan.

Metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan guru dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu peranan metode mengajr adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode maka dapat diharapkan muncul berbagai kegiatan belajar, yang pada akhirnya terciptalah interaksi yang bersifat edukatif. Proses ini akan berjalan dengan baik jika guru dan peserta didik saling berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode belajar mengajar, yaitu (a) tujuan pembelajaran, (b) kompetensi guru, (c) kemampuan siswa, (d) materi dan sarana prasarana.1

Berkaitan dengan syarat tersebut diatas, maka dalam melihat sejauh mana kesulitan belajar yang dialami siswa, maka diperlukan diagnosa untuk

1

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), hlm. 76

(2)

melihat tingkat kesulitan yang dialami. Salah satu syarat untuk mendiagnosis kesulitan belajar membaca adalah anak mempunyai taraf intelegensi normal, dengan daya ingat atau memori pada umumnya cukup baik. Tidak mempunyai gangguan fungsi sensoris seperti penglihatan atau pendengaran. Pun tidak ada gangguan fungsi motorik. Anak dengan taraf kecerdasan kurang, tidak hanya mengalami ketidakmampuan membaca, tetapi juga mengalami ketidakmampuan di bidang lain seperti berhitung dan aspek-aspek akademik lainnya.

Patogenesis disleksia terletak pada gangguan fungsi otak. Sering pada belahan otak sebelah kiri, terkadang juga di belahan otak kanan. Bagian otak yang diduga berkaitan dengan terjadinya disleksia, antara lain (a) Corpus Callosum kiri, (b) Lobus parieto-temporal kiri, berperan dalam proses pencocokan antara fonem dan grafem (grapheme), (c) Lobus temporal kiri, berperan dalam proses fonologis dasar, (d) Lobus pre-frontal, pusat output

dari semua kemampuan seseorang.

Berkaitan dengan persoalan kesulitan belajar membaca al-Qur’an, siswa SMA Negeri 05 Semarang memiliki keragaman tingkat kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari tabel mengenai distribusi frekuensi hasil tes kemampuan

membaca al-Qur’an siswa SMA Negeri 05 Semarang sebelum mengikuti klinik belajar dimana dari tabel tersebut terlihat bahwa ada empat tingkat kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an yang dialami, yaitu sangat baik (13,3%), baik (3,3%), cukup (16,6%) dan kurang (66,6%). Dari angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa mayoritas siswa memiliki kemampuan membaca al-Qur’an sangat rendah. Sedangkan mengenai ragam kesulitannya, dapat dilihat dari tabel daftar responden yang secara tegas memperlihatkan ada dua kesulitan yang dialami, yakni dalam hal tajwid dan dalam hal pembedaan huruf hijaiyah.

Untuk menanggulangi siswa dalam keculitan membaca, khususnya membaca al-Qur’an, tentunya diperlukan berbagai pendekatan dan pendekatan ini harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari masing-masing siswa yang bersangkutan.

(3)

Sebagaimana hasil temuan dari proses intervieu peneliti dengan pihak pengelola Klinik Belajar maupun dari data kuantitatif, ternyata terdapat dua kategori besar murid yang mengalami kesulitan membaca al-Qur’an, yaitu (a) siswa yang mengalami kesulitan dalam hal tajwid dan (b) siswa yang mengalami kesulitan dalam hal pembedaan huruf-huruf arab.2 Dengan mengelompokkan dua persoalan besar tersebut, maka kemudian Klinik Belajar dalam proses pembelajarannya pun membaginya dalam dua kelas dan ditangani oleh guru yang memiliki kompetensi dalam bidangnya masing-masing.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka dalam proses pembelajaran terkadang guru juga menggunakan alat peraga, baik berupa buku, kaset atau pun VCD. Dengan menggunakan alat bantu tersebut diharapkan masing-masing siswa akan secara mudah mengikuti. Metode ini diterapkan untuk siswa yang mengalami kesulitan dalam hal tajwid maupun siswa yang kesulitan membedakan huruf..

Selian itu juga sering dilakukan demonstrasi atau eksperimen untuk memperlihatkan proses atau cara kerja yang berkenaan dengan materi yang disampaikan. Demonstrasi atau eksperimen ini sering digunakan pada kelas siswa yang mengalami kesulitan membedakan huruf hijaiyah, sehingga dengan adanya demonstrasi tersebut siswa dapat memahami alat-alat keluarnya huruf (makharuj al-hurf).

Untuk kasus Klinik Belajar di SMA 05 Semarang, ternyata metode yang digunakan lebih disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Hal ini terlihat ketika siswa sudah mulai menguasai huruf-huruf hijaiyah (bagi yang kesulitan membedakan huruf) maupun menguasai tajwid maka pengajar mengganti metodenya. Metode yang digunakan adalah metode drill dan resitasi, dengan harapan siswa mulai berusaha secara mandiri mengembangkan kemampuannya.

2

Mengenai dua kelompok kesulitan yang dialami oleh para siswa ini juga diakui oleh Asro’i, Guru PAI SMA 05 Semarang, Wawancara, 09 Oktober 2005

(4)

Dengan metode drill, pengajar memberikan latihan-latihan langsung kepada siswa. Dalam menerapkan metode ini, pengajar menuliskan huruf dan siswa satu persatu disuruh membaca secara bergantian dengan huruf yang berlainan. Metode ini sampai saat ini sangat efektif untuk diterapkan kepada siswa yang kesulitan membedakan huruf. Sedangkan untuk siswa yang kurang menguasai tajwid, pengajar akan mengucapkan kalimat yang kemudian siswa disuruh untuk mengikutinya dan hal ini dilakukan berulang-ulang.

Metode ini kemudian dikembangkan lagi dengan metode resitasi, dimana siswa diberi tugas tertentu yang harus dikerjakan secara kelompok maupun secara individu. Dengan resitasi ini sebenarnya juga dapat dijadikan tolok ukur kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang telah disampaikan, sebab dengan melihat hasil resitasi maka tingkat penguasaaan siswa terhadap materi yang telah diberikan dapat diukur dengan standard yang ditentukan sebelumnya.

Meskipun Klinik Belajar SMA 05 memiliki peranan yang sangat penting dalam menanggulangi kesulitan membaca al-Qur’an di kalangan siswa, bukan berarti tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Kekurangan ini dapat dilihat dari proses evaluasi terhadap program Klinik Belajar itu sendiri, sehingga tidak dapat dilihat hasil yang telah tercapai selama program ini berjalan. Selain itu, tidak adanya koordinasi antara guru dengan orang tua siswa, sehingga monitoring terhadap kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an tidak ada.

B. Analisis Kesulitan Membaca al-Qur’an Para Siswa di SMA Negeri 05 Semarang Setelah Mengikuti Klinik Belajar

Melihat realitas bahwa kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an di SMA 05 ternyata sangat heterogen, peneliti melihat bahwa hal ini lebih disebabkan latar belakang keagamaan dari para siswa juga sangat beragam. Bagi siswa yang memiliki latar belakang keagamaan cukup, maka kemampuan bacanya relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang hanya mengandalkan pengajaran agama di sekolah saja. Selain itu, tingkat

(5)

kecerdasan juga sedikit banyak berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam mencerna pelajaran membaca al-Qur’an.3

Mengenai penanggulangan siswa yang kesulitan belajar membaca al-Qur’an, Klinik Belajar yang dimiliki oleh SMA Negeri 05 Semarang dengan mencoba menerapkan management pendidikan secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari pandangan para pengurusnya, dimana dinyatakan bahwa Klinik Belajar diharapkan mampu menciptakan interaksi antara guru dan murid dalam rangka menghasilkan “produk” yang lebih berkualitas. Dan hal ini sesuai dengan missi SMU Negeri 05 itu sendiri, yaitu diantaranya meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan serta meningkatkan budi pekerti luhur dan prilaku sopan santun.4 Untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan, maka perlu dipenuhinya lima dimensi pokok penyelenggara pendidikan yang berkwalitas, yaitu;

1. Keandalan (reliability). Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan secara tepat waktu, akurat dan memuaskan.

Contohnya : kepastian study lanjut tenaga kependidikan yang terencana dan terlaksana dengan baik, maka perlu adanya pendanaan penelitian tenaga kependidikan, dan kegiatan peserta didik dapat dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran, sesuai dengan yang dijanjikan.

2. Daya Tangkap (responsiviness), yaitu kemauan para tenaga kependidikan untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Contohnya : jika ada komputer yang rusak di lab komputer, harus segera diambil tindak lanjut, yaitu menginformasikannya pada peserta didik dan segera memperbaikinya.

3. Jaminan mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap pelanggan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para tenaga kependidikan. Sebagai contoh : seluruh tenaga kependidikan benar-benar

3

Kesimpulan ini peneliti peroleh dari hasil intervieu dengan bebrapa reponden

4

Edi Haryanto, Koordinator Klinik Belajar SMA 05 Semarang, Wawancara, 09 Oktober 2005

(6)

berkompeten di bidangnya serta sikap dan perilaku seluruh tenaga kependidikan mencerminkan profesionalisme dan kesopanan.

4. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Misalnya : guru mengenal nama para peserta didik yang menempuh mata pelajaran yang diajar.

5. Bukti Langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, tenaga kependidikan, dan sarana komunikasi. Misalnya : berupa gedung, fasilitas komputer, perpustakaan, dan lain-lain.5

Penyusunan manajemen strategi dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : diagnosis, perencanaan dan penyusunan dokumen rencana. Tahap

diagnosis dimulai dengan pengumpulan berbagai informasi perencanaan sebagai bahan kajian. Kajian lingkunga internal bertujuan untuk memahami kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dalam pengelolaan pendidikan, sedangkan kajian lingkungan eksternal bertujuan untuk mengungkap peluang (opportunities) dan tantangan (threaths).

Tahap perencanaan dimulai dengan menetapkan visi dan misi. Visi (vision) merupakan gambaran (wawasan) tentang keadaan yang diinginkan di masa depan. Sedangkan misi (mission) ditetapkan dengan mempertimbangkan rumusan penugasan (yang merupakan tuntutan tugas dari luar dan keinginan dari dalam) yang berkaitan dengan visi masa depan dan situasi yang dihadapi saat ini. Strategi pengembangan dirumuskan berdasarkan misi yang diemban dan dalam rangka menghadapi isu utama (isu strategis). Urutan strategis pengembangan harus disusun sesuai dengan isu-isu utama. Dalam perumusan strategi pengembangan dapat dibedakan menurut kelompok strategi, dengan rincian dapat terdiri atas tiga tingkat, seperti kelompok strategi, sub kelompok dan rincian strategi. Tahap yang ketiga penyusunan dokumen rencana strategis. Rumusannya tidak perlu terlalu tebal, supaya mudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh tim manajemen secara luwes. Perumusan rencana

5

E. Mulyasa, ”Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK”, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 227-228

(7)

strategi dapat dilakukan sejak saat pengkajian telah menghasilkan temuan, penyelesaian akhir perlu menunggu hingga semua keputusan atau rumusan telah ditetapkan.

Pengajaran baca al-Qur’an merupakan salah satu farian dari pengajaran bahasa asing, dimana peran sarana (khususnya alat peraga) sangat dominan dalam membantu siswa dalam pengenalan huruf dan memperkuat ingatan. Secara detil, fungsi alat peraga pada proses pembelajaran adalah;

• Sebagai laat bantu untuk menciptakan situasi mengajar yang efektif

• Sebagai bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar

• Alat peraga selalu berhubungan dengan tujuan pelajaran dan isi pelajaran.

• Penggunaan alat peraga diutamakan untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu siswa dalam menangkap pengertian guru

• Penggunaan alat peraga dapat membuat hasil belajar yang dicapai akan selalu diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.6

Dengan memanfaatkan alat peraga yang bersifat audio visual (VCD), maka Klinik Belajar SMA 05 dalam membimbing siswa berkesulitan belajar membaca al-Qur’an lebih efektif. Namun demikian, penggunaan alat peraga ini tidak bersifat terus menerus. Artinya, alat peraga hanya digunakan dalam materi-materi tertentu, yang menurut pengajar materi tersebut memang dirasakan oleh peserta didik sangat sulit.

Keberhasilan Klinik Belajar dalam membantu mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, selain karena penerapan management pendidikan yang konsisten juga adanya penerapan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kondisi riel siswa. Pengajar dalam menerapkan metode menyesuaikan tingkat kemajuan siswa dalam belajar membaca al-Qur’an. Keberhasilan Klinik Belajar dalam menanggulangi siswa kesulitan belajar juga dapat dilihat dari angka ststistik yang telah peneliti sampaikan dalam bab sebelumnya. Dalam angka tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kemampuan membaca

6

(8)

Qur’an responden sebesar 48,46 dan ini sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata setelah mengikuti Klinik Belajar, yakni sebesar 80,16.

Keberhasilan sebuah pembelajaran yang ideal pada dasarnya tidak hanya dilihat dari kemampuan siswa di sekolah, namun siswa juga harus dituntut untuk menerapkannya di lingkungan luar sekolah. Mengenai hal ini, Klinik Belajar mengalami kesulitan untuk melakukan monitoring terhadap siswanya, sedangkan mekanisme monitoring belum bisa dilakukan karena tidak adanya koordinasi antara pihak sekolah dengan orang tua. Dengan melakukan koordinasi dengan orang tua siswa, maka tugas pemantauan terhadap kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an di luar Klinik Belajar dapat dilakukan oleh orang tua atau pihak keluarga. Selain itu, kurang maksimalnya keberhasilan yang dicapai oleh Klinik Belajar dalam menanggulangi siswa kesulita belajar membaca al-Qur’an juga dikarenakan tidak adanya standarisasi materi dalam proses belajar mengajar dan ironisnya, hal ini sepertinya kurang disadari oleh guru.

C. Solusi Terhadap Problem Kesulitan Belajar Membaca al-Qur’an

SMA Negeri 05 Semarang pada dasarnya memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan dalam proses belajar membaca al-Qur’an. Hal ini ditambah dengan diterapkannya konsep otonomi dalam dunia pendidikan, sehingga sekolah memiliki otoritas sendiri dalam menentukan masa depannya.

Untuk melihat kekurangan dan kelemahan yang dimiliki, Klinik Belajar menerapkan model SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity and

Treath) dalam evaluasinya. Dengan model ini, dapat diambil langkah-langkah yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berdasarkan pada kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Usaha yang dapat dilakukan Klinik Belajar adalah;

1. Kompetensi Guru

Tugas guru adalah menjabarkan isi kurikulum pengajaran secara lebih terinci dan operasional ke dalam program tahunan, semester dan bulanan. Dalam hal ini, kompetensi yang dibutuhkan oleh pengajar membaca

(9)

al-Qur’an diantaranya adalah (a) fasih membaca al-al-Qur’an, (b) berijazah tashih membaca al-Qur’an, (c) memahami tingkat kesulitan belajar siswa, (d) menguasai metode mengajar membaca al-Qur’an.

2. Penambahan Alokasi Waktu

Untuk memberikan keluasaan pada guru yang mengajar dan siswa yang belajar, alokasi belajar membaca al-Qur’an sebaiknya ditambah. Waktu yang disediakan untuk belajar membaca al-Qur’an selama ini adalah 45 menit adalah waktu yang sempit, sehingga hal ini mempengaruhi penerapan beberapa metode dan penggunaan alat-alat peraga.

3. Standarisasi Penilaian

Untuk mencapai hasil (out put) yang maksimal, diperlukan adanya standarisasi penilaian terhadap perkembangan siswa dalam membaca al-Qur’an. Salah satu langkah ang dapat dilakukan adalah dengan membuat kartu prestasi.

4. Membuka Ruang Komunikasi dengan Orang Tua Murid

Karena tidak adanya sistem monitoring yang jelas terhadap siswa yang berkesulitan dalam belajar membaca al-Qur’an, maka diperlukan mekanisme yang jelas. Hal ini dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan orang tua siswa sehingga pemantauan terhadap perkembangan siswa dalam membaca al-Qur’an di luar sekolah dapat dilakukan oleh orang tua.

Referensi

Dokumen terkait

Studi kepustakaan mengenai perubahan konsepsi, strategi konflik kognitif, dan miskonsepsi siswa, dan analisa materi pedagogis pada pembelajaran ikatan ionik secara

Dalam Renstra ini akan dipaparkan semua aspek strategis yang akan dicapai oleh FMIPA Unesa, meliputi: (1) mengembangkan tridarma perguruan tinggi dalam bidang

a. Kegiatan awal proses pelaksanaan sorogan perlu adanya penyesuaian dan persiapan anak. Kegiatan awal ini bertujuan sebagai pengkondisian anak, agar anak siap

383 manajemen CIMB Niaga pada umumnya adalah penyempurnaan produk yang berinovasi dan bervariatif agar minat menabung kembali, kemudian peningkatan layanan terhadap

Prosedur (PSP) secara lengkap yang meliputi kegiatan kemanan data, backup dan restorasi serta penghapusan berkala data yang tidak berguna, telah mengacu pada standar

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak yang menjadi objek penelitian yang terkait diantaranya pihak yang melakukan, Arifah selaku kepala desa,

Koordinator penelitian klinik kerjasama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diaseses (NIAID) untuk Acute Febrile Illness dan South East Asia Infectious

Berdasarkan penuturan dari bapak Mailul bahwa kendala-kendala yang menghambat kelancaran proses penyelenggaraan program layanan bimbingan konseling Islam ialah