• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1. Definisi Bullying

Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Terlebih beberapa tahun belakangan ini, banyak para ahli dan peneliti yang tertarik pada permasalahan bullying, khususnya yang terjadi di dunia pendidikan. Dalam masyarakat Indonesia, bullying dapat dipadupadankan dengan pengertian penindasan, intimidasi ataupun pemalakan. Tetapi biasanya bullying lebih dipraktikkan sebagai upaya teror atau menghina, mencaci dengan upaya intimidasi dengan penekanan tertentu. Bullying merupakan tindakan yang dilakukan dengan kesadaran penuh. Sehingga bullying dapat dikatakan sebagai kejahatan verbal maupun fisik yang seharusnya perlu dihindari oleh semua orang.

Olweus (2005) merumuskan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan melibatkan keidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. ketidakseimbangan ini melibatkan perbedaan dalam kekuatan fisik antara anak-anak, tetapi sering ditandai dengan perbedaan kekuatan sosial atau status. Karena ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan, seorang anak yang ditindas memiliki waktu yang sulit membela dirinya sendiri. Biasanya, intimidasi tidak tidak terjadi hanya sekali atau dua kali, tapi diulang dari waktu ke waktu. Memang, kadang kali sangat sulit bagi orang dewasa untuk mengetahui apakah perilaku telah terjadi berulang kali, sebagai anak-anak

(2)

sering pandai menyembunyikan bullying dan enggan untuk melaporkan intimidasi yang mereka alami atau saksi. Namun, penting mencoba untuk menentukan apakah perilaku adalah kejadian satu-waktu atau apakah itu adalah bagian dari pola perilaku yang sedang berlangsung. Rigby (2002) merumuskan bahwa bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang. Sedangkan bullying juga dapat dikatakan sebagai suatu tindakan yang dilakukan individu secara sengaja dengan membuat orang lain merasa takut atau terancam. Bullying menyebabkan korban merasa takut, terancam atau seidak-tidaknya tidak bahagia (Elliott, 2005).

Olweus (2005) memaparkan contoh tindakan negatif yang termasuk dalam bullying antara lain:

a. Mengatakan hal yang tidak menyenangkan atau memanggil seseorang dengan julukan yang buruk

b. Mengabaikan atau mengucilkan seseorang dari suatu kelompok karena suatu tujuan

c. Memukul, menendang, menjegal atau menyakiti orang lain secara fisik

d. Mengatakan kebohongan atau rumor yang keliru mengenai seseorang atau membuat siswa lain tidak menyukai seseorang dan hal-hal semacamnya.

(3)

Seseorang yang bisa dikatakan menjadi korban bullying apabila dia diperlakukan negatif dengan jangka waktu sekali atau berkali-kali bahkan sering atau menjadi sebuah pola oleh seseorang atau lebih. Negatif di sini artinya secara sengaja membuat luka atau ketidaknyamanan melalui kontak fisik, melalui perkataan atau dengan cara lain.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang dilakukan dalam posisi kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.

2. Jenis-jenis Bullying

Bullying memiliki beberapa jenis yang dapat kita kenali di lingkungan sekolah dan masyarakat. Coloroso (2007) membagi jenis-jenis bullying ke dalam empat jenis, yaitu :

a. Bullying secara verbal

Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan

(4)

seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari beberapa jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.

b. Bullying secara fisik

Yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain.

c. Bullying secara relasional

Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar.

(5)

d. Bullying elektronik

Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Bullying

Maraknya beberapa kasus bullying, antara lain dipicu oleh belum adanya kesamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tua maupun masyarakat dalam melihat pentingnya permasalahan bullying serta penanganannya. Ditambah Iagi dengan belum adanya kebijakan secara menyeluruh dari pihak pemerintah dalam rangka menanganinya.

Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai berikut:

a. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam

c. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.

d. Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah. e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

(6)

Kejadian di atas mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua murid. Terdapat beberapa sumber atau faktor psikologis yang mendasari terjadinya perilaku bullying (Olweus, 1993), yaitu:

a. Memiliki keinginan yang kuat untuk kekuasaan dan dominansi Individu terlihat sangat menikmati dalam mengontrol orang lain dan adanya keinginan untuk memiliki dan menguasai orang lain dengan maksud tidak baik.

b. Bagaimana individu tersebut dibesarkan di lingkungan keluarganya

Pelaku bullying dibesarkan di dalam keluarga yang otoriter dengan tingkat kepaduan yang rendah dan menunjukkan sikap bermusuhan. Orang tua beranggapan bahwa pendapat orang tualah yang benar dan tidak menghargai pendapat anak. Hukuman fisik sering dilakukan orang tua terhadap anaknya. Dengan demikian, hal yang wajar jika di lingkungan masyarakat sekitarnya anak tersebut mengembangkan sikap bermusuhan terhadap orang lain. Yang dapat mengakibatkan orang lain terluka dan menderita.

c. Adanya komponen keuntungan atas perilaku mereka

Pelaku bullying terkadang suka memakan korban. Pelaku bullying menginginkan korban untuk memberikan apa yang dia

(7)

inginkan dari korban. Entah itu berupa rokok, uang atau sesuatu yang dianggap berharga bagi pelaku bullying. Dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku yang mengandung komponen antisosial dan perilaku yang suka melanggar aturan. Hal itu dapat menyebabkan remaja berperilaku agresif dan suka melakukan bullying terhadap orang lain yang mempunyai kesempatan untuk menjadi korban bullying.

B. Bullying Tradisional

Menurut Olweus (Kowalski dkk, 2008) tradisional bullying merupakan perilaku verbal atau fisik yang terjadi berulang dari waktu ke waktu, yang ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasan. Bullying terjadi ketika seorang siswa berulang kali dirugikan dalam beberapa cara, baik psikologis atau fisik oleh individu atau sekelompok individu. Bullying tradisional juga dapat mencakup tindakan fisik yang lebih terbuka seperti mendorong dan memukul, serta pelecahan verbal. Seperti mengejek, mengolok-olok.

C. Cyberbullying

1. Definisi Cyberbullying

Cyberbullying memiliki banyak definisi yang berbeda-beda dari beberapa ahli. Cyberbullying dikenal sebagai bullying melalui e-mail, instan messaging (IM), situs web, pesan digital, media elektronik atau melalui sosial media online (Kowalski dkk, 2008). Menurut Willard (Kowalski dkk,

(8)

2008) mengartikan cyberbullying sebagai kekejaman yang dilakukan terhadap orang lain dengan mengirimkan sebuah konten yang berisi muatan yang merugikan, atau melakukan serangan sosial dengan menggunakan internet atau teknologi digital lainnya. Sedangkan Hinduja & Patchin (2010) mendefinisikan cyberbullying sebagai sebuah tindakan yang merugikan dan mengganggu, dilakukan secara disengaja dan berulang-ulang melalui media elektronik.

Berdasarkan definsi menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah suatu bentuk bullying atau kekerasan melalui media sosial, dan dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang. Secara umum terdapat persamaan antara bullying dan cyberbullying. Yaitu pelaku memang sengaja berniat untuk melukai target baik secara emosional atau fisik dan terjadi secara berulang. Pada dasarnya diduga pelaku bullying ataupun cyberbullying mempunyai kekuatan lebih besar dari pada korban bullying. Dalam kasus cyberbullying pelaku sering kali memilih untuk tidak diketahui identitasnya (anonim). Hal tersebut yang di duga dapat menjadi perbedaan kekuatan antara pelaku cyberbullying dengan korban.

2. Jenis Cyberbullying

Konselor di sekolah perlu memahami jenis-jenis cyberbullying untuk dapat mendeteksi kapan siswa benar-benar menjadi korban cyberbullying. Willard (Kowalski, 2008) menyebutkan macam-macam jenis cyberbullying sebagai berikut:

(9)

a. Flaming (kebencian)

Flaming yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata-kata di pesan yang berapi-api. Flaming ini terjadi ketika percakapan secara online meningkat menjadi saling bantah dengan menggunakan bahasa yang kasar.

b. Harassment (pelecehan)

Pelecehan terjadi ketika pelaku cyberbullying mengirmkan pesan-pesan kasar, mengancam atau menyerang orang lain, mengunggah dalam website, seperti mengunggah video di youtube sehingga orang di seluruh dunia dapat dengan cepat melihat hal tersebut.

c. Denigration (pencemaran nama baik)

Denigration yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut. Cyberbullying jenis ini terjadi ketika seorang pelaku cyberbullying mengunggah komentar-komentar negatif dan menghina korban yang dapat membahayakan reputasi korban.

d. Impersonation (peniruan):

Impersonation atau peniruan maksudnya berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik. e. Outing

(10)

Menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain sementara si korban sendiri tidak menghendaki informasi tersebut tersebar dan di publikasikan.

f. Exclusion (pengeluaran)

Exclusion maksudnya yaitu secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.

g. Cyberstalking

Cyberstalking maksudnya yaitu mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.

3. Sarana Cyberbullying

Ada banyak sekali sarana yang dapat dilakukan untuk melakukan cyberbullying pada jaman sekarang ini. Adapun sarana yang digunakan untuk melakukan cyberbullying menurut Kowalski et al. (2008) adalah:

a. Instant messaging

Instant mesaging atau yang sering disebut “IM”, merujuk pada komunikasi secara real-time melalui internet antara seseorang dengan kawannya di daftar kontak. Cyberbullying melalui media ini dapat dilakukan dalam beragam bentuk. Satu hal yang sering terjadi adalah pelaku cyberbullying mengirimkan pesan bernada kemarahan atau ancaman kepada pengguna lainnya.

(11)

Electronic mail atau disebut juga e-mail adalah sarana komunikasi yang paling sering digunakan. E-mail merupakan sarana yang paling sering digunakan sebagai sarana cyberbullying. Hal ini disebabkan karena dua hal. Yang pertama, sebuah e-mail bisa dikirimkan ke ratusan bahkan ribuan orang hanya dengan satu ketukan. Seseorang yang hendak melecehkan atau menghina orang lain dapat mengirim sebuah e-mail dengan muatan gambar atau informasi yang diobjektivikasi kepada ratusan atau ribuan orang dalam satu waktu. Kedua, meskipun e-mail secara umum dapat ditelusuri siapa pengirimnya, namun tidak ada yang benar-benar bisa menjamin apakah pengirim e-mail tersebut benar-benar dia.

c. Text Messaging

Pesan teks atau biasa disebut SMS (short message service) merupakan sarana yang paling mudah digunakan oleh anak-anak. Meskipun tidak seperti sarana komunikasi lain yang secara real-time dapat digunakan, SMS merupakan sarana yang masih cukup sering diandalkan di kalangan remaja dan anak-anak.

d. Social networking

Berdasarkan definisi yang digunakan oleh federal bureau of investigation, social networking adalah situs yang mendorong sejumlah orang untuk mempublikasi profil diri mereka lengkap dengan gambar, hobi, dan catatan pribadi mereka sehingga dapat berteman dengan orang lain.

(12)

e. Chat rooms

Chat rooms adalah tempat di mana seseorang dapat berdiskusi dengan banyak orang dan membahas sebuah isu. Chat rooms berubah menjadi sarana cyberbullying ketika seorang anggotanya mulai memfitnah individu tertentu, memboikot salah satu anggota chat rooms yang lain, atau ketika seorang anggota chat rooms terlibat dalam pertengkaran dengan anggota lainnya.

f. Blog

Blog adalah catatan pribadi seseorang yang dimuat secara online. Jika diamati sepintas, blog memiliki lebih banyak aspek positif daripada negatif, namun tetap saja dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan cyberbullying.

g. Website

Dibeberapa kasus, secara utuh website dibuat dengan tujuan untuk menyerang seorang individu yang hendak dijadikan sebagai korban cyberbullying. Dalam website, pelaku membuat informasi atau foto-foto pribadi milik korban dengan tujuan untuk merendahkan martabat korban.

h. Game online

Berbagai macam game online mengilustrasikan pertarungan fisik diantara pemainnya. Baik duel antara dua individu, maupun tiga sampai puluhan orang yang terlibat sebagai pemain. Ilustrasi tersebut melibatkan emosi anak atau remaja yang memainkan game online

(13)

sehingga secara psikis ia menjadi tertekan ketika dianiaya, diancam atau direndahkan lawan mainnya.

Pada dasarnya, bullying tradisional biasanya terbatas pada tempat atau waktu tertentu, sedangkan cyberbullying hampir tak terbatas pada waktu dan tempat (Kowalski dkk, 2008 ). Perbedaan signifikan antara bullying tradisional dan cyberbullying yaitu pada komponen anonimitas. Menurut Kowalski dkk (2008) hampir setengah dari korban cyberbullying tidak mengetahui identitas pelaku. Hal tersebut karena pelaku cyberbullying bersembunyi di balik keamanan dan anonimitas layar komputer. Hal tersebut terlihat jelas jika internet sebenarnya sangat memberikan pengaruh yang sangat besar pada pelaku bullying.

D. Kepribadian Big Five

1. Definisi Kepribadian Big Five

Terdapat beberapa ahli yang berpendapat mengenai definisi kepribadian. Allport (Alwisol, 2009) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam meyesuaikan diri dengan lingkungannya. Definisi tersebut menekankan pada atribut eksternal seperti peran individu dalam lingkungan sosial, penampilan individu, dan reaksi individu terhadap orang lain. Pervin dkk (2005) berpendapat bahwa kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Dari definisi

(14)

diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah sebuah karakteristik di dalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan.

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan yaitu teori trait. Terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami trait individu. Salah satunya adalah Five Factor Model atau yang lebih sering disebut dengan Big Five Personality.

J.Feist & G.J Feist (2008) menyatakan bahwa big five adalah salah satu kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion (keterbukaan), agreableness, conscientiousness (kenuranian), neurotisisme (ketidakstabilan emosional), openness to experience (terbuka pada pengalaman).

Caprara & Cervone (2000) juga menyatakan bahwa kepribadian big five adalah teori kepribadian yang menjelaskan hubungan antara kognisi, affect, dan tindakan. Menurut Caprara & Cervone ini pula menyatakan bahwa big five faktor dapat menjadi landasan bagi teori kepribadian. Sedangkan Pervin (2005) menyatakan bahwa big five adalah teori faktor trait dengan lima kategori sifat secara umum meliputi emosi, tindakan, dan faktor sosial.

(15)

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five merupakan pendekatan psikologi yang memiliki lima trait kepribadian extraversion (keterbukaan), agreableness, conscientiousness (kenuranian), neurotisisme (ketidakstabilan emosional), openness to experience (terbuka pada pengalaman) yang digunakan untuk menganalisis kepribadian seseorang.

2. Trait-Trait di Dalam Big Five Personality

Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif menetap secara terus menerus dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan. Menurut Fieldman (Feist, 2008) trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain. Trait-trait di dalam big five personality menurut Costa dan McCrae (Feist, 2008) meliputi:

a. Extraversion (keterbukaan)

Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Pribadi yang memiliki skor extraversion tinggi cenderung penuh perhatian, mudah bergabung, aktif berbicara, menyukai kelucuan, aktif dan bersemangat. Sebaliknya individu yang memiliki skor extraversion rendah cenderung cuek, penyendiri, pendiam, serius, pasif, dan kurang

(16)

mampu mengekspresikan emosi yang kuat. Robbins & Judge (2008) menyebutkan extraversion juga dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Individu extraversi cenderung lebih cepat berteman daripada individu yang memiliki extraversion yang rendah. b. Conscientiousness (kenuranian)

Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self dicipline individu. Individu yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Individu-individu seperti itu biasanya digambarkan sebagai Individu-individu yang well-organize, tepat waktu dan ambisius. Conscientiousnes mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Disisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workholic, membosankan. Umumnya individu dengan skor conscientiousness yang tinggi memiliki karakteristik pekerja keras, peka terhadap suara hati, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, individu dengan skor conscientiousness yang rendah cenderung tidak terorganisasikan, malas, ceroboh, dan tidak mempunyai tujuan, dan tampaknya mudah menyerah jika suatu proyek menjadi sulit.

(17)

c. Agreeableness (kebersetujuan)

Agreeableness dapat disebut juga social adaptibility yang mengindikasikan individu yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, individu yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai individu yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang. Individu yang mendapat skor tinggi dalam agreeableness terlihat sangat menyenangkan, kooperatif dan hangat. Sedangkan individu yang mendapat skor rendah pada agreeableness cenderung dingin (tidak ramah), tidak menyenangkan, tidak kooperatif dan menyebalkan.

d. Openness to experience (terbuka pada pengalaman)

Faktor Openness to experience merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan. Tidak seperti faktor-faktor yang lainnya, Openness to experience mengacu pada bagaimana sesorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Individu dengan tingkat Openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan world of beauty. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Openness to experience yang tinggi memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama. Kemudian skor

(18)

Openness to experience yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

e. Neuroticism (neurotisme)

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara tidak sadar individu tersebut labil, seperti mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Individu yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah akan cenderung lebih gembira dan merasa puas terhadap hidup dibandingkan dengan individu yang memiiki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain kesulitan dalam menjalin hubungan dan komitmen, individu-individu tersebut juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.

E. Definisi Remaja

Remaja (adolesence) diartikan sebagai individu yang sedang pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

(19)

Hal tersebut didukung pula oleh pernyataan menurut Hurlock (1999) adolesence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, sosial, dan fisik. Masa remaja menurut Mappiare (Ali & Asrori, 2005) berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria.

a. Perkembangan Remaja

Ciri-ciri remaja menurut perkembangannya dibagi menjadi 3 tahap (Papalia, 2009):

1) Tahap remaja awal (10-12 tahun), cirinya: a) Lebih dekat dengan teman sebaya b) Merasa ingin bebas

c) Lebih banyak memperhatikan keadaan fisiknya 2) Tahap remaja abstrak (13-15 tahun), cirinya:

a) Mencari identitas diri

b) Timbulnya keinginan untuk berkencan c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam d) Berkhayal tentang aktifitas seks 3) Tahap remaja akhir (16-19 tahun), cirinya:

a) Pengungkapan kebebasan diri

b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c) Mempunyai citra jasmani

(20)

F. Dinamika Antar Variabel

Meskipun bullying merupakan fenomena yang sudah cukup lama terjadi, para peneliti baru menemukan cara yang sistematis untuk mengetahui lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bullying tersebut. Penelitian paling awal tentang bullying dilakukan oleh Dan Olweus terhadap anak-anak di Swedia dan Norwegia di tahun 1980-an. Penelitian yang dilakukan terhadap 150.000 anak-anak dan remaja tersebut menghasilkan fakta bahwa sejumlah 15 persen dari obyek penelitian mengalami apa yang disebut dengan bullying secara rutin (Elliot, 2005).

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Fabio & Sonja pada tahun 2012, mengemukakan bahwa cyberbullying saat ini telah menjadi bentuk modern bullying yang sering dilakukan seseorang saat ini. Cyberbullying dianggap lebih buruk daripada tradisional bullying. Hal ini dikarenakan adanya peran media sosial yang dapat dengan mudah mempublikasikannya.

Gofin & Avitzour (2012) dalam penelitiannya di jerusalem” mengungkapkan bahwa terdapat 28 % siswa melakukan tradisional bullying dan 8,9% siswa melakukan internet bullying. Pada penelitian ini, siswa yang melakukan tradisional bullying jauh lebih besar dibandingkan dengan internet bullying. Dan pada penelitian yang dilakukan Gofin & Avitzour ini, siswa laki-laki jauh lebih besar tingkat intensitas melakukan bullying tradisionalnya daripada perempuan.

Menurut Olweus (2005) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku bullying. Salah satu faktor psikologis yang mendasari terjadinya perilaku bullying yaitu bagaimana individu tersebut dibesarkan di lingkungan keluarga.

(21)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang di peroleh anak dalam kehidupannya. Selain itu keluarga juga merupakan lembaga pendidikan tinggi yang bersifat nonformal yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan prilaku anak. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian, prilaku serta sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak, sebab di dalam keluargalah seorang anak mulai belajar tentang kehidupan melalui keteladanan yang diberikan kedua orangtuannya. Kepribadian merupakan sebuah karakteristik di dalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan.

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Romeo dkk (2013), menyatakan bahwa profil kepribadian menentukan individu untuk menjadi korban bullying. Serta dijelaskan bahwa individu yang menjadi korban bullying pasti mempunyai ciri “khas” dalam profil kepribadian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Romeo dkk, 48 korban di evaluasi dengan cara medis dan penilaian psikologis menggunakan MMPI-2 menunjukkan peningkatan abnormalitas pada skala Hs(Hypochondria), D(Depression), Hy (Hysteria) dan Pa (Paranoia).

Pratiwi (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan tiga hal yang menjadi dorongan internal remaja dalam melakukan tindakan cyberbullying, yaitu: emosi yang dirasakan, karakteristik kepribadian, serta persepsi terhadap korban. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian mempengaruhi kecenderungan

(22)

seseorang dalam mengekspresikan dirinya di media sosial. Remaja dengan kepribadian ekstrovert cenderung lebih terbuka dan lebih emosional dalam mengekspresikan perasaannya. Sedangkan remaja dengan kepribadian introvert cenderung lebih tertutup. Walaupun tidak dipungkiri juga remaja dengan kepribadian introvert justru cenderung lebih terbuka dalam mengeksplor dirinya secara anonim melalui online.

Asumsi peneliti big five personality dengan perilaku bullying dengan dua tipe, yaitu bullying tradisional dan cyberbullying memiliki hubungan yang positif. Sehingga diduga ada hubungan antara big five personality dengan perilaku bullying.

G. Kerangka Berpikir

H. Hipotesis Penelitian

Ha1 : Ada hubungan antara Big Five Personality dengan perilaku

Bullying Tradisional

Ha2 : Ada hubungan antara Big Five Personality dengan perilaku

Cyberbullying.

Bullying -Bullying Tradisional

-Bullying Internet (Cyberbullying) Kepribadian

“Big five personality”

Referensi

Dokumen terkait

dibandingkan dengan bullying secara fisik, dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih kuat terkait dengan distress emosional daripada

Dengan berbagai definisi mengenai prokrastinasi akademik di atas maka dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi yaitu suatu kecendrungan menunda untuk memulai atau

Berdasarkan pada definisi di atas , maka disimpulkan bahwa Price Earning Ratio (PER) merupakan bagian dari rasio pasar dimana perbandingan antara harga pasar perlembar saham

Berdasarkan beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi ketika individu

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelincahan adalah kemampuan fisik yang memungkinkan seseorang untuk dapat cepat merubah posisi tubuh dan

Menurut Harsono (1988:77) menjelaskan “Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan, hal ini didasarkan atas

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian diri yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri yang didasarkan

School bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain