• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERBANDINGAN TINGKAT PELANGGARAN PERLINDUNGAN KEKERASAN PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERBANDINGAN TINGKAT PELANGGARAN PERLINDUNGAN KEKERASAN PADA ANAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERBANDINGAN TINGKAT

PELANGGARAN PERLINDUNGAN KEKERASAN PADA ANAK

Airani Elizabeth Manik

Program Studi Teknik Informatika

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

airanielizabeth@gmail.com

Abstract -Generation of a powerful nation is a milestone establishment of the Indonesian nation. A country will not stand firm if his generation was not given the basic form of discipline and affection of the people nearby. Children are valuable state assets. But many Indonesian children who have experienced violence, physical violence either one of the parents or others. When this happens to a child, then the child will result in mental become weak because there is no protection from the surrounding areas. The rise of child abuse cases make KPAI training to child protection agencies and provide assistance in the form of media in outreach knowledge of the level of physical violence, and as a medium of assistance to children. In rank a case of violence necessary to determine the criteria and sub-criteria. Based on the criteria: Type of Violence, Media Violence and Violence Tool. While the sub-criteria are the type of violence, how violence, the tool of violence, perpetrators of violence, the symptoms of violence, and the impact of violence. This decision support system is designed by using Analytical Hierarchy Process (AHP) as a calculation to compare the most recent case with the cases that have been there by using the criteria of cases of physical violence on children based desktop. The results of the analysis and testing of the black-box method showed that the decision support system can rank cases there through calculation by AHP with a relatively shorter time and optimal results. Also, this decision support system testing between the testing system and the manual. From the comparison of the known range of numbers that are not too far in the amount of 0.095 and user evaluation test results accreditation forms can be concluded that the Decision Support System designed considered important indicated by the average value of 62.22% for the user level. Keywords: Decision Support Systems, Analytical Hierarchy Process, cases of

physical violence on children, black-box testing.

1. Pendahuluan

Anak adalah generasi penerus bangsa. Keadaan masa depan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh keadaan generasi mudanya pada saat ini. Mereka adalah agen perubah (agen of change) yang akan menjadi salah satu penentu terpenting masa depan bangsa. Anak adalah potensi masa depan yang belum terlihat masa kini. Tetapi yang sering terjadi seringkali justru terabaikan, tersakiti, dan mengalami banyak hal buruk. Kekerasan yang dialami anak sangat tidak baik dan berdampak kepada suatu tindak kejahatan pidana karena anak-anak berada dalam perlindungan undang-undang.

Seiring dengan maraknya kekerasan fisik yang terjadi pada anak, maka pemerintah membuat suatu lembaga yang mengurusi masalah anak yaitu Lembaga Perlindungan Anak (LPA). Lembaga Perlindungan Anak memberikan pendampingan kepada anak berupa pengetahuan hukum dan hak-hak anak tersebut, membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak sekitar satu atau dua bulan sebelum mereka bebas/keluar dari lapas. Adapun fungsi dan peran LPA adalah di antaranya sebagai lembaga pendidikan, pengenalan, dan penyebarluasan informasi tentang hak serta lembaga konsultasi untuk anak.

Maka dari itu diperlukanlah sosialisasi dari pihak lembaga yang menaungi masalah anak sebagai pembelajaran kepada masyarakat agar jangan sampai pelaku yang melakukan tindak kekerasan berat diberikan hukuman ringan, atau sebaliknya, dan bahkan lepas dari hukuman yang seharusnya ditanggung.

Dari latar belakang tersebut, maka dirancanglah sebuah sistem pendukung keputusan dengan menerapkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai perhitungan untuk membandingkan kasus terbaru dengan kasus-kasus yang telah ada

(2)

dengan menggunakan kriteria kasus kekerasan fisik pada anak, sehingga memudahkan pengguna sistem untuk mengetahui manakah kasus yang berat, sedang, ataupun ringan.

2. Landasan Teori

2.1 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) didefinisikan sebagai interaktif berbasis komputer yang membantu pengambilan suatu keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah yang tidak terstruktur, Scoot-Morton [1].

Keputusan-keputusan dibuat untuk memecahkan masalah. Dalam memecahkan suatu masalah, pemecahan masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari dan mengurangi dampak negatif atau untuk memanfaatkan kesempatan.

