• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama kebijakan kesehatan nasional, namun dari angka yang didapatkan dari beberapa riset nasional menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia masih banyak dan cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 terdapat 0,46 persen dari total populasi Indonesia atau setara dengan 1.093.150 jiwa penduduk Indonesia berisiko tinggi mengalami skizofrenia (Susanto,2013).

Hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) tahun 2013 menunjukkan bahwa gejala gangguan kesehatan jiwa di Indonesia yaitu 185 kasus per 1. 000 penduduk. Hasil SKMRT juga menyebutkan, gangguan mental emosional pada usia 15 tahun ke atas mencapai 140 kasus per 1. 000 penduduk, sementara pada rentang usia 5–14 tahun ditemukan 104 kasus per 1. 000 penduduk (Antara, 2013).

Data Riskesdas 2013 berikut ini menunjukkan data persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat yang pernah dipasung di Indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat 1. 655 rumah tangga (RT) yang memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa

(2)

berat. Tindakan pemasungan berdasar wawancara dari riwayat mengalami pemasungan yaitu pengalaman pemasungan selama hidup. Metode pemasungan tidak terbatas pada pemasungan secara tradisional dengan menggunakan kayu atau rantai pada kaki, tetapi juga tindakan pengekangan yang membatasi gerak, pengisolasian, termasuk mengurung dan penelantaran, yang menyertai salah satu metode pemasungan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Menurut Idwar (2009) bahwa perilaku masyarakat dalam penanganan penderita gangguan jiwa hampir sama. Persepsi di masyarakat bahwa gangguan jiwa terjadi karena “guna-guna” (personalistik), sehingga tindakan awal pencarian pengobatan secara tradisional dengan menggunakan dukun. Pengobatan dengan berbagai dukun ternyata tidak memberikan kesembuhan, kemudian masyarakat menggunakan sistem medis modern, yaitu berobat ke sarana kesehatan. Pengobatan dengan medis modern memberikan kesembuhan, tetapi setelah penderita gangguan jiwa kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat kembali mengalami kekambuhan. Sehingga pada akhirnya penanganan terakhir yang dilakukan oleh keluarga adalah dengan merantai, mengurung di kamar dan memasung.

Pandangan masyarakat tentang penderita gangguan jiwa, selalu diidentikkan dengan sebutan orang gila dan karena hal-hal yang seperti kerasukan setan. Tanpa disadari secara tidak langsung hal ini merupakan mindset yang keliru dari kita sehingga orang memandang penderita gangguan sebagai suatu masalah yang negatif dan selalu mengancam (Videbeck, 2008).

(3)

Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu perlakuan yang merampas kebebasan dan kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga mengabaikan martabat mereka sebagai manusia. Di Indonesia, kata pasung mengacu kepada pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan gangguan jiwa dan yang melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Broch, 2001, dalam Minas & Diatri, 2008).

Pemasungan jelas memperparah skizofrenia. Dampak negatifnya.yaitu penderita mengalami trauma, dendam kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-lama muncul depresi dan gejala niat bunuh diri. Dari sisi pengobatan juga kontraproduktif. "Obat dosis tinggi tidak mempan lagi, ". Penelitian dari Divisi Psikiatri Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pernah meneliti dampak pemasungan. Dalam kurun 2006-2007, dia mencermati 15 kasus pemasungan penderita skizofrenia di Samosir, Sumatera Utara, dan Bireuen, Aceh. "Kaki dan tangan mengecil, ". Setelah diperiksa dengan saksama, otot dari pinggul sampai kaki mengecil karena lama tidak digunakan. Dampak ini dijumpai pada penderita yang sudah dipasung selama sepuluh tahun.

(4)

Berdasarkan buku saku kesehatan Dinas Kesehatan propinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 terdapat 1145 jumlah kasus yang dipasung, dan yang sudah ditangani 1067 dan sudah dipulangkan 760 jiwa. Daerah di Jawa Tengah dengan jumlah kasus pasung > 50 kasus terdapat antara lain di Tegal, Pemalang, Pekalongan, Pati, Blora, Wonogiri dan Kebumen.

Hasil penelitian Masthafi (2014) yang meneliti tentang kecenderungan atau sikap keluarga penderita Gangguan jiwa terhadap tindakan pasung (studi kasus di RSJ Amino Gondho Hutomo Semarang) yang menyatakan bahwa Pasung pada penderita gangguan jiwa dapat berdampak kurang baik secara fisik maupun psikis. Dampak fisiknya bisa terjadi atropi pada anggota tubuh yang dipasung, dampak psikisnya yaitu penderita mengalamitrauma, dendam kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-lama muncul depresi dan gejala niat bunuh diri.

Penanganan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk perilaku dalam melakukan pemasungan. Salah satu faktor yang merupakan predisposisi terjadinya pemasungan adalah sikap keluarga. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dengan kata lain, sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan suatu kecenderungan (predisposisi) untuk bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Banyak penelitian membuktikan bahwa sikap mempunyai korelasi yang positif terhadap perilaku.

(5)

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Rowosari kecamatan Tembalang Semarang yang dilakukan pada bulan Mei 2015, terdapat 20 penderita gangguan jiwa, 19 penderita jiwa masih dapat menjalani aktivitasnya dengan bebas tidak dipasung karena dianggap tidak berbahaya bagi keluarga dan orang lain sedangkan 1 penderita gangguan jiwa terpaksa di pasung dengan cara dirantai tangan dan kakinya karena sering mengamuk dan mengancam pada orang lain.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi keluarga terhadap penderita gangguan jiwa yang dipasung di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui persepsi keluarga terhadap penderita gangguan jiwa yang dipasung di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang. 2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mendeskripsikan persepsi keluarga terhadap alasan pemasungan kepada penderita gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

(6)

b. Mendeskripsikan persepsi keluarga akibat pemasungan pada penderita gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang

c. Mendeskripsikan persepsi keluarga bentuk pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah ilmu keperawatan kejiwaan secara akademis dan menjadi sumbangan secara tertulis bagi para konselor atau calon konselor dalam pengembangan kualitas keilmuan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para psikiater, psikolog, pekerja sosial, perawat kesehatan jiwa, pihak yang bergerak di bidang penyuluhan kesehatan jiwa, serta pihak-pihak terkait dalam upaya penanggulangan stigma gangguan jiwa.

(7)

D. Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti Judul

Metode

penelitian Hasil penelitian Perbedaan Idwar (2009) Perilaku Masyarakat dalam Penanganan Gangguan Jiwa di Kota Langsa Provinsi Nanggro Aceh Darusalam Metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik content analisis

Perilaku masyarakat dalam penanganan penderita gangguan jiwa dengan tindakan awal menggunakan dukun, jika tidak sembuh dengan pengobatan medis, jika penderita gangguan jiwa mengalami kekambuhan masyarakat lebih merantai atau memasungnya.

Peneliti sekrang dan sebelumnya yaitu pada lokasi, waktu dan sample penelitian Mastafi (2014) Kecenderungan Atau Sikap Keluarga Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus di RSJ Amino Gondho Hutomo Semarang) Desain penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara mendalam

Sebagian besar keluarga berumur dewasa menengah (36 – 59 tahun) sejumlah 47 (58, 8 %), ayah/ibu

yaitu sejumlah 27 (33, 8 %), berasal dari Semarang sejumlah 35 (43, 8%) dan Demak

sejumlah 16 (20 %). Penderita gangguan jiwa berumur dewasa muda (18-35 tahun) sejumlah 51 (63, 8 %), berjenis kelamin

perempuan yaitu sejumlah 42 (52, 5 %), mengalami gangguan jiwa > 5 tahun yaitu sejumlah 39 (48, 8%),

mempunyai sikap kurang mendukung terhadap tindakan pasung yaitu sejumlah 40 (50%)

Jenis penelitian dan sample penelitiannya. - Saiful Oetama (2011) Pengaruh pemasungan terhadap perawatan/ pengobatan Pasien gangguan jiwa skizofrenia di rumah sakit jiwa Aceh tahun 2011 Desain penelitian deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional, dengan uji analisa statistic chi-square

Dari hasil penelitian nilai risk resiko adalah

1,69 maka dapat disimpulkan bahwa pasien jiwa skizoprenia dengan pemasungan

1,69 kali lebih lama

dibandingkan dengan pasien jiwa skizoprenia tanpa pemasungan Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel dan metodenya yaitu cross sectional dengan pengumpulan data menggunakan kuisioner. Sementara pada penelitian ini metodenya yaitu diskriptif dengan pengumpulan data wawancara.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian data yang diperoleh diantaranya adalah identitas anak, hasil observasi awal kemampuan penguasaan kosakata anak autis, dan foto mengenai penerapan media

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen yang digunakan dalam penelitian memiliki pengaruh secara parsial atau tidak terhadap variabel dependen

Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah se- bagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedo- man Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan

ITCIKU sudah memiliki pernyataan tertulis mengenai kebijakan perusahaan yang membolehkan karyawan untuk membentuk atau terlibat dalam kegiatan serikat pekerja

Hasil: Hasil uji statistik memperlihatkan responden yang tidak patuh penggunaan obat sejumlah 17 orang (94,4%) dengan frekuensi rehospitalisasi > 1 kali, sementara yang

Penerapan Job specdic task proficiency perilaku yang berhubungan dengan ASN dengan tugas tertentu dan memiliki keahlian tertentu sesuai pada tempatnya belum optimal

Fokus penelitian pada penelitian ini yaitu pada sistem akuntansi pembelian dan pengeluaran kas yang meliputi fungsi terkait, dokumen dan catatan yang digunakan, prosedur yang

Selanjutnya berangkat dari realita itulah peneliti tertarik serta yang menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian lebih dalam dengan mengangkat judul “Dakwah dan