• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekolah Perempuan Desa dan Penyelenggaraan Sistem Layanan Rujukan Terpadu di Kabupaten Gresik. Pinky Saptandari *)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sekolah Perempuan Desa dan Penyelenggaraan Sistem Layanan Rujukan Terpadu di Kabupaten Gresik. Pinky Saptandari *)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sekolah Perempuan Desa dan Penyelenggaraan Sistem Layanan Rujukan Terpadu di Kabupaten Gresik

Pinky Saptandari *)

Abstrak

Kehadiran Undang Undang Desa merupakan peluang bagi upaya pemberdayaan serta peningkatan peran serta masyarakat desa dalam pembangunan desa. Banyak hal yang terkait dengan program dan aktivitas pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa, termasuk didalamnya adalah pemberdayaan keluarga, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Peluang tersebut ada pada Undang Undang No.52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No.06 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga, semakin lengkap, karena lahirnya Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan pengalaman anggota Sekolah Perempuan Desa di Kabupaten Gresik dampingan dari Kelompok Perempuan & Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) Jawa Timur, dalam peran serta aktif mereka memberdayakan diri, membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga serta mengakses Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT), untuk mengatasi berbagai permasalahan setempat.

Kajian tentang peran Sekolah Perempuan Desa di Wringin Anom Kabupaten Gresik ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik FGD dan wawancara mendalam. Data lapangan menunjukkan bahwa penyadaran kritis yang dalam proses pembentukan dan pendampingan Sekolah Perempuan Desa memberi manfaat yang sangat besar. Dapat disimpulkan bahwa: (i) ketika kebijakan dan program pembangunan di tingkat Desa dioptimalkan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh akan membuka ruang bagi partisipasi masyarakat termasuk peningkatan partisipasi perempuan; (ii) Pemberdayaan melalui Sekolah Perempuan Desa telah membuat perubahan yang sangat besar dalam keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. Langkah-langkah pemberdayaan melalui Sekolah Perempuan Desa menjadi pengesahan sosial kehadiran perempuan di ranah publik yang mampu melahirkan kepemimpinan perempuan yang memiliki posisi tawar dan bahkan mampu menembus birokrasi pemerintahan untuk memberdayakan diri dan keluarga, termasuk dalam mengaksesSistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT); (iii) pemberdayaan perempuan melalui Sekolah Perempuan Desa di Kabupaten Gresik merupakan langkah strategis dan penting untuk menjadi model pemberdayaan keluarga dan masyarakat desa. Melalui aktivitas pada Sekolah Perempuan Desa, mereka tidak saja menjadi komunitas perempuan yang berdaya, namun dapat menjadi pintu masuk bagi peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga pada masyarakat desa.

Kata kunci: peran serta masyarakat, pemberdayaan perempuan, pembangunan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, kesadaran kritis, akses kebijakan.

(2)

Pendahuluan

Kehadiran Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa atau yang dikenal sebagai UU Desa, menjadi peluang bagi upaya pemberdayaan masyarakat desa, pembangunan desa, pembangunan keluarga, maupun bagi upaya peningkatan kepemimpinan perempuan di tingkat desa. Banyak hal yang terkait dengan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa, termasuk didalamnya adalah pemberdayaan keluarga, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang selama ini belum optimal karena berbagai kendala. Kalaupun sudah ada pengaturan, aturan-aturan tersebut ada pada tingkat Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan belum menyentuh pada tata kelola Pemerintahan pada tingkat Desa. Telah ada Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang “Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga”. Untuk operasionalisasi UU tersebut, disusun Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (PPPA) No.06/2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Pada Bab IV dicantumkan Pelaksanaan Pembangunan Keluarga di tingkat Pemerintah Daerah Provinsi (Pasal 20) dan Pelaksanaan Pembangunan Keluarga di tingkat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pasal 21). Peraturan Menteri PPPA No.06/2013 tersebut merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mengoperasionalkan Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang “Perkembangan Kependudukan & Pembangunan Keluarga”. Dalam Pasal 47 memberi amanat bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, yaitu suatu kebijakan yang dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal. Dalam hal inilah pelu didorong kewenangan Desa untuk membuat peraturan yang intinya adalah membangun dan memperkuat ketahanan serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Undang Undang Desa berikut peraturan pelaksanaannya membuka peluang untuk memperluas jangkauan pelaksanaan pembangunan masyarakat termasuk permbangunan keluarga sampai dengan tingkat Desa. Dalam Undang Undang Desa, terdapat banyak peluang untuk pelaksanaan pembangunan keluarga di tingkat Desa, walaupun Undang Undang Desa tidak secara eksplisit menjelaskan tentang keluarga, namun sudah memasukkan perspektif gender . Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) atau aturan turunan yang lain dari UU Desa, dapat diusulkan secara konkrit perihal pentingnya memberi mandat bagi Pemerintah

(3)

Desa melaksanakan pembangunan keluarga di wilayah Desa, sebagaimana halnya Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Inti dalam pembangunan desa adalah untuk pemberdayaan dan kedaulatan Desa serta rakyat Desa. Bila paradigma ini yang disepakati, maka perlu perubahan mendasar yang harus dilakukan yang menyentuh wilayah budaya. Keberagaman budaya dan kearifan lokal harus mendapat ruang dalam kebijakan pembangunan. Berbagai kearifan lokal merupakan potensi yang harus diberi ruang dan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan setempat dan Pemerintah berkewajiban memberi dukungan. Desa harus diperkuat kewenangannya atas dasar kedaulatan untuk melakukan tata kelola pemerintahan desa dengan memilih/menentukan kebijakan-kebijakan yang diintegrasikan dalam Peraturan Desa sesuai karakteristik masing-masing.

Pemberdayaan masyarakat desa harus diawali dengan pemberdayaan dan penguatan ketahanan masyarakat dan keluarga yang merupakan langkah strategis dan perlu disegerakan sebagai fokus pembangunan desa berdasarkan amanah Undang Undang No.6/2014 tentang Desa, UU No.52/2009 dan Permen PPPA No. 06/2013. Dalam Permen PPPA No 06/2013 terdapat kebijakan pelaksanaan pembangunan keluarga berpedoman pada konsep ketahanan dan kesejahteraan yang didalamnya mencakup: landasan legalitas dan keutuhan keluarga; ketahanan fisik; ketahanan ekonomi; ketahanan sosial psikologi; dan ketahanan sosial budaya. Penulis berpendapat bahwa untuk dapat membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga dapat dilaksanakan secara baik apabila memasukkan perspektif gender, di mana didalamnya ada pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak serta perlindungan anak. Berdasarkan pengalaman di beberapa wilayah pedesaan, keterlibatan perempuan menjadi suatu keniscayaan dan suatu kebutuhan yang mendesak untuk membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga responsif gender, yang berujung pada kesejahteraan masyarakat desa.

Makalah ini mendiskripsikan pengalaman peran serta aktif anggota Sekolah Perempuan Desa di Kabupaten Gresik untuk memberdayakan diri, membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta menembus atau mengakses Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan setempat. Pendampingan Kelompok Perempuan & Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) Jawa Timur pada Sekolah Perempuan Desa di wilayah Desa Wringin Anom Kabupaten Gresik, menunjukkan bahwa penyadaran

(4)

kritis yang dalam proses pembentukan dan pendampingan Sekolah Perempuan Desa memberi manfaat yang sangat besar.

Pemberdayaan melalui Sekolah Perempuan Desa menjadi pengesahan sosial kehadiran perempuan di ranah publik dan mendorong kepemimpinan perempuan di tingkat Desa. Mereka menjadi sadar akan hak-haknya, dan berkat kesadaran tersebut mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan posisi tawar dan bahkan mampu menembus birokrasi pemerintahan untuk memberdayakan diri dan keluarga, termasuk berkiprah di wilayah publik. Kajian tentang peran Sekolah Perempuan Desa di Wringin Anom Kabupaten Gresik ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik FGD dan wawancara mendalam.

Pembelajaran dari Sekolah Perempuan Desa

Sekolah Perempuan Desa menjadi sarana membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat desa, sekaligus juga mendorong lahirnya kesadaran politik dan kepemimpinan perempuan. Berbagai permasalahan berlatar budaya berada dalam lingkup keluarga patut mendapat perhatian serius agar dapat diatasi dengan baik melalui penerapan metode partisipatoris, yang memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender, serta pemenuhan hak dan perlindungan anak. Permasalahan keluarga yang mendesak untuk diatasi, antara lain: perkawinan usia anak, kekerasan dalam rumahtangga, gizi buruk, Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi.

Ketika keluarga memainkan peran penting, maka peran dan posisi perempuan dalam keluarga dan kebijakan pembangunan Desa sudah sepatutnya juga ditempatkan sebagai hal yang penting. Disinilah peran politik dan kepemimpinan perempuan menjadi isu penting dalam dinamika pembangunan masyarakat Desa. Atnike Nova Sigiro, dalam tulisan tentang Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga di Indonesia: Kritik Atas Model Keluarga “Lelaki

Sebagai Pencari Nafkah Utama”, dalam Jurnal Perempuan Nomor 73 tahun 2012,

menjelaskan bahwa posisi perempuan dalam pengelolaan keluarga sangat penting sekaligus rentan. Sigiro juga menganalis apakah posisi perempuan dalam kebijakan dalam kebijakan negara, dalam bidang kesejahteraan keluarga, telah menempatkan perempuan dalam posisi yang adil. Disimpulkan bahwa posisi perempuan dalam kebijakan Pemerintah di bidang kesejahteraan keluarga masih sebagai penerima kebijakan semata, yang jumlah dan

(5)

cakupannya juga masih terbatas. Perempuan dan sebagian besar penduduk miskin yang hidup dari sektor ekonomi informal pada umumnya tidak masuk dalam skema jaminan sosial. Kebijakan sosial bagi perempuan dalam unit keluarga masih bersifat diskriminatif terhadap perempuan, sebagai konskuensi dari model keluarga dengan laki-laki sebagai pencari nafkah utama. Jaminan hak perempuan (bahkan anak) ditentukan oleh keabsahan dan relasi mereka dengan suami sebagai kepala keluarga.

Berbagai peraturan yang ada harus dilihat sebagai pendukung upaya membuat perubahan. Perubahan semacam ini dibutuhkan, khususnya bagi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender serta peningkatan kualitas hidup bagi perempuan dan anak, termasuk mendorong kepemimpinan perempuan. Hal ini dianggap penting mengingat pranata keluarga merupakan pranata budaya penting dan strategis di tingkat desa, yang menjadi dasar dalam mewujudkan fundamen lingkungan sosial budaya kondusif bagi kemajuan rakyat dan bangsa. Untuk mencapai kondisi tersebut, perubahan mendasar di tataran pola pikir (mindset) menjadi prasyarat yang tak terelakkan.

Dalam Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa pemberdayaan masyarakat desa adalah pemberdayaan individu yang secara fundamental tak dapat dilepaskan dari pembangunan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Sedangkan transformasi struktural dalam lingkup internal keluarga dapat dilakukan dengan penataan serta pemaknaan kembali tentang pembagian kerja dalam keluarga, tentang peran orangtua, peran suami, peran isteri, peran anak laki-laki dan anak perempuan, serta anggota keluarga lain. Artinya bahwa peran politik dan kepemimpinan perempuan menjadi hal penting dalam pembangunan keluarga, masyarakat dan pembangunan Desa.

Salah satu bentuk proses penting yang harus dilaksanakan adalah mengkritisi konstruksi sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat desa tentang keluarga, serta konstruksi sosial budaya tentang peran dan pembagian peran anggota keluarga. Selain itu, diperlukan upaya mengkritisi tentang nilai-nilai dan peran orangtua, peran suami – isteri, peran laki-laki dan perempuan, nilai-nilai keperempuanan dan keibuan, serta peran anak laki-laki dan peran anak perempuan, merupakan bagian penting dalam proses perubahan tata-pikir (mindset). Dalam proses perubahan tata pikir, bagian yang penting termasuk proses mengkritisi dominasi ideologi patriarki yang penuh mitos, stereotipe, stigma, dan pelabelan tentang

(6)

laki-yang ada selama ini. Hal ini dipertegas oleh Irwan Abdullah (2006), laki-yang melihat kebutuhan akan dekonstruksi sosial keluarga agar nilai-nilai keluarga, peran dan fungsi serta hubungan antar anggota keluarga dalam kesetaraan dan keadilan. Bukan sebaliknya dalam hubungan yang mendominasi, sebagaimana yang terjadi selama ini.

UU Desa membuka peluang dalam peningkatan kepemimpinan perempuan mengingat Undang Undang Desa telah mengakomodasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dengan masuknya perspektif gender dalam kewajiban Kepala Desa yang diatur dalam Pasal 26 ayat (4) huruf (e) bahwa Kepala Desa berkewajiban melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender. Dalam Pasal 54, 56, 58, dan 63 diatur perihal Badan Musyawaratan Desa. Di mana jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, keterwakilan perempuan, penduduk, dan kemampuan keuangan Desa. Pasal 63 huruf (b) ditunjukkan bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa wajib melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa.

Masuknya perspektif gender dalam Undang Undang Desa menjadi peluang pengembangan dan percepatan pelaksanaan pembangunan keluarga responsif gender di tingkat Desa. Tentu saja tidak cukup hanya ada peraturan, tetapi juga membutuhkan membangun sistem operasionalisasi konsep kesetaraan gender pada tataran pelaksanaan, penguatan kapasitas sumberdaya manusia atau SDM serta kelembagaan, pendampingan dan monitoring evaluasi.

Dalam aturan turunan Undang Undang Desa, diharapkan agar pembangunan masyarakat dan pembangunan keluarga secara eksplisit dapat memuat program pemberdayaan dan perlindungan perempuan, pemenuhan hak dan perlindungan anak. Desa merupakan penyelenggaraan Pemerintahan yang berada di tingkat paling bawah, di mana keluarga-keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Perempuan dan anak sebagai kelompok rentan adalah bagian dari keluarga dan masyarakat Desa. Untuk itu, diharapkan segera dibuat Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan lainnya sebagai turunan dari Undang Undang Desa, yang dapat menjadi payung kebijakan mendukung pelaksanaan pembangunan masyarakat dan keluarga di tingkat Desa, di mana perempuan dan anak termasuk di dalamnya. Peluang untuk membuat kebijakan pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pemenuhan

(7)

jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa.

Aktivitas Sekolah Perempuan Desa di Gresik menunjukkan temuan-temuan menarik. Para anggota Sekolah Perempuan Desa memiliki kemampuan untuk memberdayakan diri dan mampu menembus kebijakan ditingkat dusun, desa, kecamatan hingga kabupaten. Berbagai program pembangunan desa mereka kritisi dan mereka pantau. Beberapa permasalahan desa dapat diatasi berkat “campur tangan” sekolah perempuan desa, antara lain adalah menurunkan kasus penikahan usia anak. Masyarakat dan perangkat desa terdorong untuk ikut menekan angka perkawinan anak, setelah dilakukan sosialisasi dan advokasi oleh anggota sekolah perempuan desa. Saat ini rata-rata menikah dilakukan setelah lulus SMA.

Berdasarkan aktivitas-aktivitas di sekolah perempuan desa, mereka akhirnya memiliki keterampilan dan pengalaman dalam mengurus berbagai dokumen penting, seperti akta kelahiran dan Kartu Keluarga, mengakses Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) hingga BPJS. Atas inisiatif kelompok, mereka mengadakan sensus dan survei untuk pendataan serta pemantauan pelaksanaan program-program pemerintah seperti BPJS, dan lain-lain. Tujuan survei adalah untuk melakukan pengecekan dan pemutakhiran data pemerintah. Perangkat Desa merespons positif dan malah berterimakasih atas inisiatif mereka yang dapat memperbaiki data para penerima jaminan sosial.

Berikut disampaikan profil salah satu anggota Sekolah Perempuan Desa. Elizabeth Yunita Ivani (29 tahun), atau yang biasa dipanggil Ivani, berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan korban perjodohan adat. Tidak lulus SMP, Ivani memilih lari dari Flores karena mau dinikahkan saat usia 14tahun. Pilihan lari karena merasa tidak bisa mengurus anak dan tidak tahu cara yang benar mengasuh anak karena minimnya pengetahuan. Setelah bersekolah di Sekolah Perempuan Desa, Ivani merasakan bahwa wawasan dan pengetahuan bertambah, juga kemampuan dalam komunikasi meningkat. Ia bisa “ngomong” untuk menyampaikan gagasannya yang sebelumnya susah untuk dilakukan. Berkat aktivitas yang bersifat pencerahan melalui Sekolah Perempuan Desa membuat Ivani dan kawan-kawan mampu menggagalkan beberapa pernikahan usia anak di Desa Kesamben Kulon. Mereka menggunakan pendekatan kepada pamong desa dengan cara kekeluargaan, juga memberi masukan pada calon pengantin perempuan tentang resiko menikah usia anak. Pada akhirnya

(8)

pendidikan dan lulus SMA. Ivani sudah menikah dengan pria pilihannya asal Gresik, yang bekerja sebagai buruh pabrik. Untuk membantu perekonomian keluarga, Ivani bekerja sebagai “preman” atau buruh sawah, ia juga ikut mengelola bank sampah dan menanam sayuran hidroponik. Setelah belajar di Sekolah Perempuan Desa, Ivani bisa bernegosiasi dengan suami, terutama dalam mengurus rumah tangga. Menurut Ivani, mengurus rumah tangga bukan tugas perempuan saja, begitu pula dengan mengurus anak, harus bekerjasama. Berkat kemampuan meningkatkan posisi tawar dan komunikasi efektif, Ivani dapat mendorong suaminya agar mau berbagi peran urusan rumah tangga. Kemampuan komunikasi dan bernegosiasi membuat Ivani diangkat sebagai koordinator Desa Kesamben Kulon Wringin Anom, didalam struktur Sekolah Perempuan Desa. Tugasnya tidak hanya mendampingi anggota sekolah perempuan, tetapi juga mendorong perubahan pola pikir pada perangkat pemerintah desa dan masyarakat desa. Ia juga kerap menjadi utusan untuk mengurus berbagai keperluan ke tingkat Kecamatan dan Kabupaten Gresik, termasuk mengakses SLRT. Masih banyak tantangan, tetapi secara perlahan-lahan, ia tetap optimis dan semangat berusaha untuk mengubah pola pikir masyarakat desa. Karena kiprahnya, Ivani kerap disebut “mata-mata”, oleh perangkat desa, karena sering menyampaikan permasalahan desa kepada pihak kecamatan maupun kabupaten.

Kesimpulan

Ketika kebijakan dan program pembangunan desa dilaksanakan secara sungguh-sungguh dengan melibatkan peran serta masyarakat, termasuk peran serta perempuan, akan menghasilkan perubahan yang sangat dasyat sebagaimana pengalaman anggota Sekolah Perempuan Desa.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa: (i) Ketika kebijakan dan program pembangunan di tingkat Desa dioptimalkan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh akan membuka ruang bagi partisipasi masyarakat termasuk peningkatan partisipasi perempuan; (ii) upaya pemberdayaan melalui Sekolah Perempuan Desa telah membuat perubahan yang sangat besar dalam keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. Langkah-langkah pemberdayaan melalui Sekolah Perempuan Desa menjadi pengesahan sosial kehadiran perempuan di ranah publik yang mampu melahirkan kepemimpinan perempuan yang memiliki posisi tawar dan bahkan mampu menembus birokrasi pemerintahan untuk

(9)

perempuan melalui Sekolah Perempuan Desa di Kabupaten Gresik menjadi langkah strategis dan penting untuk menjadi model pemberdayaan keluarga masyarakat desa. Melalui aktivitas pada Sekolah Perempuan Desa, mereka tidak saja menjadi komunitas perempuan yang berdaya, namun dapat menjadi pintu masuk bagi peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga pada masyarakat desa.

Saran

Pengalaman pemberdayaan perermpuan melalui Sekolah Perempuan Desa menghasilkan beberapa saran langkah-langkah strategis dalam pemberdayaan masyarakat Desa serta pembangunan Desa.

Pertama, membangun dan memperkuat “Model Kebijakan Pemberdayaan dan Pembangunan Masyarakat Desa” untuk membangun dan memperkuat ketahanan masyarakat dan keluarga secara terintegrasi sebagaimana program sekolah perempuan desa.

Kedua, menyusun Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Masyarakat dan Keluarga di Perdesaan melalui pengintegrasian dan pengoptimalan kebijakan-kebijakan yang relevan dalam mengatasi berbagai permasalahan didesa. Pedoman dapat dikembangkan dari berbagai kebijakan yang ada.

Ketiga, model kebijakan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan hal-hal yang tidak kondusif dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, antara lain: melunturnya nilai-nilai kekeluargaan dan sikap permisif terhadap nilai dan aturan moral; meningkatnya berbagai bentuk kekerasan dalam keluarga dan masyarakat; perkawinan usia anak, dan permasalahan sosial lainnya.

Sebagai penutup, secara khusus disampaikan dua saran kebijakan: (i) agar pembangunan desa menggunakan paradigma dan perspektif pemberdayaan dengan memasukkan perspektif gender sebagai peluang pengembangan dan percepatan pelaksanaan pembangunan keluarga responsif gender di tingkat Desa, yang harus dikawal dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh; (ii) menggandeng peran serta Perguruan Tinggi, Organisasi Sosial dan LSM dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa. Perguruan Tinggi bisa berperan dalam pembangunan masyarakat desa melalui program Kuliah Kerja Nyata atau program Pengabdian Masyarakat. Organisasi sosial atau Lembaga Swadaya Masyarakat bisa membuat kegiatan

(10)

pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan, melakukan monitoring dan evaluasi bersama, atau melakukan advokasi kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan desa.

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan, 2003, Sangkan Paran Gender, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar untuk Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada (cet ii).

_____________, 2006, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Atnike Nova Sigiro, Perempuan dan kesejahteraan Keluarga di Indonesia: Kritik Atas Model Keluarga ‘Lelaki Sebagai Pencari Nafkah Utama’, dalam Jurnal Perempuan Edisi ke-73, Jakarta: Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan, April 2012.

Gass, Saul I dan Roger L Sisson (ed)., 1974. A Guide to Models In Governmental Planning and Operations, Washington DC: Office of Research and Development Environmental Protection Agency.

Haryatmoko, 2010, Dominasi Penuh Muslihat Akar Kekerasan dan Diskriminasi, Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Hoed H Benny, 2008, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Penerbit FIB UI. Otto, Herbet A, 1970, The Family in Search of A Future Alternate Models for Moderns, New York: Appleton-Century-Crofts Educational Division Meredith Corporation.

Sudjana Naya, 2006, “Membangun Keluarga Indonesia Masa Depan Yang Modern Dan Beradab”, dalam Yusuf Ernawan (eds), Bunga Rampai Masalah Anak, Gender & Multikuturalisme. Yogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media.

Sutrisno Mudji & Hendar Putranto (ed), 2005, Teori-Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 06 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga, diterbitkan pada tahun 2013.

Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan & Pembangunan Keluarga.

Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

*) Pengurus BK3S Jatim, dan Pengajar pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Referensi

Dokumen terkait

Proses terbentuknya sludge menjadi kompos dengan kualitas baik, selain dipengaruhi oleh campuran bahan organik (rumput dan kotoran sapi) juga dapat dipengaruhi

Analisis faktor bertujuan untuk menentukan variabel baru yang disebut faktor prioritas yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asli (Dillon dan Goldstein 1984). Terdapat

This study aims to determine and describe how the implementation of productive waqf utilization and management at the Tebuireng Islamic Boarding School in

Presentasi yang dilaksanakan oleh siswa kelas eksperimen lebih baik daripada presentasi yang dilakukan oleh siswa kelas kontrol, hal ini dapat dikarenakan pada

• Pelanggan digalakkan untuk bersiap dari dalam bilik dan dilarang berlegar di kawasan locker atau kawasan umum setelah tamat rawatan. Pelanggan

NAMA ALAT MERK/TYPE JUMLAH TAHUN PEMBUATAN KONDISI ALAT STATUS

PERANCANGAN IDENTITAS VISUAL KOPI BUBUK SINAR BARU CAP BOLA DUNIA dengan ini menyatakan bahwa, laporan, dan karya tugas akhir ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

berikut: 1) seruan Allah kepada manusia secara universal bahwa Dia menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, 2) konsekuensi logis dari