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah metode keputusan multikriteria untuk pemecahan masalah yang kompleks atau rumit, dalam situasi tidak terstruktur menjadi bagian-bagian (variabel) yang kemudian dibentuk menjadi hierarki fungsional atau struktural untuk menampilkan permasalahan yang akan dipecahkan dan kemudian membangun urutan prioritas untuk alternatif melalui perbandingan berpasangan berdasarkan penilaian dari pembuat keputusan terhadap sistem [2].

Menurut Suryadi (1998) langkah-langkah dalam metode AHP meliputi [3] : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan

solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan

berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan

sehingga diperoleh judgment sebanyak n

x [n-1/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen vector dan

menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulang langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Adapun perhitungan eigen vector sebagai berikut:

- Matriks perbandingan berpasangan dirubah menjadi bilangan desimal sebagai contoh matriks di bawah ini.

( 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 𝑔 ℎ 𝑖 )

- Selanjutnya matriks dikuadratkan seperti berikut: ( 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 𝑔 ℎ 𝑖 ) * ( 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 𝑔 ℎ 𝑖 ) = ( 𝑗 𝑘 𝑙 𝑚 𝑛 𝑜 𝑝 𝑞 𝑟 )

- Jumlahkan nilai setiap baris matriks dan hitung nilai hasil normalisasinya:

Jumlah Hasil Baris Normalisasi ( 𝑗 𝑘 𝑙 𝑚 𝑛 𝑜 𝑝 𝑞 𝑟 ) 𝑗 + 𝑘 + 𝑙 = 𝑠 𝑚 + 𝑛 + 𝑜 = 𝑡 𝑝 + 𝑞 + 𝑟 = 𝑢 𝑠 𝑥= 𝐴 𝑡 𝑥= 𝐵 𝑢 𝑥= 𝐶 Jumlah 𝑠 + 𝑡 + 𝑢 = 𝑥

- Nilai A, B, C adalah eigen vector dari matriks perbandingan di atas.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgment harus diperbaiki.

2.3 Rank Order Centroid (ROC)

ROC didasarkan pada tingkat kepentingan atau prioritas dari kriteria. Menurut Jeffreys dan Cockfield dalam Afiefah Rahma (2013), teknik ROC memberikan bobot pada setiap kriteria sesuai dengan ranking yang dinilai berdasarkan tingkat prioritas [4]. Biasanya dibentuk dengan pernyataan “Kriteria 1 lebih penting dari kriteria 2, yang lebih penting dari kriteria 3” dan seterusnya hingga kriteria ke n. Untuk menentukan bobotnya, diberikan aturan yang sama yaitu

(3)

dimana merupakan bobot untuk kriteria. Atau dapat dijelaskan sebagai berikut:

Jika

Cr1 Cr2Cr3 ... Crn

Maka

W1 W2 W3 ...  Wn

Selanjutnya, jika k merupakan banyaknya kriteria, maka: W1 = 1 + 1 2 + 1 3 + … + 1 𝑘 𝑘 W2 = 0 + 1 2 + 1 3 + … + 1 𝑘 𝑘 W3 = 0 + 0+ 1 3 + … + 1 𝑘 𝑘 Wk = 0 +⋯+ 0 + 1 𝑘 𝑘

Secara umum pembobotan ROC dapat dirumuskan sebagai berikut.

Wk = 1 𝑘∑ ( 1 𝑖) 𝑘 𝑖=1 3. Perancangan Sistem 3.1. Kriteria yang Dibutuhkan

Metode AHP dalam prosesnya memerlukan kriteria yang akan dijadikan bahan perhitungan pada proses perankingan. Dari masing-masing kriteria tersebut akan ditentukan bobot-bobotnya dengan menggunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 1 Pembobotan Kriteria

Kriteria Bobot Kriteria I (1 + 1 2+ 1 3+ 1 4+ 1 5 5 ) = 0.457 Kriteria II (0 + 1 2+ 1 3+ 1 4+ 1 5 5 ) = 0.257 Kriteria III (0 + 0 + 1 3+ 1 4+ 1 5 5 ) = 0.157 Kriteria IV (0 + 0 + 0 + 1 4+ 1 5 5 ) = 0.090 Kriteria V (0 + 0 + 0 + 0 + 1 5 5 ) = 0.040

Setelah setiap kriteria dibobotkan, kemudian dilakukan pembobotan untuk subkriteria dari setiap kriteria yang telah ditentukan.

A. Subkriteria dan Bobot Gejala

Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria gejala kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Tabel 2 Bobot Subkriteria Gejala Kekerasan Gejala Kekerasan Bobot Cedera/Abdomen Kepala ( 1 +1 2+ 1 3+ 1 4+ 1 5+ 1 6+ 1 7 7 ) = 0.370 Patah Tulang (0 + 1 2+ 1 3+ 1 4+ 1 5+ 1 6+ 1 7 7 ) = 0.228 Luka Bakar (0 + 0 + 1 3+ 1 4+ 1 5+ 1 6+ 1 7 7 ) = 0.156 Pendarahan (0 + 0 + 0 + 1 4+ 1 5+ 1 6+ 1 7 7 ) = 0.109 Nyeri Perut Bawah ( 0 + 0 + 0 + 0 +15+16+17 7 ) = 0.073 Selaput Dara Koyak ( 0 + 0 + 0 + 0 + 0 +16+17 7 ) = 0.044 Memar (0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 1 7 7 ) = 0.020

B. Subkriteria dan Bobot Dampak

Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria dampak kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Tabel 3 Bobot Subkriteria Dampak Kekerasan

Dampak Kekerasan Bobot

Kematian (1 + 1 2+13 3 ) = 0,611 Luka Berat (0 + 1 2+ 1 3 3 ) = 0,278 Luka Ringan (0 + 0 + 1 3 3 ) = 0,111

C. Subkriteria dan Bobot Alat Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria alat kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

(4)

Tabel 4 Bobot Subkriteria Alat Kekerasan

Alat Kekerasan Bobot

Dengan Alat (1 + 1 2+ 1 3 3 ) = 0,611

Tangan dan atau Kaki (0 +

1 2+ 1 3 3 ) = 0,278 Dengan Makanan/Obat-obatan ( 0 + 0 +13 3 ) = 0,111

D. Subkriteria dan Bobot Pelaku

Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria pelaku kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Tabel 5 Bobot Subkriteria Pelaku Kekerasan

Pelaku Kekerasan Bobot

Orang Tua (1 + 1/2

2 ) = 0,75

Orang Lain (0 + 1/2

2 ) = 0,25

E. Subkriteria dan Bobot Jenis Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria jenis kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Tabel 6 Bobot Subkriteria Jenis Kekerasan

Jenis Kekerasan Bobot

Pembunuhan (1 + 1 2+ 1 3+ 1 4 4 ) = 0.521 Kekerasan Seksual (0 + 1 2+ 1 3+ 1 4 4 ) = 0.271 Penganiayaan (0 + 0 + 1 3+ 1 4 4 ) = 0.146 Pengeroyokan (0 + 0 + 0 + 1 4 4 ) = 0.063

F. Subkriteria dan Bobot Cara Kekerasan

Untuk menentukan skala bobot alternatif kasus berdasarkan subkriteria cara kekerasan digunakan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Tabel 7 Bobot Subkriteria Cara Kekerasan

3.2. Entity Relationship Diagram (ERD)

Keterkaitan dan hubungan antara satu tabel dengan tabel lainnya dilihat pada gambar 2 berikut.

Admin memasukkan Bobot

memiliki Sub kriteria Kriteria memiliki Alternatif kasus Memiliki 1 M 1 1 1 1 M M Pengguna memilih 1 M 1 id nama password nama password id

nama kode nama kode

nama kode nilai kode

Gambar 1Entity Relationship Diagram (ERD)

4.

Hasil Perancangan

4.1. Tampilan

Form login hanya digunakan oleh administrator untuk dapat mengakses sistem pendukung keputusan dengan memasukkan username dan password yang telah didaftarkan sebelumnya. Apabila data login yang dimasukkan sesuai, maka admin dapat memasukkan nilai bobot ROC pada sistem pendukung keputusan ini. Antarmuka hasil perancangan halaman depan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

(5)

Gambar 2 Antarmuka Halaman Depan

Sistem

Admin dapat memasukkan nilai kriteria dan subkriteria dengan pembobotan ROC. Pembobotan pada kriteria dapat dilihat pada gambar 4 berikut.

Gambar 3 Antarmuka Halaman Depan

Sistem

Gambar 4 Form Pengisian Subkriteria 1

Gambar 5 Form Pengisian Subkriteria 2

Gambar 6 Form Pengisian Subkriteria 3 User memasukkan alternatif kasus pada form yang ditunjukkan pada Gambar 7.

(6)

Gambar 8 Form Pemilihan Kasus

Gambar 9 Form Perankingan Kasus

4.2.

Hasil Analisis Perancangan

Perincian hasil analisis sistem pendukung keputusan sistem pendukung keputusan perbandingan tingkat pelanggaran perlindungan kekerasan pada anak dengan multikriteria menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebagai berikut:

1. Metode AHP dapat digunakan untuk menghitung bobot kriteria kasus dengan baik dan akurat dalam penentuan perbandingan kasus-kasus melalui perankingan.

2. Pada perhitungan akhir bobot kasus, sistem akan memberikan informasi dengan menampilkan seluruh nilai bobot kasus mulai dari nilai tertinggi hingga terendah.

3. Nilai rentang yang dihasilkan antara perhitungan manual dan sistem adalah tidak lebih dari 0,095.

4. Sistem menampilkan grafik data berdasarkan data kasus yang ada di dalam database.

5. Pemberiaan bobot kriteria dan subkriteria pada sistem hanya bisa dilakukan oleh admin saja. User hanya diperbolehkan memilih alternatif kasus.

6. Hasil pengujian borang evaluasi (user) dapat disimpulkan bahwa Sistem Pendukung Keputusan yang dirancang dinilai penting ditunjukkan dengan nilai rata-rata 62,22% untuk level user.

5. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pengujian terhadap Sistem Pendukung Keputusan (SPK) perbandingan tingkat pelanggaran perlindungan kekerasan pada anak dengan multikriteria menggunakan pendekatan AHP dan pembobotan Rank Order Centroid (ROC) maka dapat disimpulkan bahwa:

1. SPK ini dapat membandingkan hasil dan meranking kasus-kasus yang memiliki kesamaan jenis kekerasannya.

2. Pada perhitungan AHP menggunakan ROC dapat digunakan dalam pemberian nilai bobot masing-masing kriteria dan subkriteria secara akurat.

3. Pada perhitungan AHP secara manual dan sistem ternyata hasil perbedaannya tidak lebih dari 0,095.

4. Hasil pengujian borang evaluasi user dapat disimpulkan bahwa Sistem Pendukung Keputusan yang dirancang dinilai penting ditunjukkan dengan nilai rata-rata 62,22% untuk level user.

5. Aplikasi SPK ini tidak dapat memilih lebih dari satu alternatif kasus namun masih dapat digunakan pada satu alternatif kasus saja.

Referensi

[1] Fakhruzie , Izhan. 2009. Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Kelayakan Anak Asuh Dengan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berbasis Web (Studi Kasus Laz Tpu Al-Mumtaz Pontianak). Skripsi Teknik Informatika Fakultas Teknik. Universitas Tanjungpura. Pontianak

[2] Saaty, Thomas L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: PT Dharma Aksara Perkasa. [3] Suryadi, K. dan Ramdhani, MA. 1998.

Sistem Pendukung Keputusan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. [4] Rahmah, Afifah. 2013. Sistem Pendukung

Keputusan Seleksi Masuk Mahasiswa Menggunakan Metode Smarter. Skripsi Universitas PendidikanIndonesia. Bandung.

Gambar

Tabel 1 Pembobotan Kriteria
Tabel 4 Bobot Subkriteria Alat Kekerasan
Gambar 2 Antarmuka Halaman Depan
Gambar 8 Form Pemilihan Kasus

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dihadapi oleh pemilik usaha kuliner di klaster ini cukup beragam, antara lain promosi usaha kuliner baik lokal dalam Malang maupun luar Malang yang kurang,

Prestasi loji kompos yang terlibat diukur melalui empat parameter iaitu kandungan nutrien seperti nitrogen dan kalium, nisbah karbon kepada nitrogen, kandungan kelembapan dan

Dengan kata lain ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan perkuliahan berbasis masalah dengan yang tidak menggunakan PBM terhadap kemampuan menyunting teks

Berdasarkan pada temuan, dengan tidak mengurangi arti dari penurunan prestasi hasil belajar di kelas eksperimen D dapat dimaknai bahwa tidak semua dosen pada kelas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui koefisien prestasi (COP) dari pemakaian tiga jenis Refrigeran yaitu HCFC-22, HFC-134a, HFC-404a dengan cara pergantian langsung

a) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah secara statistik dengan Uji Homogenitas dan Normalitas dilanjutkan dengan uji ANOVA, Kruskall Wallis dan Uji

tahap II disalurkan 7 hari kerja setelah diterima di RKUD, dengan persyaratan Laporan realisasi penyerapan DD tahun anggaran sebelumnya.. Tahap III disalurkan 7 hari kerja