• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

D

BAB VI

PARIWISATA SPIRITUAL

PALASARI

6.1 Kondisi Geografis Palasari

esa Palasari terletak di ujung barat Pulau Bali, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jaraknya sekitar 20 menit dari pelabuhan penyeberangan Gilimanuk. Secara geografis Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk maupun ke luar Pulau Bali melalui pelabuhan tersebut.

Kawasan Desa Palasari sebagian besar areal perbukitan yang memiliki struktur tanah yang sangat subur. Sementara dataran rendahnya sangat potensial untuk persawahan karena memiliki sumber air yang berasal dari Bendungan Palasari. Pada bagian tanah perbukitan dikembangkan menjadi lahan perkebunan dengan tanaman kelapa, pisang, coklat, berbagai jenis buah-buahan tropis, vanili, dan lain-lain.

(2)

Gambar 6.1 Lokasi Desa Palasari, Kabupaten Jembrana

Luas Desa Palasari secara keseluruhan sekitar 280.00 Ha. Adapun rincian penggunaan lahannya adalah perumahan dan pekarangan seluas 97,70 Ha, persawahan seluas 5,00 Ha, perkebunan seluas 152,59 Ha, bangunan umum 6,51 Ha, dan lain-lain 17,20 Ha. Dengan pemanfaatan lahan seperti ini menunjukkan bahwa penduduk Desa Palasari memiliki potensi ekonomi di berbagai sektor seperti perkebunan, pertanian, peternakan, dan lain-lain.

(3)

6.2 Demografis Palasari

Jumlah penduduk Desa Palasari tahun 2014 sebanyak 1.359 jiwa. Dilihat dari komposisi jenis kelamin maka penduduk perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 738 jiwa dan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 621 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif rata-rata berumur antara 15 - 54 tahun dengan jumlah 425 jiwa. Sementara penduduk yang non produktif mulai dari umur 0 0 14 tahun dan umur 55 - 59 tahun berjumlah sekitar 934 jiwa. Komposisi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin-Usia

No Jenis Kelamin dan

Usia Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1 Perempuan 738 0,543

2 Laki-laki 621 0,456

3 Usia Produktif 425 0,312

4 Usia Non Produktif 934 0,687 Sumber: Pendataan Desa Palasari 2014

(4)

Mata pencarian penduduk Desa Palasari cukup bervariasi, yaitu: petani sebanyak 642 orang, pegawai swasta sebanyak 138 orang, pegawai negeri sipil sebanyak 182 orang. Mata pencaharian yang lain adalah pedagang sebanyak 119 orang, peternak sebanyak 98 orang, bekerja di bidang medis seperti dokter sebanyak 6 orang, bidan sebanyak 76 orang, perawat sebanyak 83 orang, dan sisanya bekerja sebagai romo/pastor 15 orang. Secara lengkap mata pencarian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.2

Komposisi Penduduk Desa Palasari Menurut Mata Pencaharian

No Penduduk Menurut

Mata Pencaharian (Orang) Jumlah Persentase (%)

1 Petani 642 0,472 2 Pegawai Swasta 138 0,101 3 PNS 182 0,133 4 Pedagang 119 0,087 5 Peternak 98 0,072 7 Dokter 6 0,004 8 Bidan 76 0,055 9 Perawat 83 0,061 9 Pastor 15 0,011

(5)

6.3 Sejarah Palasari

Pada tanggal 15 September 1940, Pastor Simon Buis, SVD bersama dengan 18 orang kepala keluarga dari Tuka, 6 kepala keluarga dari Gumbrih, dan dita- mbah satu orang pimpinan rohani berangkat menuju daerah transmigrasi di Bali Barat. Alasan mereka trans- migrasi ke Bali Barat karena motivasi untuk memper- oleh ketenangan serta berusaha mendapatkan kepastian hidup setelah manjadi penganut agama Katolik. Apalagi mereka pada umumnya hidup dalam berbagai kesulitan ekonomi maupun hubungan sosial di desa asalnya.

Melalui kepemimpinan dari Pastor Simon Buis, mereka ingin memiliki masa depan yang lebih baik serta kelangsungan generasinya ke depan. Selain itu juga didorong oleh kemauan untuk membebaskan diri dari himpitan kehidupan ekonomi karena sebagian besar masyarakatnya sebagai petani penggarap yang miskin dan melarat. Oleh sebab itu, Pastor Simon sebagai gembala dan sekaligus pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di Palasari-Bali.

Umat Katolik pindah ke Palasari merupakan sebuah ujian iman dan pengorbanan yang besar. Mereka berkeinginan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak cucunya ke depan. Mereka merasakan bahwa untuk bisa tumbuh dan berkembang perlu tempat yang lebih tenang dan subur. Mereka ingin mempunyai tanah garapan sendiri sebagai

(6)

tumpuan mata pencaharian dan sumber kehidupannya. Dampak dari transmigrasi ke Palasari inilah yang memungkinkan perkembangan agama Katolik di Pulau Bali sampai sekarang ini.

Berdasarkan penuturan pelaku sejarah berdirinya Desa Palasari menjelaskan bahwa selama tiga hari proses pemberangkatan anggota transmigrasi tersebut. Pada awalnya mereka mendiami kawasan hutan Pangkung Sente yang banyak ditumbuhi hutan lebat serta pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah melalui upacara dan doa, pekerjaan yang bersejarah inipun dimulai dengan menggarap hutan lebat serta pohon-pohon besar ini dengan mengandalkan kapak.

Dalam proses mengubah hutan lebat menjadi pemukiman dan lahan pertanian, anggota masyarakat ini mengalami berbagai kesulitan serta pergumulan hidup. Dengan adanya penderitaan ini, maka mereka mulai tergoda untuk kembali ke kampung asalnya yang masih indah. Kondisi inilah yang membuat mereka mengalami perpecahan dan perbedaan pendapat selama mengerjakan hutan lebat tersebut. Akibat perpecahan ini maka sekitar 18 orang di antara mereka melarikan diri tanpa permisi pada pimpinan rohani pada saat itu. Hanya 6 orang yang tetap bertahan serta bertekad untuk meneruskan pembongkaran hutan tersebut dengan harapan bisa memperoleh masa depan yang lebih baik. Keenam orang ini dijuluki sebagai

(7)

“sisa kecil yang tangguh dan setia, perjuangan yang gigih dengan penuh pengorbanan”.

Pengorbanan serta kesetiaan mereka dalam menjalani ujian iman ini membuat kawasan angker dan hutan yang lebat menjadi pemukiman indah dengan nama Palasari sampai hari ini. Sejarah munculnya Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat banyaknya pohon pala yang tumbuh subur di hutan tersebut. Nama Palasari merupakan bagian dari vegetasi alam yang ada di sekitar masyarakat. Secara filosofis, I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Kedua istilah ini mengandung makna sebagai “sisa kecil yang setia”. Bahkan Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna yang merupakan sahabat Pastor Simon Buis memberi makna dari arti Palasari yang terdiri dari dari kata “pahala” dan “sari”.

Istilah Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat pohon pala yang tumbuh subur di daerah tersebut. I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Jadi, Palasari berarti “sisa kecil yang setia”. Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna memberi makna Pala- sari yaitu “pahala” dan “sari”.

(8)

Setelah mengalami perkembangan beberapa tahun kemudian maka banyak anggota masyarakat yang berdatangan untuk mendiami kawasan Palasari tersebut. Semakin hari penduduknya bertambah banyak, sehingga Pastor Simon memohon tambahan lahan baru seluas 200 Ha kepada tuan Kontrolir dan Anak Agung (Raja Negara) pada saat itu. Permohonan ini pun dikabulkan sehingga kawasan Palasari semakin luas sebagaimana terlihat saat ini.

Kendati sudah memiliki lahan yang luas dan pemukiman yang baik, namun perjuangan Pastor Simon Buis tidak berhenti di situ. Pemimpin spiritual ini terus berjuang untuk membangun Palasari dengan “Model Dorf” yaitu desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik. Pada tahun 1955 bukit di sebelah timur desa diratakan yang kemudian dibangunlah sebuah gereja dengan arsitektur Bali. Kerjasama yang baik terbangun di antara para tokoh-tokoh masyarakat, seperti Mr. Ignatius dari Belanda dan Gusti Rai S. dari Bali yang merancang pembangunan gedung gereja, sedangkan Mr. Hermens yang mengusahakan dananya. Gereja ini terletak di atas bukit yang dikelilingi oleh tembok yang disebut jaba gereja. Beranda depan gereja dibangun sebuah patung yang tinggi yaitu patung Hati Kudus Yesus sebagai simbol dari Paroki Palasari.

Gereja Palasari ini diresmikan oleh Pastor Simon Bois pada tanggal 13 Desember 1958, sehingga

(9)

Mayoritas penduduk Desa Palasari beragama Katolik, namun ketika mereka melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Kearifan lokal inilah yang membuat daerah Palasari semakin terkenal dan menjadi destinasi wisata spiritual karena memiliki 3 daya tarik wisata, yaitu gedung gereja berarsitektur Bali dan Eropa, Goa Ma- ria, serta Bendungan Palasari.

gereja ini merupakan cikal bakal perkembangan agama Katolik pertama di daerah Bali Barat. Mayoritas penduduk asli Desa Palasari menganut agama Katolik. Kendati mereka beragama Katolik, namun pada saat melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Dengan tetap memegang kearifan lokal tersebut, maka daerah Palasari memiliki 3 (tiga) daya tarik wisata atau pariwisata spiritual yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu: Gereja Hati Kudus Yesus, Gua Maria, dan Bendungan Palasari.

6.4 Daya Tarik Wisata Palasari

Wisatawan yang sering berkunjung ke kawasan wisata Palasari berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2014 sangat bervariasi. Keanekaragaman ini dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, tingkat usia,

(10)

pekerjaan, daerah asal, dan frekuensi kunjungan. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengujungi daerah ini didominasi oleh kaum perempuan. Dari total pengunjung yang datang ke kawasan ini sekitar 60% berjenis kelamin perempuan dan 40% berjenis kelamin laki-laki.

Perbedaan minat yang signifikan antara wisatawan perempuan dengan laki-laki dikarenakan daerah Palasari merupakan tempat ibadah. Kondisi inilah yang menjadikan daerah ini lebih cocok sebagai destinasi pariwisata spiritual (spiritual tourism). Pada umumnya laki-laki tidak begitu menyukai tempat- tempat bersejarah apalagi tempat ibadah. Sementara kaum perempuan lebih menyukai bangunan-bangunan bersejarah seperti gedung gereja Katolik di Palasari dan Goa Maria. Kaum perempuan menyukai tempat ini karena mereka datang untuk berdoa dan meminta kesembuhan serta keselamatan dari Tuhan. Dengan demikian, tempat ibadah atau tempat bersejarah di Palasari lebih disukai oleh kaum perempuan dengan tujuan untuk berdoa dan beribadah.

Wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke desa ini pada bulan Januari 2014 berjumlah 30 orang. Dari total pengunjung tersebut, maka ditemukan mulai usia 15-34 tahun sebanyak seki- tar 40%, usia 35-59 tahun sekitar 50%, dan berusia di

(11)

atas 60 tahun sekitar 10%. Wisatawan domestik mau- pun mancanegara yang berkunjung ke tempat wisata Palasari didominasi oleh umur antara 35-59 tahun. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa rata-rata wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata spiri- tual ini pada umumnya berusia produktif seperti pela- jar, mahasiswa, dan guru-guru yang ingin mengetahui sejarah dan adat istiadat masyarakat Desa Palasari.

Apabila dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan (domestik maupun mancanegara) yang berkunjung ke Desa Palasari menunjukkan bahwa guru/dosen sekitar 26,6%, pegawai swasta sekitar 13,3%, mahasiswa/ pelajar sekitar 33,3%), Pegawai Negeri Sipil sekitar 6,6%, pengusaha/pebisnis sekitar 13,3%, dan ibu rumah tangga sekitar 6,6%. Mahasiswa atau pelajar dan guru lebih mendominasi karena mereka bertujuan untuk mengetahui sejarah dan seni budaya Bali yang masih dilestarikan di Desa Palasari. Selain berwisata mereka juga ingin mendapatkan pengetahuan tentang adat istiadat yang masih dilestarikan melalui keberadaan gedung gereja tersebut. Dengan demikian, tempat- tempat wisata spiritual lebih disukai oleh kalangan terpelajar dari pada ibu rumah tangga.

Apabila ditinjau dari daerah asal wisatawan maka wisatawan dari Denpasar (Bali) sekitar 6,7%, Surabaya sekitar 26,7%, Malang sekitar 46,6%, Belanda sekitar 13,3%, dan Jerman sekitar 6,7%. Wisatawan

(12)

domestik yang berasal dari daerah Malang merupakan konsumen potensial dan terbanyak selama ini. Hal ini dikarenakan persekutuan gereja-gereja yang ada di Malang memiliki program rutin setiap tahunnya untuk berwisata spiritual di berbagai daerah di Indonesia dan secara khusus di Desa Palasari, Bali. Wisatawan yang menyukai tempat wisata spiritual biasanya mereka mencari gereja-gereja bersejarah yang memiliki keunikan, baik dari aspek bangunannya maupun seni budayanya. Oleh sebab itu, kawasan wisata spiritual Palasari menjadi salah satu alternatif pilihan bagi wisatawan karena memiliki gedung gereja yang unik serta Goa Maria sebagai tempat berdoa.

Hampir semua wisatawan yang pernah berkunjung ke kawasan wisata spiritual Palasari lebih dari satu kali. Frekuensi kunjungan wisatawan ini rata- rata 1 kali, 2 - 5 kali, dan lebih dari 5 kali. Dari hasil penelusuran menunjukkan bahwa total wisatawan yang baru pertama sekali datang ke kawasan wisata ini sekitar 26,7%, wisatawan yang datang 2 - 5 kali sekitar 50%, dan wisatawan yang berkunjung lebih dari 5 kali sekitar 23,3%. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wisatawan (domestik dan mancanegara) lebih dari 2 kali mengunjungi tempat wisata spiritual tersebut. Daya tarik wisata yang ada di tempat ini sangat disukai oleh wisatawan karena memiliki keuntungan ganda yaitu selain berdoa

(13)

sekaligus belajar tentang adat istiadat, seni budaya, dan nilai-nilai kerohanian yang terdapat dalam agama Katolik.

6.5 Potensi Wisata Desa Palasari

Potensi yang dimiliki Desa Palasari sebagai daya tarik wisata spiritual tentu dapat dilihat dari berbagai indikator. Berdasrkan konsep yang diberikan oleh Damardjati yang kemudian dipertegas kembali oleh Pendit bahwa suatu daerah yang memiliki potensi wisata harus dilihat dari indikator yaitu adanya potensi budaya, adanya potensi alamiah, dan adanya potensi manusia. Ketiga indikator yang dimaksud akan dijelaskan di bawah ini.

1. Potensi Budaya

Potensi budaya yang dimiliki oleh Desa Palasari dapat dilihat dari adat istiadat yang berlaku dalam ke- hidupan bermasyarakat maupun bergereja. Setiap per- ayaan Natal sangat kental dengan nuansa Bali (Hin- du). Anggota masyarakat yang mendiami kawasan ini memasang penjor di setiap rumah mereka, masyarakat yang beragama Katolik juga melakukan tradisi ngela-

war dan nguling (Guling babi) sebagaimana dilakukan

oleh umat Hindu pada setiap Hari Raya Galungan. Pada pintu gedung gereja dihiasi penjor serta beragam ornamen Bali (Hindu) lainnya. Tidak itu

(14)

saja, setiap warga yang melakukan kebaktian di gereja mengenakan pakaian adat Bali, seperti umat Hindu yang pergi sembahyang ke Pura. Di pelataran gereja terdapat sejumlah pajegan dari berbagai aneka buah dan jajanan khas Bali. Potensi budaya yang ada di gereja Katolik Palasari terlihat pada penggunaan arsitektur Bali, adat istiadat, seni budaya, dan kidung dalam bahasa Bali yang diiringi dengan gong. Kawasan wisata spiritual Palasari ini telah terjadi kolaborasi serta kontekstual antara budaya Bali (agama Hindu) dengan agama Katolik sebagaimana ditujukan pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.2 Natal di Gereja Katolik Mengenakan Busana Bali (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)

(15)

Berdasarkan wawancara kepada ketua Paroki “Hati Kudus Yesus” di Palasari bernama Romo Bartolomeus mengatakan: “Dengan dimasukkannya unsur budaya Bali sangat baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Hal ini sebagai usaha untuk tetap melestarikan budaya Bali sesuai dengan tujuan semula yaitu membangun desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik”. Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa budaya pada dasarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan secara khusus agama Katolik. Seni dan budaya dapat dimasukan dalam gereja dengan pendekatan nilai-nilai kristiani.

Gambar 6.3 Gedung Gereja Katolik “Hati Kudus Yesus” (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)

(16)

Keunikan bangunan gereja Katolik di Palasari menunjukkan bangunan gereja yang memadukan arsitektur ghotik dengan budaya Bali. Walaupun gereja ini sudah berusia tua namun kondisinya terlihat sangat modern dan kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada pintu masuk terdapat gapura yang pada umumnya terdapat di pura-pura (tempat ibadah umat Hindu) atau pintu rumah masyarakat Bali pada umumnya. Bagian dalam gereja terdapat patung, tabernakel, altar, salib, dan 14 ukiran jalan salib yang diukir dengan menampilkan nuansa budaya Bali. Seperti terlihat pada patung Bunda Maria dan Yesus di sisi kanan dan kiri altar terdapat payung (tedung) yang kebanyakan dipakai oleh umat Hindu Bali atau adat Bali.

2. Potensi Alam

Potensi alam yang dimiliki oleh Desa Palasari sebagai daya tarik wisata secara umum maupun secara spiritual sangat memuaskan wisatawan. Dari segi alamnya memiliki keindahan seperti yang terdapat di kawasan Bendungan Palasari. Bendungan ini memiliki latar belakang hutan lindung yang cukup luas serta mempunyai hawa yang sejuk, sehingga kawasan bendungan ini sangat cocok untuk wisata tirtha maupun wahana wisata lainnya.

Bendungan Palasari mulai dibangung pada bulan April 1986 yang memiliki luas 100 Ha dengan

(17)

volume air 8.000.000 m3. Pembangunan bendungan

ini diselesaikan dalam waktu 3,5 tahun sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan dengan biaya sebesar Rp 9 Milyar yang bersumber dari pinjaman Asian Development Bank (ADB). Bendungan Palasari diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Juli 1989. Akses untuk mencapai bendungan ini sudah sangat baik berkat perhatian pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Secara umum tujuan atau fungsi pembangunan Bendungan Palasari adalah sebagai pengendalian bencana banjir, irigasi, dan usaha perikanan air tawar. Pemeliharaan ikan tawar sangat menguntungkan secara ekonomi maupun sebagai tempat pariwisata

Gambar 6.4 Bendungan Palasari

(18)

alam (tempat wisata pemancingan). Ikan air tawar sangat beragam seperti ikan mujair, ikan nila, gurame, ikan gabus, lele, kaper, udang, dan asih banyak lagi ikan air tawar lainnya. Tempat ini juga dilengkapi dengan fasilitas sampan, sehingga wisatawan dapat refresing serta berekreasi mengelilingi bendungan tersebut.

Selain keunikan bendungan tersebut, kawasan di sekitarnya memiliki nilai eksotik yang banyak memikat pengunjung baik wisatwan domestik maupun mancanegara. Kawasan ini dapat dijadikan sebagai tempat untuk menyalurkan hobi motorcross dan offroad. Biasanya event perlombaan motorcross dan offroad sering dilaksanakan di sekitar kawasan bendungan ini. Jadi, potensi alam di daerah Palasari sangat mendukung kegiatan pariwisata, baik wisata spiritual maupun wisata alam lainnya.

3. Potensi Manusia

Potensi manusia pada konteks ini adalah kemampuan penduduk Palasari dalam menciptakan kreasi seni. Mereka mementaskan tarian malaikat pada saat misa di gereja. Tari malaikat merupakan modifikasi dari tarian Bali yang disesuaikan dengan nilai spiritual agama Katolik seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

(19)

Gambar 6.5 Tari Malaikat dimodifikasi dari tarian Bali (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)

(20)

Gambar

Gambar 6.1 Lokasi Desa Palasari, Kabupaten Jembrana
Gambar 6.2 Natal di Gereja Katolik Mengenakan Busana Bali  (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
Gambar 6.3 Gedung Gereja Katolik “Hati Kudus Yesus”
Gambar 6.4 Bendungan Palasari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Proses navigasi pariwisata dimulai dari Mobile Aplication yang telah menerima permintaan wisatawan mengenai obyek wisata yang akan dikunjungi dan selanjutnya

Objek dan Daya Tarik Wisata berupa alam, budaya, tata hidup, dan lainnya yang memiliki nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan, sekaligus juga merupakan

Tidak dapat dipungkiri bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki daya tarik wisata cukup besar, banyak wisatawan mancanegara dan wisatawan

pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 2) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 3) Pariwisata adalah berbagai

Desa Botungobungo berpotensi untuk dapat dikembangkannya pariwisata alam karena memiliki pantai yang dapat dijadikan daya tarik wisata untuk dikunjungi oleh wisatawan dan

Penelitian ini menggambarkan kajian sebuah model pariwisata daya tarik ekonomi kreatif yaitu unsur wisatawan untuk menikmati rute perjalanan daya tarik wisata dan dihubungkan

Hubungan preferensi wisatawan domestik maupun mancanegara dengan karakteristik wisatawan yang berkunjung di obyek wisata tentang kebutuhan angkutan pariwisata di Daerah

Beberapa arahan pengembangan produk pariwisata perdesaan berbasis masyarakat lokal yang dapat dibangun di Desa Wisata Pinge diantaranya adalah pariwisata spiritual, pariwisata budaya