BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Membangun Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian kecerdasan Spiritual
Kecerdasan berasal dari kata cerdas, secara etimologi cerdas yaitu
sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti (Kamus
Besar Bahasa Indonesia: 186). Menurut kamus Webster (Gunawan, 2005:
152) mendefinisikan kecerdasan sebagai: a) kemampuan untuk
mempelajari atau mengerti pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan
dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental, b) kemempuan
untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada situasi baru,
kemempuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain (Agustian, 2016: 14).
Dapat dipahami bahwa kecerdasan spiritual lebih merupakan
sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas
dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan
kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual disini
memotivasi kehhidupan manusia untuk senantiasa mencari makna hidup
the meaning of life dan mendambakan hidup bermakna the meaningful life
(Mujib dan Mudzakir, 2001: 324-325).
Di sisi lain, kecerdasan spiritual adalah kemampuan individu untuk
memaknai setiap perilaku dan kegiatan sebagai ibadah melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju tauhid (integralistik)
serta berprinsip hanya karena Allah Swt. (Agustian, 2001: 57). Menurut
Ahmad Taufik (2005: 57), kecerdasan spiritual adalah sebuah semangat
untuk memaknai hidup dengan nilai-nilai normatif Islam yang terkandung
di dalam wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang kemudian menjadi acuan dalam aktifitas kehidupan.
Adapun kecerdasan spiritual dalam pandangan (ESQ) adalah
kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku
dan kegiatan, serta mampu menyinergikan (IQ), (EQ) dan (SQ) secara
komperhensif (Agustian, 2001; 130).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita
yang berhubungan dengan alam sadar. Hal ini menjadikan kita kreatif
ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, mencoba melihat makna
yang terkandung didalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar
memperoleh ketenangan hati. Kecerdasan spiritual membuat individu
2. Pengertian Membangun Kecerdasan Spiritual
Proses terbangunnya dan berkembangnya kecerdasan spiritual
dimulai sejak adanya kesadaran spiritual. Kemudian kesadaran secara
spiritual ini mendorong munculnya pemahaman spiritual pada anak
melalui bimbingan orang tua dan ligkungannya. Dengan munculnya
pemahaman spiritual ini, seseorang akan mampu melakukan penghayatan
spiritual secara mendalam, sehingga mampu mencapai kebermaknaan
spiritual. Kebermaknaan spiritual itulah yang menjadi sumber utama
terbentuknya kecerdasan spiritual (Simanjorang, 2012).
Mengembangkan atau membangun kecerdasan spiritual dapat
diartikan dengan segala usaha, langkah, kegiatan yang dilakukan baik
secara sendiri maupun bantuan orang lain dalam rangka untuk
menumbuhkembangkan kecerdasan spiritual. Pengembangan aspek
spiritual ini tidak harus merupakan satu program atau mata pelajaran yang
secara khusus memberikan materi tentang spiritual. Akan tetapi aspek
spiritual ini dapat dikembangkan lebih luas dan di integrasikan melalui
kegiatan apapun.
Dengan demikian pengembangan kecerdasan spiritual adalah upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dalam
hal yang berkaitan kejiwaan, rohani, mental, moral, ataupun yang
berkaitan dengan spirit atau jiwa, serta bekerja dengan usahanya ataupun
pikir secara tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah SWT (Ulfa Rahmawati: Jurnal Penelitian).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membangun
kecerdasan spiritual adalah upaya yang dilakukan dalam membangun,
mengembangkan serta mendorong manusia untuk melakukan penghayatan
spiritual secara mendalam baik dilakukan secara sendiri maupun dengan
bantuan orang lain. Kecerdasan sprirituan dapat dibangun, dikembangkan
dan dilatih. Kemudian untuk menjadi orang cerdas secara spiritual, kita
harus secara konstan menempatkan tujuan dan strategi kita dalam konteks
yang lebih luas dalam makna dan nilai.
3. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
Menurut Tebba (2005), kecerdasan spiritual ditandai dengan
ciri-ciri, yaitu:
a. Mengenal motif yang paling dalam
Motif yang paling dalam berkaitan erat dengan motif kreatif.
Motif kreatif adalah motif yang menghubungkan kita dengan
kecerdasan spiritual. Ia tidak terletak pada kreatifitas, tidak bisa
dikembangkan lewat IQ. IQ hanya akan membantu untuk
menganalisis atau mencari pemecahan soal secara logis. Sedangkan
EQ adalah kecerdasan yang membantu untuk bisa menyesuaikan diri
b. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
Kesadaran yang tinggi memiliki arti tingkat kesadaran bahwa
tidak mengenal diri sendiri lebih, karena ada upaya untuk mengenal
diri sendiri lebih dalam. Misalnya, selalu bertanya siapa diriku ini?
Sebab dengan mengenal diri, maka dapat mengenal tujuan dan misi
hidupnya.
c. Bersikap responsif pada diri yang dalam
Melakukan intropeksi diri, refleksi diri dan mau mendengarkan
suara hati nurani ketika ditimpa musibah. Keadaan seperti itu
mendorong kita untuk melakukan intropeksi diri dengan melihat ke
dalam hati yang paling dalam.
d. Mampu memanfaatkan dan mentransenden kesulitan
Melihat ke hati yang paling dalam ketika ketika menghadapi
musibah disebut menyransenden kesulitan. Orang yang cerdas secara
spiritual tidak mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain
sewaktu menghadapi kesulitan atau musibah, tetapi menerima
kesulitan itu dan meletakkannya dalam rencana hidup yang lebih
besar.
e. Sangggup diri, menentang dan berbeda dengan orang banyak
Manusia mempunyai kecenderungan untuk ikut arus atau
trend. Orang yang cerdas secara spiritual mempunyai pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian dan
f. Enggan mengganggu dan menyakiti orang dan makhluk lain
Merasa bahwa alam semesta ini adalah sebuah kesatuan,
sehingga kalau mengganggu apapun dan siapapun pada akhirnya akan
kembali kepada diri sendiri. Orang yang cerdas secara spiritual tidak
akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan spiritual mempunyai ciri sebagai berikut mengenal motif
yang paling dalam, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, bersikap
responsif pada diri yang dalam, mampu memanfaatkan dan
mentransenden kesulitan, sangggup diri, menentang dan berbeda
dengan orang banyak, enggan mengganggu dan menyakiti orang dan
makhluk lain.
4. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual
Menurut Clinebell dalam bukunya Hawari (1999: 493-497)
mengemukakan pada dasarnya setiap diri manusia memiliki sepuluh aspek
kemampuan dasar kecerdasan spiritual, diantaranya:
a. Kemampuan akan kepercayaan dasar (Basic Trust), kepercayaan dasar berguna untuk membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah
ibadah. Karena hidup ini adalah ibadah, maka manusia tidak perlu
risau manakala suatu saat mengalami kesusahan, kesedihan atau
kehilangan sesuatu yang dicintai karena semua itu adalah cobaan
Penyayang lagi Maha Pengampun amat pentinga hingga manusia tidak
perlu merasa stres, depresi atau cemas.
b. Kemampuan untuk mengerti akan makna hidup, tujuan hidup dalam
membangun hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan
Tuhannya dan dengan sesama manusia serta alam sekitarnya.
c. Kemampuan untuk melakukan komitmen peribadatan dan
hubungannya dalam kehidupan keseharian. Pengalaman agama
hendaknya seimbang anatara praktek dan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Kemampuan pengisian keimanan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan. Hal ini dimaksudkan agar kekuatan iman dan takwa
senantiasa tidak melemah.
e. Kemampuan akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa. Rasa bersalah
dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik
bagi kesehatan jiwa.
Adanya perasaan bersalah adalah hal yang bagus dan
istimewa. Tidak semua orang mampu memilikinya. Adanya perasaan
bersalah dan berdosa menunjukkan kalau seseorang masih memiliki
perasaan malu dan takut. Itu juga berarti masih ada keimanan dalam
hatinya. Adanya perasaan bersalah dan berdosa yang berlebihan juga
dapat menjadi tekanan batin yang justru akan membuat orang tidak
bahagia, putus asa. Karena itu perasaan bersalah dan berdosa pun
Dengan demikian dapat diartikan pula sebagai kemempuan untuk
bangkit dari keterpurukan serta keputusaan.
f. Kemampuan akan penerimaan diri dan harga diri (Self Acceptance and Self System). Dua hal tersebut amat penting bagi kesehatan jiwa seseorang. Setiap diri ingin diterima dan dihargai oleh lingkungannya
tidak ingin dilecehkan atau dipinggirkan. Sehingga dalam setiap
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan mendapat penghargaan
dan pengakuan dari orang lain, yang akan membuat orang tersebut
merasa bangga akan hasil kerjanya.
g. Kebutuhan akan rasa aman. Bagi orang yang beriman akan
memperoleh rasa aman (Security Feeling) sementara bagi orang yang tidak beriman akan mengalami kecemasan menghadapi masa depan
(hari kemudian).
h. Kemampuan untuk mencapainya derajat dan martabat yang semakin
tinggi sebagai pribadi yang utuh. Bagi orang yang beriman akan
senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga diharapkan
derajat dan martabatnya di mata sesama manusia akan lebih tinggi.
i. Kemampuan untuk memelihara interaksi dengan alam dan sesama
manusia. Orang tidak dapat hidup seorang diri, melainkan sering
ketergantungan dengan orang lain.
j. Kemampuan untuk melakukan hidup bermasyarakat yang syarat
Dikutip dari Putra (2014: 31) dalam bukunya Sinetar (2001)
menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu:
1) Kemampuan seni untuk memilih. Kemampuan untuk memilih dan
menata hingga kebagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan
visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup
mengorganisasikan bakat.
2) Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari
keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk
menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.
3) Kedewasaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak
menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan serta sebagai
konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.
4) Kemampuan untuk mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan
orang lain di mata kita penting atau kita cintai, yaitu kemampuan untuk
mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Sang kekasih sejati Allah
Swt, yaitu melalui syariat-Nya dengan melakukan ketakwaan kepada
Yang di cintai.
5) Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain,
pemaaf, mudah memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat
orang lain bahagia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual terdiri dari lima belas aspek yaitu kemampuan dasar, makna
berdosa, penerimaan diri dan harga diri, kebutuhan akan rasa aman,
pribadi yang utuh, interaksi dengan alam dan manusia, hidup bersosial,
kemampuan seni untuk memilih, kemampuan seni untuk melindungi diri,
kedewasaan yang diperlihatkan, kemampuan untuk mengikuti cinta,
disiplin-disiplin pengorbanan diri.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
Ada banyak sekali faktor yang bisa mempengaruhi kecerdasan
seseorang. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kecerdasan yang
dimiliki setiap individu akan berbeda antara individu satu dengan yang
lainnya. Berikut akan dijelaskan mengenai beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi kecerdasan menurut Shaleh (2009: 260-262) yaitu:
a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dibawa
sejak lahir. Secara hakiki perbedaan manusia dengan binatang adalah
manusia mempunyai fitrah beragama. Oleh sebab itu manusia disebut
juga dengan homo religius. Fitrah beragama ini tidak memilih kapan
manusia tersebut itu berada dan dilahirkan. Dari zaman yang masih
primitif sampai modern, bahkan sejak nabi Adam sampai akhir zaman,
maupun setiap anak yang lahir dari rahim orang tua yang baik ataupun
jahat, bahwasanya secara kodrati setiap manusia memiliki kepercayaan
terhadap sesuatu yang berada di luar kekuasaannya yang memilki
b. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah
matang, jika dapat mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Kemampuan untuk mampu atau tidak menerima apa
yang telaah ditakdirkan oleh Allah Swt, bagaimana mampu bersyukur
dengan apapun pemberian Allah Swt.
c. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi kecerdasan.dapat kita bedakan pembentukan sengaja
(seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar).
d. Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan (motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan
dunia luar.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu bebas memilih berbagai
metode yang tertentu dalam memecahkan masalah (Rizky
Setiyanawati: 2016).
Zohar dan Marshall (2001) membagi beberapa faktor yang dapat
1) Motif yang paling dalam, yaitu motif dimana kita dapat bertindak di
dunia dan mencari realita dibalik setiap hasrat permulaan.
2) Kesadaran diri yang tinggi, untuk menyadari segala permasalahan dan
menyadari keadaan dirinya.
3) Tanggap terhadap diri yang dalam, kecerdasan spiritual yang tinggi
menuntut seseorang untuk mengabdi pada diri dengan penuh kesadaran
agar dapat merasakan apa yang benar-benar memotivasi untuk
mengetahui nilai dan makna hidup yang tinggi.
4) Kemampuan untuk memanfaatkan dan mengatasi kesulitan, agar dapat
memegang tanggung jawab terhadap kehidupan sehari-hari.
5) Berdiri menentang orang banyak. Seseorang yang memiliki kecerdasan
spiritual dapat menjadi seseorang yang mandiri dan orang tersebut
mampu berdiri menentang orang banyak yang memilliki ego
fungsionalperan serta yang sehat dalam kelompok, namun keduanya
harus berakar dari dalam diri sendiri.
6) Keengganan untuk menyebabkan kerusakan, seseorang yang tinggi
kecerdasan spiritualnya mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang
lain maka dia merugikan diri sendiri.
7) Menjadi cerdas spiritual dalam agama, adanya titik Tuhan dalam
susunan syaraf otak yang menunjukan bahwa kemampua untuk
menjalani pengalaman dan keyakinan memberikan suatu keuntungan
dan nilai dengan cara yang dapat individu ikuti, mendorong individu
berjuang juga memberikan individu suatu tujuan.
8) Memiliki kesadaran diri yang positif. Seseorang yang memiliki
kecerdasan spiritual tinggi maka benar-benar jujur pada diri
sendiri,sadar diri dan memuntut diri untuk menghadapi pilihan,
terkadang pilihan yang tepat merupakan pilihan yang sulit.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan antara lain: pembawaan,
kematangan, pembentukan, minat dan kebebasan dalam memecahkan
masalah serta terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecerdasan spiritual antara lain: motif yang paling mendalam, kesadaran
diri yang tinggi, tanggap terhadap diri, kemampuan untuk memanfaatkan
dan mengatasi kesulitan, berdiri menentang orang banyak, keengganan
untuk menyebabkan kerusakan, menjadi cerdas spiritual dalam agama, dan
memiliki kesadaran diri yang positif.
6. Manfaat Kecerdasan Spiritual
Banyak sekali manfaat yang diperoleh, apabila memiliki
kecerdasan spiritual. Adapun manfaat dari kecerdasan spiritual
diantaranya:
a. Kecerdasan spiritual dapat menjadikan kreatif yang mampu
menghadirkan kecerdasan spiritual ketika ingin menjadi luwes,
b. Dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk berhadapan dengan
masalah eksistensial, yaitu saat kita secara pribadi merasa terpuruk,
terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu akibat
penyakit dan kesedihan.
c. Kecerdasan spiritual adalah pedoman saat kita berada di ujung. Ujung
adalah suatu tempat bagi kita untuk menjadi sangat kreatif.
Kecerdasan spiritual, pemahaman kita yang dalam dan intuitif akan
makna dan nilai,merupakanpetunjuk bagi kita saat berada di ujung.
Kecerdasan spiritual adalah hati nurani kita.
d. Kecerdasan mpiritual menjadikan kita lebih cerdas secara spiritual
beragama.
e. Kecerdasan spiritual memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal
yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani
kesenjangan antara diri dan orang lain.
f. Menggunakan kecerdasan spiritual untuk mencapai perkembangan diri
yang lebih utuh karena kita memiliki potensi untuk itu.
g. Kecerdasan spiritual dapat membantu di dalam menghadapi masalah
baik dan buruk, hidup dan mati, dan asal-usul sejati dari penderitaan
dan keputusasaan manusia (Zohar dan Marshal, 2000: 12-13).
Sedangkan menurut Agustian (2001: 14-15) manfaat dari
kecerdasan spiritual untuk seseorang diantaranya: Menjadikan etos kerja
mudah terpengaruh oleh lingkungannya, dan mendapatkan kebahagiaan
serta kedamaian dalam diri.
Jadi dari berbagai manfaat kecerdasan spiritual tersebut, tentu saja
akan menjadikan manusia menjadi insan kamil yang sesuai dengan ajaran
Agama Islam. Akhlakul karimah akan dimiliki olehnya yang mampu
mengaplikasikan kecerdasan spiritual dalam kehidupannya. Baik dalam
kehidupan pribadi, sosial, maupun dalam masyarakat. (Wahyu Afirina.
2014: 27-28).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual memiliki manfaat diantaranya memberikan potensi untuk terus
berkembang, lebih kreatif dalam artian memiliki wawasan yang luas, dapat
menerima atas cobaan yang dihadapinya serta bisa mengatasinya dengan
baik, lebih dapat memaknai kehidupan dengan baik, serta mampu
menghargai diri sendiri dan orang lain.
B. Kegiatan Pada Bulan Ramadhan 1. Pengertian Bulan Ramadhan
Allah SWT memotivasi umatnya untuk banyak melakukan amal
saleh atau dalam istilah lain disebut dengan kesalehan sosial. Ramadhan
sesungguhnya, bukan hanya untuk memupuk kesalehan individu tetapi
lebih penting adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas kesalehan sosial.
Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda, tetapi lebih dari itu
dapat diraih jika kita memiliki prestasi sosial yang kita persembahkan
kepada Allah SWT.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya melatih untuk
meningkatkan kecerdasan emosional. Beberapa penelitian menunjukkan
untuk menjadi sukses dan bahagia di dalam hidup, tidak cukup hanya
dengan kecerdasan intelektual. Diperlukan kecerdasan lain yang
belakangan disebut dengan ESQ (emotional, spiritual quetion). Selama Ramadhan perlu melatih untuk bersikap sabar, jujur terhadap diri sendiri
dan merasakan kehadiran Allah SWT yang Maha Hadir (omnipresent). (Tarigan, 2008: 5)
Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah bulan yang paling baik
untuk mempererat silaturrahmi. Di dalam khotbahnya Rasul SAW
melambangkan silaturrahmi dengan kesediaan berbagi perbukaan puasa.
Ketika kita membagi sebagian rezeki kepada orang lain, kendatipun hanya
sebiji kurma, seteguk air, atau sepotong kue, pada saat itu kita
sesungguhnya merajut silaturrahmi. Dalam makna yang lebih luas,
kegiatan buka bersama adalah media silaturrahmi yang paling efektif.
