• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Membangun Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian kecerdasan Spiritual - BAB II PRIHARTINI AULIA RAHMAWATI PAI'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Membangun Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian kecerdasan Spiritual - BAB II PRIHARTINI AULIA RAHMAWATI PAI'18"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Membangun Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian kecerdasan Spiritual

Kecerdasan berasal dari kata cerdas, secara etimologi cerdas yaitu

sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti (Kamus

Besar Bahasa Indonesia: 186). Menurut kamus Webster (Gunawan, 2005:

152) mendefinisikan kecerdasan sebagai: a) kemampuan untuk

mempelajari atau mengerti pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan

dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental, b) kemempuan

untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada situasi baru,

kemempuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi

persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan

hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan

untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna

dibandingkan dengan yang lain (Agustian, 2016: 14).

Dapat dipahami bahwa kecerdasan spiritual lebih merupakan

sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas

dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan

kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual disini

(2)

memotivasi kehhidupan manusia untuk senantiasa mencari makna hidup

the meaning of life dan mendambakan hidup bermakna the meaningful life

(Mujib dan Mudzakir, 2001: 324-325).

Di sisi lain, kecerdasan spiritual adalah kemampuan individu untuk

memaknai setiap perilaku dan kegiatan sebagai ibadah melalui

langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju tauhid (integralistik)

serta berprinsip hanya karena Allah Swt. (Agustian, 2001: 57). Menurut

Ahmad Taufik (2005: 57), kecerdasan spiritual adalah sebuah semangat

untuk memaknai hidup dengan nilai-nilai normatif Islam yang terkandung

di dalam wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang kemudian menjadi acuan dalam aktifitas kehidupan.

Adapun kecerdasan spiritual dalam pandangan (ESQ) adalah

kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku

dan kegiatan, serta mampu menyinergikan (IQ), (EQ) dan (SQ) secara

komperhensif (Agustian, 2001; 130).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita

yang berhubungan dengan alam sadar. Hal ini menjadikan kita kreatif

ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, mencoba melihat makna

yang terkandung didalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar

memperoleh ketenangan hati. Kecerdasan spiritual membuat individu

(3)

2. Pengertian Membangun Kecerdasan Spiritual

Proses terbangunnya dan berkembangnya kecerdasan spiritual

dimulai sejak adanya kesadaran spiritual. Kemudian kesadaran secara

spiritual ini mendorong munculnya pemahaman spiritual pada anak

melalui bimbingan orang tua dan ligkungannya. Dengan munculnya

pemahaman spiritual ini, seseorang akan mampu melakukan penghayatan

spiritual secara mendalam, sehingga mampu mencapai kebermaknaan

spiritual. Kebermaknaan spiritual itulah yang menjadi sumber utama

terbentuknya kecerdasan spiritual (Simanjorang, 2012).

Mengembangkan atau membangun kecerdasan spiritual dapat

diartikan dengan segala usaha, langkah, kegiatan yang dilakukan baik

secara sendiri maupun bantuan orang lain dalam rangka untuk

menumbuhkembangkan kecerdasan spiritual. Pengembangan aspek

spiritual ini tidak harus merupakan satu program atau mata pelajaran yang

secara khusus memberikan materi tentang spiritual. Akan tetapi aspek

spiritual ini dapat dikembangkan lebih luas dan di integrasikan melalui

kegiatan apapun.

Dengan demikian pengembangan kecerdasan spiritual adalah upaya

mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dalam

hal yang berkaitan kejiwaan, rohani, mental, moral, ataupun yang

berkaitan dengan spirit atau jiwa, serta bekerja dengan usahanya ataupun

(4)

pikir secara tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah SWT (Ulfa Rahmawati: Jurnal Penelitian).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membangun

kecerdasan spiritual adalah upaya yang dilakukan dalam membangun,

mengembangkan serta mendorong manusia untuk melakukan penghayatan

spiritual secara mendalam baik dilakukan secara sendiri maupun dengan

bantuan orang lain. Kecerdasan sprirituan dapat dibangun, dikembangkan

dan dilatih. Kemudian untuk menjadi orang cerdas secara spiritual, kita

harus secara konstan menempatkan tujuan dan strategi kita dalam konteks

yang lebih luas dalam makna dan nilai.

3. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Menurut Tebba (2005), kecerdasan spiritual ditandai dengan

ciri-ciri, yaitu:

a. Mengenal motif yang paling dalam

Motif yang paling dalam berkaitan erat dengan motif kreatif.

Motif kreatif adalah motif yang menghubungkan kita dengan

kecerdasan spiritual. Ia tidak terletak pada kreatifitas, tidak bisa

dikembangkan lewat IQ. IQ hanya akan membantu untuk

menganalisis atau mencari pemecahan soal secara logis. Sedangkan

EQ adalah kecerdasan yang membantu untuk bisa menyesuaikan diri

(5)

b. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi

Kesadaran yang tinggi memiliki arti tingkat kesadaran bahwa

tidak mengenal diri sendiri lebih, karena ada upaya untuk mengenal

diri sendiri lebih dalam. Misalnya, selalu bertanya siapa diriku ini?

Sebab dengan mengenal diri, maka dapat mengenal tujuan dan misi

hidupnya.

c. Bersikap responsif pada diri yang dalam

Melakukan intropeksi diri, refleksi diri dan mau mendengarkan

suara hati nurani ketika ditimpa musibah. Keadaan seperti itu

mendorong kita untuk melakukan intropeksi diri dengan melihat ke

dalam hati yang paling dalam.

d. Mampu memanfaatkan dan mentransenden kesulitan

Melihat ke hati yang paling dalam ketika ketika menghadapi

musibah disebut menyransenden kesulitan. Orang yang cerdas secara

spiritual tidak mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain

sewaktu menghadapi kesulitan atau musibah, tetapi menerima

kesulitan itu dan meletakkannya dalam rencana hidup yang lebih

besar.

e. Sangggup diri, menentang dan berbeda dengan orang banyak

Manusia mempunyai kecenderungan untuk ikut arus atau

trend. Orang yang cerdas secara spiritual mempunyai pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian dan

(6)

f. Enggan mengganggu dan menyakiti orang dan makhluk lain

Merasa bahwa alam semesta ini adalah sebuah kesatuan,

sehingga kalau mengganggu apapun dan siapapun pada akhirnya akan

kembali kepada diri sendiri. Orang yang cerdas secara spiritual tidak

akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan spiritual mempunyai ciri sebagai berikut mengenal motif

yang paling dalam, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, bersikap

responsif pada diri yang dalam, mampu memanfaatkan dan

mentransenden kesulitan, sangggup diri, menentang dan berbeda

dengan orang banyak, enggan mengganggu dan menyakiti orang dan

makhluk lain.

4. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual

Menurut Clinebell dalam bukunya Hawari (1999: 493-497)

mengemukakan pada dasarnya setiap diri manusia memiliki sepuluh aspek

kemampuan dasar kecerdasan spiritual, diantaranya:

a. Kemampuan akan kepercayaan dasar (Basic Trust), kepercayaan dasar berguna untuk membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah

ibadah. Karena hidup ini adalah ibadah, maka manusia tidak perlu

risau manakala suatu saat mengalami kesusahan, kesedihan atau

kehilangan sesuatu yang dicintai karena semua itu adalah cobaan

(7)

Penyayang lagi Maha Pengampun amat pentinga hingga manusia tidak

perlu merasa stres, depresi atau cemas.

b. Kemampuan untuk mengerti akan makna hidup, tujuan hidup dalam

membangun hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan

Tuhannya dan dengan sesama manusia serta alam sekitarnya.

c. Kemampuan untuk melakukan komitmen peribadatan dan

hubungannya dalam kehidupan keseharian. Pengalaman agama

hendaknya seimbang anatara praktek dan pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari.

d. Kemampuan pengisian keimanan secara teratur mengadakan hubungan

dengan Tuhan. Hal ini dimaksudkan agar kekuatan iman dan takwa

senantiasa tidak melemah.

e. Kemampuan akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa. Rasa bersalah

dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik

bagi kesehatan jiwa.

Adanya perasaan bersalah adalah hal yang bagus dan

istimewa. Tidak semua orang mampu memilikinya. Adanya perasaan

bersalah dan berdosa menunjukkan kalau seseorang masih memiliki

perasaan malu dan takut. Itu juga berarti masih ada keimanan dalam

hatinya. Adanya perasaan bersalah dan berdosa yang berlebihan juga

dapat menjadi tekanan batin yang justru akan membuat orang tidak

bahagia, putus asa. Karena itu perasaan bersalah dan berdosa pun

(8)

Dengan demikian dapat diartikan pula sebagai kemempuan untuk

bangkit dari keterpurukan serta keputusaan.

f. Kemampuan akan penerimaan diri dan harga diri (Self Acceptance and Self System). Dua hal tersebut amat penting bagi kesehatan jiwa seseorang. Setiap diri ingin diterima dan dihargai oleh lingkungannya

tidak ingin dilecehkan atau dipinggirkan. Sehingga dalam setiap

pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan mendapat penghargaan

dan pengakuan dari orang lain, yang akan membuat orang tersebut

merasa bangga akan hasil kerjanya.

g. Kebutuhan akan rasa aman. Bagi orang yang beriman akan

memperoleh rasa aman (Security Feeling) sementara bagi orang yang tidak beriman akan mengalami kecemasan menghadapi masa depan

(hari kemudian).

h. Kemampuan untuk mencapainya derajat dan martabat yang semakin

tinggi sebagai pribadi yang utuh. Bagi orang yang beriman akan

senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga diharapkan

derajat dan martabatnya di mata sesama manusia akan lebih tinggi.

i. Kemampuan untuk memelihara interaksi dengan alam dan sesama

manusia. Orang tidak dapat hidup seorang diri, melainkan sering

ketergantungan dengan orang lain.

j. Kemampuan untuk melakukan hidup bermasyarakat yang syarat

(9)

Dikutip dari Putra (2014: 31) dalam bukunya Sinetar (2001)

menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu:

1) Kemampuan seni untuk memilih. Kemampuan untuk memilih dan

menata hingga kebagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan

visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup

mengorganisasikan bakat.

2) Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari

keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk

menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.

3) Kedewasaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak

menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan serta sebagai

konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.

4) Kemampuan untuk mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan

orang lain di mata kita penting atau kita cintai, yaitu kemampuan untuk

mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Sang kekasih sejati Allah

Swt, yaitu melalui syariat-Nya dengan melakukan ketakwaan kepada

Yang di cintai.

5) Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain,

pemaaf, mudah memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat

orang lain bahagia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual terdiri dari lima belas aspek yaitu kemampuan dasar, makna

(10)

berdosa, penerimaan diri dan harga diri, kebutuhan akan rasa aman,

pribadi yang utuh, interaksi dengan alam dan manusia, hidup bersosial,

kemampuan seni untuk memilih, kemampuan seni untuk melindungi diri,

kedewasaan yang diperlihatkan, kemampuan untuk mengikuti cinta,

disiplin-disiplin pengorbanan diri.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual

Ada banyak sekali faktor yang bisa mempengaruhi kecerdasan

seseorang. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kecerdasan yang

dimiliki setiap individu akan berbeda antara individu satu dengan yang

lainnya. Berikut akan dijelaskan mengenai beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi kecerdasan menurut Shaleh (2009: 260-262) yaitu:

a. Pembawaan

Pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dibawa

sejak lahir. Secara hakiki perbedaan manusia dengan binatang adalah

manusia mempunyai fitrah beragama. Oleh sebab itu manusia disebut

juga dengan homo religius. Fitrah beragama ini tidak memilih kapan

manusia tersebut itu berada dan dilahirkan. Dari zaman yang masih

primitif sampai modern, bahkan sejak nabi Adam sampai akhir zaman,

maupun setiap anak yang lahir dari rahim orang tua yang baik ataupun

jahat, bahwasanya secara kodrati setiap manusia memiliki kepercayaan

terhadap sesuatu yang berada di luar kekuasaannya yang memilki

(11)

b. Kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah

matang, jika dapat mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya

masing-masing. Kemampuan untuk mampu atau tidak menerima apa

yang telaah ditakdirkan oleh Allah Swt, bagaimana mampu bersyukur

dengan apapun pemberian Allah Swt.

c. Pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang

mempengaruhi kecerdasan.dapat kita bedakan pembentukan sengaja

(seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak

sengaja (pengaruh alam sekitar).

d. Minat dan Pembawaan yang Khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan

merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat

dorongan (motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan

dunia luar.

e. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu bebas memilih berbagai

metode yang tertentu dalam memecahkan masalah (Rizky

Setiyanawati: 2016).

Zohar dan Marshall (2001) membagi beberapa faktor yang dapat

(12)

1) Motif yang paling dalam, yaitu motif dimana kita dapat bertindak di

dunia dan mencari realita dibalik setiap hasrat permulaan.

2) Kesadaran diri yang tinggi, untuk menyadari segala permasalahan dan

menyadari keadaan dirinya.

3) Tanggap terhadap diri yang dalam, kecerdasan spiritual yang tinggi

menuntut seseorang untuk mengabdi pada diri dengan penuh kesadaran

agar dapat merasakan apa yang benar-benar memotivasi untuk

mengetahui nilai dan makna hidup yang tinggi.

