• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pentingnya Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini di Dalam Keluarga - DENI FIRMAN BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "A. Pentingnya Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini di Dalam Keluarga - DENI FIRMAN BAB IV"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pentingnya Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini di Dalam Keluarga

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Hariwijaya, 2009:7)

Anak ibarat oase di tengah-tengah gurun pasir yang kering dan tandus. la akan memberi kepuasan ketika dahaga, memberi keteduhan ketika panas, dan memberikan kebahagiaan ketika datang nestapa. Melalui anak tergantung cita dan cinta orang tua, dengan anak orang tua akan mengarungi bahtera kehidupan, serta doa anak yang akan memberi kesejukan dan kebahagiaan di alam akhirat. Semua itu akan menjadi sebuah keniscayaan apabila seorang anak mendapat pendidikan yang tepat, sehingga berguna bagi orang tua, lingkungan, masyarakat dan negara.

Peran Keluarga menurut Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (Depag, 2007: 48), bukanlah semata-mata merupakan tempat berinteraksi unsur yang ada di dalamnya, akan tetapi tujuan umum berkeluarga adalah terbinanya ketenangan lahir dan batin, hidup rukun dan damai, tempat menumbukan cinta kasih, membimbing anak menjadi anak soleh sehingga tercapai ketenangan, kedamaian dalam keluarga, masyarakat menuju ajaran Islam.

(2)

Berdasarkan tulisan di atas, maka adanya sebuah pendidikan dasar sejak anak usia dini di dalam keluarga sangat diperlukan. Dalam hal ini Islam juga sangat memperhatikan adanya pendidikan dasar sejak anak usia dini, sebagaimana yang dijelaskan Allah swt dalam surat Lukman ayat 13 yaitu :

ِۡرِإ و

ِ

ِِلِِ ُٓ َٰ ّۡمٌُِ يب ل

ۦِهِٕۡب

ِ

ُِهُظِع يِ ىُه و

ۥِ

ِِبِ ۡنِش ۡشُحِ لَِ َي ُٕبَٰ ي

ِهَِللّٱ

ِ

ِ َِْإ

ِ ن ۡشِّشٌٱ

ِ

ٌٍُُِۡظ ٌ

ِ ُٞيِظ ع

٣١

ِ

ِ

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Lukman : 13)

Dari ayat diatas dapat dipetik pelajaran bahwa Lukman sebagai orang tua begitu memperhatikan anaknya, dalam masalah ini adalah aqidah anak. Maka adanya pendidikan dasar anak usia dini di dalam keluarga yang penulis harapkan adalah keluarga sebagai pendidik pertama untuk anak dapat menyiapkan masa depan anak secara Islami untuk dapat beribadah kepada Allah swt agar tidak tergelincir dari kesyirikan.

Berdasarkan ayat tersebut pula , penulis menyimpulkan bahwa pembinaan atau pendidikan dasar kepada anak ketika masa usia dini di dalam keluarga adalah pendidikan aqidah, karena dengan aqidah merupakan pondasi utama dalam kehidupan manusia termasuk anak. Apabila aqidah anak kuat, maka dia akan tahan terhadap kondisi dan zaman yang mempengaruhinya.

(3)

Aqidah merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar aqidahnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, apabila hidupnya mematikan aqidahnya dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekelan di dalam adzab neraka. Oleh karena itu pendidikan aqidah pada anak usia dini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini menjelaskan materi perkembangan aqidah pada anak usia dini usia 2-6 tahun antara lain adalah :

a) Mengenal asma Allah b) Mengenal ciptaan Allah c) Mengenal kalimat thayyibah d) Mengenal kitab suci Allah

e) Mengenal malaikat Allah dan tugas-tugasnya f) Mengenal rasul-rasul pilihan

g) Mengenal adanya takdir dan hari akhir

Sutisna (2010) menambahkan bahwa penjelasan materi dasar-dasar aqidah terutama pada tahap usia kanak-kanak yaitu menanamkan keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah, keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, dan hari akhir.

(4)

salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu diatas langit. Dalilnya antara lain didalam al-Qur‟an surat Tha-haa ayat 6 :

ۥُه ٌ

ِ

ِيِفِب ِ

ِِث َٰ ى َٰ َّسٌٱ

ِ

ِيِفِب ِ و

ِِض ۡس ۡلۡٱ

ِ

ِ ج ۡح حِب ِ وِب ُّه ٕۡي بِب ِ و

َِٰي شَثٌٱ

ِ

٤

ِ

ِ

Artinya: “Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”

Begitupun sama dengan Dr Abdullah Nasikh Ulwan sebagaimana yang dikutip oleh Muchtar (2005 :15) menjelaskan mengenai materi pendidikan keimanan mencakup keimanan kepada Allah SWT, malaikat, kitab-kitab Allah SWT, nabi/rosul, hari kiamat, dan takdir.

Ummi Athirah (2010) mendeskripsikan mengenai materi pendidikan aqidah anak usia dini sebagai berikut :

Tabel 1.4 Materi Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini

Usia (tahun) Materi Keterangan

Baru lahir – 2 bulan

Membiasakan anak dengan lafal “la ilaha illallah”

 Bisikkan lafal ini di telinga anak.

2 bulan – 6 bulan Membiasakan anak dengan lafal syahadat “asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah”

 Pada usia 2 bulan, ketika anak digendong biasanya anak mulai lebih sering menatap ibunya.

(5)

 Lafal tsb agak panjang; bersabarlah membiasakan anak dengannya.

6 bulan – 1,5 tahun

Biasakan anak mendengar lafal dzikrullah (tasbih, tahmid, takbir, tahlil) dan kalimah thayyibah (istigfar, basmalah, isti‟adzah, dll.)

1,5 tahun – 2 tahun

Mulai bertanya-jawab dengan anak tentang “siapa tuhanmu?”

Disesuaikan dengan

kemampuan bicara anak.

 Tahap 1 : orang tua memberi pertanyaan sekaligus jawabannya (contoh: Ibu: “Usamah, siapa tuhanmu? Allah”)  Tahap 2 : orang tua

memberi pertanyaan, anak diminta menjawabnya.

2 tahun – 2,5 tahun

Mulai bertanya jawab dengan anak tentang “siapa tuhanmu?”, “apa

agamamu?”, “siapa

nabimu?”

 Jawaban atas tiga pertanyaan ini sekaligus sebagai jati diri bagi anak (Tuhannya, agamanya, dan nabinya).

 Disesuaikan dengan kemampuan bicara anak. Tahap 1 : orang tua memberi pertanyaan sekaligus jawabannya (contoh: Ibu: “Usamah, siapa tuhanmu? Allah”)

Tahap 2 : orang tua memberi pertanyaan, anak diminta menjawabnya. Mengajarkan rububiah

Allah (contoh: Allah yang ciptakan Usamah. Allah yang ciptakan Ummi.

(6)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas penulis simpulkan bahwa materi pendidikan aqidah yang disampaikan orang tua kepada anak usia dini adalah

Allah yang ciptakan Abi. Allah yang ciptakan pohon. Allah yang ciptakan kucing. Dst ….)  Mengajarkan rukun

islam.

 Mengajarkan rukun iman.

 Diberikan bila sekiranya anak memang sudah lancar berbicara.

 Setiap orang tua bisa mempertimbangkan apakah materi ini akan memberatkan anak bila diberikan bersamaan dengan materi “siapa tuhanmu, apa agamamu, siapa nabimu?”

2,5 – 3 tahun  Mengajarkan tauhid asma‟ wa sifat Allah.  Mengaitkan kegiatan

sehari-hari dengan asma‟ wa sifat Allah. Contoh:

Anak makan berdiri. “Allah Maha Melihat. Kita malu kalau Allah melihat kita makan berdiri.”

Anak enggan shalat. “Allah cinta sama orang yang rajin shalat.”

 Disesuaikan dengan daya-tangkap anak.

 Ketika pertama kali mengajarkan nama Allah atau sifat Allah ulangi hingga tiga kali.

 Beberapa asma‟ wa sifat Allah yang bisa coba diajarkan dalam rentang usia ini:

Allah di atas „arsy.

Allah Maha Melihat Allah Maha Mendengar Allah Cinta

Allah Marah Mengajarkan keberadaan

surga dan neraka.

(7)

mengenai rukun iman, antara lain iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada nabi dan rasul Allah, serta iman kepada hari akhir dan takdir.

C. Metode Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini di Dalam Keluarga

Islam sangat memperhatikan pendidikan anak. Sejak lahir hingga baligh anak tidak lepas dari pendidikan. Hal tersebut karena Islam memandang bahwa anak adalah makhluk yang paling dicintai Allah.Rasulullah menegaskan bahwa Allah tidak murka lantaran sesuatu sebagaimana murkaNya lantaran penindasan terhadap para wanita dan anak-anak. Oleh karena itu, usaha orang tua dan para pendidik dalam membina dan mendidik anak adalah sama dengan ibadah dan berjuang di jalan Allah (Mansur, 2009 : 161-162)

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Asmani (2009 : 100) menambahkan “bahwa dalam mendidik anak usia dini diperlukan metode

yang unik dan kreatif.”

(8)

Dari kutipan tersebut tergambar bahwa Islam mempunyai metode-metode yang tepat untuk membentuk anak didik yang memiliki aqidah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan metode tersebut memungkinkan umat Islam/masyarakat Islam mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan. Dengan demikian diharapkan akan mampu memberi kontribusi besar terhadap perbaikan aqidah anak. untuk memperjelas metode-metode tersebut akan dibahas sebagai berikut :

1. Metode Keteladanan

Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik aqidah anak, keteladan menjadi titik sentral dalam mendidik dan membina aqidah anak, kalau pendidik beraqidah baik ada kemungkinan anak didiknya juga beraqidah baik, karena anak cenderung meniru orang tua maka sudah sepantasnya baik atau buruknya dari teladan yang diberikan.

Jalaluddin (2000 : 71) turut menjelaskan bahwa “tindak keagamaan yang dilakukan anak-anak adalah hasil dari meniru”. Berdoa dan shalat contohnya, mereka melakukan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan sekitar mereka, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif.

(9)

teladan terhadap anak , misalnya bagaimana cara berbicara, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan sebagainya.

Orang tua yang memiliki teladan baik merupakan landasan fundamental dalam pembentukan jiwa anak, baik dalam segi agama maupun umum. Anak tidak melihat kecuali orang-orang di sekitarnya dan tidak meniru kecuali orang-orang disekitarnya pula. Jika dia melihat kebaikan, maka dia akan menirunya dan tumbuh pada kebaikan itu. Jika dia melihat keburukan, maka dia akan tumbuh pada keburukan itu.

Oleh karena itu, selama anak masih dalam asuhan dan pendidikan orang tua, harus diperhatikan ucapan dan perilaku yang baik karena anak usia dini adalah peniru yang ulung dan keteladanan merupakan faktor yang amat besar dalam membentuk anak menjadi orang yang baik atau orang yang buruk.

2. Metode Bercerita dan Berkisah Islami

(10)

Al Maliki (2002: 108) juga menambah bahwa metode berkisah dan bercerita Islami juga dijadikan metode pendidikan oleh rasul dalam mengajarkan Islam. Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah. Dengan kisah yang dijelaskan maka dapat menerangkan keimanan kepada Allah.

Untuk itu, bercerita atau lebih mudahnya mendongeng merupakan cara lain yang dapat digunakan dalam mendidik anak. Tentu saja cerita atau kisah-kisah nabi dan para sahabat serta umat terdahulu yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan Hadis harus menjadi rujukan.

Diantara kisah-kisah yang mengesankan yang pantas dan perlu diceritakan pada anak menurut Syarifuffin (2004 : 83-84) adalah kisah nabi dan Rasul, kisah lukman, Ashabul Kahfi, kisah Maryam binti Imran, Raja Dzulqarnain, kisah Adam dan Hawa, Isra Mi‟raj, dan kisah-kisah

sahabat Nabi Muhammad saw. Dengan menceritakan kisah-kisah Islami dapat tertanam rasa keimanan, semangat kepahlawanan orang-orang shalih, dan memberikan keteladanan kebenaran.

(11)

Dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihakatau lebih yang dilakukan melalui tanja jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan, maka dengan dialog merupakan jembatan yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain. (an Nahlawi, 2004: 204)

Thalib (2001 : 27) menjelaskan “metode berdialog yang digunakan Rasulullah saw pernah memberikan pengaruh yang mendalam terhadap sahabatnya, yaitu Anas bin Malik. Selama hidupnya ia selalu berusaha menegakkan semua ajaran rasul saw.” menyampaikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, para orang tua dapat menggunakan cara dialog yang sederhana, seperti menanamkan kejujuran, ketaatan, dan keberanian.

Selain itu metode ini untuk membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya. Melalui metode ini, orang tua harus mampu menyesuaikan materi yang akan disampaikan.

4. Metode Pembiasaan

(12)

buruk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam metode pembiasaan dalam membentuk aqidah, merupakan metode yang tepat.

Al-Ghazali dalam buku karangan al-Jumbulati dkk. (2002: 147) mengatakan bahwa, anak adalah amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih suci bagai mutiara yang bersinar cemerlang, jauh dari goresan dan gambaran-gambaran, dan ia menerima setiap apa yang digorekan di atasnya dan cenderung kepada apa saja yang membuat cenderung kepadanya.

Fadlan al-Ikhwani (2015 : 11) menyebutkan ada 4 pembiasaann yang perlu ditanamkan kepada anak, berhubungan dengan pendidikan aqidah, antara lain : 1). Mengenalkan anak kepada Rabbnya, 2). Membiasakan anak untuk rindu surga dan takut neraka, 3). Melatih anak mengerjakan shalat sejak dini, dan 4). Mengajari anak untuk menghafal dan membiasakan Asmaul Husna.

Maka beberapa penjelasan di atas memberikan kesimpulan bahwa metode pembiasaan dapat membantu dalam proses pendidikan aqidah anak usia dini. Dengan pembiasaan baik yang dilakukan sejak dini akan berdampak besar terhadap aqidah anak ketika mereka dewasa. Sebab pembiasaan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat dalam ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. 5. Metode Targhib dan Tarhib

(13)

bersifat pasti, baik dan murni serta dilakukan melalui amal sholeh atau pencegahan diri dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk). Hal ini sesuai dengan firman Allah swt :

ِ

ِِهِّب سِ َب م ِِ فب خِ ۡٓ ٌِّ و

ۦِ

ِِْب خَٕ ج

٦٤

ِ

ِ

Artinya : “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (Ar-Rahman:46)

Tarhib adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan atau perbuatan yang telah dilarang Allah. Tarhib pun dapat diartikan sebagai ancaman dari Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya melalui penonjolan kesalahan dan penonjolan salah satu sifat keagungan dan kekuatan ilahiah agar manusia tidak melalukan kesalahan dan kemaksiatan (an Nahlawi, 2004: 296).

Dari pernyataan an Nahlawi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode targhib dan tarhib ini merupakan metode membuat senang dan membuat takut yang diberikan pendidik kepada anak didik, berdasarkan perintah dan larangan Allah swt. Dengan tujuan agar anak mau melakukan kebaikan dan mau menjauhi kejahatan. Maka dalam hal ini, metode targhib dan tarhib termasuk tepat sebagai alat untuk menyampaikan pendidikan aqidah.

(14)

pada prinsipnya yang mengatakan bahwa pendidikan adalah sebagai kerja yang memerlukan hubungan erta antara guru dan murid. Untuk itu keteladanan yang utama menjadi bagian dari metode pengajaran yang amat penting.

Dalam hal penanaman nilai-nilai agama yang menjadi dasar pencapaian aqidah di dalam keluarga, maka metode keteladanan dirasa sangat penting, karena melibatkan peran orang tua serta keseluruhan anggota keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga. Hal ini disebabkan keluarga, terutama orang tua merupakan contoh terbaik dalam pandangan anak yang tentunya segala tindak tanduknya maupun perkatannya, akan tercetak dalam jiwa anak yang nantinya dapat mempengaruhi pola pikir dan pola hidupnya.

(15)

“ ... Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika mereka

berumur 7 tahun, dan pukulah mereka jika enggan ketika berumur 10

tahun !” (HR.Daud)

Kemudian metode kisah qur‟ani dan nabawi dalam pendidikan

Islam sangatlah membantu untuk menanamkan pendidikan aqidah anak usia dini, hal ini terlihat dari gaya bahasa al-Qur‟an yang indah dan memiliki kebenaran yang akurat. Kisahnya bukanlah karya seni, melainkan sebagian firman Allah yang mempunyai nilai-nilai estetis. Seperti dalam firman Allah swt, surat Yusuf ayat 3:

ُِٓ ۡح ٔ

ِ

ِ ٓ س ۡح أِ هۡي ٍ عِ ُّصُم ٔ

ِِص ص مٌۡٱ

ِ

ِا زَٰ هِ هۡي ٌِإَِٰٓب ٕۡي ح ۡو أَِٰٓب ِّب

ِ ْا ء ۡشُمٌۡٱ

ِ

ِِْإ و

ِِهٍِۡب لِِِِٓ جُٕو

ۦِ

ِ ِّٓ ٌ

ِ ٓيٍِِف َٰ غٌۡٱ

ِ

١

ِ

ِ

Artinya : “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS.Yusuf : 3)

Dengan potongan kisah dijadikan sebagai titik penghayatan anak terhadap penanaman suatu nilai-nilai tertentu seperti bertambahnya keimanan anak dan munculnya sosok idola yang berasal dari kalangan rasul dan sahabat. Oleh karena itu masa kanak-kanak sangat tepat untuk menghadirkan tokoh Islam yang inspiratif yang didapatkan dari kisah-kisah didalam qur‟an maupun nabawi.

(16)

takut yang positif kepada anak. Bahwasanya ada tuhan yang selalu mengawasi tiada henti segala tingkah laku yang dilakukan.

Dengan demikian jelaslah bahwa metode keteladanan, pembiasaan, kisah qur‟ani dan nabawi, serta targhib wa tarhib adalah metode yang

paling efektif dan paling tepat dalam pendidikan aqidah anak usia dini dalam keluarga.

Gambar

Tabel 1.4 Materi Pendidikan Aqidah Anak Usia Dini

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menggambarkan bahwa bangsa Indonesia belum cerdas sehingga masih banyak hal yang terjadi dan itu menyusahkan masyarakat Indonesia, baik dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar siswa menggunakan metode discovery-inquiry terbimbing pada materi perpindahan energi panas

Menjadi pertanyaan yang meng ge- lisahkan terhadap realitas kebangsa an mutakhir kita: apakah kita masih memiliki kedaulatan? Apakah jumlah utang luar negeri yang terus membengkak,

Proses Pendirian Pasar Tradisional sebagai Destinasi Pariwisata Kata “mendirikan” di dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki makna membuat atau membangun, sehingga sama

menurut Global Alliance Against in Woman (GGATW) mendefinisikan perdagangan manusia sebagai semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan,

Variabilitas laten keterampilan negosiasi dan komunikasi efektif telah secara bersama mampu menjelaskan variasi variabel manajemen konflik sebesar R square 85.1%,

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan upaya penganggulangan dan kewaspadaan terhadap ancaman separatisme, sejumlah kajian telah dilakukan, di antaranya adalah kajian tindak

Berdasarkan data produksi perusahaan, maka tujuan dari proyek six sigma ini adalah mengurangi jumlah kecacatan yang timbul pada proses pembuatan keramik dengan