Tentu saja yang diinginkan bukan hanya sekedar berkumpul dan makan
bersama. Momen/silaturrahmi itu harus dimanfaatkan untuk
membicarakan persoalan keumatan. Akhirnya silaturrahmi yang terbangun
selama Ramadhan menjadi produktif dan memberi efek buat kemaslahatan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bulan
Ramadhan bisa disebut juga bulan ibadah karena pada bulan tersebut
dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah
wajib seperti sunnah dhuha, rawatib dan tarawih ataupun qiyamullail serta tadarusan Al-Qur’an. Semua aktivitas jasmani dsn rohani di bulan Ramadhan dilatih untuk selalu melaksanakan kebiasaan-kebiasaan luhur
bahwa semua aktivitas kehidupan kita sejatinya adalah ibadah kepadaNya.
2. Keutamaan Bulan Ramadhan
Sesungguhnya pada tiap tahun terdapat hari-hari agung yang selalu
datang berkunjung “bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau
yang ingin bersyukur” (Al-Furqan: 62).
Allah SWT juga mengkhususkan bagi mereka di dalam bulan
tersebut pahala yang tidak Allah berikan pada bulan-bulan yang lain.
Bahkan Dia menjadikan pahala orang yang shaum (pada bulan itu) setara
dengan 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan lebih dari itu sampai tidak
terbatas dan tidak terhitung. Rasulullah SAW. menyebutkan hadits qudsi
tentang firman Allah SWT. (hadits qudsi):
َلاَق , ِفْع ِض ُةَناِمَعْبَس ىَلِإ اَهِلاَثْمَا ُرْشَع ُةَنَسَحْلا , ُفَعاَضُي َمَدآ ِنْبا ِلَمَع ُّلُك
ُهَماَعَط َو ُهَت َوْهَش ُعَدَي , ِهِب ْي ِزْجَأ اَنَأ َو ىِل ُههنِإَف ,َم ْوهصلا هلاِإ : هلَج َو هزَع ُالله
ْيِلْجَأ ْنِم
10 perbuatan yang sepadan, sampai 700 kali lipatnya. Allah SWT. berfirman(yang terjemahan maknanya): ‘Kecuali shaum, karena
sesungguhnya shaum itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan
membalasnya’.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Kamil. 2008: viii)
Ramadhan adalah bulan yang dipilih oleh Allah SWT. sebagai
waktu diturunkannya kitab-kitab dan risalah-risalah-Nya. Ia adalah bulan
penyambung antara langit dan bumi. Pada bulan ini, Allah SWT.
menurunkan firman-Nya.
Allah SWT. menyeru makhluk-Nya, menyebarkan cahaya-Nya,
menurunkan wahyu kepada hamba-Nya yang suci. Sungguh bulan yang
agung. Bulan sebab kebaikan, sumber cahaya, titik tolak rahmat, waktu
turunnya keberkahan dari langit ke bumi.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ampunan, pada
bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup,
keistimewaan ini tidak terdapat pada bulan-bulan yang lain. Setan
dibelenggu, jin yang murtad diikat, gerak langkahnya tertahan oleh rantai
dan belenggu (Ya’kub. 2008: 22-33).
(
٢
ِهِبْنَذ ْنِم َمهدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ , اًباَسِتْحا َو اًناَمْيِإ , َناَضَمَر َماَص ْنَم )
(
٣
َجْلا ُّا َوْبَأ ْتَحِتُف َناَضَمَر َءاَج اَذِإ )
ِراهنلا ُّا َوْبَأ ْتَقِلُغ َو ِةهن
َذِفُص َو
ْيِط اَيهشلا ِت
seluruh dunia karena di bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh
berkah, ampunan dan banyak sekali pahala. Sehingga sangat baik untuk
memperbanyak ibadah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. serta memohon ampunan atas segala dosa yang telah kita perbuat.
3. Kegiatan pada Bulan Ramadhan
a. Puasa
Di dalam buku panduan Ramadhan (JSIT wilayah jateng
periode 2013-2017). Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan
“shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari
mkan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sedangkan menurut
istilah syara’ atau istilah, shaum adalah menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkan mulai dari terbit fajar hingga matahari
terbenam, karena semata perintah Allah SWT., dengan disertai niat dan
syarat tertentu.
Puasa Ramadhan pertama kali disyari’atkan adalah pada
tanggal 10 Sya’ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi SAW ke
Madinah. Sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari
masjidil Al-Aqsha ke Msjidil Al-Haram. Semenjak itulah Rasulullah
SAW. menjalankan puasa Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak
sembilan kali dalam sembilan tahun.
Berpuasa adalah salah satu pondasi dasar agama. Ketentuan
َأَٰٓ َي
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orag sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.Puasa tidak hanya berfungsi untuk menahan dan
mengendalikan hawa nafsu seperti makan dan minum atau nafsu
amarah saja, tetapi juga pengendalian pikiran dan hati agar tetap
berada pada jalur yang telah “digariskan” di dalam prinsip berpikir
berdasarkan Rukun Iman. Di sinilah sesungguhnya letak keunggulan
puasa yang tertinggi, yaitu pengendalian diri agar selalu berada pada
jalur fitrah, supaya selalu memiliki tingkat kecerdasan emosi yang
tinggi (Agustian. 2001: 223).
Puasa Ramadhan dan puasa sunnah dapat meningkatkan
kemampuan pengendalian diri . Saat berpuasa, melakukan pekerjaan
seperti biasa. Tidak menggunakan puasa sebagai dalih untuk
bermalas-malasan dengan alasan lapar dan haus. Justru disinilah tantangannya,
bekerja maksimum sambil menahan lapar dan haus serta emosi.
Saat berpuasa, kedepankanlah sifat fitrah seperti sikap
pengasih, penyayang, sabar, mencipta, adil, memberi,
sungguh-sungguh, konsisten dan sifat-sifat mulia lainnya. “Tarikan ke atas”
pribadi luhur dan tinggi, yang berhati emas dan bermental baja atau
Idul Fitri (Agustian. 2016: 317).
Puasa yang benar bermanfaat untuk menjadi metode pelatihan
pengendalian diri, meraih kemerdekaan sejati, pembebasan dari
belenggu yang tak terkendali, dan memelihara aset kita yang paling
berharga, yaitu kemenangan fitrah (Agustian. 2016: 315).
b. Shalat Tarawih
Pada buku kegiatan Ramadhan (JSIT Indonesia.1434 H: 6),
Sholat tarawih adalah sholat sunnah malam yang dikerjakan di malam
bulan Ramadhan sesudah sholat isya hingga menjelang waktu shubuh.
Sholat tarawih tidak berbeda dengan sholat sunnah lainnya,
seperti sholat sunnah tahajud dan sholat sunnah witir hanya saja shalat
tarawih dikerjakan di malam bulan Ramadhan serta dapat dikerjakan
secara berjamaah maupun sendiri di rumah. Terdapat beberapa praktek
tentang jumlah raka’at dan jumlah salam pada sholat tarawih, pada masa Rasulullah SAW. Jumlah raka’atnya adalah 8 raka’at dengan dilanjutkan 3 raka’at witir. Pada jama’ah khalifah Umar menjadi 20 raka’at dilanjutkan dengan 3 raka’at witir.
Adapun keutamaan sholat tarawih yaitu:
1) Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu
Dari Abu Huroiroh, Rasulullah SAW. bersabda,
mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
2) Sholat tarawih bersama imam seperti sholat semalam penuh
Dari Abu Dzar, Nabi SAW. pernah mengumpulkan
keluarga dan para sahabatnya, lalu ia bersabda: “Siapa yang sholat
bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiam satu malam penuh.”
Mempelajari makna sholat secara mendalam sebelum
melakukannya. Setiap kata yang diucapkan saat sholat akan
membangkitkan kembali suara-suara hati fitrah manusia, yang
mungkin sudah agak memudar. Kecerdasan emosi dan spiritual
akan meningkat muncul ketika akan mengucapkan setiap kata
dalam sholat.
Ketika melafadzkan “Bismillaahirrahmaanirrahiim”,
ingatlah bahwa bekerja keras atas nama Allah SWT. yang bersifat
Rahman dan Rahim tanamkan sifat mulia itu dalam dada, maka
akan bersikap rahman dan rahim. Ketika mengucapkan “Allahu
Akbar”ingatlah akan kebesaran Allah SWT., sehingga akan
berpikir besar.
Takbiratul ihram akan membangun kekuatan prinsip kita
untuk hanya berpegang kepasa Alla Yang Mha Esa. Wawasan kita
sempurna. Landasan sikap, visi integritas, komitmen, keikhlasan,
hinggakecerdasan sosial ada di sana.
Kegiatan fisik yang dilakukan saat sholat akan menciptakan
paradigma yang cerdas karena sholat yang benar bisa menghapus
dan meredam kejadian sehari-hari yang mungkin telah
membelenggu pikiran positif kita. Sholat adalah kunci yang
penting untuk memelihara dan meningkatkan “level”
kecerdasanemosi dan spiritual (ESQ) secara keseluruhan dan
berkelanjutan (Agustian, 2016: 316-317)
c. Membaca Al-Qur’an
Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Jika amal perbuatan di bulan Ramadhan dilipatgandakan balasannya, bukankah kita sudah
selayaknya melipatgandakan bacaan Al-Qur’an?
Hubungan antara Ramadhan dan Al-Qur’an sangat kuat, ikatannya amat erat. Sebagaimana yang ketahui, Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT. yang abadidengannya Allah SWT. mengeluarkan
umat ini dari kegelapan menuju cahaya.Keutamaan-keutamaan
Al-Qur’an:
1) Al-Qur’an adalah rahmat 2) Al-Qur’an adalah ketentraman
3) Al-Qur’an adalah pencetak para tokoh 4) Al-Qur’an adalah keembuhan
6) Al-Qur’an adalah kehidupan hati (Muhammad Husain Ya’kub. 2008: 185-195)
Ramadhan memiliki keterkaitan dengan Al-Qur’an karena bulan Ramadhan merupakan bulan di mana kitab suci yang agung itu
pertama kali diturunkan.
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an)”. (Al-Baqarah: 185). Keterkaitan Ramadhan dengan Al-Qur’an juga berhubungan dengan kewajiban shaum di dalamanya. Shaum adalah sarana paling
kuat untuk menghilangkan gangguan nafsu-nafsu kemanusiaan yang
menjadi penghalang untuk melihat cahaya-cahaya ilahiah yang
tersebar di dalam Al-Qur’an. Karena inilah, katerkaitan antara shaum dengan turunnya Al-Qur’an sangat besar. Jadi jika Ramadhan itu teristimewakan oleh turunnya Al-Qur’an sudah seharusnya pula Ramadhan teristimewakan sebagai momen untuk shaum, karena
shaum adalah kondisi yang paling sesuai bagi manusia untuk
memperoleh petunjuk dari Allah SWT. yang diturunkan di dalam
Al-Qur’an.
Al-Qur’an pun mengisyaratkan bahwa tujuan yang paling agung dari ibadah sahaum adalah membersihkan pikiran agar dapat
(Al-Baqarah: 185). Sehingga pengkhususan Ramadhan sebagai bulan
shaum itu adalah demi Al-Qur’an. Dan dari sisnilah, dapat dipahami eksistensi bulan Ramadhan dan bahwa shaum itu demi Al-Qur’an sehingga tidak mengherankan bila Ramadhan juga disebut sebagai
“Bulan Al-Qur’an”.
Orang saleh terdahulu telah memahami dan menyadari makna
ini secara baik dan mengerti bahwa fungsi Ramadhan yang paling
besar adalah memperhatikan Al-Qur’an dan melaksanakan ajarannya, serta menjalankan ibadah shaum demi membersihkan hati dan pikiran
untuk mereguk hikmah Al-Qur’an.
Az-Zuhri pernah ditanya mengenai ibadah pada bulan
Ramadhan. lantas beliau pun menjawab, “sesungguhnya hal itu adalah
dengan membaca Al-Qur’andan memberi makan orang”.
Abdurrazaq juga menceritakan bahwa jika Sufyan Ats-Tsauri
memasuki bulan Ramadhan, beliau meninggalkan semua ibadah
lainnya yang tidak wajib, dan konsentrasi penuh untuk menekuni
ibadah membaca Al-Qur’an.
Ada cerita dari Ibnu Abdil Hakam mengenai Imam Malik,
bahwa apabila Imam Malik memasuki bulan Ramadhan, beliau tidak
lagi menghadiri majelis-majelis keilmuan dan beliau berkonsentrasi
untuk menekuni tilawah Al-Qur’an.
Poin yang harus senantiasa kita camkan kuat-kuat dalam hati
Ramadhan dan bulan-bulan lainnya adalah hendaknya meyakini
bahwa tujuan utama dari kegiatan membaca Al-Qur’an ini adalah untuk merenungkan dan memahami makna-makna firman Allah SWT
(Kamil. 2008: 78-79).
d. Berdzikir
Iman dapat berkurang dan bertambah di hati seorang mukmin
bertambah dengan banyaknya ibadah-ibadah dan berkurang dengan
terjadinya kemaksiatan dan tidak ada amalan ibadah yang lebih utama
dibanding dzikrullah (berdzikir kepada Allah SWT. dengan mengingat dan menyebut).
Rasulullah SAW. bersabda, “Maukah jika aku kabarkan pada
kalian suatu amalan yang paling baik dan paling suci di sisi penguasamu? Yang dapat menaikkan derajat kalian? Yang lebih baik daripada infak berupa emas dan perak? Serta juga lebih baik daripada pertemuan kalian kalian (di medan jihad) dengan musuh-musuh kalian, yang di sana kalian memenggal leher-leher mereka dan merekapun memenggal leher-leher kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya, kami mau!” Rasulullah SAW. lantas menyatakan, “Yaitu zikir
kepada Allah Ta’ala” (HR At-Turmudzi dan Ibnu Majah).
Jadi berdzikir kepada Allah SWT. Dapat memperbarui dan
menambah keimanan serta menerangi hati dan mengembalikannya
Zikir di siang dan malam hari Ramadhan memiliki
keistimewaan yang benar, dapat menghasilkan cita rasa yang mungkin
berbeda dari pada zikir di bulan yang lain dari segi
kejernihan,ketenangan,dan kekhusyukannya. Terasa semakin dahsyat
karena masih ditambah lagi dengan kenyataan bahwa zikir pada saat
Ramadhan tidak sama dengan dzikir pada bulan lainnya dari segi
keutamaan dan pahalanya (Kamil, 2008: 74).
e. Berdo’a
Menurut Kamil (2008: 176-177)salah satu aspek kemuliaan
bulan ini adalah Allah SWT yang berkenan mengabulkan doa di
dalamnya karena kemuliaan Allah SWT telah menyandingkannya
dengan Ramadhan. Di sela-sela pembicaraan mengenai shaum beserta
hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya, Allah SWT berfirman:
اَذِإ َو
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (Segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka selalu berada dalam kebenaran” (Al-Baqarah: 186).
Pengabulan doa adalah sebuah kemuliaan di atas kemuliaan,
memang “tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah SWT. selain doa”
(HR Ahmad dan At-Turmudzi).
Pada bulan kemuliaan ini, beribadah kepada Rabb Yang Maha
Mulia. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Rabb kalian Tabaraka wa Ta’ala itu
Mahamalu dan Mahamulia. Dia malu untuk mengembalikan hamba-Nya yang sudah menengadahkan tangan kepada-hamba-Nya dalam keadaan tangan kosong” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Jadi Allah SWT sangat menyukai orang yang berdoa
kepada-Nya, karena itulah Allah SWT memerintahkan untuk berdoa, sebab
Allah SWT tidak akan memerintahkan sesuatu yang tidak Dia sukai.
f. I’tikaf
Seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalah ibadah kepada
Allah SWT, Beliau memiliki amalan ibadah harian, baik wajib maupun
sunnah yang beliau kerjakan secara rutin.
Demikian juga pada bulan Ramadhan, beliau berpuasa, shalat
malam dan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Berbagai amal ibadah, yang beliau jalankan mengandung hikmah yang
tidak terhitung banyaknya arahan kehidupan seorangmuslim dalam
meniti jalan Allah SWT. Rasulullah SAW memberi teladan
berbagai kesulitan hidup di dunia ini, mereka merindukan kesunyian
yang di dalamnya dia menyepi bersama Rabb dan Ilah-nya,
kekasihnya, dan Dzat yang diibadahinya, penolong, dan Dzat yang
dimintainya.
I’tikaf adalah sebuah ibadah yang tidak sama dengan ibadah lainnya. I’tikaf berarti memfokuskan diri kepada Allah SWT secara
total, dan meninggalkan berbagai kesenangan dunia yang dapat
menghalangi kebiasaan ruhani manusia yang luhur.
I’tikaf juga melambangkan bentuk hubungan yang sempurna
dengan Allah SWT., demi mewujudkan kejernihan ruhani dalam
interaksi insan muslim dengan Allah SWT.
Syari’at Islam memiliki tugas utama, yaitu mewujudkan hubungan ruhani yang berkelanjutan anatara hamba dan sang Pencipta
SWT, melalui wilayah ibadah yang luas dan mencakup kehidupan
manusia secara keseluruhan, demi menggapai keridhaan Allah SWT.
dan mengikuti syari’at Yang Maha Benar (Ya’kub. 2008: 261-262). g. Zakat Fitrah
Kewajiban mengeluarkan zakat. Sabda Rasulullah SAW.
“Dari Ibnu Umar dia berkata: “Rasulullah SAW. telah mewajibkan
zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ syair (gandum) atas
menunaikannya sebelum manusia menuju shalat Idul Fitri.”.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Zakat adalah megeluarkan sebagian harta menurut ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. yang berfungsi sebagai
pembersih baik harta maupun jiwa. Zakat fitrah adalah zakat yang
dikeluarkan berupa makanan pokok di daerah tertentu dan diberikan
sebelum shalat Idul Fitri, sebagai pembersih jiwa orang ang
menjalankan ibadah puasa Ramadhan. (JSIT Indonesia: 1434 H)
Memahami perasaan, motivasi serta keinginan orang lain,
sesungguhnya mengacu pada pemahaman suara hati diri sendiri atau
fitrah. Zakat juga sebuah latihan untuk berusaha memahami, “apa
tangisan dan impian orang lain.” Anda berusaha massuk ke dalam hati dan perasaan orang lain untuk memberi bantuan agar mereka berhenti
“menangis”, sekaligus membantu mereka mencapai impiannya
(Agustian, 2016: 337).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
kegiatan atau amaliah yang biasa dilakukan pada saat bulan Ramadhan yaitu
puasa, shalat tarawih, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdo’a, i’tikaf dan zakat fitrah.
C. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul umtuk
belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesanteren adalah suatu
lembaga pendidika Islam di Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk
mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman
hidup keseharian (Daulay. 2004: 27)
Menurut Sudjoko Prasodjo, pesantren berasal dari kata santri yang
mendapat imbuhan awalan pedan akhiran an yang menunjukkan tempat, dengan demikian , pesantren adalah tempat para santri. Secara istilah
pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya
dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama
Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam
bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal
di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Dengan demikian, dalam
lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren tersebut
sekutang-kurangnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut: kiai, santri, masjid
sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pondok atau asarama
sebagai tempat tinggal para sntri serta kitab-kitab klasik sebagai sumber
atau bahan pelajaran (Nizar, 2009: 286).
Pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat
murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah
lembaga pendidikan Islam, dimana santri biasanya tinggal di pondok
(asrama) dengan materi pengajaran kitab klasik dan kitab umum, bertujuan
sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral
dalam kehidupan bermasyarakat (Kamus Besar Bahasa indonesia).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren
adalah tempat tinggal para santri (asrama) serta suatu lembaga pendidikan
Islam yang mendidik para santrinya dalam belajar ilmu agama Islam
secara mendetail.
2. Tipologi atau Model Pendidikan di Pondok Pesantren
Model pendidikan di pondok pesantren memiliki beberapa pola,
diantaranya:
a. Pesantren Pola I
Pesantren Pola I adalah pesantren yang masih terikat kuat
dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman pembaruan pendidikan
Islam di Indonesia. Ciri-ciri dari pesantren ini adalah pengkajian
pertama, kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan di dalam berlangsungnya proses belajar
mengajar. Ketiga, tidak memakai sistem klasikal. Pengetahuan seseorang diukur dari sejumlah kitab-kitab yang telah pernah
dipelajarinya kepada ulama dimana ia berguru. Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih, mempertinggi
semangat, menghargai nilai-nilai spiritual kemanusiaan, mengajarkan
sikap, tingkah laku yang jujur, bermoral, menyiapkan para santri untuk
b. Pesantren Pola II
PesantrenPola II adalah merupakan pengembangan dari
pesantren pola I, kalau pola I inti pelajaran adalah pengkajian
kitab-kitab klasik dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, dan
hafalan, sedangkan pada pesantren pola II ini lebih luas dari itu. Pada
pesantren pola II inti pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik
yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklasikal. Di samping itu,
diajarkan ekstrakurikuler seperti keterampilan dan praktik
keorganisasian.
Pada bentuk sistem klasikal, tingkat pendidikan dibagikepada
jenjang pendidikan dasar (Ibtida’iyah) 6 tahun, jenjang pendidikan
menengah pertama (Tsanawiyah), dan jenjang pendidikan atas (Aliyah)
3 tahun. Di luar waktu pengajaran klasikal di pesantren pola II ini
diprogramkan pula sistem nonklasikal, yakni membaca kitab-kitab
klasik dengan metode sorogan dan wetonan. Pimpinan pesantren telah
mengatur jadwal pengkajian tersebut lengkap dengan waktu, kitab yang
akan dibaca dan ustad yang akan mengajarkannya. Para santri bebas
memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.
Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik,
di pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum,
c. Pesantren Pola III
PesantrenPola III adalah pesantren yang di dalamnya program
keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan
umum. Ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada
santri. Selain dari itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III
ini adalah penanaman berbagai aspek pendidikan, seperti
kemasyarakatan, keterampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan,
dan sebagian dari pesantren pola III telah melaksanakan program
pengembangan masyarakat.
Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada
yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan
memodifikasikan mata pelajaran agama, dan ada pula yang memakai
kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu
agama pada pesantren pola III ini tidak mesti bersumber dari kitab-kitab
klasik.
d. Pesantren Pola IV
PesantrenPola IV adalah pesantren yang mengutamakan
pengajaran ilmuketerampilan disamping ilmu agama sebagai mata
pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk
memahami dan dapat melaksanakan berbagai keterampilan guna
dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian kegiatan pendidikannya
e. Pesantren Pola V
Pesantren Pola V adalah pesantren yang mengasuh beraneka
ragam lembaga pendidikan yang tergolong formal dan nonformal.
Pesantren ini juga dapat dikatakan sebagaipesantren yang lebih lengkap
dari pesantren yang telah disebutkan di atas. Kelengkapannya itu
ditinjau dari segi keanekaragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
Di pesantren ini ditemukan pendidikan madrasah, sekolah,
perguruan tinggi, pengkajian kitab klasik, majelis taklim, dan
pendidikan keterampilan. Pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini
dijadikan sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang
mengikuti pelajaran di madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi.
Sementara itu ada santri yang secara khusus mengikuti pengajian
kitab-kitab klasik saja (Daulay, 2004: 27-30).
Berdasarkanuraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap
pesantren memiliki pola pendidikan masing-masing dan tidak
selamanya pendidikan pesantren saat sekarang ini digolongkan kepada
pendidikan tradisional.
3. Ciri-ciri dan Sistem Nilai Utama dalam Pesantren
Pondok pesantren sebagai lebaga pendidikan memiliki tujuan
utama dalam mengenyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi
santri-santrinya. Watak, jiwa dan perilaku mandiri individual merupakan tujuan
utama yang diharapkan bagi seorang santri setelah mereka meyelesaikan
mandiri santri yang diharapkan dari pendidikan pesantren, maka terlebih
dahulu harus lihat ciri-ciri utama sistem nilai yang berkembang dalam
dunia pesantren, sebab dengan ciri utama atau sistem nilai yang berlaku
inilah dapat diketahui watak mandiri santri model pendidikan pesantren.
Dengan kata lain sistem nilai ynag berkembang dalam dinamika
kepesantrenan akan memberikan ciri khas yang spesifik kepada pola
kehidupan santri.
Adapun sistem nilai yang berkembang dalam pesantren adalah:
a) Kehidupan yang serba ibadah
Nilai utama yang pertama adalah cara memandang kehidupan
secara keseluruhan sebagai ibadah. Sementara semenjak pertama kali
santri memasuki dunia pesantren, seorang santri diperkenalkan kepada
dunia tersendiri, di mana ibadah menempati kedudukan yang lebih
tinggi. Implikasi dari nilai serba ibadah sanagat kental mewarnai
kehidupan sehari-hari terhadap diri santri, perilaku kehidupan sosial,
tata krama, pengorbanan yang bertahun-tahun mencari ilmu di
pesantren, pengabdian dan ketulusan mengabdi kepada guru atau orang
berilmu, sampai pada pengaturan jodoh dan pengaturan masa
depan.pengaruh dari implikasi terhadap perilaku santri, akan nampak
pada sikap dan tingkah laku keseharian dalam berbagai bentuk seperti
penghormatan kepada ahli ilmu, serta mencontoh kepribadian kiai
b) Kecintaan terhaap ilmu-ilmu agama
Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama membuat seorang kiai
sebagai fasilitator selalu berjerih payah untuk mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada santri. Sama halnya dengan kecintaan kepada nilai
kebenaran yang dibawa oleh ajaran agama, sebagai membuat kiai
berpayah-payah mempertahankan ajaran formal agamanya yang
diharapkan dengan perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar
dalam kehidupan masyarakat.
c) Keikhlasan atau ketulusan berkerja untuk tujuan-tujuan bersama
Menjalankan semua yang diperintahkan kiai dengan tiada rasa
berat sedikitpun, bahkan dengan penuh kerelaan, adalah bukti nyata
yang paling mudah untuk diketahui sebagai indikator keikhlasan atau
ketulusan untuk tujuan kolektif. Seorang kiai harus membuka pintu
rumahnya dua puluh empat jam penuh sehari semalam untuk melayani
kepentingan santri dan masyarakat sekitar. Kehidupan pribadi
seolah-olah larut dalam dinamika da irama kehidupan pesantren yang
dikelolanya, bahka sampai pada tujuan hidup dan pamrih menjadi hal
yang sekunder dalam pandangannya.Secara umum ketiga nilai ini
membentuk sebuah sistem secara khusus yang berlaku dalam dunia
pesantren yang mampu menompang berkembangnya watak, jiwa dan
perilaku mandiri santri di pesantren (Wahid, 2001: 124).
Ketiga nilai utama atau sistem nilai ini merupakan mutiara dan
santri dalam pencarian proses jati dirinya dengan sinaran religiusitas
yang kokoh. Struktur keberagamaan yang terbentuk dalam sistem
masyarakat pesantren yang demikian ini pada gilirannya membawa
para santri mampu bertahan solid dengan sinaran akhlakul karimah
pada saat hidup di masyarakat yang senantiasa berubah dan dinamis
(Ismail dan Mukti, 2000: 180).
Dengan demikian, pesantren adalah tempat yang tepat dalam
pembangunan kecerdasan spiritual, karena secara historis (pada zaman
kolonialisme dan empirilisme/awal abad 15 M sampai pertengahan abad
ke 20 M), pesantren menjadi basis peningkatan spiritual dan pengkaderan
ulama dan pejuang dalam melawan penjajah, sehingga pada saat itu
terbentuk organisasi Hizbullah, PETA (Pejuang Tanah Air) yang
anggotanya banyak terdiri dari santri yang memiliki kecerdasan emosional
dan spiritual yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem
pendidikan dan nilai yang diterapkan oleh pondok pesantren.
4. Peran dan Fungsi Pendidikan Pesantren
Kehadiranpesantrentidakdapat dipisahkan dari tuntutan umat.
Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga
hubungan yang harmonis dalam masyarakat di sekitarnya sehingga
keberadaannya di tengah masyarakat tidak menjadi asing. Dalam waktu
yang sama segala aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apersepsi
Dari perspektifpendidikan, pesantren merupakan satu-satunya
lembaga kependidikan yang tahan terhadap berbagai gelombang
modernisasi. Dengan kondisi demikian itu, menyebabkan pesantren tetap
survivesampai hari ini. Sejak dilancarkannya perubahan modernisasi pendidikan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai dunia Islam,
tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti
pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh
ekspansi sistem pendidikan umat atau sekuler. Nilai-nilai progresif dan
inovatif diadopsi sebagai suatu strategi untuk mengejar ketertinggalan dari
model pendidikan lain. Dengan demikian, pesantren mampu bersaing dan
sekaligus bersanding dengan sistem pendidikan modern (Nizar, 2009:
286).
Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi
berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Sebagai
lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal
(madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan nonformal. Sebagai
lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan
masyarakat muslim tanpa membedakan status sosial, menerima tamu yang
datang dari masyarakat umum dengan motif yang berbeda-beda. Sebagai
lembaga penyiaran agama islam, masjid pesantren juga berfungsi sebagai
masjid umum, yakni sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para
Berdasarka nuraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren
tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi berfungsi
sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Pesantren semakin
adaptif terhadap kemajuan zaman, atas dasar itu peluang pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam yang akan menciptakan manusia seutuhnya
akan semakin terbuka.
D. Penelitian Terdahulu
1. Afirina, Wahyu. Skripsi: Pengruh Intensitas Membaca Al-Qur’an Terhadap Kecerdasan Spiritual Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Purwokerto 1 Kelas XI Agama Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Purwokerto: UM Purwokerto. 2014
2. Setiyanawati, Rizki. Skripsi: Peran Ibu Dalam Menumbuhkembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Purwokerto: UM Purwokerto. 2016
3. Merliana, Mei. Skripsi: Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Um Purwokwrto. 2017
5. Khoirun Nida, Fatma Laili. Jurnal penelitian: Peran kecerdasan Spiritual dalam Pencapaian Kebermaknaan Hidup. STAIN Kudus. 2016
6. Sutarni. Tesis: Kontribusi Kemampuan Shalat Berjama’ah dan
kecerdasan Spiritual Terhadap Kedisiplinan Siswa SMP Negeri 16 Takengon. UINSU Aceh Tengah. 2012
7. Willya, Evra. Artikel. Puasa Mengasah Kecerdasan Spiritual, Emosional, dan Intelektual. STAIN Manado. 2015
Berdasarkanskripsi, jurnal, tesis dan artikel di atas memang telah
ada penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis
lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang kecerdasan spuritual, namun
ada perbedaan, yaitu penelitian terdahulu hanya meneliti dalam lingkup
Al-Qur’an yaitu penelitian tentang pengaruh membaca Al-Qur’an terhadap kecerdasan spiritual siswa dan tentang bagaimana peran ibu dalam
menumbuhkembangkan kecerdasan spiritual anak usia dini, serta
mengenai pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional
(EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap sikap etis.
Pada jurnal penelitian membahas mengenai kegiatan keagmaan dan
kecerdasan spiritual, kecerdasan spiritual dan kebermaknaan hidup, pada
tesis membahas tentang shalat berjama’ah dan kecerdasan spiritual
kemudian pada artikel membahas tentang puasa mengasah kecerdasan
spiritual.Namun belum diteliti tentang membangun kecerdasan spiritual
penelitian di atas ada yang menggunakan penelitian kepustakaan. Untuk
itu penulis akan mencoba mengangkat penelitian tentang “Membangun Kecerdasan Spiritual melalui Kegiatan pada Bulan Ramadhan di Pondok