4) Kemampuan untuk memanfaatkan dan mengatasi kesulitan, agar dapat

memegang tanggung jawab terhadap kehidupan sehari-hari.

5) Berdiri menentang orang banyak. Seseorang yang memiliki kecerdasan

spiritual dapat menjadi seseorang yang mandiri dan orang tersebut

mampu berdiri menentang orang banyak yang memilliki ego

fungsionalperan serta yang sehat dalam kelompok, namun keduanya

harus berakar dari dalam diri sendiri.

6) Keengganan untuk menyebabkan kerusakan, seseorang yang tinggi

kecerdasan spiritualnya mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang

lain maka dia merugikan diri sendiri.

7) Menjadi cerdas spiritual dalam agama, adanya titik Tuhan dalam

susunan syaraf otak yang menunjukan bahwa kemampua untuk

menjalani pengalaman dan keyakinan memberikan suatu keuntungan

(13)

dan nilai dengan cara yang dapat individu ikuti, mendorong individu

berjuang juga memberikan individu suatu tujuan.

8) Memiliki kesadaran diri yang positif. Seseorang yang memiliki

kecerdasan spiritual tinggi maka benar-benar jujur pada diri

sendiri,sadar diri dan memuntut diri untuk menghadapi pilihan,

terkadang pilihan yang tepat merupakan pilihan yang sulit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan antara lain: pembawaan,

kematangan, pembentukan, minat dan kebebasan dalam memecahkan

masalah serta terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

kecerdasan spiritual antara lain: motif yang paling mendalam, kesadaran

diri yang tinggi, tanggap terhadap diri, kemampuan untuk memanfaatkan

dan mengatasi kesulitan, berdiri menentang orang banyak, keengganan

untuk menyebabkan kerusakan, menjadi cerdas spiritual dalam agama, dan

memiliki kesadaran diri yang positif.

6. Manfaat Kecerdasan Spiritual

Banyak sekali manfaat yang diperoleh, apabila memiliki

kecerdasan spiritual. Adapun manfaat dari kecerdasan spiritual

diantaranya:

a. Kecerdasan spiritual dapat menjadikan kreatif yang mampu

menghadirkan kecerdasan spiritual ketika ingin menjadi luwes,

(14)

b. Dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk berhadapan dengan

masalah eksistensial, yaitu saat kita secara pribadi merasa terpuruk,

terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu akibat

penyakit dan kesedihan.

c. Kecerdasan spiritual adalah pedoman saat kita berada di ujung. Ujung

adalah suatu tempat bagi kita untuk menjadi sangat kreatif.

Kecerdasan spiritual, pemahaman kita yang dalam dan intuitif akan

makna dan nilai,merupakanpetunjuk bagi kita saat berada di ujung.

Kecerdasan spiritual adalah hati nurani kita.

d. Kecerdasan mpiritual menjadikan kita lebih cerdas secara spiritual

beragama.

e. Kecerdasan spiritual memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal

yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani

kesenjangan antara diri dan orang lain.

f. Menggunakan kecerdasan spiritual untuk mencapai perkembangan diri

yang lebih utuh karena kita memiliki potensi untuk itu.

g. Kecerdasan spiritual dapat membantu di dalam menghadapi masalah

baik dan buruk, hidup dan mati, dan asal-usul sejati dari penderitaan

dan keputusasaan manusia (Zohar dan Marshal, 2000: 12-13).

Sedangkan menurut Agustian (2001: 14-15) manfaat dari

kecerdasan spiritual untuk seseorang diantaranya: Menjadikan etos kerja

(15)

mudah terpengaruh oleh lingkungannya, dan mendapatkan kebahagiaan

serta kedamaian dalam diri.

Jadi dari berbagai manfaat kecerdasan spiritual tersebut, tentu saja

akan menjadikan manusia menjadi insan kamil yang sesuai dengan ajaran

Agama Islam. Akhlakul karimah akan dimiliki olehnya yang mampu

mengaplikasikan kecerdasan spiritual dalam kehidupannya. Baik dalam

kehidupan pribadi, sosial, maupun dalam masyarakat. (Wahyu Afirina.

2014: 27-28).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual memiliki manfaat diantaranya memberikan potensi untuk terus

berkembang, lebih kreatif dalam artian memiliki wawasan yang luas, dapat

menerima atas cobaan yang dihadapinya serta bisa mengatasinya dengan

baik, lebih dapat memaknai kehidupan dengan baik, serta mampu

menghargai diri sendiri dan orang lain.

B. Kegiatan Pada Bulan Ramadhan 1. Pengertian Bulan Ramadhan

Allah SWT memotivasi umatnya untuk banyak melakukan amal

saleh atau dalam istilah lain disebut dengan kesalehan sosial. Ramadhan

sesungguhnya, bukan hanya untuk memupuk kesalehan individu tetapi

lebih penting adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas kesalehan sosial.

Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda, tetapi lebih dari itu

(16)

dapat diraih jika kita memiliki prestasi sosial yang kita persembahkan

kepada Allah SWT.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya melatih untuk

meningkatkan kecerdasan emosional. Beberapa penelitian menunjukkan

untuk menjadi sukses dan bahagia di dalam hidup, tidak cukup hanya

dengan kecerdasan intelektual. Diperlukan kecerdasan lain yang

belakangan disebut dengan ESQ (emotional, spiritual quetion). Selama Ramadhan perlu melatih untuk bersikap sabar, jujur terhadap diri sendiri

dan merasakan kehadiran Allah SWT yang Maha Hadir (omnipresent). (Tarigan, 2008: 5)

Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah bulan yang paling baik

untuk mempererat silaturrahmi. Di dalam khotbahnya Rasul SAW

melambangkan silaturrahmi dengan kesediaan berbagi perbukaan puasa.

Ketika kita membagi sebagian rezeki kepada orang lain, kendatipun hanya

sebiji kurma, seteguk air, atau sepotong kue, pada saat itu kita

sesungguhnya merajut silaturrahmi. Dalam makna yang lebih luas,

kegiatan buka bersama adalah media silaturrahmi yang paling efektif.

Tentu saja yang diinginkan bukan hanya sekedar berkumpul dan makan

bersama. Momen/silaturrahmi itu harus dimanfaatkan untuk

membicarakan persoalan keumatan. Akhirnya silaturrahmi yang terbangun

selama Ramadhan menjadi produktif dan memberi efek buat kemaslahatan

(17)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bulan

Ramadhan bisa disebut juga bulan ibadah karena pada bulan tersebut

dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah

wajib seperti sunnah dhuha, rawatib dan tarawih ataupun qiyamullail serta tadarusan Al-Qur’an. Semua aktivitas jasmani dsn rohani di bulan Ramadhan dilatih untuk selalu melaksanakan kebiasaan-kebiasaan luhur

bahwa semua aktivitas kehidupan kita sejatinya adalah ibadah kepadaNya.

2. Keutamaan Bulan Ramadhan

Sesungguhnya pada tiap tahun terdapat hari-hari agung yang selalu

datang berkunjung “bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau

yang ingin bersyukur” (Al-Furqan: 62).

Allah SWT juga mengkhususkan bagi mereka di dalam bulan

tersebut pahala yang tidak Allah berikan pada bulan-bulan yang lain.

Bahkan Dia menjadikan pahala orang yang shaum (pada bulan itu) setara

dengan 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan lebih dari itu sampai tidak

terbatas dan tidak terhitung. Rasulullah SAW. menyebutkan hadits qudsi

tentang firman Allah SWT. (hadits qudsi):

َلاَق , ِفْع ِض ُةَناِمَعْبَس ىَلِإ اَهِلاَثْمَا ُرْشَع ُةَنَسَحْلا , ُفَعاَضُي َمَدآ ِنْبا ِلَمَع ُّلُك

ُهَماَعَط َو ُهَت َوْهَش ُعَدَي , ِهِب ْي ِزْجَأ اَنَأ َو ىِل ُههنِإَف ,َم ْوهصلا هلاِإ : هلَج َو هزَع ُالله

ْيِلْجَأ ْنِم

(18)

10 perbuatan yang sepadan, sampai 700 kali lipatnya. Allah SWT. berfirman(yang terjemahan maknanya): ‘Kecuali shaum, karena

sesungguhnya shaum itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan

membalasnya’.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Kamil. 2008: viii)

Ramadhan adalah bulan yang dipilih oleh Allah SWT. sebagai

waktu diturunkannya kitab-kitab dan risalah-risalah-Nya. Ia adalah bulan

penyambung antara langit dan bumi. Pada bulan ini, Allah SWT.

menurunkan firman-Nya.

Allah SWT. menyeru makhluk-Nya, menyebarkan cahaya-Nya,

menurunkan wahyu kepada hamba-Nya yang suci. Sungguh bulan yang

agung. Bulan sebab kebaikan, sumber cahaya, titik tolak rahmat, waktu

turunnya keberkahan dari langit ke bumi.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ampunan, pada

bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup,

keistimewaan ini tidak terdapat pada bulan-bulan yang lain. Setan

dibelenggu, jin yang murtad diikat, gerak langkahnya tertahan oleh rantai

dan belenggu (Ya’kub. 2008: 22-33).

(

٢

ِهِبْنَذ ْنِم َمهدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ , اًباَسِتْحا َو اًناَمْيِإ , َناَضَمَر َماَص ْنَم )

(

٣

َجْلا ُّا َوْبَأ ْتَحِتُف َناَضَمَر َءاَج اَذِإ )

ِراهنلا ُّا َوْبَأ ْتَقِلُغ َو ِةهن

َذِفُص َو

ْيِط اَيهشلا ِت

(19)

seluruh dunia karena di bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh

berkah, ampunan dan banyak sekali pahala. Sehingga sangat baik untuk

memperbanyak ibadah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah

SWT. serta memohon ampunan atas segala dosa yang telah kita perbuat.

3. Kegiatan pada Bulan Ramadhan

a. Puasa

Di dalam buku panduan Ramadhan (JSIT wilayah jateng

periode 2013-2017). Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan

“shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari

mkan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sedangkan menurut

istilah syara’ atau istilah, shaum adalah menahan diri dari segala

sesuatu yang membatalkan mulai dari terbit fajar hingga matahari

terbenam, karena semata perintah Allah SWT., dengan disertai niat dan

syarat tertentu.

Puasa Ramadhan pertama kali disyari’atkan adalah pada

tanggal 10 Sya’ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi SAW ke

Madinah. Sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari

masjidil Al-Aqsha ke Msjidil Al-Haram. Semenjak itulah Rasulullah

SAW. menjalankan puasa Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak

sembilan kali dalam sembilan tahun.

Berpuasa adalah salah satu pondasi dasar agama. Ketentuan

(20)

َأَٰٓ َي

berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orag sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Puasa tidak hanya berfungsi untuk menahan dan

mengendalikan hawa nafsu seperti makan dan minum atau nafsu

amarah saja, tetapi juga pengendalian pikiran dan hati agar tetap

berada pada jalur yang telah “digariskan” di dalam prinsip berpikir

berdasarkan Rukun Iman. Di sinilah sesungguhnya letak keunggulan

puasa yang tertinggi, yaitu pengendalian diri agar selalu berada pada

jalur fitrah, supaya selalu memiliki tingkat kecerdasan emosi yang

tinggi (Agustian. 2001: 223).

Puasa Ramadhan dan puasa sunnah dapat meningkatkan

kemampuan pengendalian diri . Saat berpuasa, melakukan pekerjaan

seperti biasa. Tidak menggunakan puasa sebagai dalih untuk

bermalas-malasan dengan alasan lapar dan haus. Justru disinilah tantangannya,

bekerja maksimum sambil menahan lapar dan haus serta emosi.

Saat berpuasa, kedepankanlah sifat fitrah seperti sikap

pengasih, penyayang, sabar, mencipta, adil, memberi,

sungguh-sungguh, konsisten dan sifat-sifat mulia lainnya. “Tarikan ke atas”

(21)

pribadi luhur dan tinggi, yang berhati emas dan bermental baja atau

Idul Fitri (Agustian. 2016: 317).

Puasa yang benar bermanfaat untuk menjadi metode pelatihan

pengendalian diri, meraih kemerdekaan sejati, pembebasan dari

belenggu yang tak terkendali, dan memelihara aset kita yang paling

berharga, yaitu kemenangan fitrah (Agustian. 2016: 315).

b. Shalat Tarawih

Pada buku kegiatan Ramadhan (JSIT Indonesia.1434 H: 6),

Sholat tarawih adalah sholat sunnah malam yang dikerjakan di malam

bulan Ramadhan sesudah sholat isya hingga menjelang waktu shubuh.

Sholat tarawih tidak berbeda dengan sholat sunnah lainnya,

seperti sholat sunnah tahajud dan sholat sunnah witir hanya saja shalat

tarawih dikerjakan di malam bulan Ramadhan serta dapat dikerjakan

secara berjamaah maupun sendiri di rumah. Terdapat beberapa praktek

tentang jumlah raka’at dan jumlah salam pada sholat tarawih, pada masa Rasulullah SAW. Jumlah raka’atnya adalah 8 raka’at dengan dilanjutkan 3 raka’at witir. Pada jama’ah khalifah Umar menjadi 20 raka’at dilanjutkan dengan 3 raka’at witir.

Adapun keutamaan sholat tarawih yaitu:

1) Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu

Dari Abu Huroiroh, Rasulullah SAW. bersabda,

(22)

mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

2) Sholat tarawih bersama imam seperti sholat semalam penuh

Dari Abu Dzar, Nabi SAW. pernah mengumpulkan

keluarga dan para sahabatnya, lalu ia bersabda: “Siapa yang sholat

bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiam satu malam penuh.”

Mempelajari makna sholat secara mendalam sebelum

melakukannya. Setiap kata yang diucapkan saat sholat akan

membangkitkan kembali suara-suara hati fitrah manusia, yang

mungkin sudah agak memudar. Kecerdasan emosi dan spiritual

akan meningkat muncul ketika akan mengucapkan setiap kata

dalam sholat.

Ketika melafadzkan “Bismillaahirrahmaanirrahiim”,

ingatlah bahwa bekerja keras atas nama Allah SWT. yang bersifat

Rahman dan Rahim tanamkan sifat mulia itu dalam dada, maka

akan bersikap rahman dan rahim. Ketika mengucapkan “Allahu

Akbar”ingatlah akan kebesaran Allah SWT., sehingga akan

berpikir besar.

Takbiratul ihram akan membangun kekuatan prinsip kita

untuk hanya berpegang kepasa Alla Yang Mha Esa. Wawasan kita

(23)

sempurna. Landasan sikap, visi integritas, komitmen, keikhlasan,

hinggakecerdasan sosial ada di sana.

Kegiatan fisik yang dilakukan saat sholat akan menciptakan

paradigma yang cerdas karena sholat yang benar bisa menghapus

dan meredam kejadian sehari-hari yang mungkin telah

membelenggu pikiran positif kita. Sholat adalah kunci yang

penting untuk memelihara dan meningkatkan “level”

kecerdasanemosi dan spiritual (ESQ) secara keseluruhan dan

berkelanjutan (Agustian, 2016: 316-317)

c. Membaca Al-Qur’an

Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Jika amal perbuatan di bulan Ramadhan dilipatgandakan balasannya, bukankah kita sudah

selayaknya melipatgandakan bacaan Al-Qur’an?

Hubungan antara Ramadhan dan Al-Qur’an sangat kuat, ikatannya amat erat. Sebagaimana yang ketahui, Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT. yang abadidengannya Allah SWT. mengeluarkan

umat ini dari kegelapan menuju cahaya.Keutamaan-keutamaan

Al-Qur’an:

1) Al-Qur’an adalah rahmat 2) Al-Qur’an adalah ketentraman

3) Al-Qur’an adalah pencetak para tokoh 4) Al-Qur’an adalah keembuhan

(24)

6) Al-Qur’an adalah kehidupan hati (Muhammad Husain Ya’kub. 2008: 185-195)

Ramadhan memiliki keterkaitan dengan Al-Qur’an karena bulan Ramadhan merupakan bulan di mana kitab suci yang agung itu

pertama kali diturunkan.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,

bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an)”. (Al-Baqarah: 185). Keterkaitan Ramadhan dengan Al-Qur’an juga berhubungan dengan kewajiban shaum di dalamanya. Shaum adalah sarana paling

kuat untuk menghilangkan gangguan nafsu-nafsu kemanusiaan yang

menjadi penghalang untuk melihat cahaya-cahaya ilahiah yang

tersebar di dalam Al-Qur’an. Karena inilah, katerkaitan antara shaum dengan turunnya Al-Qur’an sangat besar. Jadi jika Ramadhan itu teristimewakan oleh turunnya Al-Qur’an sudah seharusnya pula Ramadhan teristimewakan sebagai momen untuk shaum, karena

shaum adalah kondisi yang paling sesuai bagi manusia untuk

memperoleh petunjuk dari Allah SWT. yang diturunkan di dalam

Al-Qur’an.

Al-Qur’an pun mengisyaratkan bahwa tujuan yang paling agung dari ibadah sahaum adalah membersihkan pikiran agar dapat

(25)

(Al-Baqarah: 185). Sehingga pengkhususan Ramadhan sebagai bulan

shaum itu adalah demi Al-Qur’an. Dan dari sisnilah, dapat dipahami eksistensi bulan Ramadhan dan bahwa shaum itu demi Al-Qur’an sehingga tidak mengherankan bila Ramadhan juga disebut sebagai

“Bulan Al-Qur’an”.

Orang saleh terdahulu telah memahami dan menyadari makna

ini secara baik dan mengerti bahwa fungsi Ramadhan yang paling

besar adalah memperhatikan Al-Qur’an dan melaksanakan ajarannya, serta menjalankan ibadah shaum demi membersihkan hati dan pikiran

untuk mereguk hikmah Al-Qur’an.

Az-Zuhri pernah ditanya mengenai ibadah pada bulan

Ramadhan. lantas beliau pun menjawab, “sesungguhnya hal itu adalah

dengan membaca Al-Qur’andan memberi makan orang”.

Abdurrazaq juga menceritakan bahwa jika Sufyan Ats-Tsauri

memasuki bulan Ramadhan, beliau meninggalkan semua ibadah

lainnya yang tidak wajib, dan konsentrasi penuh untuk menekuni

ibadah membaca Al-Qur’an.

Ada cerita dari Ibnu Abdil Hakam mengenai Imam Malik,

bahwa apabila Imam Malik memasuki bulan Ramadhan, beliau tidak

lagi menghadiri majelis-majelis keilmuan dan beliau berkonsentrasi

untuk menekuni tilawah Al-Qur’an.

Poin yang harus senantiasa kita camkan kuat-kuat dalam hati

(26)

Ramadhan dan bulan-bulan lainnya adalah hendaknya meyakini

bahwa tujuan utama dari kegiatan membaca Al-Qur’an ini adalah untuk merenungkan dan memahami makna-makna firman Allah SWT

(Kamil. 2008: 78-79).

d. Berdzikir

Iman dapat berkurang dan bertambah di hati seorang mukmin

bertambah dengan banyaknya ibadah-ibadah dan berkurang dengan

terjadinya kemaksiatan dan tidak ada amalan ibadah yang lebih utama

dibanding dzikrullah (berdzikir kepada Allah SWT. dengan mengingat dan menyebut).

Rasulullah SAW. bersabda, “Maukah jika aku kabarkan pada

kalian suatu amalan yang paling baik dan paling suci di sisi penguasamu? Yang dapat menaikkan derajat kalian? Yang lebih baik daripada infak berupa emas dan perak? Serta juga lebih baik daripada pertemuan kalian kalian (di medan jihad) dengan musuh-musuh kalian, yang di sana kalian memenggal leher-leher mereka dan merekapun memenggal leher-leher kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya, kami mau!” Rasulullah SAW. lantas menyatakan, “Yaitu zikir

kepada Allah Ta’ala” (HR At-Turmudzi dan Ibnu Majah).

Jadi berdzikir kepada Allah SWT. Dapat memperbarui dan

menambah keimanan serta menerangi hati dan mengembalikannya

(27)

Zikir di siang dan malam hari Ramadhan memiliki

keistimewaan yang benar, dapat menghasilkan cita rasa yang mungkin

berbeda dari pada zikir di bulan yang lain dari segi

kejernihan,ketenangan,dan kekhusyukannya. Terasa semakin dahsyat

karena masih ditambah lagi dengan kenyataan bahwa zikir pada saat

Ramadhan tidak sama dengan dzikir pada bulan lainnya dari segi

keutamaan dan pahalanya (Kamil, 2008: 74).

e. Berdo’a

Menurut Kamil (2008: 176-177)salah satu aspek kemuliaan

bulan ini adalah Allah SWT yang berkenan mengabulkan doa di

dalamnya karena kemuliaan Allah SWT telah menyandingkannya

dengan Ramadhan. Di sela-sela pembicaraan mengenai shaum beserta

hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya, Allah SWT berfirman:

اَذِإ َو

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (Segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka selalu berada dalam kebenaran” (Al-Baqarah: 186).

Pengabulan doa adalah sebuah kemuliaan di atas kemuliaan,

(28)

memang “tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah SWT. selain doa”

(HR Ahmad dan At-Turmudzi).

Pada bulan kemuliaan ini, beribadah kepada Rabb Yang Maha

Mulia. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Rabb kalian Tabaraka wa Ta’ala itu

Mahamalu dan Mahamulia. Dia malu untuk mengembalikan hamba-Nya yang sudah menengadahkan tangan kepada-hamba-Nya dalam keadaan tangan kosong” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah).

Jadi Allah SWT sangat menyukai orang yang berdoa

kepada-Nya, karena itulah Allah SWT memerintahkan untuk berdoa, sebab

Allah SWT tidak akan memerintahkan sesuatu yang tidak Dia sukai.

f. I’tikaf

Seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalah ibadah kepada

Allah SWT, Beliau memiliki amalan ibadah harian, baik wajib maupun

sunnah yang beliau kerjakan secara rutin.

Demikian juga pada bulan Ramadhan, beliau berpuasa, shalat

malam dan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Berbagai amal ibadah, yang beliau jalankan mengandung hikmah yang

tidak terhitung banyaknya arahan kehidupan seorangmuslim dalam

meniti jalan Allah SWT. Rasulullah SAW memberi teladan

(29)

berbagai kesulitan hidup di dunia ini, mereka merindukan kesunyian

yang di dalamnya dia menyepi bersama Rabb dan Ilah-nya,

kekasihnya, dan Dzat yang diibadahinya, penolong, dan Dzat yang

dimintainya.

I’tikaf adalah sebuah ibadah yang tidak sama dengan ibadah lainnya. I’tikaf berarti memfokuskan diri kepada Allah SWT secara

total, dan meninggalkan berbagai kesenangan dunia yang dapat

menghalangi kebiasaan ruhani manusia yang luhur.

I’tikaf juga melambangkan bentuk hubungan yang sempurna

dengan Allah SWT., demi mewujudkan kejernihan ruhani dalam

interaksi insan muslim dengan Allah SWT.

Syari’at Islam memiliki tugas utama, yaitu mewujudkan hubungan ruhani yang berkelanjutan anatara hamba dan sang Pencipta

SWT, melalui wilayah ibadah yang luas dan mencakup kehidupan

manusia secara keseluruhan, demi menggapai keridhaan Allah SWT.

dan mengikuti syari’at Yang Maha Benar (Ya’kub. 2008: 261-262). g. Zakat Fitrah

Kewajiban mengeluarkan zakat. Sabda Rasulullah SAW.

“Dari Ibnu Umar dia berkata: “Rasulullah SAW. telah mewajibkan

zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ syair (gandum) atas

(30)

menunaikannya sebelum manusia menuju shalat Idul Fitri.”.

(Muttafaqun ‘Alaihi)

Zakat adalah megeluarkan sebagian harta menurut ketentuan

yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. yang berfungsi sebagai

pembersih baik harta maupun jiwa. Zakat fitrah adalah zakat yang

dikeluarkan berupa makanan pokok di daerah tertentu dan diberikan

sebelum shalat Idul Fitri, sebagai pembersih jiwa orang ang

menjalankan ibadah puasa Ramadhan. (JSIT Indonesia: 1434 H)

Memahami perasaan, motivasi serta keinginan orang lain,

sesungguhnya mengacu pada pemahaman suara hati diri sendiri atau

fitrah. Zakat juga sebuah latihan untuk berusaha memahami, “apa

tangisan dan impian orang lain.” Anda berusaha massuk ke dalam hati dan perasaan orang lain untuk memberi bantuan agar mereka berhenti

“menangis”, sekaligus membantu mereka mencapai impiannya

(Agustian, 2016: 337).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

kegiatan atau amaliah yang biasa dilakukan pada saat bulan Ramadhan yaitu

puasa, shalat tarawih, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdo’a, i’tikaf dan zakat fitrah.

C. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

(31)

demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul umtuk

belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesanteren adalah suatu

lembaga pendidika Islam di Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk

mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman

hidup keseharian (Daulay. 2004: 27)

Menurut Sudjoko Prasodjo, pesantren berasal dari kata santri yang

mendapat imbuhan awalan pedan akhiran an yang menunjukkan tempat, dengan demikian , pesantren adalah tempat para santri. Secara istilah

pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya

dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama

Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam

bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal

di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Dengan demikian, dalam

lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren tersebut

sekutang-kurangnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut: kiai, santri, masjid

sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pondok atau asarama

sebagai tempat tinggal para sntri serta kitab-kitab klasik sebagai sumber

atau bahan pelajaran (Nizar, 2009: 286).

Pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat

murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah

lembaga pendidikan Islam, dimana santri biasanya tinggal di pondok

(asrama) dengan materi pengajaran kitab klasik dan kitab umum, bertujuan

(32)

sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral

dalam kehidupan bermasyarakat (Kamus Besar Bahasa indonesia).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren

adalah tempat tinggal para santri (asrama) serta suatu lembaga pendidikan

Islam yang mendidik para santrinya dalam belajar ilmu agama Islam

secara mendetail.

2. Tipologi atau Model Pendidikan di Pondok Pesantren

Model pendidikan di pondok pesantren memiliki beberapa pola,

diantaranya:

a. Pesantren Pola I

Pesantren Pola I adalah pesantren yang masih terikat kuat

dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman pembaruan pendidikan

Islam di Indonesia. Ciri-ciri dari pesantren ini adalah pengkajian

pertama, kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan di dalam berlangsungnya proses belajar

mengajar. Ketiga, tidak memakai sistem klasikal. Pengetahuan seseorang diukur dari sejumlah kitab-kitab yang telah pernah

dipelajarinya kepada ulama dimana ia berguru. Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih, mempertinggi

semangat, menghargai nilai-nilai spiritual kemanusiaan, mengajarkan

sikap, tingkah laku yang jujur, bermoral, menyiapkan para santri untuk

(33)

b. Pesantren Pola II

PesantrenPola II adalah merupakan pengembangan dari

pesantren pola I, kalau pola I inti pelajaran adalah pengkajian

kitab-kitab klasik dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, dan

hafalan, sedangkan pada pesantren pola II ini lebih luas dari itu. Pada

pesantren pola II inti pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik

yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklasikal. Di samping itu,

diajarkan ekstrakurikuler seperti keterampilan dan praktik

keorganisasian.

Pada bentuk sistem klasikal, tingkat pendidikan dibagikepada

jenjang pendidikan dasar (Ibtida’iyah) 6 tahun, jenjang pendidikan

menengah pertama (Tsanawiyah), dan jenjang pendidikan atas (Aliyah)

3 tahun. Di luar waktu pengajaran klasikal di pesantren pola II ini

diprogramkan pula sistem nonklasikal, yakni membaca kitab-kitab

klasik dengan metode sorogan dan wetonan. Pimpinan pesantren telah

mengatur jadwal pengkajian tersebut lengkap dengan waktu, kitab yang

akan dibaca dan ustad yang akan mengajarkannya. Para santri bebas

memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.

Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik,

di pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum,

(34)

c. Pesantren Pola III

PesantrenPola III adalah pesantren yang di dalamnya program

keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan

umum. Ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada

santri. Selain dari itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III

ini adalah penanaman berbagai aspek pendidikan, seperti

kemasyarakatan, keterampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan,

dan sebagian dari pesantren pola III telah melaksanakan program

pengembangan masyarakat.

Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada

yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan

memodifikasikan mata pelajaran agama, dan ada pula yang memakai

kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu

agama pada pesantren pola III ini tidak mesti bersumber dari kitab-kitab

klasik.

d. Pesantren Pola IV

PesantrenPola IV adalah pesantren yang mengutamakan

pengajaran ilmuketerampilan disamping ilmu agama sebagai mata

pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk

memahami dan dapat melaksanakan berbagai keterampilan guna

dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian kegiatan pendidikannya

(35)

e. Pesantren Pola V

Pesantren Pola V adalah pesantren yang mengasuh beraneka

ragam lembaga pendidikan yang tergolong formal dan nonformal.

Pesantren ini juga dapat dikatakan sebagaipesantren yang lebih lengkap

dari pesantren yang telah disebutkan di atas. Kelengkapannya itu

ditinjau dari segi keanekaragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.

Di pesantren ini ditemukan pendidikan madrasah, sekolah,

perguruan tinggi, pengkajian kitab klasik, majelis taklim, dan

pendidikan keterampilan. Pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini

dijadikan sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang

mengikuti pelajaran di madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi.

Sementara itu ada santri yang secara khusus mengikuti pengajian

kitab-kitab klasik saja (Daulay, 2004: 27-30).

Berdasarkanuraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap

pesantren memiliki pola pendidikan masing-masing dan tidak

selamanya pendidikan pesantren saat sekarang ini digolongkan kepada

pendidikan tradisional.

3. Ciri-ciri dan Sistem Nilai Utama dalam Pesantren

Pondok pesantren sebagai lebaga pendidikan memiliki tujuan

utama dalam mengenyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi

santri-santrinya. Watak, jiwa dan perilaku mandiri individual merupakan tujuan

utama yang diharapkan bagi seorang santri setelah mereka meyelesaikan

(36)

mandiri santri yang diharapkan dari pendidikan pesantren, maka terlebih

dahulu harus lihat ciri-ciri utama sistem nilai yang berkembang dalam

dunia pesantren, sebab dengan ciri utama atau sistem nilai yang berlaku

inilah dapat diketahui watak mandiri santri model pendidikan pesantren.

Dengan kata lain sistem nilai ynag berkembang dalam dinamika

kepesantrenan akan memberikan ciri khas yang spesifik kepada pola

kehidupan santri.

Adapun sistem nilai yang berkembang dalam pesantren adalah:

a) Kehidupan yang serba ibadah

Nilai utama yang pertama adalah cara memandang kehidupan

secara keseluruhan sebagai ibadah. Sementara semenjak pertama kali

santri memasuki dunia pesantren, seorang santri diperkenalkan kepada

dunia tersendiri, di mana ibadah menempati kedudukan yang lebih

tinggi. Implikasi dari nilai serba ibadah sanagat kental mewarnai

kehidupan sehari-hari terhadap diri santri, perilaku kehidupan sosial,

tata krama, pengorbanan yang bertahun-tahun mencari ilmu di

pesantren, pengabdian dan ketulusan mengabdi kepada guru atau orang

berilmu, sampai pada pengaturan jodoh dan pengaturan masa

depan.pengaruh dari implikasi terhadap perilaku santri, akan nampak

pada sikap dan tingkah laku keseharian dalam berbagai bentuk seperti

penghormatan kepada ahli ilmu, serta mencontoh kepribadian kiai

(37)

b) Kecintaan terhaap ilmu-ilmu agama

Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama membuat seorang kiai

sebagai fasilitator selalu berjerih payah untuk mengajarkan ilmu-ilmu

agama kepada santri. Sama halnya dengan kecintaan kepada nilai

kebenaran yang dibawa oleh ajaran agama, sebagai membuat kiai

berpayah-payah mempertahankan ajaran formal agamanya yang

diharapkan dengan perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar

dalam kehidupan masyarakat.

c) Keikhlasan atau ketulusan berkerja untuk tujuan-tujuan bersama

Menjalankan semua yang diperintahkan kiai dengan tiada rasa

berat sedikitpun, bahkan dengan penuh kerelaan, adalah bukti nyata

yang paling mudah untuk diketahui sebagai indikator keikhlasan atau

ketulusan untuk tujuan kolektif. Seorang kiai harus membuka pintu

rumahnya dua puluh empat jam penuh sehari semalam untuk melayani

kepentingan santri dan masyarakat sekitar. Kehidupan pribadi

seolah-olah larut dalam dinamika da irama kehidupan pesantren yang

dikelolanya, bahka sampai pada tujuan hidup dan pamrih menjadi hal

yang sekunder dalam pandangannya.Secara umum ketiga nilai ini

membentuk sebuah sistem secara khusus yang berlaku dalam dunia

pesantren yang mampu menompang berkembangnya watak, jiwa dan

perilaku mandiri santri di pesantren (Wahid, 2001: 124).

Ketiga nilai utama atau sistem nilai ini merupakan mutiara dan

(38)

santri dalam pencarian proses jati dirinya dengan sinaran religiusitas

yang kokoh. Struktur keberagamaan yang terbentuk dalam sistem

masyarakat pesantren yang demikian ini pada gilirannya membawa

para santri mampu bertahan solid dengan sinaran akhlakul karimah

pada saat hidup di masyarakat yang senantiasa berubah dan dinamis

(Ismail dan Mukti, 2000: 180).

Dengan demikian, pesantren adalah tempat yang tepat dalam

pembangunan kecerdasan spiritual, karena secara historis (pada zaman

kolonialisme dan empirilisme/awal abad 15 M sampai pertengahan abad

ke 20 M), pesantren menjadi basis peningkatan spiritual dan pengkaderan

ulama dan pejuang dalam melawan penjajah, sehingga pada saat itu

terbentuk organisasi Hizbullah, PETA (Pejuang Tanah Air) yang

anggotanya banyak terdiri dari santri yang memiliki kecerdasan emosional

dan spiritual yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem

pendidikan dan nilai yang diterapkan oleh pondok pesantren.

4. Peran dan Fungsi Pendidikan Pesantren

Kehadiranpesantrentidakdapat dipisahkan dari tuntutan umat.

Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga

hubungan yang harmonis dalam masyarakat di sekitarnya sehingga

keberadaannya di tengah masyarakat tidak menjadi asing. Dalam waktu

yang sama segala aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apersepsi

(39)

Dari perspektifpendidikan, pesantren merupakan satu-satunya

lembaga kependidikan yang tahan terhadap berbagai gelombang

modernisasi. Dengan kondisi demikian itu, menyebabkan pesantren tetap

survivesampai hari ini. Sejak dilancarkannya perubahan modernisasi pendidikan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai dunia Islam,

tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti

pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh

ekspansi sistem pendidikan umat atau sekuler. Nilai-nilai progresif dan

inovatif diadopsi sebagai suatu strategi untuk mengejar ketertinggalan dari

model pendidikan lain. Dengan demikian, pesantren mampu bersaing dan

sekaligus bersanding dengan sistem pendidikan modern (Nizar, 2009:

286).

Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi

berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Sebagai

lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal

(madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan nonformal. Sebagai

lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan

masyarakat muslim tanpa membedakan status sosial, menerima tamu yang

datang dari masyarakat umum dengan motif yang berbeda-beda. Sebagai

lembaga penyiaran agama islam, masjid pesantren juga berfungsi sebagai

masjid umum, yakni sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para

(40)

Berdasarka nuraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren

tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi berfungsi

sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Pesantren semakin

adaptif terhadap kemajuan zaman, atas dasar itu peluang pesantren sebagai

lembaga pendidikan Islam yang akan menciptakan manusia seutuhnya

akan semakin terbuka.

D. Penelitian Terdahulu

1. Afirina, Wahyu. Skripsi: Pengruh Intensitas Membaca Al-Qur’an Terhadap Kecerdasan Spiritual Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Purwokerto 1 Kelas XI Agama Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Purwokerto: UM Purwokerto. 2014

2. Setiyanawati, Rizki. Skripsi: Peran Ibu Dalam Menumbuhkembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Purwokerto: UM Purwokerto. 2016

3. Merliana, Mei. Skripsi: Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Um Purwokwrto. 2017

(41)

5. Khoirun Nida, Fatma Laili. Jurnal penelitian: Peran kecerdasan Spiritual dalam Pencapaian Kebermaknaan Hidup. STAIN Kudus. 2016

6. Sutarni. Tesis: Kontribusi Kemampuan Shalat Berjama’ah dan

kecerdasan Spiritual Terhadap Kedisiplinan Siswa SMP Negeri 16 Takengon. UINSU Aceh Tengah. 2012

7. Willya, Evra. Artikel. Puasa Mengasah Kecerdasan Spiritual, Emosional, dan Intelektual. STAIN Manado. 2015

Berdasarkanskripsi, jurnal, tesis dan artikel di atas memang telah

ada penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis

lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang kecerdasan spuritual, namun

ada perbedaan, yaitu penelitian terdahulu hanya meneliti dalam lingkup

Al-Qur’an yaitu penelitian tentang pengaruh membaca Al-Qur’an terhadap kecerdasan spiritual siswa dan tentang bagaimana peran ibu dalam

menumbuhkembangkan kecerdasan spiritual anak usia dini, serta

mengenai pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional

(EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap sikap etis.

Pada jurnal penelitian membahas mengenai kegiatan keagmaan dan

kecerdasan spiritual, kecerdasan spiritual dan kebermaknaan hidup, pada

tesis membahas tentang shalat berjama’ah dan kecerdasan spiritual

kemudian pada artikel membahas tentang puasa mengasah kecerdasan

spiritual.Namun belum diteliti tentang membangun kecerdasan spiritual

(42)

penelitian di atas ada yang menggunakan penelitian kepustakaan. Untuk

itu penulis akan mencoba mengangkat penelitian tentang “Membangun Kecerdasan Spiritual melalui Kegiatan pada Bulan Ramadhan di Pondok

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang bersinggungan inilah kemudian yang memunculkan sebuah permasalahan berkaitan dengan dugaan menghalang-halangi proses peradilan (obstruction of justice) versus hak

Pada kelas kontrol yang tidak menggunakan strategi Information Search diperoleh nilai rata-rata hasil belajar biologi adalah 54,47 dengan nilai tertinggi 70 dan nilai terendah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Urgensi koordinasi antara pene- gak hukum dengan Pemerintah Kabupaten Kendal apabila terdapat Pegawai Negeri Sipil yang tengah

Pengaruh tidak langsung antara bauran pemasaran terhadap loyalitas melalui kepuasan diperoleh nilai koefisien jalur sebesar 3.826 dengan p value sebesar 0,000

Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana tanggapan para santri pondok pesantren al-istiqomah terhadap masuknya tekhnologi modern dalam

 Secara kelompok, diskusi tentang penanggulangan terjadinya erosi di DAS (contoh di Jawa Tengah : Bengawan Solo) Indonesia  Mengklasifikasikan jenis tanah

Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang

tentang pendapatan daerah provinsi dari pajak kendaraan bermotor untuk memperolah informasi data Kode wilayah; Nama wilayah administrasi, Luas wilayah adminsitrasi;