• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Jepang merupakan salah satu negara maju yang ada di dunia. Jepang juga di kenal sebagai negara yang menjunjung tinggi kebudayaan. Sebagai negara maju, Jepang tidak luput dari berbagai macam masalah yang terjadi dalam masyarakatnya. Salah satu masalah yang hingga sekarang masih menjadi persoalan yang sangat besar adalah ijime. Ijime adalah suatu permasalahan sosial yang sangat besar yang terdapat di dalam masyarakat Jepang yang sudah berlangsung sekitar berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan hingga sekarang pun persoalan ijime masih terus terjadi dan menjadi bahan pembicaraan yang tidak kunjung selesai. Meskipun di negara-negara lain juga ditemukan kasus ijime, tapi para ahli menyebutkan bahwa ijime di Jepang lebih membudaya. Ijime merupakan fenomena sosial yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena ijime dapat terjadi kepada setiap orang. Ijime dianggap sebagai suatu masalah yang sangat serius dan tidak bisa di biarkan begitu saja. Ijime yang dikenal di Jepang, merupakan masalah manusia yang akan terus berlangsung hingga entah kapan. Segala jenis penindasan, hardikan di sekolah, gangguan atau diskriminasi di dalam masyarakat adalah ijime (Uchida, 1993: 1). Ijime di Jepang selalu dikaitkan dengan tindakan bullying di negara barat (Morita, 2001). Karena arti

ijime jika di-Inggriskan memang paling mendekati arti bullying di barat. Definisi ijime menurut Dogakinai (2005: 2) adalah masalah kenakalan anak-anak sekolah di

tingkat pendidikan dasar dan menengah berupa penganiayaan, penghinaan, penyiksaan, baik segi mental maupun fisik yang mereka lakukan di antara mereka sendiri. Tindakan ijime ini diperlihatkan kedalam aksi yang menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang (Morita, 2001). Bullying adalah tekanan dengan menyakiti perasaan korban, yang dilakukan oleh orang-orang dalam sebuah komunitas atau kelompok. Sedangkan kekerasaan, lebih fisikal dan tujuannya merampas atau membuat sakit secara fisik korban yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal.

(2)

Ijime berarti seseorang yang telah ditetapkan dalam sebuah kelompok disiksa baik

secara mental maupun fisik secara terus menerus. Ijime merupakan suatu tindakan penghinaan yang dilakukan beberapa anak terhadap anak lain yang lemah atau anak yang beda dari teman-teman di lingkungan tempat dia berada, seperti di lingkungan sekolah. Morita (1985) juga menyebutkan bahwa ijime adalah sebuah tipe tindakan agresif dari sesorang yang mempunyai dominasi posisi dalam sebuah kelompok interaksi (atau pun proses interaksi) dengan jalan sengaja atau bersama melakukan kegiatan yang menyebabkan perasaan terluka pada seseorang di dalam kelompok itu. Kasus ijime lebih cenderung banyak terjadi di dalam lingkungan sekolah, karena intensitas komunikasi dan kebersamaan dalam lingkungan itu. Tindakan ijime ini lebih cenderung banyak terjadi kepada para pelajar, mulai dari pelajar SD hingga pelajar SMA dan dilakukan oleh murid yang biasa pula. Morita (2001) mengungkapkan bahwa ijime ini menganut “falsafah coca-cola” yaitu : kapan saja, di mana saja, siapa saja, bisa dan mungkin melakukannya, jika kondisi mendukung atau memungkinkan.Taki (2003) juga menyebutkan bahwa tindakan ijime terjadi pada setiap sekolah, setiap kelas dan setiap anak di Jepang.

Taki (2003) mengidentifikasi beberapa kondisi penting dari ijime , yang pertama adalah korban sudah merasa menjadi bagian dari kelompok, yang kedua adanya ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan (non fisik) lain, dan yang ketiga adalah intensitas atau kekerapan tindakan ijime ini terjadi. Semakin tak bisa menghindar atau melawan, maka intensitas terjadinya tindakan ijime akan semakin besar.

Kasus ijime di Jepang cenderung semakin meningkat. Dari tingkat yang ringan sampai yang berat yang dapat menyebabkan anak yang di-ijime sampai putus asa dan berani melakukan tindakan bunuh diri. Tindakan ijime dalam tingkat ringan biasanya berupa ejekan, menyembunyikan barang pribadi, dijauhi dalam kelompok, dijahili. Sedangkan tindakan ijime dalam tingkat berat adalah kekerasan fisik, memaksa melakukan sesuatu yang tidak baik, meminta uang atau barang kepada teman mereka sehingga menyebabkan siswa yang di-ijime harus memberikan barang atau uang. Dikarenakan adanya tekanan seperti itu, terkadang mereka yang di-ijime tidak segan-segan untuk melakukan tindakan kriminal seperti mencuri uang atau mengutil barang di supermarket.

Selain itu juga terdapat beberapa tindakan ijime yang akhirnya menyebabkan anak yang di-ijime melakukan tindakan bunuh diri. Tindakan yang ringan tapi dapat

(3)

mengakibatkan hal yang sangat fatal yaitu seperti menuliskan kata-kata di meja, menempelkan kertas di baju atau mengirimkan sms setiap hari kepada anak yang

di-ijime. Tulisan atau kata-kata yang sering ditulis adalah 『死んね』:Mati saja,

「消えろ」:hilang saja, anda tidak usah ada disini. Kata-kata seperti itu yang menyebabkan korban melakukan tindakan bunuh diri. Ijime merupakan salah satu penyebab banyak terjadinya kasus bunuh diri di Jepang. Salah satu contoh kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang akibat dari tindakan ijime yang banyak menarik perhatian masyarakat Jepang yaitu yang terjadi pada tahun 1986 dimana seorang anak berusia 13 tahun gantung diri dalam sebuah kamar mandi di pusat perbelanjaan di Tokyo. Dia meninggalkan catatan yang menjelaskan jenis penyiksaan yang dialaminya yaitu "pemakaman tiruan" - lengkap dengan bunga dan dupa - dengan dirinya sebagai mayat. Inilah yang disebut sebagai permainan "praktek bunuh diri" yang terkenal di kalangan remaja Jepang.

Beberapa tahun ini juga sedang merebak tindakan ijime dengan menggunakan internet atau netto ijime, dengan mengirim email/blackmail kepada mereka yang

di-ijime. Hal seperti ini harus benar-benar menjadi perhatian para pemerintah di Jepang.

Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang homogen. Sikap homogenitas inilah yang membuat mereka cenderung berfikir bahwa menjadi sama dengan yang lain merupakan sebuah sikap yang baik dan memberikan rasa nyaman. Masyarakat Jepang lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi. Mereka takut menjadi berbeda dengan orang lain dan mereka tidak ingin di jauhi. Sehingga mereka yang memiliki kemampuan lebih atau berbeda akhirnya akan menyimpan dalam-dalam potensi mereka demi melindungi diri mereka sendiri dari serangan teman-temannya. Jika mereka tidak berusaha menjadi sama, mereka akan dianggap sebagai orang-orang yang aneh dan inilah yang menyebabkan tindakan ijime itu terjadi. Hara (2002: 197-204) mengungkapkan ijime dilakukan bukan oleh perorangan tapi oleh kelompok. Ada yang memang bertipe pengolok (bulliers), pendukung/penguat (reinforcers), dan semacam pembantu pengolok (assistants).

Jepang juga dikenal sebagai negara yang berbasis akademis. Bagi masyarakat Jepang, pendidikan sangatlah penting. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, semakin tinggi pula pekerjaan yang akan diraih. Begitulah pandangan masyarakat Jepang. Sehingga tanpa disadari, mereka bisa menjadi penyendiri dan

(4)

pada saat itulah teman-teman yang lain akan mengganggap mereka aneh dan tindakan ijime pun pasti akan terjadi.

Dalam beberapa tahun ini juga banyak orangtua di Jepang khususnya Ibu yang terlalu sibuk bekerja sehingga tidak memberikan perhatian kepada anak mereka. Mereka jarang menanyakan kondisi dan situasi anaknya saat di sekolah, yang biasanya mereka tanyakan hanya bagaimana dengan nilai-nilai anak mereka di sekolah dan oleh karena itulah banyak anak-anak di Jepang yang melampiaskan kesepiannya itu dengan melakukan tindakan ijime di sekolahnya. Tapi ada juga beberapa kasus yang terjadi dengan anak yang kurang diperhatikan orangtuanya, sehingga mereka menjadi korban dalam tindakan ijime. Karena mereka jarang bertemu dengan orangtuanya, sehingga mereka tidak bisa menceritakan apa yang terjadi dengan mereka saat di sekolah.

Taki (2001) juga menganalisis beberapa tekanan yang timbul kepada para korban atau melatarbelakangi pelaku untuk melakukan tindakan ijime di sekolah. Ada empat sumber tekanan, yaitu dari belajar, guru, teman, dan keluarga. Tuntutan dari orangtua agar anak mendapatkan nilai bagus dan belajar secara berlebihan dapat membuat anak menjadi stress. Pihak guru atau sekolah yang mungkin tidak adil atau membeda-bedakan murid yang satu dengan murid yang lainnya, tidak mau mendengarkan pendapat muridnya juga dapat membuat anak tersebut menjadi stress. Akibat dari tuntutan orangtua tersebut biasanya mengakibatkan performa anak dalam pelajaran menjadi rusak, seperti nilai kurang, tidak membuat tugas, kurang menguasai pelajaran. Gejalanya bisa terlihat pada fisik seperti capek, sakit, pusing, depresi, agresif (mudah tersinggung, mudah marah, suka mengolok), dan apatis. Jadi menurut Taki (2001) ijime adalah masalah yang berputar dan terkadang antara pelaku dan korban menghasilkan stress yang sama.

Terdapat beberapa karakter tertentu yang biasanya menjadi korban ijime yaitu, sulit berteman, pemalu, memiliki keluarga yang terlalu melindungi, dari suku tertentu, cacat atau memiliki keterbatasan tertentu dan sombong. Dampak yang terjadi kepada para korban yang mengalami tindakan ijime adalah depresi, rendahnya kepercayaan diri, pemalu atau penyendiri, prestasi disekolah semakin menurun, dan yang paling serius adalah terpikir dan mencoba untuk bunuh diri.

Banyaknya kasus ijime yang terjadi di dalam masyarakat Jepang, membuat ijime menjadi banyak dijadikan bahan dalam sebuah buku, komik, film, dan drama. Drama

(5)

di Jepang banyak yang bertemakan tentang ijime. Salah satunya adalah drama life karya Keiko Suenobu. Drama ini disutradarai oleh Tanimura Masaki yang ditayangkan pada 30 Juni 2007 dan diadaptasi dari komik Jepang yang berjudul sama yaitu life karya Keiko Suenobu. Komik life ini pernah memenangkan penghargaan Kodansha (30th) dalam kategori shoujo. Aktris Fukuda Saki yang berperan sebagai Manami Anzai juga mendapatkan penghargaan kategori Best Supporting Actress pada Television Drama Academy Awards (54th).

Drama life ini menjadi drama terpopuler di Jepang karena drama ini menceritakan tentang sisi gelap dari kehidupan sekolah. Drama ini berfokus pada tindakan ijime yang dialami oleh Ayumu Shiiba yang dilakukan oleh teman dekatnya sendiri yaitu Manami Anzai. Dikisahkan, Ayumu Shiiba yang baru saja masuk ke sekolah barunya lalu ia berteman dekat dengan Manami Anzai teman sekelasnya. Tetapi karena banyak masalah yang muncul dan kecemburuan Manami, akhirnya Ayumu menjadi korban ijime oleh teman sekelasnya yang diketuai oleh Manami teman dekatnya sendiri.

1.2 Masalah Pokok

Rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah menganalisis Dampak pola asuh terhadap kasus ijime pada tokoh Manami Anzai terhadap tokoh Ayumu Shiiba dalam drama life.

1.3 Formulasi Masalah

Formulasi masalah dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis bentuk-bentuk tindakan ijime yang dilakukan Manami Anzai secara fisik dan non-fisik terhadap Ayumu Shiiba, kemudian penulis akan menganalisis dampak pola asuh terhadap kasus ijime pada tokoh Manami Anzai terhadap tokoh Ayumu Shiiba penyebab dalam drama life.

1.4 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis bentuk-bentuk tindakan ijime dan dampak pola asuh terhadap kasus ijime pada tokoh Manami Anzai terhadap tokoh Ayumu Shiiba penyebab dalam drama life pada episode 3,4,5 dan 7.

(6)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui lebih dalam mengenai bentuk-bentuk tindakan ijime dan dampak pola asuh terhadap kasus ijime pada tokoh Manami Anzai terhadap tokoh Ayumu Shiiba penyebab dalam drama life pada episode 3,4,5 dan 7.

1.6 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan melalui buku dan artikel jurnal dari perpustakaan umum baik buku berbahasa Indonesia maupun buku yang berbahasa Jepang.

Para sosiolog Jepang menjelaskan bahwa ijime yang terjadi di Jepang, sama dengan bullying yang terjadi di negara barat. Tetapi, kata bullying yang memiliki arti sebagai tindakan menganiaya, tidak memberikan batasan mengenai bentuk tindakan penganiayaan yang dilakukan, sehingga tindakan bullying di negara barat biasanya mengacu pada bentuk tindakan menyiksa fisik korban. Sedangkan ijime yang terjadi di Jepang, tidak hanya tindakan menganiaya fisik tetapi juga mental korban.

Dalam sub bab ini penulis akan menjelaskan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian penulis dalam skripsi ini. Dalam penelitian Dogakinai (2005: 2) menjelaskan bahwa ijime merupakan masalah kenakalan anak-anak sekolah di tingkat pendidikan dasar dan menengah berupa penganiayaan, penghinaan, penyiksaan, baik segi mental maupun fisik yang mereka lakukan di antara mereka sendiri. Selain artikel tersebut, terdapat artikel lain mengenai ijime, menurut Unsriana (2012) ijime adalah masalah kenakalan yang sering terjadi di sekolah Jepang, dan bahkan kadang kala tindakan ijime mengakibatkan korban melakukan bunuh diri.

Dalam penelitian Nakane (1984: 1-8), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya tindakan ijime dalam masyarakat Jepang adalah yang pertama karena Jepang memiliki struktur masyarakat yang homogen. Masyarakat Jepang lebih mengutamakan kepentingan individu didalam kelompok daripada individu sebagai personal. Mereka yang sudah berada didalam kelompok tersebut, harus mengikuti atau memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan di dalam kelompok. Jika ada individu atau seseorang yang tidak bisa memenuhi kriteria kelompoknya, biasanya merekalah yang menjadi sasaran atau korban dalam tindakan ijime. Korban ijime adalah orang-orang yang berbeda dengan orang-orang-orang-orang di sekeliling mereka. Selain artikel tersebut,

(7)

penelitian Hara (2002: 197-204) juga mengungkapkan bahwa ijime dilakukan bukan oleh perorangan tapi oleh kelompok. Ada yang memang bertipe pengolok (bulliers), pendukung/penguat (reinforcers), dan semacam pembantu pengolok (assistants).

Referensi

Dokumen terkait

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Ketiga hal tersebut yaitu: (1) pengaturan secara komprehensip mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) huruf i yaitu pemanfaatan kawasan peruntukan lain

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

sehingga peserta didik yang mempunyai motivasi tinggi mendapatkan energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu

dengan menggunakan Unity 3D ini tidak hanya mudah dalam menggunakan atau mengerjakan suatu pekerjaaan, tetapi aplikasi Unity 3D ini juga dapat bekerja dengan aplikasi lainnya

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi