• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Agresif

2.1.1 Pengertian Perilaku Agresif

Secara umum, Sarason (dalam Dayakisni, 2009) agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik.

Definisi yang paling sederhana untuk agresi dan didukung oleh pendekatan behavioris atau belajar, bahwa agresi adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain (Taylor, 2009). Menurut Berkowitz (dalam Baron dan Byrne, 2005), agresi adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain.

Sedangkan Robert Baron (dalam Dayakisni, 2009) menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.

Menurut Buss, perilaku agresif adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau obyek-obyek

(2)

10 yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung.

Mac Neil dan Stewart (dalam Hanurawan, 2010) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal atau kekuatan fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresi.

Bandura menyatakan bahwa perilaku agresif didapatkan melalui observasi dari orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan negatif dan positif, latihan atau instruksi dan keyakinan yang abstrak (Feist, 2010).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah suatu tindakan atau perilaku yang disengaja yang ditujukan kepada individu maupun benda untuk melukai, menyakiti, membahayakan dan merugikan yang dilakukan baik secara fisik atau verbal dan langsung maupun tidak langsung.

2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Secara umum, jenis agresi digolongkan menjadi dua, yaitu agresi yang bersifat hostile dan instrumental. Agresi permusuhan (hostile aggression) adalah tingkah laku agresif yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Sedangkan, agresi instumental (instrumental aggression) adalah tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti orang lain. agresi instrumental

(3)

11 mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan atau dominasi seseorang (Sarwono, 2009). Kemudian, berdasarkan definisi yang dikemukakan maka Buss (dalam Dayakisni, 2009), mengelompokkan agresi manusia dalam delapan jenis, yaitu:

1. Agresi Fisik Aktif Langsung

Agresi fisik aktif langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti memukul, menikam, mendorong, menembak dll. 2. Agresi Fisik Pasif Langsung

Agresi fisik pasif langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.

3. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung

Agresi fisik aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya. Seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.

(4)

12 Agresi fisik pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

5. Agresi Verbal Aktif Langsung

Agresi verbal aktif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain. Seperti menghina, memaki, marah, mengumpat. 6. Agresi Verbal Pasif Langsung

Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain, namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung. Seperti menolak bicara dan bungkam.

7. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung

Agresi verbal aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya. Seperti mengadu domba, menyebar fitnah atau gossip tentang orang lain.

8. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung

Agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak

(5)

13 verbal secara langsung. Seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.

Selain jenis-jenis agresi di atas, Buss juga menguraikan jenis agresi lainnya bersama Perry pada tahun 1992. Buss dan Perry (dalam Rakhmadianti, 2009) mengelompokkan agresi ke dalam empat bentuk, yaitu:

1. Fisik

Kecenderungan untuk menyakiti atau melukai orang lain secara fisik yang meliputi: menyerang, memukul, menakut-nakuti, merusak dan berkelahi. 2. Verbal

Kecenderungan menyakiti atau melukai orang lain secara verbal atau lisan (dengan menggunakan kata-kata) meliputi: mengejek, menghina, membentak, menyebarkan gosip, berdebat dan mengucapkan kata-kata kasar.

3. Kemarahan (Anger)

Suatu kondisi dalam diri individu yang dipengaruhi oleh komponen emosional dari tingkah laku agresi, meliputi: kesal, tersinggung, balas dendam, tidak mampu mengontrol perasaan marah dan tidak sabaran.

4. Permusuhan (Hostility)

Ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi tinggi, meliputi: prasangka buruk (curiga), membuang muka, benci dan iri hati pada orang lain.

(6)

14 2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif

Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) terdapat enam faktor penyebab agresi pada manusia, yaitu:

1. Sosial 1) Frustasi

Terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi penyebab agresi. Ketika seorang calon legislator gagal, ia akan merasa sedih, marah, dan bahkan depresi. Dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti penyerangan terhadap orang lain.

2) Provokasi

Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu penyebab agresi. Manusia cenderung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang diterimanya (balas dendam). Menyepelekan dan merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya agresi.

3) Alkohol

Menurut Taylor (dalam Sarwono, 2009) kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan kenaikan agresivitas. Dampak dari minuman keras terhadap tiga golongan masyarakat juga berbeda-beda. Kelompok masyarakat ekonomi atas dan menengah, setelah

(7)

15 minum tidak melakukan kekerasan. Sebaliknya, peminum dari kelompok ekonomi bawah, mereka malah melakukan tindak kekerasan, seperti menghadang mobil yang sedang melaju, memalak, melempari rumah orang lain dengan batu, dan sebagainya. Aktivitas ini dilakukan bersama-sama, tidaklah sendirian. Aktivitas ini tampaknya sinambung dengan kebudayaan masyarakat yang senang kumpul-kumpul.

2. Personal

1) Pola Tingkah Laku Berdasarkan Kepribadian

Menurut Feldman (2008) orang dengan pola tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan nonagresif. Orang dengan tipe A cenderung lebih melakukan hostile aggression. Di sisi lain orang dengan tipe kepribadian B cenderung lebih melakukan instrumental aggression.

2) Perbedaan Jenis Kelamin

Sering diungkapkan bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan. Hasil penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Whiting dan Edwards (1999), menunjukkan bahwa: (1) anak lelaki lebih menunjukkan ekspresi dominan, (2) merespons secara agresif hingga memulai tingkah laku agresif, dan (3) anak lelaki lebih menampilkan agresi dalam bentuk fisik dan verbal. Pada anak perempuan, agresivitas diwujudkan secara tidak

(8)

16 langsung. Bentuknya adalah menyebarkan gosip atau kabar burung, atau dengan menolak atau menjauhi seseorang sebagai bagian dari lingkungan pertemanannya.

3. Kebudayaan

Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai atau persisir menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman.

4. Situasional

Orang berkata, cuaca yang cerah juga membuat hati cerah. Tampaknya ide itu tidak berlebihan, karena penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya. Sudah sejak lama kita mendengar orang berkata “kondisi cuaca yang panas lebih sering memunculkan aksi agresif”. Hal yang paling sering muncul ketika udara panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada meningkatnya agresi sosial.

5. Sumber Daya

Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam. Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Diawali dengan

(9)

17 tawar-menawar, jika tidak tercapai kata sepakat maka akan terbuka dua kemungkinan besar. Pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain; kedua, mengambil paksa dari pihak yang memilikinya.

6. Media Massa

Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Hal yang perlu diingat bahwa kondisi sesaat yang merupakan perwujudan dari afeksi, kognisi, dan keterangsangan memberikan kesempatan bagi individu untuk memutuskan melakukan tindakan agresif atau tidak. Kemudian, perwujudan dari setiap keputusan berbeda penerapannya dalan interaksi sosial. Dan ini merupakan bagian yang penting. Kesalahan dalam mengambil keputusan, akan menimbulkan aksi yang dapat memicu siklus dari agresi yang berkepanjangan.

2.2 Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan pertama kali oleh Mayor dan Salovey pada tahun 1990. Dari tahun 1990 hingga saat ini, teori ini masih terus menerus berkembang. Selain mereka banyak ahli-ahli lain, salah satunya Daniel Goleman yang juga melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional.

Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah kecerdasan emosional (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif

(10)

18 baru. Istilah ini dipopulerkan oleh Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual.

Menurut Salovey dan Mayer (dalam Hasan, 2013) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Menurut Goleman (dalam Desmita, 2000) kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Chaplin (2004), menguraikan arti emosional sebagai suatu yang berkaitan dengan ekspresi emosi atau dengan perubahan-perubahan yang mendalam yang menyertai emosi. Sedangkan kecerdasan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan konsep abstrak serta menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

Tokoh lain yakni Cooper dan Sawaf (dalam Tridhonanto, 2010) juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi.

(11)

19 Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan diri dalam menggunakan perasaan secara optimal untuk mengenali, memantau, mengatur dan mengelola diri sendiri dan orang lain agar emosi tersebut dapat diterapkan dengan baik dalam berhubungan dengan orang lain.

2.2.2 Komponen-komponen Kecerdasan Emosional

Goleman (2000) menjelaskan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu:

1. Mengenali Emosi Diri

kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pada saat yang sama, kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikiran sendiri. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin pandai dalam menangani perilaku negatif diri sendiri.

Karakteristik Perilaku:

a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri b. Memahami penyebab perasaan yang timbul

(12)

20 c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan

2. Mengelola Emosi

Mengelola emosi, yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi.

Karakteristik Perilaku:

a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik

b. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan

orang lain

d. Memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga

e. Memiliki kemampuan untuk mengatasi ketegangan jiwa (stress) f. Dapat mengurangi perasaan kesepian dan cemas dalam pergaulan 3. Motivasi Diri

Motivasi diri, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

Karakteristik Perilaku:

(13)

21 b. Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan

c. Mampu mengendalikan diri dan tidak bersifat impulsif 4. Empati

Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat.

Karakteristik Perilaku:

a. Mampu menerima sudut pandang orang lain

b. Memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain c. Mampu mendengarkan orang lain

5. Membina Hubungan

Membina hubungan, yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.

Karakteristik Perilaku:

a. Memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menganalisis hubungan dengan orang lain

b. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain

c. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain

(14)

22 e. Memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain

f. Memperhatikan kepentingan sosial (senang menolong orang lain) dan dapat hidup selaras dengan kelompok

g. Bersikap senang berbagi rasa dan bekerja sama h. Bersikap demokratis dalam bergaul dengan orang lain

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Konopka (dalam Yusuf, 2008) mengatakan bahwa masa remaja ini meliputi; remaja awal: 12-15 tahun, remaja madya: 15-18 tahun, dan remaja akhir: 19-22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat estetika dan isu-isu moral.

Menurut WHO (dalam Sarwono, 2005) remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, dan saat individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

Sedangkan Menurut Hurlock (dalam Ali, 2008), remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan

(15)

23 mental, emosional, sosial, fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.

Menurut Shaw dan Costanzo (dalam Ali, 2008) remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.

2.3.2 Karakteristik Umum Perkembangan Remaja

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity). Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa (Ali, 2008). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut:

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealism, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun,

(16)

24 remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. 3. Mengkhayal

Keinginan bertualang dan menjelajahi lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.

(17)

25 4. Aktivitas Berkelompok

Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.

5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah di alaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Remaja putri seringkali mencoba memakai kosmetik baru, meskipun sekolah melarangnya.

Oleh karena itu, yang amat penting bagi remaja adalah memberikan bimbingan agar rasa ingin tahunya yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, dan produktif. Jika tidak, dikhawatirkan dapat menjurus kepada kegiatan atau perilaku negatif, misalnya: mencoba narkoba, minum-minuman

(18)

26 keras, penyalahgunaan obat, atau perilaku seks pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan.

2.4 Dinamika Antar Variabel

Sebagian remaja terlibat perilaku yang sangat merusak, salah satu penyebabnya adalah gambaran diri mereka sendiri yang negatif menghalangi mereka untuk berhasil di sekolah atau membangun minat lain yang konstruktif dan mereka secara umum berinteraksi dengan teman sebaya yang mendorong sikap dan perilaku antisosial. Remaja lebih mungkin untuk mengalami masalah perilaku seperti berkelahi dan vandalism, jika mereka menyaksikan atau menjadi korban dari kekerasan di lingkungan atau terpengaruh kekerasan di media (Papalia, 2009).

Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau obyek-obyek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Komponen perilaku dapat saja berbentuk verbal ataupun nonverbal. Secara verbal, seseorang mungkin dapat menunjukkan cinta pada seseorang dengan menyatakannya secara verbal atau menunjukkan rasa marah dengan mengatakan kata-kata yang buruk. Secara nonverbal, seseorang mungkin dapat tersenyum, mengernyitkan dahi, menunjukkan ekspresi ketakutan, melihat ke bawah atau membungkuk.

Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya. Kualitas atau

(19)

27 fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Perilaku agresif muncul akibat ketidakmampuan mengelola emosi negatif. Konsep ilmiah tentang pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Kecerdasan emosional membantu manusia untuk menentukan kapan dan dimana ia bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya. Oleh karena itu, tingkat kecerdasan emosional yang baik dapat mencegah seseorang berperilaku agresif dengan mengelola dan mengarahkan emosi negatif.

Remaja dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran yang jernih.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratama (2010) didapatkan sebuah hasil penelitian yaitu ada korelasi atau hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal. Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja berperilaku agresif karena ketidakmampuannya mengelola emosi negatif dengan baik, menyebabkan remaja menjadi tidak peka dengan situasi yang ada sehingga ia mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. Diharapkan para remaja dapat memahami dan memiliki kecerdasan emosional agar dapat menyalurkan emosinya secara proposional dan efektif. Dengan demikian energi

(20)

28 yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif yang dapat merugikan masa depan remaja.

2.5 Kerangka Berpikir

Dari variabel-variabel yang telah dijelaskan, peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif pada remaja. Sehingga tersusunlah kerangka pemikiran sebagai berikut:

Tabel 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

Kecerdasan Emosional 1. Mengenali Emosi 2. Mengelola Emosi 3. Motivasi Diri 4. Empati 5. Membina Hubungan Perilaku Agresif 1. Fisik 2. Verbal 3. Kemarahan (Anger) 4. Permusuhan (Hostility) Remaja

(21)

29 2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka diajukan hipotesis tentang hubungan antara kedua variabel. Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif pada remaja siswa SMAN 11 Tangerang Selatan.

Referensi

Dokumen terkait

Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan

Sonata merupakan jenis komposisi musik instrumental yang biasanya terdiri dari tiga atau empat movement, namun dapat juga terdiri dari satu sampai lima

World Health Organization (WHO) telah menegaskan bahwa harga air harus terjangkau. Namun di Cochabamba, Bolivia seorang warga harus mengeluarkan sekurangnya 25%

Tujuannya adalah melihat secara komprehensif strategi kampanye komunikasi ASI Eksklusif yang dilakukan oleh AIMI Jateng dikota Semarang.. Penelitian ini menggunakan

Melihat dari penelitian yang dilakukan oleh Wati (2012) di perairan Desa Pengudang dengan karakteristik wilayahnya hampir sama dengan desa Teluk Bakau,

mengetahui apakah program yang telah dibuat dapat berjalan secara maksimal, untuk itu maka program tersebut harus diuji dahulu mengenai kemampuannya agar

Polisi tidur menunjukkan peringatan kepada para pengendara bermotor untuk mengurangi / mengendalikan kecepatan kendaraan yang terlalu tinggi.Sedangkan resiko / masalah