• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Terhadap Pertumbuhan Usaha Peternakan Ayam Broiler Di Provinsi Jambi (Kasus: Pada Kemitraan Ayam Broiler Pt. Indah Ternak Mandiri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Terhadap Pertumbuhan Usaha Peternakan Ayam Broiler Di Provinsi Jambi (Kasus: Pada Kemitraan Ayam Broiler Pt. Indah Ternak Mandiri)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

PERTUMBUHAN USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER

DI PROVINSI JAMBI

(

Kasus: Pada kemitraan ayam broiler PT. Indah Ternak Mandiri)

RUFTI PUJI ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan terhadap Pertumbuhan Usaha Peternakan Ayam Broiler Di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016 Rufti Puji Astuti

(4)

RINGKASAN

RUFTI PUJI ASTUTI. Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan terhadap Pertumbuhan Usaha Peternakan Ayam Broiler di Provinsi Jambi (Kasus: pada kemitraan ayam broiler PT. Indah Ternak Mandiri). Dibimbing oleh RACHMAD PAMBUDY dan BURHANUDDIN.

Usaha peternakan ayam broiler di wilayah perkotaan, sub urban, dan wilayah pedesaan, mengalami pertumbuhan usaha yang tidak merata. Wilayah perkotaan memiliki tingkat pertumbuhan usaha lebih beragam, dibandingkan wilayah lainnya. Berdasarkan konsep arah pola ruang yang dimiliki, Pemerintah Provinsi Jambi menetapkan fungsi ruang wilayah perkotaan sebagai zona distribusi, wilayah sub urban dan pedesaan sebagai zona produksi dan konservasi. Konsep arah pola ruang juga menciptakan karakteristik usaha dan pelaku usaha pada masing-masing wilayah. Usaha peternakan ayam broiler di wilayah kota, dikelola oleh sumber daya manusia yang lebih terdidik, sehat dan sejahtera, dibandingkan sumber daya manusia di wilayah sub urban dan pedesaan.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis pengaruh faktor karakteristik wilayah perkotaan, sub urban, pedesaan terhadap aktivitas kewirausahaan; (2) menganalisis pengaruh faktor karakteristik internal individu dan internal perusahaan terhadap aktivitas kewirausahaan; dan (3) menganalisis pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler. Penelitian dilakukan dengan metode survey, di Provinsi Jambi. Responden penelitian ini berjumlah 140 orang peternak. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif, menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Pengolahan data kuantitatif menggunakan smart partial least square (Smart –PLS 2.0).

Hasil penelitian menunjukkan, aktivitas kewirausahaan signifikan dan positif dipengaruhi oleh faktor karakteristik wilayah perkotaan, inovasi, resiko, dan daya produksi. Indikator yang dominan merefleksikan karakteristik wilayah kota, inovasi, resiko, dan daya produksi yaitu pusat pasar, sumber daya manusia yang sejahtera, kesediaan berinovasi, penggunaan metode berproduksi baru, mengambil resiko produksi, dan efisiensi produksi. Aktivitas kewirausahaan signifikan mempengaruhi pertumbuhan usaha, dijelaskan oleh indikator pertumbuhan pendapatan. Wilayah perkotaan merupakan lingkungan paling mendukung, untuk peternak ayam broiler melakukan aktivitas kewirausahaan. Kebijakan yang mendukung terciptanya aktivitas kewirausahaan peternak ayam broiler sangat diperlukan, diantaranya melalui penataan kawasan peternakan, membuka pasar baru, meningkatkan layanan jasa tarnsportasi dengan peningkatan jumlah jaringan dan kualitas jalan. Pelatihan penerapan inovasi, dan peningkatan jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan juga diperlukan untuk meningkatkan ketersediaan tenaga kerja yang trampil, terdidik, sehat, dan sejahtera.

(5)

SUMMARY

RUFTI PUJI ASTUTI. Entrepreneurship activity influence on the Growth Enterprises Poultry Broiler in Jambi (Case: in partnership broiler PT. Indah Livestock Mandiri). Guided by RACHMAD PAMBUDY and BURHANUDDIN.

Poultry businesses in urban, sub-urban and rural areas, experienced a growth uneven. Urban areas have more diversified business growth rate, compared to other areas. Based on the concept direction pattern space owned Jambi provincial government establishes the function of urban space as a zone of distribution, sub-urban and rural regions as zones of production and conservation. Concept direction pattern space also creates business characteristics and businesses in each region. Poultry businesses in the city, managed by the human resources are better educated, healthier and prosperous, than the human resources in the sub-urban and rural areas.

The purpose of this study are: (1) analyze the influence of the characteristics of urban, sub-urban, rural to entrepreneurial activity; (2) analyze the influence of the internal characteristics of the individual and the company's internal kewiraushaan activity; and (3) analyze the effect of entrepreneurial activity on the growth of broiler chicken farm. The study was conducted by survey method, in the province of Jambi. This survey respondents totaled 140 breeders. The analysis used is descriptive and quantitative analysis, using Structural Equation Modelling (SEM). Quantitative data processing using smart partial least square (smart-PLS 2.0).

The results showed a significant and positive entrepreneurial activity is influenced by factors characteristic of urban areas, innovation, risk, and power production. The indicators reflect the dominant characteristics of the area of the city, innovation, risk, and that is the center of power production market, human resources prosperous, willingness to innovate, use new methods of production, taking the risk of production, and production efficiency. Entrepreneurial activity significantly affect business growth, revenue growth is explained by the indicator. Urban areas are the most supportive environment, for broiler breeders perform entrepreneurial activity. Policies that support the creation of entrepreneurial activity broiler breeders is necessary, including through the arrangement of the farm area, opening new markets, improving services tarnsportasi by increasing the number and quality of the road network. Training application of innovation, and increase the number of educational and health facilities are also needed to increase the availability of skilled labor, well-educated, healthy, and prosperous.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

PERTUMBUHAN USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER

DI PROVINSI JAMBI

(

Kasus: pada kemitraan ayam boiler PT. Indah Ternak Mandiri

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)

Penguji luar komisi: Dr. Ir. Heni Kuswanti Swarsinah, MS.

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2015 ini adalah pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan usah peternakan ayam broiler di Provinsi Jambi. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Rachmad Pambudy, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Burhanuddin, MM selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan

kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

4. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negri kepada penulis. 5. Sahabat Rumah Agribisnis, JWJ dan teman-teman seperjuangan Magister

Sains Agribisnis 4 atas masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan. 6. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih, penulis sampaikan kepada

Ayahanda tercinta Makruf, Ibunda Setiati Rahayu, Kakak Rufti Puji Lestari, Rufti Bima Sutisna, Didik Wahyudi, Adihasman Ladeoka, serta adik Rufti Ragil Pamungkas.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Peranan Kewirausahaan dalam Pembangunan Daerah 6 Dampak Tata Ruang Wilayah terhadap Aktivitas Kewirausahaan 7 Kualitas Sumber Daya Masnusia Berdasarkan Perbedaan 9

Letak Geigrafis 9

Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Kewirausahaan 11 Aktivitas Kewirausahaan Peternakkan Ayam Broiler di Indonesia 12

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Kewirausahaan dan Pertumbuhan Usaha 14

Kewirausahaan dan Pembangunan Daerah 16

Kerangka Pemikiran Konseptual 17

Konsep Tata Ruang dalam Pembangunan Daerah 17 Konsep Karakteristik Wilayah dan Pertumbuhan Usaha 19 Konsep Menilai Kualitas Sumber Daya Manusia 20

Kerangka Pemikiran Operasional 20

Hipotesis 22

4 METODE 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Metode Pengumpulan Data 23

Metode Pengambilan Responden 23

Variabel dan Pengukuran 24

Analisis Data 29

5 GAMBARAN UMUM PENELITIAN 33

(12)

Keadaan Geografis 33

Kependudukan dan Tenaga Kerja 35

Gambaran Sistem Kemitraan Ayam Broiler 37

PT. Indah Ternak Mandiri 37

Gambaran Umum Perusahaan 37

Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan 37

Penetapan Harga Sapronak dan Hasil Panen 38

Perekrutan Peternak Plasma 40

Pengawasan Peternak Plasma 40

Gambaran Usaha Peternakan Ayam Broiler 41

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 48

Pengaruh Karakteristik Wilayah terhadap Aktivitas Kewirausahaan 53

Pengaruh Faktor Karakteristik Ruang 55

Pengaruh Faktor karakteristik usaha 58

Pengaruh Faktor karakteristik pelaku usaha 59

Pengaruh Karakteristik Internal terhadap Aktivitas Kewirausahaan 63

Pengaruh Faktor internal individu 64

Pengaruh Faktor internal usaha 70

Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan terhadap Pertumbuhan Usaha

Peternakan Ayam Broiler 72

Faktor Internal Individu 72

Faktor Internal Usaha 77

7 SIMPULAN DAN SARAN 82

Simpulan 82

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 87

(13)

DAFTAR TABEL

1. Data populasi ternak ayam broiler Provinsi Jambi 3 2. Variabel laten dan manifest karakteristik ruang 24 3. Variabel laten dan manifest karakteristik usaha 25 4. Variabel laten dan manifest karakteristik pelaku usaha 26

5. Variabel laten dan manifest faktor internal 27

6. Variabel laten dan manifest pertumbuhan usaha 28 7. Klasifikasi Kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Jambi 34 8. Jarak Kabupaten/ kota ke ibukota Provinsi Jambi 34 9. Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten/ kota Provinsi Jambi 36 10. Penduduk umur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan

usaha 36

11. Jumlah dan persentase peternak kemitraan masing-masing wilayah 41 12. Skala usaha peternakan kemitraan masing-masing wilayah

berdasarkan skala pemeliharaan 42

13. Lama usaha peternakan kemitraan masing-masing wilayah 43 14. Jumlah dan persentase mortalitas ternak usaha peternakan kemitraan

masing-masing wilayah 44

15. Feed convertion ratio (FCR) usaha peternakan masing-masing

wilayah 46

16. Masa kosong kandang peternakan kemitraan masing-masing wilayah 47 17. Variabel manifest yang tidak valid berdasarkan nilai loading factor 48 18. Realibilitas model berdasarkan nilai AVE dan Composite Reliability 51 19. Sebaran nilai R- square pada evaluasi model struktural 52 20. Nilai koefisien Jalur, Rataan, Simpangan Baku, t-values 52 21. Koefisien parameter jalur karakteristik wilayah terhadap aktivitas

kewirausahaan berdasarkan original sample dan t-value 54

22. Kontribusi indikator karakteristik ruang wilayah kota berdasarkan

nilai loading factor dan t- value 56

23. Kontribusi indikator karakteristik usaha wilayah kota berdasarkan

loading factor dan t- value 59

24. Kontribusi indikator karakteristik pelaku usaha di wilayah kota

berdasarkan faktor loding dan t- value 60

25. Jumlah dan persentase tingkat pendidikan peternak wilayah perkotaan 61 26. Koefisien parameter jalur faktor internal terhadap aktivitas

kewirausahaan berdasarkan original sample dan t-value 64

27. Kontribusi indikator inovasi berdasarkan nilai loding faktor dan t-

value 66

28. Indikator resiko berdasarkan nilai loding faktor dan t-value 69 29. Kontribusi Indikator daya produksi berdasarkan nilai faktor loding dan

t-value 71

30. Rataan skor dan persentase sebaran skor intensitas inovasi

berdasarkan wilayah 73

31. Sebaran rataan skor dan persentase skor kesediaan berinovasi

(14)

32. Sebaran rataan skor dan persentase skor penggunaan metode

berproduksi baru berdasarkan wilayah 76

33. Sebaran rataan skor dan persentase skor resiko dalam pekerjaan

berdasarkan wilayah 76

34. Sebaran rataan skor dan persentase skor resiko dalam produksi

berdasarkan wilayah 77

35. Sebaran rataan skor dan persentase skor diversifikasi produksi

berdasarkan wilayah 78

36. Sebaran rataan skor dan persentase skor efisiensi produksi

berdasarkan wilayah 79

37. Kontribusi indikator pertumbuhan usaha berdasarkan nilai loading

faktor dan t- value 79

38. Ringkasan hasil keseluruhan koefisien parameter jalur 81

DAFTAR GAMBAR

1. Konsep arah pola ruang Provinsi Jambi 3

2. Model hubungan karakteristik daerah kewirausahaan dan

pembangunan daerah 6

3. Model proses kewirausahaan Bygrave dan zacharakis (2010) 15 4. Model pengukuran aktivitas kewirausahaan pendekatan GEM 15

5. Model kewirausahaan dan pembangunan daerah 17

6. Model hubungan karakteristik wilayah dan pertumbuhan usaha 19 7. Kerangka pemikiran operasional pengaruh aktivitas kewirausahaan

terhadap pertumbuhan usaha 21

8. Diagram lintas model pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap

pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler 28

9. Peta administrasi Provinsi Jambi 33

10. Peta zonasi pembangunan wilayah Provinsi Jambi 35 11. Gambar standarized nilai loading faktor tahap awal model pengaruh

aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan usaha 49

12. Gambar standarized nilai loading faktor tahap kedua model

pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan usaha 50

13. Nilai t-value evaluasi struktural pengaruh karakteristik wilayah kota

terhadap aktivitas kewirausahaan 53

14. Nilai t-value evaluasi struktural pengaruh inovasi terhadap aktivitas

kewirausahaan 65

15. Nilai t-value evaluasi struktural pengaruh pengambilan resiko

terhadap aktivitas kewirausahaan 68

16. Nilai t-value evaluasi struktural pengaruh daya produksi terhadap

aktivitas kewirausahaan 70

17. Nilai t-value evaluasi struktural pengaruh aktivitas kewirausahaan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data populasi ternak ayam broiler/ Kabupaten kota Provinsi Jambi 87 2. Data jumlah peternak anggota kemitraan PT.Indah Ternak Mandiri 87 3. Hasil uji validitas variabel laten dan manifest pada tahap pertama

berdasarkan nilai loading faktor 88

4. Hasil uji validitas variabel laten dan manifest pada tahap pertama

berdasarkan nilai loading faktor 90

5. Hasil uji validitas variabel laten dan manifest pada tahap pertama

berdasarkan nilai loading faktor 91

6. Hasil evaluasi struktural koefisien jalur path (Outer Weights)

berdasarkan nilai Mean, STDEV, dan T-Values 92

7. Gambar nilai t-value evaluasi struktural pengaruh aktivitas

(16)
(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan zaman saat ini telah memasuki era kreatif. Tolak ukur kesuksesan pembangunan suatu negara tidak cukup dijelaskan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, namun dibutuhkan kreatifitas dan inovasi untuk menjaga stabilitas perekonomiaannya. Kewirausahaan pada era kreatif berperan sebagai kunci keberhasilan pembangunan. Banyak peneliti saat ini menaruh perhatian besar pada peran kewirausahaan dalam pembangunan. Alasannya kreativitas dan inovasi yang merupakan elemen kunci dari kewirausahaan, dinilai mampu memberikan pengaruh pada pendapatan masyarakat. Dalam konteks tersebut kewirausahaan ditempatkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.

Keberadaan wirausaha juga dinilai mampu menciptakan akselerasi pembangunan. Kemampuan tersebut ditentukan melalui pembukaan jenis usaha baru, penyerapan tenaga kerja dan pembukaan lapangan kerja, serta peningkatan output perkapita nasional. Artinya wirausaha memiliki peran strategis dalam mendukung program pembangunan secara nasional. Instansi pendidikan dan para pembuat kebijakan di Indonesia, saat ini juga telah menaruh perhatian besar pada kewirausahaan. Alasannya seorang wirausaha mampu mengembangkan ide usaha baru, dan merubahnya menjadi suatu yang menguntungkan.

Masalah kewirausahaan merupakan persoalan paling penting dalam pembangunan ekonomi. Indikator perkembangan kewirausahaan dapat dipelajari dari jumlah wirausaha yang dimiliki. lmuwan dari Amerika Serikat (AS) David Mc Clelland menyatakan bahwa, suatu Negara dapat dikatakan maju apabila jumlah wirausaha yang dimiliki minimal sebanyak 2% dari jumlah populasi penduduknya. Menurut Naude (2008), untuk mengetahui jumlah wirausaha di suatu Negara dapat dilakukan dengan mengukur tingkat aktivitas kewirausahaan. Naude (2008), mendifinisikan aktivitas kewirausahaan sebagai tindakan-tindakan seorang wirausaha dalam mengelola usahanya.

Di Indonesia subsektor peternakan ayam broiler, merupakan salah satu subsektor peternakan yang berkembang pesat. Jika dibandingkan dengan subsektor peternakan lainnya, subsektor peternakan ayam broiler memiliki pertumbuhan bisnis yang lebih cepat. Perkembangan subsektor ini, didukung oleh potensi bisnis dan kandungan inovasi, misalnya inovasi teknologi pakan dan genetic. Inovasi pada peternakan ayam broiler, menunjukan bahwa dalam pengelolaan usaha peternakan ayam broiler terdapat berbagai aktivitas kewirausahaan. Perkembangan inovasi juga telah menyelamatkan dari keterpurukan yang dialami akibat serangan wabah flu burung. Kondisi yang demikian, menjadi alasan mengapa pertumbuhan populasi ternak ayam broiler lebih tinggi diantara subsektor peternakan lainnya. Menurut Burhanuddin et al. (2013), sektor ini juga layak mendapat dukungan kebijakan dari pemerintah. Alasannya melalui berbagai aktivitas kewirausahaan yang dimiliki, subsektor peternakan ayam broiler secara nyata telah mampu berkontribusi positif dalam menambah pasokan wirausaha baru di Indonesia.

(18)

2

setiap daerah berbeda dan di tentukankan oleh karaktersistik daerahnya. Mendukung pernyataan tersebut, Fredin (2013) menyatakan bahwa kewirausahaan setiap daerah adalah berbeda-beda, ditentukan oleh kondisi dan keinovasian masing-masing daerah. Oleh karena itu untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan pasokan wirausaha baru di Indonesia, kewirausahaan di setiap daerah perlu dipelajari, diantaranya melalui kajian peranan kewirausahaan dalam pembangunan daerah.

Muller (2013), menyatakan bahwa pembangunan daerah, kewirausahaan dan karekteristik daerah memiliki keterkaitan. Hubungan ketiganya dijelaskan melalui model yang memberikan gambaran bahwa, hasil dari pembangunan daerah ditentukan oleh kewirausahaan dan karakteristik daerah. Kewirausahaan dan karakteristik daerah, dapat menjadi faktor pendorong bagi pembangunan daerah. Model Muller (2013), menunjukan bahwa, hasil pembangunan daerah dipengaruhi oleh faktor kewirausahaan, diukur dari aktivitas kewirausahaan pelaku usaha. Aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor karakteristik daerah.

Karakteristik daerah dapat tercipta karena adanya perbedaan aturan dalam distribusi ruang geografi. Maka untuk mempelajari karakteristik daerah dapat dilakukan dengan pendekatan ilmu geografi. Menurut Ross (2013), karakteristik daerah merupakan bentuk dari dampak adanya peraturan tata ruang. Karakteristik daerah diketahui mempengaruhi kondisi kewirausahaan (Ross 2013). Pernyatan-pernyataan peneliti sebelumnya, menegaskan bahwa adanya peraturan tata ruang dalam pembanguan daerah menciptakan berbagai karakteristik daerah, sehingga kewirausahaan akan direspon berbeda oleh setiap daerah.

Belajar dari hasil penelitian-penelitian negara lain terkait dampak tata ruang terhadap kondisi kewirausahaan, maka pendekatan spatial menjadi aspek penting dan menarik untuk diteliti. Faktor-faktor geografis dalam pendekatan spatial, diketahui dapat mempengaruhi distribusi ruang dan perkembangan ekonomi daerah. Sehingga melalui pendekatan geografi ini dapat dilakukan analisis secara lebih mendalam, yang disertai dengan perbandingan faktor-faktor dalam pembangunan daerah. Jika melalui analisis berbagai karakteristik ruang dapat menghasilkan kajian aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler yang mendalam, maka penelitian kewirausahaan yang berfokus pada perbedaan karakteristik ruang menjadi penting, dan dapat menambah pengetahuan terkait peran-peran konsep kewirausahaan dalam pembangunan.

Rumusan Masalah

(19)

3 Provinsi Jambi memiliki konsep pembangunan wilayah yang diarahkan pada prinsip penggunaan ruang (pola ruang). Konsep pembangunan tersebut diarahkan untuk menyerasikan kegiatan antar sektor, dengan kebutuhan ruang dan potensi sumberdaya alamnya. Konsep arah pola ruang Provinsi Jambi (Gambar 1), menunjukan bahwa setiap ruang memiliki karakteristik. Pemerintah menetapkan daerah dataran tinggi di wilayah barat, sebagai zona penyangga kegiatan ekonomi di zona yang ada dibawahnya. Zona tengah ditetapkan sebagai tempat berproduksi, dan dataran rendah di wilayah timur sebagai outlet perdagangan (Bappeda Provinsi Jambi, 2005 dalam RTRW Provinsi Jambi 2006-2020).

Gambar 1 Konsep arah pola ruang Provinsi Jambi

Sumber : RTRW Provinsi Jambi 2006-2020.

Pelaksanaan program kemitraan usaha peternakan ayam broiler di Provinsi Jambi saat ini dilakukan di 3 zona. Secara umum ketiga zona memiliki fungsi ruang yang berbeda, lalu apakah kondisi usaha peternakan pada ketiga zona juga berbeda?. Gambar 1, menunjukan letak masing-masing zona berdasarkan fungsinya. Zona timur berada di wilayah perkotaan, sedangkan zona tengah dan barat berada di wilayah sub urban dan pedesaan. Berdasarkan data statistik peternakan Provinsi Jambi, populasi ayam broiler pada periode 2012-2014 terus mengalami peningkatan. Angka pertumbuhan populasi ayam broiler pada masing-masing wilayah zona dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data populasi ternak ayam broiler Provinsi Jambi

Zona Kabupaten Tahun

2012 2013 2014

Tengah Batang Hari 4.185.000 4.285.440 4.713.984

Barat Bungo 1.171.800 2.870.072 3.157.079

Timur Muaro Jambi 164889 824707 907178

(20)

4

Angka pertumbuhan populasi pada ketiga wilayah tidak merata. Data pada Tabel 1 menunjukan bahwa usaha di wilayah perkotaan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih beragam. Jumlah populasi ternak ayam broiler di wilayah perkotaan lebih kecil dibandingkan wilayah lainnya. Namun demikian jika melihat tingkat pertumbuhan populasinya, usaha di wilayah kota memiliki angka pertumbuhan populasi tertinggi (13%) pada tahun 2014. Pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler dicerminkan oleh peningkatan skala pemeliharaan, atau jumlah populasi ternak yang dipelihara. Artinya tingkat pertumbuhan populasi ternak ayam broiler pada Tabel 1, juga dapat dipahami sebagai pedoman pertumbuhan usaha. Pertanyaan selanjutnya apa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha ayam broiler yang tidak merata di setiap wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha perlu untuk diteliti. Menurut Dhamija et al. (2013), perbedaan sumber daya manusia baik kuantitas dan kualitasnya, serta akses sumber daya dan infratsruktur yang berbeda akan menentukan tingkat efisiensi usaha disuatu wilayah. Dhamija et al. (2013), juga berpendapat bahwa, karakteristik pelaku usaha, karakteristik usaha, dan karakteristik lingkungan geografi, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha. Karakteristik-karakteristik ini dipengaruhi oleh akses sumber daya dan infrastruktur (Dhamija et al. 2013). Bagaimanakah karakteristik pelaku usaha dan karakteristik usaha peternakan ayam broiler di Provinsi Jambi?, jika usaha tersebut terdapat pada zona yang memiliki karakteristik lingkungan geografi yang berbeda.

Jumlah penduduk dan kelengkapan pembangunan infrastruktur di suatu wilayah, secara umum berbanding lurus. Pada wilayah yang memiliki jumlah penduduk lebih besar, akan memperoleh pembangunan infrastriktur yang lebih lengkap dibanding wilayah lainnya. Wilayah perkotaan, diketahui memiliki karakteristik luas wilayah yang paling kecil dari zona lainnya. Namun wilayah kota, memiliki jumlah penduduk terbesar, dapat dikatakan bahwa pusat pemukiman penduduk, pusat pendidikan, dan pusat perdagangan berada di kota. Wilayah kota juga memiliki kuantitas dan kualitas infrastruktur jalan yang lebih baik dari zona lainnya. Pembangunan infrastruktur juga dipengaruhi oleh kondisi geografi wilayahnya. Dalam konteks ini diketahui bahwa kondisi geografi wilayah kota yang didominasi dataran rendah, telah mempermudah dan mempercepat proses pembangunan infrastruktur.

Pertumbuhan usaha merupakan salah satu dampak dari proses kewirausahaan, untuk mengetahui faktor pertumbuhan usaha, dapat dilakukan dengan menilai kondisi kewirausahaanya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang mengukur aktivitas kewirausahaan peterenakan ayam broiler di Provinsi Jambi. Aktivitas kewirausahaan juga dipengaruhi oleh karakteristik daerah (Fredin 2013). Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler Provinsi Jambi, maka kajian mengenai karakteristik-karakteristik wilayah Provinsi Jambi perlu diidentifikasi lebih mendalam. Apakah karakteristik setiap wilayah mempengaruhi aktivitas kewirausahan dan pertumbuhan usaha?. Untuk itu diperlukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha secara menyeluruh, dengan pendekatan kewirausahaan dan geografi. Pembangunan sektor peternakan ayam broiler melalui kemitraan lebih lanjut membutuhkan suatu kebijakan. Oleh karena

(21)

5 Kewirausahaan terhadap pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler kemitraan di Provinsi Jambi”. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka perumusan masalah dari penelitian ini diantaranya:

1. Bagaimana karakteristik wilayah perkotaan, sub urban, dan pedesaan di Provinsi Jambi. Apakah karakteristik wilayah mempengaruhi aktivitas kewirausahaan.

2. Bagaimana karakteristik internal individu dan internal usaha pada usaha peternakan ayam broiler kemitraan di Provinsi Jambi. Apakah karakteristik internal mempengaruhi aktivitas kewirausahaan.

3. Apakah aktivitas kewirausahaan mempengaruhi pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler kemitraan di Provinsi Jambi.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik wilayah perkotaan, sub urban, dan pedesaan, terhadap aktivitas kewirausahaan.

2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik internal individu dan internal usaha terhadap aktivitas kewirausahaan.

3. Menganalisis pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler kemitraan Provinsi Jambi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah, dapat memberikan informasi kepada pemerintah Provinsi Jambi mengenai tingkat aktivitas kewirausahaan pada sektor peternakan ayam broiler. Juga memberikan informasi tentang faktor- faktor pembentuk aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler kemitraan di di setiap wilayah, yang berkontribusi menciptakan wirausaha baru. Harapannya informasi dari penelitian ini dapat menjadi landasan untuk rekomendasi kebijakan yang memihak kepada sektor peternakan ayam broiler kemitraan di Provinsi Jambi.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Kewirausahaan dalam Pembangunan Daerah

Korelasi kewirausahaan dan pembangunan ekonomi merupakan masalah yang kompleks. Penelitian sebelumnya oleh Muller (2013) yang menggunakan model hubungan kewirausahaan dan pembangunan daerah, menyatakan bahwa dalam konteks tata ruang aktifitas kewirausahaan yang tercipta disuatu daerah, dipengaruhi oleh kondisi karakteristik daerah. Model hubungan kewirausahaan dan pembangunan daerah (Gambar 2), menggambarkan peranan kewirausahaan yang diukur dari tingkat aktivitas kewirausahaan dalam menentukan pembangunan daerah. Dalam konteks tersebut fokus penelitian yang dikembangkan adalah bagaimana kewirausahaan berkontribusi dalam pembangunan daerah, sehingga kewirausahaan dipahami sebagai inisiator pembangunan daerah.

Regional/Spatial

Context Entrepreneurship

Regional Development R

E

Drivers/Structural condition Activity Outcomes How regional structural

affect regional entrepreneurship

How entrepreneurship contributes to regional context and development

Interplay/recursive links btw, context and entrepreneurship in relation to regional evelopment

RD

Gambar 2 Model hubungan karakteristik daerah kewirausahaan dan pembangunan daerah

Sumber : Muller 2013

Model yang sama (Gambar 2) juga telah digunakan oleh (Giannetti & Simonov 2004; Ross 2013) untuk fokus penelitian yang berbeda, yaitu menganalis bagaimana dampak tata ruang terhadap kewirausahaan daerah. Konteks tata ruang menciptakan karakteristik daerah, pada akhirnya menentukan kondisi kewirausahaan suatu daerah yang diukur dengan aktivitas kewirausahan pelaku usaha. Hasil keduanya menyatakan bahwa dilihat dari tingkat aktivitas kewirausahaannya, karakteristik daerah telah menciptakan kondisi kewirausahaan yang berbeda pula.

(23)

7 aktivitas kewirausahaan dan bagaimana kontribusi kewirausahaan terhadap pembangunan daerah. Garis penghubung menjelaskan tingkat kontribusi penelitian sebelumnya dalam menyumbangkan bukti empiris, sedangkan garis putus-putus menunjukan keterbatasan jumlah penelitian yang berhasil membuktikan keterkaitan hubungan tersebut.

Fokus penelitian terkait peran kewirausahaan khususnya aktivitas kewirausahaan ditujukan untuk menciptakan tingkat pertumbuhan daerah yang tinggi dengan menciptakan suasana lokasi usaha didaerah yang mendukung terbentuknya aktifitas kewirausahaan. Tingkat aktivitas kewirausahaan adalah berbeda di setiap daerah, dijelaskan oleh variasi tingkat memulai usaha baru per 1000 penduduk di wilayah Swedia dalam berbagai sektor (Davidsson et al.1994). Bukti empiris terkait faktor-faktor penentu aktivitas kewirausahaan daerah dalam konteks tata ruang dijelaskan oleh (Davidsson et al. 1994), dengan meggunakan keragaman karakteristik daerah perkotaan, dan pedesaan sebagai variabel pengamatan.

Karakteristik daerah dapat dijelaskan oleh faktor struktur ketenagakerjaan yang ditentukan oleh tingkat pendidikan tenaga kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat memulai usaha baru memiliki hubungan positif dengan tingkat pendidikan. Peran nyata kewirausahaan dalam pembangunan daerah di Indonesia menurut Yulia P. dan Poppy (2013), mampu meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah kota Semarang. Dalam konteks ini kemampuan wirausaha dalam melihat peluang berdampak pada terciptanya lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja, pada akhirnya meningkatkan pendapatan daerah.

Dampak Tata Ruang Wilayah terhadap Aktivitas Kewirausahaan Peran kewirausahaan dalam konteks tata ruang di tingkat daerah, telah dibuktikan secara empiris oleh Ross (2013). Fokus penelitian tersebut adalah pada konteks tata ruang wilayah. Ross (2013) menyatakan bahwa tingkat keberlanjutan aktivitas kewirausahaan di setiap daerah berbeda-beda, terutama dijelaskan oleh indikator faktor sosial ekonomi (kondisi penawaran, kondisi permintaan, aglomerasi, budaya dan kebijakan pemerintah). Senada dengan hasil penelitian Ross (2013), terdapat penelitian yang mengkaji masalah peranan penting kewirausahaan, dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Fokus yang dikaji adalah pembentukan dan perluasan usaha baru yang ditentukan oleh variasi spasial aktivitas kewirausahaan pada tingkat daerah (Bosma dan Schutjens 2009; Fritsch dan Mueller 2007). Penelitian tersebut memberikan gambaran tentang penentu aktivitas kewirausahaan, diantaranya adalah karakteristik individu.

(24)

8

Perbedaan spasial terkait kondisi pasar suatu daerah cenderung penting untuk dipelajari (Bosma et al. 2008), karena sebagian besar kegiatan memulai usaha baru maupun ekspansi usaha dilakukan bergantung pada kondisi pasar suatu daerah. Kondisi pasar masing-masing daerah dipahami sebagai suatu karakteristik. Artinya Kondisi pasar penting untuk dikaji dalam memahami dampak tata ruang wilayah, karena pertumbuhan usaha di suatu daerah adalah ditentukan oleh kondisi pasar yang ada.

Berdasarkan informasi dari beberapa penelitian sebelumnya, diketahui bahwa ukuran populasi dan perubahan pertumbuhan jumlah penduduk dapat dipahami sebagai indikator yang menjelaskan kondisi permintaan setiap daerah, begitu juga dengan pendapatan dan perubahan tingkat pendapatan. Secara keseluruhan diketahui bahwa suatu daerah dengan kondisi permintaan yang lebih tinggi memberi pengaruh positif pada tingkat aktivitas kewirausahaanya yang tinggi pula, dan sebaliknya. Sehingga faktor kondisi permintaan menurut peneliti dapat digunakan untuk menganalisis tingkat perbedaan aktivitas kewirausahaan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan kemampuan manajerial tenaga kerja yang lebih tinggi, menentukan tingkat modal manusia yang tersedia, pada akhirya menghasilkan tingkat aktivitas kewirausahaan yang lebih tinggi juga. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka modal manusia dalam penelitian ini adalah hubungan tingkat pendidikan wirausaha dengan kemampuan berwirausaha. Dalam hal ini diasumsikan bahwa daerah yang memiliki modal manusia tinggi, merupakan lingkungan yang lebih baik untuk melakukan aktivitas kewirausahaan. Maka faktor penawaran yang dimaksud dalam penelitian ini dijelaskan oleh kualitas sumberdaya manusia.

Ketersediaan sumber daya disuatu daerah akan mempengaruhi proses kewirausahaan. Arzeni, Eposti dan Sotte (2002) dalam Fuduric (2008) menyatakan bahwa, konteks tata ruang menyebabkan ketersediaan sumber daya disetiap daerah berbeda-beda. Artinya sumber daya yang tersedia ditentukan oleh ruang, sehingga diketahui bahwa sumber daya ditentukan oleh karakteristik individu maupun lingkungan. Maka perbedaan jumlah sumber daya yang tersedia pada suatu ruang akan menghasilkan kondisi aktivitas kewirausahaan yang berbeda pula.

Steyaert & Kazt (2004), menjelaskan hubungan kewirausahaan dengan konteks tata ruang. Dilain sisi Klapper, Lewin, Delgado (2009), menjelaskan hubungan kewirausahaan dalam konteks bisnis, sosial dan kelembagaan. Kedua bidang penelitian berpendapat bahwa lingkungan dan masyarakat merupakan unsur yang menjelaskan karakteristik lingkungan geografis. Sehingga lingkungan geografis dengan karakteristik yang melekat padanya, seperti karakteristik fisik infrastruktur pendukung bisnis dan karakteristik masyarakatnya, mempengaruhi proses kewirausahaan.

(25)

9 Pembangunan daerah ditentukan oleh dimensi penting dari faktor geografis, yaitu terkait perbedaan kegiatan ekonomi dan kondisi kewirausahaanya. Penelitian sebelumnya menyatakan dampak pola tata ruang yang ada di Chile menyebabkan daerah inti memiliki daya dukung infrastruktur dan keuangan yang lebih baik (Amoros 2010). Kesenjangan tersebut mengakibatkan akses sumber daya di daerah pinggiran sulit, dan kondisi kewirausahaannya tidak lebih baik. Perbedaan kondisi kewirausahaan juga disebabkan oleh terkonsentrasinya kegiatan ekonomi, ini disebabkan oleh profil geografi dan demografi yang berbeda. Karakteristik daerah bagian selatan dari daerah inti Chile didominasi oleh kegiatan kehutanan, produksi kayu, peternakan sapi, dan perikanan. Sedangkan daerah bagian utara dari daerah inti didominasi oleh pertambangan dan agribisnis buah.

Fuduric (2008), mempelajari bagaimana aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh ruang. Penelitian tersebut mendifinisikan zona sebagai suatu karakteristik fungsi suatu lahan. Model yang digunakan menjelaskan bagaimana kekuatan basis sumber daya suatu daerah, akan menentukan bentuk kewirausahaan. Suber daya dalam definisi kewirausahaan sangat ditentukan oleh ruang. Fuduric (2008) menyatakan bahwa di daerah pinggiran tingkat aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh rendahnya akses informasi dan pengetahuan, tingkat pendidikan, dan kepadatan penduduk. Dalam konteks ini permintaan dan penawaran ditentukan oleh tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Indikator yang menjelaskan keterbatasan sumber daya tersebut termasuk diantaranya lemahnya layanan pos reguler, akses internet, pelatihan teknis, dan lembaga pinjaman. Pada akhirnya kepadatan penduduk akan menentukan daya saing, juga tingkat modal manusia disuatu daerah.

Investasi infrastruktur fisik pemerintah (Fuduric 2008) terkait pendidikan, akses jalan dan telekomunikasi, cenderung rendah pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah. Akibatnya di pedesaan tingkat keterampilan tenaga kerja rendah, keragaman keterampilan kurang, sehingga terjadi perbedaan stuktural antara lapangan kerja yang tersedia dengan kondisi tenaga kerja. Hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat aktivitas kewirausahaannya

Kondisi yang demikian menjelaskan bahwa aktivitas kewirausahaan suatu daerah ditentukan oleh kekuatan basis sumber dayanya. lingkungan geografi dalam bentuk pemanfaatan tata ruang mempengaruhi kondisi kewirausahaan yang berbeda. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa perbedaan aktivitas kewirausahaan setiap daerah, dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik tenaga kerja. Dasar untuk menjelaskan perbedaan karakteristik tenaga kerja adalah ukuran perbedaan tingkat dan keragaman keterampilannya.

Kualitas Sumber Daya Masnusia Berdasarkan Perbedaan Letak Geigrafis

(26)

10

daya alam, menghasilkan indeks kualitas sumber daya manusia yang rendah pula dan sebaliknya. Perbedaan tingkat perbandingan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki masing-masing Provinsi di Indonesia, menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Sumber daya manusia yang dimaksud dalam penelitiannya adalah, sumber daya yang berkualitas. Maka Baskoro (2012), menggunakan indikator pendidikan dan kesehatan untuk membedakan tingkat kualitas sumber daya masing-masing Provinsi.

Kualitas sumber daya manusia berperan dalam pembangunan daerah. Menurut Lonni dkk (2011), pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Mamasa secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Penelitian yang dilakukana Lonni dkk (2011), menggunakan indikator pendidikan, kesehatan, serta tingkat usia produktif tenaga kerja, sebagai variabel penelitian yang menjelaskan kualitas sumber daya manusia. Lonni dkk (2011), memberi pernyataan bahwa indikator pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pendidikan merupakan faktor yang menentukan kualitas SDM, sedangkan keualitas SDM tersebut mencerminkan kualitas tenaga kerja. Terkait hal tersebut diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang diraih oleh tenaga kerja, semakin baik kualitas tenaga kerja tersebut. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan pekerjaan secara efektif. Dalam hal ini adanya peningkatan jumlah persentase tenaga kerja berpendidikan tinggi, telah mempengaruhi kualitas tenaga kerja, dijelaskan oleh pengetahuan dan keterampilan yang semakin baik.

Kualitas sumber daya manusia yang tersedia disuatu daerah, pada akhirnya akan menentukan kualitas tenaga kerjanya. Usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha, yang keberhasilannya ditentukan oleh kemampuan tenaga kerjanya. Selain pakan dan bibit faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan ayam broiler adalah kemampuan manejemen oleh pelaku usaha.

Burhanuddin (2014), memberikan pernyataan bahwa efisiensi produksi peternakan

ayam broiler, ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Menurut Burhanuddin

(2014), tenaga kerja merupakan orang yang memegang kendali atas seluruh proses produksi, artinya produktivitas usaha peternakan ayam broiler dapat tercapai jika usaha tersebut digerakan oleh tenaga kerja yang produktif. Semakin tinggi

produktivitas usaha peternakan ayam broiler tersebut, maka aktivitas kewirausahaan

semakin meningkat pula (Burhanuddin 2014).

Keterampilan tenaga kerja dalam proses produksi ayam broiler dijelaskan oleh kemampuan pemberian pakan dan pengendalian tingkat kematian pada ternak (Burhanuddin 2014). Keterampilan tenaga kerja pada usaha peternakan ayam broiler juga dapat dilihat berdasarkan pengetahuan terhadap produksi dan sikap tenaga kerja yang dimiliki (Burhanuddin 2014). Mengacu hal tersebut maka kualitas tenaga kerja pada usaha peternakan ayam broiler dicerminkan oleh softskill dan hardskill, namun demikian kemampuan softskill lebih besar mencerminkan kualitas tenaga kerja (Burhanuddin 2014). Oleh karena itu untuk upaya menghindari kerugian yang besar pada usaha peternakan ayam broiler dapat dilakukan dengan menilai kualitas tenaga kerjanya, yaitu tenaga kerja yang trampil dan memiliki sikap positif, jujur dan bisa bekerja sama.

(27)

11

adalah berbeda-beda, dan menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Kualitas sumber daya manusia pada akhirnya menentukan tingkat aktvitas kewirausahaan, yaitu melalui peningkatan produktivitas usaha yang dikelola. Pernyataan tersebut menegaskan hubungan kewirausahaan dan pertumbuhan usaha, diantaranya

dijelaskan oleh tenaga kerja. Oleh karena itu aktivitas kewirausahaan dalam

penelitian ini juga dipengaruhi oleh tenaga kerja. tenaga kerja ditempatkan sebagai faktor internal usaha yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan. Keragaman kualitas sumber daya manusia dijelaskan oleh perbedaan tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan.

Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Kewirausahaan

Kewirausahaan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, faktor yang menentukannya menurut Okpara (2007), adalah kreatifitas dan inovasi. Aktivitas aktif mencari peluang untuk melakukan hal-hal baru, atau melakukan hal-hal lama dengan cara yang berbeda merupakan salah satu cara menilai kreatifitas dan keinovasian seseorang. Sehingga nilai kreativitas dan inovasi tersebut dapat mendorong tingkat kewirausahaan. Berdasarkan hal tersebut inovasi dapat dilihat dari tiga sisi berbeda (Vokalo 2000) yaitu produk, proses, dan perusahaan.

Aktivitas inovasi berperan sebagai dasar pembentuk hubungan positif antara variabel pertumbuhan dan variabel aktivitas kewirausahaan. Aktivitas inovasi seperti pilihan kerja individu, upah relatif, dan proyek-proyek pembangunan sosial, baik yang produktif yang tidak produktif dapat digunakana untuk menduga variabel endogen aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi (Dejardin 2000). Disamping itu, beberapa kebijakan seperti distribusi dan alokasi keterampilan berupa kebijakan fiskal yang mengapresiasi inovasi atau pengembangan kelembagaan yang mendorong tumbuhnya wirausaha, juga dapat menjelaskan variabel aktivitas kewirausahaan.

Pada level on-farm maupun of-farm aktivitas kewirausahaan dijelaskan oleh inovasi. Mendukung pernyataan tersebut penelitian sebelumnya oleh Hussain et al.(2011b), menemukan adanya hubungan korelasi yang positif antara inovasi dan kewirausahaan di Pakistan. Hubungan kewirausahaan dan inovasi serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, menurut Musai et al.(2011), kewirausahaan dan inovasi memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks tersebut meningkatan kewirausahaan dan koefisien inovasi dapat meningkatkan PDB. Dengan demikian dapat dipahami bahwa modal fisik dan tenaga kerja dapat memberikan dampak positif pada produk domestik bruto.

(28)

12

Kondisi spesifik daerah yang berbeda menciptakan kondisi kewirausahaan dan pembangunan daerah yang berbeda pula. Terkait hal tersebut diketahui bahwa keinovasian setiap daerah beragam, sehingga pengaruh dari kewirausahaan di setiap daerah akan dirasakan berbeda, yang ditentukan oleh kondisi daerah (Fredin 2013). Aktivitas kewirausahaa dikatakan baik, adalah jika dengan produktifitas yang lebih tinggi dari suatu kegiatan ekonomi, dapat menciptakan kemampuan yang lebih untuk berbagi resiko.

Artinya aktivitas kewirausahaan juga dapat dinilai berdasarkan resiko bisnis yang dihadapi. Individu yang cenderung memilih menjadi wirausaha (Caliendo et al. 2006), adalah mereka yang mau dan lebih kuat menanggung resiko, karena pembuat keputusan pada lingkungan yang tidak pasti adalah mereka yang memilih menjadi seorang wirausaha. Berdasarkan beberapa sumber informasi tersebut secara ringkas diketahui bahwa Inovasi dan resiko bisnis merupakan suatu nilai yang dapat menjelaskan tingkat aktivitas kewirausahaan, dan mencerminkan kualitas suatu kewirausahaan. Perbedaan kondisi kewirausahaan di setiap wilayah dipengaruhi oleh dampak spesifikasi dari pengetahuan ilmiah, teknologi, kewirausahaan dalam bentuk aset pengetahuan perusahaan, organisasi lainnya yang berada di wilayah, serta modal manusia dan modal sosial terkait dengan penduduk di suatu wilayah, yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Selanjutnya hal tersebut berdampak pada ketersediaan daya dukung pembentuk komponen inovasi masing-masing wilayah dan perusahaan. Pada akhirnya tingkat inovasi yang dihasilkannya juga akan berbeda.

Aktivitas Kewirausahaan Peternakkan Ayam Broiler di Indonesia Penelitian aktivitas kewirausahaan pada peternakan ayam pedaging, telah dilakukan oleh (Musai et al. 2011). Kesimpulan dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa inti dari aktivitas kewirausahaan pada peternakan ayam pedaging adalah mengembangkan usaha dan memulai bisnis baru yang produktif. Selain itu aktivitas kewirausahaan pada peternakan ayam pedaging juga dijelaskan oleh kapasitas bersaing.

Studi empiris tentang faktor pembentuk aktivitas kewirausahaan telah dilakukan. Terkait aktifitas kewirausahaan di Indonesia telah dilakukan oleh Burhanuddin et al.(2013) dan Burhanuddin (2014). Kedua penelitian tersebut pada dasarnya memeliki focus yang berbeda. Burhanuddin et al. (2013) fokus pada factor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan, sedangkan penelitian selanjutnya oleh Burhanuddin (2014), selain mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan, juga memiliki fokus pada pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan bisnis. Perbedaan substansi kedua penelitian tersebut adalah faktor-faktor pembentuk aktifitas kewirausahaan pada peternakan ayam broiler (Burhanuddin et al. 2013) diarahkah pada kontribusinya dalam mencetak wirausaha baru di Indonesia. Sedangkan aktivitas kewirausahaan (Burhanuddin 2014), melihat pengaruhnya yang diarahkan pada pertumbuhan bisnis ayam broiler di Indonesia.

(29)

13 (Burhanuddin et al. 2013), juga memberi pengaruh yang nyata pada pertumbuhan bisnis ayam broiler (Burhanuddin 2014). Dalam hal ini selain melihat pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan bisnis ayam broiler, Burhanuddin (2014) juga memberi gambaran mengenai faktor internal individu, faktor internal perusahaan dan faktor ekternal, beserta indikator-indikator yang valid merefleksikan faktor-faktor tersebut, terhadap aktvitas kewirausahaan usaha peternakan ayam broiler.

Hasil yang cenderung sama terkait faktor pembentuk aktifitas kwirausahaan dari Burhanuddin et al.(2013), memberikan kesimpulan penelitian bahwa inovasi, dayasaing dan kebijakan pemerintah merupakan faktor pembentuk aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler. Gambaran hasil penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri secara lebih rinci disimpulkan dari penelitian Burhanuddin (2014), bahwa tidak hanya inovasi yang secara signifikan mempengaruhi aktifitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri, keberanian mengambil resiko juga berpengaruh signifikan dan keduanya ditetapkan sebagai faktor internal individu. Daya produksi dan tenaga kerja sebagai faktor internal perusahaan signifikan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri, juga kebijakan pemirintah yang bertindak sebagai faktor eksternal.

Indikator-indikator yang valid merefleksikan faktor internal aktivitas kewirausahaan peternak ayam menurut Burhanuddin (2014), diantaranya intensitas inovasi peternak, intensitas penelitian peternak, keberanian mengambil resiko produkasi dan berinvestasi, efisiensi produksi peternakan, pengendalian biaya-biaya peternakan, pengetahuan produksi dan sikap tenaga kerja. Sedangkan kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan bantuan teknis peternakan adalah indicator-indikator dari faktor eksternal aktivitas kewirausahaan. Disamping itu kebijakan pemerintah terkait akses lahan juga indikator yang signifikan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler (Burhanuddin et al. 2013).

(30)

14

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Variabel-variabel pengamatan atau indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian, di bangun berdasarkan teori dan adaptasi dari model penelitian sebelumnya, yang menyatakan adanya hubungan antara karakteristik wilayah (zona) dan faktor internal, dengan aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan usaha. Teori-teori yang digunakan dalam membangun model SEM akan diuraikan pada bab ini. Upaya dalam menjawab masalah penelitian pertumbuhan usaha, kewirausahaan dan karakteristik daerah, melibatkan beberapa teori, yaitu teori pertumbuhan usaha, teori teori New Economic Geography (NEG), teori sistem inovasi daerah, dan kewirausahaan.

Kewirausahaan dan Pertumbuhan Usaha

Kewirausahaan adalah proses, yaitu proses mengimplementasikan suatu inovasi yang didorong oleh adanya faktor pemicu (Bygrave dan Zacharakis 2010). Proses kewirausahaan menurut Bygrave dan Zacharakis (2010), pada akhirnya akan menghasilkan pertumbuhan usaha. Dalam proses kewirausahaan, pertumbuhan dapat terjadi didorong oleh faktor organisasi dan lingkungan. Organisasi merupakan faktor pendorong terjadinya pertumbuhan usaha, sedangkan lingkungan merupakan faktor yang mendorong terjadinya implementasi. Artinya usaha yang terorganisasi, dan berada pada lingkungan yang mendukung, akan mengalami pertumbuhan usaha. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang yang mampu melihat peluang dan memanfaatkan peluang dengan membentuk organisasi pada lingkungan yang mendukung.

Wirausaha adalah pribadi yang inovatif (Joseph Schumpeter dalam Casson et al. 2006). Wirausaha adalah orang yang akan mengimplementasikan hasil temuan dengan merubah cara-cara produksi, mengolah produk lama dengan teknologi yang belum dicobakan pada produk tersebut, atau mengolah produk produk baru dengan teknologi lama. Wirausaha berada di lingkungan yang tidak pasti. Wirausaha adalah orang yang berani menanggung resiko dalam mendirikan usaha, untuk memperoleh keuntungan. Wirausaha adalah orang yang berupanya meningkatkan nilai jual suatu produk atau jasa, dengan mengkombinasikan berbagai peluang dan sumber daya yang tersedia di lingkungan. Sehingga aktivitas kewirausahaan adalah aktivitas meningkatkan nilai jual dan manfaat suatu produk atau jasa. Aktivitas meningkatkan nilai jual dan manfaat, pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan usaha.

(31)

15 kewirausahaan adalah pertumbuhan usaha. Maka dalam penelitian ini tindakan pelaku usaha dalam mengimplementasikan suatu inovasi tersebut dipahami sebagai aktivitas kewirausahaan (Gambar 3).

INOVATION (INOVASI)

TRIGGERING EVENT (PEMICU)

IMPLEMENTATION (PELAKSANAAN)

GROWTH (PERTUMBUHAN)

Gambar 3 Model proses kewirausahaan Bygrave dan zacharakis (2010) Sumber : Alma B.(2010)

Proses kewirausahaan melibatkan tiga komponen, yaitu peluang, wirausaha, dan sumber daya. Kemampuan individu melihat adanya peluang, menunjukan bahwa idividu tersebut adalah seorang wirausaha. Untuk memanfaatkan peluang, dan mengkombinasikan peluang dengan ketersediaan sumber daya, dibutuhkan strategi dan perencanaan bisnis. Hal ini karena ketiga komponen berada pada kondisi yang tidak pasti. Rencana bisnis yang mampu mengkombinasikan komponen-komponen proses kewirausahaan dengan baik, dapat menghasilkan pertumbuhan dan eksistensi pada usaha yang dikelola.

.

Gambar 4 Model pengukuran aktivitas kewirausahaan pendekatan GEM

Sumber : Pambudy (2010)

PERTUMBUHAN EKONOMI

TINGKAT AKTIVITAS ENTREPRENEURIAL

KESEMPATAN ENTREPRENEURIAL

GEOGRAFI PENDIDIKAN INFRASTRUKTUR EKONOMI KEBUDAYAAN

(32)

16

Jumlah wirausaha direfleksikan oleh aktivitas kewirausahaan para pelaku usaha, artinya untuk mengetahui jumlah wirausaha yang ada di suatu daerah dapat dilakukan dengan mengukur aktivitas kewitausahaan pelaku usaha. Model Untuk mengukur aktivitas kewirausahaan, dapat dilakukan dengan model pengukuran aktivitas kewirausahaan pendekatan GEM (Global Entrepreneurship Monitor) seperti pada Gambar 4. Model pengukuran aktivitas kewirausahaan pada Gambar 4, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh besarnya tingkat aktivitas kewirausahaan. Tingkat aktivitas kewirausahaan dalam konteks ini, ditentukan oleh kesempatan dan kapasitas entreprenurial. Terkait hal tersebut, diketahui bahwa kondisi permintaan dan penawaran suatu daerah dapat mencerminkan kesempatan dan kapasitas tersebut. Maka untuk mengetahui kesempatan dan kapasitas entreprenurial disuatu daerah, dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran entreprenurial. Faktor- faktor yang dimaksud menurut (Burns 2007 dalam pambudy 2010) adalah seperti faktor budaya, demografi, pendidikan, infrastruktur ekonomi), dan faktor kelembagaan, industri, sosial budaya (Arzeni, Eposti dan Sotte 2002 dalam Pambudy 2010).

Kewirausahaan dan Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah telah didefinisikan dengan berbagai sudut pandang, karena pembangunan daerah itu sendiri merupakan masalah yang kompleks. Dalam konteks ini (Fischer &Nijkamp 2009), menyatakan bahwa proses dalam pembangunan daerah yang dimaksud adalah proses yang dinamis mengacu pada kesejahteraan ekonomi yang merata.

Pembangunan daerah ditentukan oleh ketersediaan dan akses modal manusia, infrastruktur fisik dan komunikasi, serta kebijakan dan struktur kelembagaan. faktor tersebut merupakan faktor pendorong yang mempengaruhi tingkat keinovasian dan kesejahteraan daerah. Pada model hubungan karakteristik lingkungan, kewirausahaan, dan pembangunan daerah (Muller 2013), yang dibngun dari beberapa literatur riview penelitian sebelumnya, menggambarkan bahwa karakteristik daerah berperan sebagai faktor pendorong terjadinya aktivitas kewirausahaan.Selanjutnya aktivitas kewirausahaan mempengaruhi pembangunan daerah, yang diukur dari hasil pembangunan itu sendiri.

Pertumbuhan usaha merupakan salah satu indikator pembangunan daerah. Cornett (2009) dan Naude et al.(2008), menjelaskan model pembangunan daerah yang dipengaruhi oleh karakteristik daerah dan kewirausahaan. Asumsi yang dibangun model pembangunan daerah pada Gambar 5, kewirausahaan merupakan faktor pendorong pembangunan daerah. Aktivitas kewirausahan menurut Cornett (2009) Naude et al.(2008) dinilai mampu menciptakan pertumbuhan lapangan kerja dan pendapatan dalam pembangungan daerah.

(33)

17

Gambar 5 Model kewirausahaan dan pembangunan daerah

Sumber : Diadopsi dari Cornett (2009)

Konteks tata ruang berkaitan dengan lingkungan geografis seperti masyarakat dan lingkungan, kawasan industri dan cluster. Sedangkan konteks bisnis berkaitan dengan pasar. Berdasarkan hal tersebut maka fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak konteks spatial, terhadap kewirausahaan dan pembangunan daerah. Berdasarkan kedua model yang menjelaskan keterkaitan karakteristik lingkungan, kewirausahaan dan pembangunan daerah, maka penelitian ini membangun model yang menggambarkan bahwa, hasil pembangunan daerah dipengaruhi oleh faktor aktivitas kewirausahaan. Tingkat aktivitas kewirausahaan juga diketahui dipengaruhi oleh karakteristik wilayah. Artinya baik karakteristik wilayah, maupun kewirausahaan merupakan faktor pendorong pembangunan daerah.

Kerangka Pemikiran Konseptual Konsep Tata Ruang dalam Pembangunan Daerah

Aspek lokasional dan distribusi spatial suatu kegiatan usaha, merupakan dasar pendekatan tata ruang digunakan dalam pembangunan daerah. Pendekatan tata ruang digunakan untuk tujuan menganalisis pembangunan sarana dan prasarana yang akan dilakukan, dikaitkan dengan masalah tata ruang. Pendekatan tata ruang mengasumsikan bahwa setiap kegiatan dan objek pembangunan pada

dasarnya tidak dapat dilepaskan dari aspek ”di mana” pada tata ruang yang dipilihnya. Menurut Adisasmita (2011) dimensi tata ruang, saat ini sudah dianggap sebagai variabel tambahan, yang penting dalam menganalisis pembangunan daerah.

Tingkat aktivitas kewirausahaan tidak sama pada setiap daerah (Andersson &Karlsson 2006). Distribusi ruang geografi yang berbeda, menciptakan perbedaan kekuasaan (Adresson 2006: 93). Teori regional inovation sistem (RIS) berasumsi

Regional Development

Context, Structures And Institutions Human Capital Innovation Entrepreneurship Infrastructures

(soft/hard)

Welfare system

Educational & research

institutions Entrerprises/Entrepreneurs Public authorities (Policy Makers) Objective Outcome

Drivers

Actors

(34)

18

bahwa sistem pendidikan, pengetahuan produksi, dan laboratorium penelitian suatu daerah merupakan komponen yang mempengaruhi tingkat keinovasian daerah, yaitu melalui kelimpahan pengetahuan yang dimiliki. Dalam konteks ini perbedaan kekuasaan dipahami sebagai kemampuan suatu ruang mendukung aktivitas diatasnya. Konsep tata ruang menurut UU No. 26 Tahun 2007, ditujukan untuk mengatur ruang. Dampak dari kegiatan penataan ruang adalah terciptanya suatu tempat atau kawasan yang memiliki nilai dan ciri khas. Dasar penataan ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007, dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan; kondisi ekonomi,sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan, geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Sistem zonasi berdasarkan fungsional suatu wilayah merupakan contoh kondisi yang mengharuskan adanya upaya pengarahan dan pengaturan yang jelas, agar ketersediaan ruang untuk kawasan lindung, atau untuk budidaya, pemukiman, infrastruktur, sesuai dengan semestinya. Zona produksi memiliki kejelasan pemanfaatan ruang seutuhnya untuk berbagai kegiatan produksi dan budidaya. zona konservasi dan zona campuran dilindungi dengan peraturan yang sifatnya membatasi pemanfaatan ruang di zona tersebut. Sehingga terdapat kebijakan pemerintah terkait kawasan budidaya yang diatur maupun budidaya yang diarahkan. Kebijakan yang diterapkan pada kawasan budidaya termasuk diantaranya mengkhususkan suatu subwilayah hanya boleh atau melarang untuk kegiatan tertentu, melarang berlokasi pada kawasan yang tidak diperuntukan baginya atau dengan menerapkan peraturan tertentu bagi aktivitas yang ada dilokasi tersebut (UU No 26 Tahun 2007).

Teory New Economic Geography (NEG) Krugman (1991a 1991b), menjelaskan tentang asimetris distribusi kegiatan ekonomi. New Economic Geography (NEG) mencoba memberi gambaran dampak tata ruang memberikan pengaruh pada distribusi pembangunan yang tidak merata di daerah (Fujita dan Thisse 2009). Biaya tranportasi merupakan salah satu variabel kunci yang menjelaskan perbedaan wilayah inti dan pinggiran (Martin dan Sunley 1996). Dalam konteks ini dijelaskan bahwa biaya tranportasi yang rendah mempengaruhi pencapaian skala ekonomi (Acs dan Vagra, 2002).

Krugman (1991a) memperluas penjelasan teori New Economic Geography dengan membangun model yang melibatkan wilayah inti dan pinggiran. Asumsi yang ditekankan pada model tersebut adalah pelaku usaha akan mencari lokasi yang memiliki jarak paling dekat dengan pusat pasar. Hal ini karena suber daya itu bergerak, sehingga pelaku usaha perlu meminimalkan biaya transportasi untuk meraih keuntungan. Lokasi yang memiliki tingkat permintaan besar atau memiliki kestabilan pasokan input, juga merupakan lokasi pilahan bagi pelaku usaha. Hal ini karena biaya berinteraksi berlaku di seluruh jarak.

(35)

19 semakin banyak orang yang ingin memanfaatkan peluang, persaingan usaha semakin meningkat, dan mendorong perusahaan untuk terus berinovasi.

Konsep Karakteristik Wilayah dan Pertumbuhan Usaha

Suatu daerah dapat dipahami sebagai wilayah yang meimiliki unsur kekuasaan administratif, budaya, politik,dan ekonomi. Dimana unsur tersebut menjadi pembeda dengan wilayah lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dipahami sebagai karakteristik. Terkait hal ini diketahui bahwa setiap daerah memiliki karakteristik, sehingga penelitian tentang wilayah fungsional pentinguntuk dilakukan (Cooke et al.1998: 1573). Wilayah fungsional dipahami sebagai wilayah yang diperuntukan bagi fungsi kegiatan tertentu. Sehingga dalam mempelajari wilayah fungsional, fokus yang dibangun adalah bagaimana karakteristik setiap wilayah mempengaruhi output yang ingin dilihat. Karakteristik suatu wilayah fungsional dapat dijelaskan oleh karakteristik lokasi (zona), dan karakteristik sosial ekonomi masyarakatnya. Karakteristik-karakteristik tersebut terbentuk dipengaruhi oleh suatu kondisi atau konteks.

Perbedaan karakteristik lokasi yang mendukung suatu kegiatan usaha, menyebabkan keputusan yang diambil dalam pilihan sistem usaha juga berbeda. Secara umum tujuan keputusan pelaku usaha adalah memperoleh hasil positif, seperti pertumbuhan usaha, peningkatan pendapatan, dan keberlanjutan usaha, seperti dijelaskan dalam model pada Gambar 6. Penetapan suatu zona memberikan pengaruh pada pertumbuhan usaha. Model pada Gambar 6 menunjukan bahwa dalam pengambilan keputusan usaha, dipengaruhi oleh karakteristik spesifik lokasi. Penetapan suatu lokasi sebagai zona tertentu dalam pemanfaatannya, akan membentuk suatu karakteristik. Karakteristik lokasi terbentuk karena adanya pengaturan kelembagaan, faktor kebijakan, dan kondisi pasar. Pada akhirnya ketiga faktor tersebut mempengaruhi keputusan yang diambil terkait dengan strategi usaha. Kesesuain strategi usaha yang digunakan pada akhirnya akan memberikan pertumbuhan pada pendapatan, juga pada pertumbuhan usaha.

Gambar 6 Model hubungan karakteristik wilayah dan pertumbuhan usaha

Sumber: Diadopsi dari Kyalo W.D 2009 dan DFID 1999

Characteristic location: zone Vulnerability

context: trend

PolicyFaktor, Market Condition

Decision making

Adaptation strategies

Outcome:

Income level, firm growth Socio economic

(36)

20

Konsep Menilai Kualitas Sumber Daya Manusia

Teori Schultz (1975), menjelaskan bahwa tingkat aktivitas kewirausahaan ditentukan oleh modal manusia, yaitu pekerja terampil yang tersedia. Tingkat aktivitas kewirausahaan ditentukan oleh keterampilan dan kemampuan manusianya yang mengelola usaha. Karakteristik individu dianggap sebagai unsur penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Teori modal manusia, menjelaskan bahwa peningkatan produksi ditentukan oleh modal manusia. Terkait kedua pernyataan tersebut keberhasilan pembangunan melalui upaya peningkatan produksi, selain didukung oleh kemajuan teknologi, juga perlu diiringi dengan kualitas sumber daya manusia yang berpendidikan, agar teknologi yang ada dapat diterapkan.

Dalam teori pembentukan modal manusia (PPM), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan modal manusia penting untuk dikaji, karena faktor tersebut pada akhirnya akan menentukan perubahan kualitas sumber daya manusia. Menurut widarti (1993) dalam modul optimalisasi kuliah manajemen sumber daya manusia berbasis student center learning (2006), faktor-faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan formal dan non formal, kesehatan dan gizi, pekerjaan, dan kebebasan politik dan ekonomi. Sejalan dengan pernyataan dalam humand development reeport (1994), sebagai alat dan tujuan pembangunan, manusia merupakan modal yang sangat penting dalam proses pembangunan dan diarahkan menuju human scurity. Mengacu pada kedua teori tersebut, maka kualitas sumber daya manusia secara lebih luas dapat diketahui berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, tingkat kesehatan, kebebasan memilik dalam politk dan ekonomi.

Mengukur kualitas sumber daya manusia melalui perbandingan indeks yang disebut dengan humand development indeks (HDI), dijelaskan oleh variabel-variabel pengukuran seperti pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan pendapatan. Dalam konteks ini indikator yang menjelaskan variabel-variabel dalam indeks tersebut adalah angka melek huruf, pendidikan yang ditamatkan/rata-rata tahun sekolah, angka harapan hidup, dan pendapatan perkapita. Secara keseluruhan humand development indeks (HDI) merupakan instrumen untuk mengukur kualitas sumber daya manusia yang dapat mencerminkan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Kualitas sumber daya manusia, menentukan kemampuan seseorang melakukan pekerjaanya. Menurut porter (1985) dalam modul optimalisasi kuliah manajemen sumber daya manusia berbasis student center learning (2006), kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman, kesehatan, dan keterampilan, sehingga dapat menentukan daya saing usaha yang dijalankan

Kerangka Pemikiran Operasional

Gambar

Tabel 1  Data populasi ternak ayam broiler Provinsi Jambi
Gambar 2
Gambar 3   Model proses kewirausahaan Bygrave dan zacharakis (2010)
Gambar 5   Model kewirausahaan dan pembangunan daerah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya memberi kuasa kepada setiap dokter, rumah sakit, klinik, puskesmas, perusahaan asuransi dan badan hukum, perorangan atau organisasi lainnya yang

T api saya lebih cenderung melakukan cara dakwahnya nabi Muhammad dengan ceramah yang membangun.. orang-orang sukses, agar siswa terpancing. Manusia kan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa : 1) Implementasi Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun

Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan

Sistem perpipaan ( piping system ) terdiri dari gabungan pipa – pipa yang memiliki panjang total relatif pendek dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Sidik Ragam Rataan dengan Rancangan Petak Terpisah (RPT) faktorial menunjukkan bahwa penggunaan varietas berbeda dan Dosis

Masih adanya pertentangan atas hasil penelitian dan adanya ketidakkonsistenan hasil atas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan,

Unit Pengelola Keuangan adalah salah satu gugus tugas yang dibentuk oleh BKM/LKM sebagai unit mandiri untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan