• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - BAB II Rini Puji S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - BAB II Rini Puji S."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Secara bahasa, istilah Civic Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewargaan. Istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Azra dan Tim

ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Winataputra dkk dari tim CICED (Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCED (2005:8). Menurut Kerr (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) mengemukakan bahwa Citizenship Education or Civics Education didefinisikan sebagai berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and in particular , the role of education (trough schooling, teaching and learning) in that preparatory process.

(2)

Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu pembelajaran dan proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.

Menurut Merphin Panjaitan (Tim ICCE UIN Jakarta, 2005:9) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogik. Sedangkan menurut Soedijarto (Tim ICCE UIN Jakarta, 2005: 9) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politiik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.

Somantri (2001: 154) mengemukakan bahwa:

(3)

Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001: 158):

a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu. b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.

d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya ide fundamental Ilmu Kewarganegaraan. e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara

serta sejarah perjuangan bangsa.

Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS.

Sehubungan dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001: 159):

Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.

(4)

2.Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Djahiri (1996: 10) adalah sebagai berikut:

a. Secara umum.Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional.

Tujuan pembelajaran PKn secara umum mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional maupun global.

(5)

membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain.

Djahiri (1996:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan: a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila

sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup Negara RI.

b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam Negara RI.

c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.

d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di

Indonesia

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA menunjukkan adanya perluasan dari waktu ke waktu.

Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagai berikut (Sumantri, 1975:31):

a. Civics (1790)

b. Civic Education (1901, Harold Wilson). c. Community Civics (1970, A.W. Dunn)

d. Civic-Citizenship Education (1945, John Mahoney) e. Civic-Citizenship Education (1971, NCSS)

(6)

- the relation of man, the individual, to man in organized collections – the individual in his relation to the state, creshore, education (Somantri, 1975: 31).

Penjelasan mengenai Civics mempunyai kesamaan yaitu membahas mengenai government, hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Akan tetapi, arti Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi government saja, kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic Civics, dan Vocational Civics.

Gerakan Community Civics pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan Community Civics disebabkan pula karena pelajaran Civics pada waktu itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial.

Selain gerakan Community Civics, timbul pula gerakan Civic Education atau banyak disebut sebagai Citizenship Education. Ruang lingkaup Civic Education (Somantri, 1975: 33), antara lain:

a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.

b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.

c. Dalam civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara.

NCSS (Somantri, 1975: 33) merumuskan mengenai Citizenship Education sebagai berikut:

(7)

Trough Citizenship Education, ouryouth are helped to gain an understanding of our national ideas, the common good and the process of self government.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih luas, karena selain mencakup program sekolah juga meliputi pengaruh belajar di luar kelas, dan pendidikan di rumah. Selanjutnya PKn digunakan untuk membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional atau tujuan negara dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat dan Negara. Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.

Kuhn (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 71) mengemukakan bahwa, perkembangan istilah Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun: 1. Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan

kewargaan Negara.

2. Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.

3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.

4. Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS.

5. Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan pengajaran IPS.

6. Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4.

(8)

4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan

Sebagaimana layaknya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah, materi Pendidikan Kewarganegaraan menurut Branson (1999: 4) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak kewarganegaraan). Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga Negara”

(Branson, 1999: 8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih rinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga Negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

(9)

Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan

visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif.

Berdasarkan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa kurukulum untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

5. Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan

Persekolahan

(10)

yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah mempunyai cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil pembelajaran.

Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurukulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:

1. Kurukulum dan silabus SD/MI/SLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 ayat 6).

2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervise Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (Pasal 17 Ayat 2).

3. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).

(11)

a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partsisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Negara Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

b. Norma, hukum dan peraturan,yang meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, tatatertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c. Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga Negara, melipiti: Hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga Negara.

e. Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar Negara dengan konstitusi.

f. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g. Pancasila, meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

h. Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negari Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

1. Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(12)

a. Prinsip Belajar Siswa Aktif

Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktifitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktifitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.

Dalam fase kegiatan lapangan, aktifitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuisioner, dan lain-lain) mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan informasi tersebut, mereka mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan ada kalanya mengabadikan peristiwa penting dalan video.

b. Kelompok Belajar Kooperatif

Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerjasama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama.

(13)

dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya dengan jadwal latihan olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerjasama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal serupa juga seringkali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekali lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.

Kerjasama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas peparkiran, mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedagang kaki lima. Mengamati dampak pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya. Kegiatan para siswa tentu saja perlu dibekali surat pengantar dari kepala sekolah selaku penanggungjawab kegiatan sekolah.

c. Pembelajaran Partisipatorik

(14)

Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih makna bahwa siswa dapat mengahargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung Adagium yang menyatakan bahwa democracy is not in heredity but learning (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar partisipatorik.

d. Reactive Teaching

Prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru memahami situasi sehingga materi pembelajaran menarik, tidak membosankan, guru harus mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa, jika hal ini terjadi maka guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu. Ciri guru yang reaktif itu diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.

(15)

c) Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.

d) Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.

Samana (1994: 30) menjelaskan bahwa guru professional dituntut memiliki 10 hal, yaitu:

1) Menguasai bahan ajar.

2) Mampu mengelola program belajar mengajar. 3) Mampu mengelola kelas.

4) Mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. 5) Menguasai landasan-landasan kependidikan.

6) Mampu mengelola interaksi belajar mengajar.

7) Mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. 8) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan. 9) Mengenal dan mampu ikut menyelenggarakan administrasi sekolah.

10) Memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.

2. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Sudjana (1989: 147), strategi mengajar adalah “ tindakan guru

(16)

alat, serta evaluasi, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan maksimal.

Selain itu, dalam belajar mengajar juga terdapat empat strategi dasar seperti yang dikemukakan Djamarah dan Zain (2010:5) yaitu:

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang guru khususnya guru PKn harus mampu merencanakan atau mempersiapkan strategi pembelajaran secara cermat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan.

3. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2002: 50).Guru mempunyai tugas yang penting dalam mengembangkan dan memperkaya materi pembelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2002: 51). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran, yaitu:

1) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan

(17)

3) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.

4) Meteri pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual maupun kontekstual.

Berdasarkan hal tersebut, maka materi pembelajaran PKn harus berdasarkan pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan harus bermakna bagi siswa dan merupakan hal yang benar-benar penting, baik dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk menentukan materi pada proses pembelajaran selanjutnya.

Print dalam Sunarso (2006:11) berpendapat bahwa isi Pendidikan Kewarganegaraan yang prinsip adalah:

1) hak dan tanggung jawab warga negara, 2) pemerintah dan lembaga-lembaga, 3) sejarah dan konstitusi,

4) identitas nasional,

5) sistem hukum dan rule of law,

6) hak asasi manusia, hak-hak politik, ekonomi dan sosial, 7) proses dan prinsip-prinsip demokrasi,

8) wawasan internasional,

9) nilai-nilai kewarganegaraan demokrasi.

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya “Strategi Pengajaran Afektif

-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT”, bahwa metode merupakan kumpulan

sejumlah teknik. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara lain:

a. Ceramah (lecturing)

(18)

pelajaran penuh terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan bersifat normatif imperatif.

Beberapa keunggulan dari metode ceramah, antara lain:

1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah (lepas dari benar-salah).

2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan perguruan/sekolah.

3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan substansi sehingga target waktu bisa dikejar.

4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya bahan. 5) Tidak membutuhkan persiapan pengembangan media.

6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasi isi atau pesan dalam bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu diungkap secara verbal.

7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga. 8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki.

9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini adalah: a) Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain.

b) Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan bicara.

c) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum diungkap sumber atau pihak lain.

Sedangkan kelebihan metode ceramah menurut Suryosubroto (dalam Taniredja, dkk 2011: 48) adalah:

1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas. 2) Organisasi kelas sederhana.

Kelemahan metode ceramah antara lain:

1) Guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti pembicaraannya.

2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang dimaksud guru.

b. Ekspositorik

Ekspositorik berasal dari kata „ekspose‟ yang berarti menunjukkan,

(19)

metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM yang terarah dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar.

c. Metode Pengajaran Konsep (teaching konsep)

Sebelum menggunakan metode pengajaran konsep, seorang pengajar terlebih dahulu harus memahami pengertian data dan fakta. Djahiri (1995/1996) mengungkapkan bahwa:

1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik-non fisik, materiil-immateriil, dan personal-kondisional.

2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk kepada suatu konsep.

3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah fakta menuju suatu pengertian/makna isi pesan dan atau fungsi peran atau harga/nilai. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang memiliki ciri esensial tertentu.

d. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi diri siswa.

e. Partisipatorik

Partisipatorik sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar, membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata ataupun yang simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan keluarga atau masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat modeling. Jenis partisipatorik antara lain studi lapangan, kegiatan bakti sosial, magang, modeling atau simulasi, dan studi proyek.

f. Diskusi dan Kelompok Belajar

(20)

ada dominasi seseorang, memiliki indikator CBSA yang tinggi karena meminta daya analisis dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan sanggahan terhadap orang lain. Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah kegiatan belajar siswa dialogistik sacara intra potensi diri antar potensi orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.

Ciri esensial dari diskusi antara lain:

1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan.

2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi yang benar dan memiliki landasan), ada proses bereproduksi dan berekspresi.

3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu. 4) Adanya proses sosialisasi diri.

Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996 :58) antara lain: 1) Diskusi kelas

2) Diskusi kelompok 3) Diskusi panel 4) Seminar 5) Lokakarya 6) Diskusi penjaring

Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri (1995/1996: 20) mengemukakan bahwa “kelompok belajar yang sesuai dengan pembelajaran PKn

adalah kelompok belajar kooperatif”.

(21)

g. Metode Inkuiri dan Pemecahan masalah

Kedua metode ini pada dasarnya sama, tetapi dalam metode pemecahan masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan yang terbaik.

Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58) antara lain: 1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar.

2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata.

3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas. 4) Mensosialisasikan siswa .

5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.

Jenis inkuiri ini adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai. Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja yakni mengkaji, mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metode khusus yang langkah dan prosesnya telah baku, sedangkan inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada nilai moral.

5. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran. Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata, dan lain-lain. Sedangkan media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan perannya.

(22)

1) Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan peningkatan Hasil Belajar Real.

2) Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses Kegiatan Mengajar Guru interaktif-reaktif.

3) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik.

4) Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan pengajaran.

5) Meningkatkan proses KBM secara efektif, efisien dan optimal. 6) Menyegarkan KBM.

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya (Harmianto, tt : 26): 1. Media visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, dan komik. 2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya. 3. Projected still media : slide, over head projektor ( OHP), in focus dan

sejenisnya.

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR) komputer dan sejenisnya.

Penggunaan media dalam KBM hendaknya memperhatikan kualifikasi standar kompetensi, kompetensi dasar dan metode pembelajaran yang akan digunakan.

6. Sumber Belajar

Menurut Winataputra dan Ardiwinata (Djamarah dan Zain, 2010 : 48) sumber belajar adalah sebagai “sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat

dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang”. Dengan

demikian, sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

Roestiyah (Djamarah dan Zain, 2010: 48-49) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:

(23)

c. Media Massa (majalah, surat kabar, radio, televisi, dan lain-lain). d. Dalam Lingkungan.

e. Alat pengajaran ( buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain).

f. Museum ( tempat penyimpanan benda-benda kuno).

Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkan sumber belajar.

7. Evaluasi Pembelajaran

Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010: 50), evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi dilakuakn pada kegiatan akhir dalam bentuk refleksi dan praktek pembelajaran. Dalam mengevaluasi pembelajaran guru sebaiknya mengadakan berbagai macam penilaian. Mulai dari ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Pasaribu dan Simanjuntak (Djamarah dan Zain, 2010 : 50-51), menegaskan bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:

a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:

1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam

mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat. 3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.

(24)

1) Merangsang kegiatan siswa

2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan

3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

C. Materi Hukum

1. Pengertian Hukum

Hukum adalah keseluruhan peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Hukum sebagai jaminan kepentingan bersama (Suparmin dan Cahyo, 2012: 9). Hukum dibuat oleh badan-badan resmi dalam masyarakat atau negara. Pengertian hukum menurut para ahli hukum terkemuka yaang dikutip oleh Suparmin dan Cahyo (2012: 9):

1) Leon Dagait

Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat. Aturan tersebut daya penggunaannya pada saat tertentu dipatuhi oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama. Pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya.

2) Utrecht

Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat. Hukum harus ditaati oleh masyarakat itu.

3) Prof. Mr. E.M. Meyers

Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan. Hukum ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat. Hukum menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.

4) S.M. Amin, S.H

Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi tujuannya mewujudkan ketertiban dalam pergaulan manusia.

(25)

Sedangkan pengertian hukum menurut para ahli lain yang dikutip oleh Tim Edukatif (2012: 27-28):

a. J.C.T Simorangkir,S.H dan Woerjono Sastropranoto

Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

b. MH Tirtaamidjaja, S.H

Hukum adalah semua aturan yang harus diturui dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian. c. Immanuel Kant

Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti aturan hukum tentang kemerdekaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia dalam masyarakat, dibuat oleh badan-badan yang berwenang, bersifat memaksa dan memiliki sanksi yang tegas.

2. Tujuan Hukum

Tujuan hukum, antara lain (Suparmin dan Cahyo, 2012: 11):

a) Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat. b) Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, kemakmuran, keadilan,

dan kebenaran.

c) Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.

Tujuan Hukum menurut para ahli yang dikutip oleh Kansil (1989:40):

1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.

(26)

3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.

4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.

5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.

6. Prof. J. Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena tindakan itu dicegah oleh hukum.

Sedangkan Menurut Soeroso (2004:8) fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:

a) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.

b) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan hukum memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.

c) Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.

d) Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.

(27)

f) Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.

Secara umum, tujuan hukum adalah sebagai berikut (Tim Edukatif, 2012: 31).

1. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. 2. Untuk mencapai keadilan dan ketertiban.

3. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.

4. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat. 5. Menjamin kebahagiaan pada orang sebanyak-banyaknya.

3. Unsur-unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum

Menurut Kansil (1989:39) Unsur-unsur hukum,yaitu:

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. 2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

3. Peraturan itu bersifat memaksa.

4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah

mengetahui ciri-ciri hukum. Menurut Kansil (1989: 39) ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:

a.Terdapat perintah dan/atau larangan.

b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.

Hukum mempunyai sifat. Sifat hukum, yaitu (Suparmin dan Cahyo, 2012: 9):

1) Mengatur

Hukum bersifat mengatur berarti hukum memuat peraturan-peraturan berupa perintah dan larangan yang mengatur tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat demi terciptanya ketertiban dalam masyarakat.

2) Memaksa

(28)

D. Kedisplinan Siswa

1. Pengertian Kedisiplinan

Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Berdasarkan kata ini timbul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Sekarang ini kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib (dalam Gunadarma, 2011). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Disiplin adalah tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dan sebagainya) atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dan sebagainya). Disiplin merupakan sikap patuh dan taat pada peraturan (Sunarso, 2009:82).

Sikap disiplin menciptakan kehidupan yang teratur. Menurut Moeliono (1993) disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya (dalam Djarot, 2012). Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sedangkan menurut Rohman dan Amri (2012: 65) disiplin siswa adalah kadar atau derajat kepatuhan siswa terhadap aturan atau ketentuan sekolah. Menurut Wibowo, (2012:100) disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

(29)

melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban berdasarkan acuan nilai moral.

2. Ciri-ciri orang yang memiliki sikap disiplin

Menurut Sunarso (2009:82) ciri-ciri orang yang memiliki sikap disiplin antara lain:

a. Memiliki hidup tertib dan teratur b. Selalu menepati janji

c. Mempunyai jadwal kegiatan yang rapi d. Menjalankan tugas dengan baik.

Menurut Wijaya dan Rusyan (1994) disiplin mengandung ciri-ciri sebagai berikut (dalam Fakir, 2011):

1. Melaksanakan tata tertib dengan baik, baik bagi guru atau siswa karena tata tertib yang berlaku merupakan aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh siapapun demi kelancaran proses pendidikan tersebut yang meliputi:

a. Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan

b. Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau satu lembaga tertentu

c. Tidak membangkang pada peraturan berlaku d. Tidak membohong

e. Tingkah laku yang menyenangkan f. Rutin dalam mengajar

g. Tidak suka malas dalam mengajar

h. Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya i. Tepat waktu dalam belajar mengajar

j. Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar k. Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar

2. Taat terhadap kebijaksanaan atau kebijaksanan yang berlaku:

a. Menerima, menganalisis dan mengkaji berbagai pembaharuan pendidikan b. Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan yang

ada.

(30)

3. Tujuan Kedisiplinan

Disiplin itu penting. Tiap orang harus disiplin. Tujuannya agar sesuatu yang dijalankan lebih rapi dan teratur (Sunarso, 2009: 83). Sikap disiplin dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab. Manfaat kedisiplinan adalah membuat siswa menjadi lebih tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya, serta siswa juga dapat mengerti bahwa kedisiplinan itu amat sangat penting bagi masa depannya kelak, karena dapat membangun kepribadian siswa yang kokoh dan bisa diharapkan berguna bagi semua pihak.

Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya (dalam Gunadarma, 2011).

Tujuan Kedisiplinan menurut para ahli yang dikutip oleh Sudrajat (2008): a) Moles, Joan Gaustad(1992) mengemukakan: “School discipline has two

main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning” berarti "disiplin sekolah memiliki duatujuan utama: (1) menjamin keamananstaf dan mahasiswa, dan (2) menciptakan lingkungan yang kondusifuntuk belajar".

b) Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change” berarti “tujuan disiplin, setelah kebutuhan untuk ituditentukan, harus membantu siswa menerima tanggung jawab pribadi atas tindakan mereka, memahami mengapa perubahan perilaku yang diperlukan, dan berkomitmen untuk berubah". c) Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan

(31)

kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.

d) Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to

enforce”.Organization standarts” berarti “disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan". Organisasi standarts.

Menurut Rachman (dalam Tu‟u 2004), pentingnya disiplin bagi para siswa sebagai berikut:

a. Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang. b. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan

lingkungan.

c. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya terhadap lingkungannya.

d. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.

e. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah. f. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar. g. Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.

h. Kebiasaan baik itu menyebabakan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.

4. Upaya-upaya Membentuk Kedisiplinan Siswa di Sekolah

Rohman dan Amri (2012:65) banyak cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kedisiplinan siswa antara lain:

1. Pendekatan negatif yaitu pendekatan yang memakai kekuatan dan kekuasaan untuk menekan siswa. Sanksi yang diberikan pada siswa bertujuan agar siswa jera dan takut melakukan hal yang dilarang sekolah.

2. Pendekatan positif yaitu berusaha menciptakan iklim sekolah yang dapat mendorong siswa untuk mematuhi aturan yang ada, atas kemauannya sendiri.

Adapun teknik yang dapat dilaksanakan dalam mengadakan hubungan antara sekolah dengan masyarakat antara lain (Rohman dan Amri , 2012:65): a. Laporan orang tua murid.

(32)

e. Kunjungan ke rumah murid. f. Melalui media massa.

Menurut Gunadarma (2011) Beberapa usaha yang dapat dilakukan sekolah dalam pendisplinan siswa di sekolah adalah:

a) Guru hendaknya bisa menjadi contoh dalam berdisiplin, misalnya tepat waktu. Siswa tidak akan memiliki disiplin manakala melihat gurunya sendiri juga tidak disiplin. Guru harus menghindari kebiasaan masuk menggunakan jam karet, molor dan selalu terlambat masuk kelas.

b) Memberlakukan peraturan tata tertib yang jelas dan tegas, sehingga mudah untuk diikuti dan mampu menciptakan suasana kondusif untuk belajar.

c) Secara konsisten para guru terus mensosialisasikan kepada siswa tentang pentingnya disiplin dalam belajar untuk dapat mencapai hasil optimal, melalui pembinaan dan yang lebih penting lagi melalui keteladanan.

(33)

tumbuh itu. Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa sehingga mereka semakin jatuh cinta pada kegiatan belajar.

5. Kedisiplinan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

Menurut Wibowo (2012:100) Indikator disiplin sekolah antara lain: memiliki catatan kehadiran, memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin, memiliki tata tertib sekolah dan membiasakan warga sekolah untuk disiplin. Sedangkan indikator disiplin kelasnya antara lain: membiasakan hadir tepat waktu, membiasakan mematuhi aturan, menggunakan pakaian praktik sesuai program studi keahliannya (SMK), dan penyimpanannya dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).

Indikator kedisiplinan menurut beberapa Sarjana yang dikutip oleh Gunarsa (dalam Faqiir, 2004) adalah jujur, tepat waktu, tegas dan bertanggungjawab. Dari ciri-ciri tersebut, penulis akan menjelaskan secara singkat, yaitu sebagai berikut:

1. Jujur

Jujur menurut Cece Wijaya (1994: 17) adalah tulus ikhlas dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak pamrih dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.Sementara menurut Hamzah Ya‟qub (1983: 980) jujur adalah kesetiaan, ketulusan hati dan kepercayaan. Artinya, suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya baik berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban. Seorang yang jujur selalu menepati janji, tidak cepat mengubah haluan, teliti dalam melaksanakan tugas, berani mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri dan selalu berusaha agar tindakannya tidak bertentangan dengan perkataannya (Ngalim Purwanto, 2000: 14).

(34)

sekolah, di rumah dan masyarakat. Selain itu sifat jujur harus diterapkan dalam pembelajaran. Artinya, apa yang ia sampaikan kepada siswa selalu ia amalkan dalam kehidupannya. Selain itu juga guru harus jujur dalam menyampaikan ilmunya. Artinya, ia harus mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kejujuran bagi seorang guru mutlak dibutuhkan, guru yang tidak jujur akan merugikan siswa dan lembaga pendidikan tempat ia mengajar. Apabila sifat jujur sudah dimiliki oleh guru berarti ia memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar dan pendidik.

2. Tepat Waktu

Kamus besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976: 55) tepat mengandung arti: 1) Betul, lurus, kebetulan benar; 2) Kena benar; 3) Tidak ada selisih sedikitpun; 4) Betul, cocok dan 5) Betul mengena. Sedangkan waktu dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1976: 1140) saat tertentu untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian tepat waktu dalam mengajar berarti suatu aktivitas mengajar yang dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan atau sesuai dengan aturan.

Berdasarakan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketepatan waktu berada di sekolah untuk setiap guru merupakan salah satu syarat untuk memperoleh hasil yang baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk siswa. Sikap untuk selalu hadir setiap waktu ini adalah suatu tanda kedisiplinan untuk guru dalam mengajar.

Disiplin waktu bagi guru dalam mengajar merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam belajar. Seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya, maka dengan demikian setiap siswa akan termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya. Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya prestasinyapun akan baik, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin waktu dalam mengajar mungkin siswanya malas untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun akan jelek. Dengan demikian seorang guru dituntut untuk disiplin dalam hal waktu mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik

3. Tegas

(35)

akan patuh dan taat untuk dapat belajar dengan baik, guru yang tegas akan mendorong siswa pada perbuatan yang baik dan menegur siswa apabila melakukan hal-hal yang melanggar aturan.

4. Tanggung jawab

Seorang guru harus yakin bahwa pada haekekatnya mengajar atau mendidik adalah amanat yang sangat suci dan mulia yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan demikian seorang guru benar-benar menyadari dan menjalankan amanat tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Setelah timbulnya rasa tanggung jawab pada diri seorang guru, maka akan tumbuh pula dalam diri seorang guru rasa disiplin akan haknya yaitu menjalankan tugas. Adapun tugas dan tanggung jawab seorang guru adalah mengajar dan mendidik, dengan demikian guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. Apabila proses belajar mengajar dapat dicapai dengan baik, maka guru dapat dikatakan bertanggung jawab.

Oleh karena itu, maka dapat dipahami bahwa seorang guru hendaknya menenamkan rasa tanggung jawab terhadap tugasnya yang dibebankan kepadanya, yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, tugas mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, sedangkan melatih adalah mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Disamping itu, tidak boleh dilupakan pula tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, gurupun merupakan anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.

Kerlinger dan Pedhazur (dalam Asrori, 2011) menyebutkan sejumlah ciri-ciri atau indikator disiplin siswa yaitu:

a. Kepatuhan siswa pada jam-jam sekolah

Siswa tepat waktu dalam mengikuti jam pelajaran di sekolah, tidak membolos apalagi kabur pada saat jam sekolah.

b. Kepatuhan siswa terhadap perintah dari pimpinan serta taat aturan dan tata tertib yang berlaku

(36)

c. Berpakaian seragam sekolah

Siswa mengenakan seragam sesuai dengan aturan di sekolah. Misalnya: hari Senin-Selasa mengenakan seragam OSIS, hari Rabu-Kamis mengenakan seragam identitas sekolah dan hari Jumat-Sabtu mengenakan seragam pramuka. Begitu juga pada saat jam pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga mengenakan seragam olahraga.

d. Menggunakan dan memelihara alat-alat dan perlengkapan sekolah

Siswa menggunakan dan memelihara alat-alat perlengkapan sekolah, misalnya alat praktikum yang sudah digunakan dibersihkan dan ditata seperti sebelumnya.

Sedangkan menurut Mustari (2011:46) di sekolah disiplin berarti taat pada peraturan sekolah. Seorang murid dikatakan berdisiplin apabila ia mengikuti peraturan yang ada di sekolah. Di sini pihak sekolah melaksanakannya secara adil dan tidak memihak.

(37)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dalam penelitian ini peneliti membatasi Indikator/ kedisiplinan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu:

1. Kepatuhan siswa pada jam-jam sekolah 2. Berpakaian seragam dan atribut sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang kedua adalah “Topik -topik bimbingan kelompok apakah yang tepat untuk meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas XI..

Ketika bus diberikan aksi bergerak menuju halte, maka RFID 1 akan menerima sinyal dari tag yang ada pada bus yang kemudian diteruskan ke palang dan led untuk melakukan

Rizky Wikatama sudah terdapat prosedur sistem akuntansi pengawasan produksi yang sederhana dan belum terdapat pengembangan, (2) Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan sistem

Seorang guru atau ulama adalah orang yang menempatkan cita-cita teragung dan termulia tersebut di depan muridnya (Ali, 2005: 62). Al-Ghazali sangat mengagungkan posisi

Dosen agama Islam di LP3I Business College Malang problem yang dihadapi adalah harus banyak tahu tentang ilmu ilmu bisnis dan dunia kerja untuk mengkolaborasi dengan mata kuliah

Ketiga, pemaknaan para informan dari SMA Stece Bantul dan Stece 2 Yogyakarta kelas XII terhadap Peristiwa G30S yang sudah menjadi learned memory bagi mereka di masa kini

Sedangkan Fabri 3 (1990) mengatakan bahwa pertimbangan orang menjadikan wilayah pesisir sebagai daerah wisata dan rekreasi adalah karena wilayah pesisir memiliki

Keterkaitan variabel kinerja lingkungan yang diproksi dengan ISO 14001 dan mekanisme GCG yang diproksi dengan ukuran komite audit, dewan direksi wanita, dan proporsi