75
BAB 4 ANALISIS
4.1 Analisis Permasalahan Jaringan CORS IPGSN dan BPN
Dalam perjalanan pembangunan, pengoperasian dan perawatan jaringan CORS di Indonesia agar tetap terjaga baik, teradapat beberapa masalah dan keterbatasan yang dihadapi. Permasalahan dan keterbatasan ini harus diatasi dengan baik agar dapat tercipta sebuah jaringan CORS yang dapat berfungsi optimal.
Kualitas jaringan CORS sangat bergantung pada komunikasi data yang baik dan stabil antara stasiun – stasiun CORS dan pusat pengolahan data stasiun CORS tersebut. Sebagai contoh jaringan CORS IPGSN yang saat ini dikelola oleh BIG, stasiun-stasiunnya tersebar diseluruh wilayah Indonesia sementara pusat pengolahan datanya berada di kantor BIG di Cibinong, Jawa Barat. Hal ini mengakibatkan data-data koordinat yang tidak dapat diolah secara berkala, sehingga data-data tersebut hanya dapat digunakan dengan melakukan pengolahan secara manual. Pengolahan manual ini tentu saja akan memakan banyak waktu dan tenaga, karena dengan 117 stasiun yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, tentu akan sangat banyak data yang masuk ke server data CORS IPGSN tiap waktunya. Oleh karena itu, tidak adanya suatu perangkat lunak yang dapat melakukan manajerial data merupakan permasalahan yang sangat krusial dan permasalahan ini tidak dapat segera terselesaikan karena BIG tidak memiliki anggaran yang cukup besar untuk melakukan pengadaan perangkat lunak ini. Harusnya pada awal pembangunan jaringan IPGSN, BIG lebih berkonsentrasi pada berjalannya sistem CORS IPGSN secara umum dan tidak hanya fokus memperbanyak stasiun-stasiun CORS IPGSN. Jumlah stasiun yang banyak memang penting, akan tetapi lebih baik jika BIG membangun terlebih dahulu sistem jaringan IPGSN yang baik baru kemudian memperluas jaringan IPGSN itu sendiri. Saat ini jaringan CORS IPGSN hanya dapat memiliki perangkat lunak untuk melakukan pengaturan dan pengolahan data untuk 20 stasiun pada saat bersamaan.
76
Sebagai salah satu pemecahan permasalahan sistem komunikasi data jaringan CORS, maka dengan mempertimbangkan luasnya wilayah Indonesia dan juga Indonesia sebagai negara kepulauan, maka penggunaan komunikasi menggunakan internet dan komunikasi berbasis satelit seperti sistem komunikasi VSAT dan BGAN menjadi alternatif pilihan yang baik. Walaupun begitu, jenis komunikasi tersebut membutuhkan biaya yang besar dan juga jaringan internet di Indonesia yang tidak selalu memberikan koneksi yang baik dan stabil, terutama untuk wilayah diluar Pulau Jawa.
Selain permasalahan yang berkaitan dengan sistem komunikasi data pada jaringan CORS IPGSN, jaringan CORS BPN yang menggunakan listrik, padamnya aliran listrik juga menyebabkan stasiun CORS yang tidak dapat berfungsi karena UPS (Uninterruptible Power Suply) yang digunakan pada stasiun CORS BPN hanya dapat bertahan selama 2 jam. Selain itu, terkadang permasalahan berasal dari alat itu sendiri, dimana komponen-komponen hardware pada alat harus dilakukan pengecekan secara berkala dan dilakukan pergantian jika terjadi kerusakan. Untuk dapat membentuk jaringan CORS yang baik, dapat beroperasi penuh, dan juga tahan dalam segala keadaan maka semua stasiun CORS, terutama yang berada didaerah terpencil membutuhkan perawatan dan pemeliharaan yang baik dan berkesinambungan. Maka dari itu, tiap stasiun membutuhkan sumber power
supply, hardware dan software, dan sumber daya manusia untuk melakukan
pengecekan dan perawatan dari komponen – komponen yang ada di tiap stasiun – stasiun CORS dan kontrol pada stasiun akan semakin sulit jika letak stasiun CORS berada di luar Pulau Jawa. Pada saat ini, dari 117 stasiun CORS IPGSN, sekitar 26 stasiun tidak berfungsi atau mati sementara dari 93 stasiun CORS BPN, sekitar 20 stasiun tidak berfungsi atau mati. Hal ini tentu menjadi catatan untuk BIG dan BPN, dimana stasiun-stasiun tersebut harus segera diperhatikan atau jika jumlah uang ratusan juta yang dikeluarkan untuk membangun satu stasiun tersebut akan terbuang percuma.
Berkaitan dengan putusnya data yang masuk ke pusat data, maka perhitungan dari koordinat – koordinat stasiun CORS IPGSN maupun BPN akan mengalami kesulitan karena data time series yang masuk akan banyak terputus. Hal ini akan
77
menyebabkan perhitungan koordinat stasiun-stasiun CORS tersebut menjadi terhambat. Disamping itu, perhitungan pada sistem referensi koordinat ITRF 2008 belum secara resmi disahkan, dimana hal ini dapat menimbulkan kebingungan mengenai sistem referensi koordinat yang digunakan, jika data koordinat tersebut akan digunakan oleh user.
4.2 Analisis Perbandingan Jaringan CORS IPGSN dengan Jaringan CORS di Beberapa Negara Lainnya di Dunia.
Jaringan CORS IPGSN merupakan jaringan yang secara resmi dimiliki Indonesia dan saat ini dikelola oleh BIG. Jaringan ini memiliki 117 stasiun, dimana kebanyakan dari stasiun-stasiun tersebut berada di Pulau Jawa. Jaringan CORS IPGSN sendiri jika dibandingkan dengan beberapa jaringan CORS yang ada di dunia maka masih terdapat banyak kekurangan pada berbagai macam aspek-aspek teknis maupun non-teknis. Pada aspek infrastruktur jaringan, secara umum jaringan CORS IPGSN tidak memiliki standar khusus dalam pembangunan dan penempatan stasiun- stasiunnya. Stasiun-stasiun IPGSN tersebut secara umum hanya mengikuti kaidah pembangunan stasiun IGS, walaupun begitu terkadang ditemukan stasiun-stasiun yang tidak aktif. Jika dilakukan perbandingan dengan jaringan lain, maka seharusnya dilakukan suatu metode penempatan stasiun tertentu agar stasiun tersebut dapat berfungsi optimal. Persebaran stasiun-stasiun IPGSN sendiri saat ini memiliki jarak antar stasiun sekitar 150 km untuk wilayah diluar Pulau Jawa dan 50 km untuk stasiun-stasiun di Pulau Jawa.
BIG sebagai badan yang memiliki otoritas jaringan CORS IPGSN, harus melakukan banyak perbaikan pada berbagai macam aspek-aspek di jaringan CORS IPGSN. Jika dibandingkan dengan beberapa jaringan lainnya yang tersebar didunia yaitu IGS, EPN, SWEPOS, TUSAGA-Aktif, GEONET, CORSnet-NSW dan MyRTKnet, maka jaringan IPGSN benar-benar membutuhkan perhatian yang lebih agar dapat berfungsi optimal. Perbandingan antara jaringan-jaringan CORS tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.1, Jaringan-jaringan non-profit berskala global seperti IGS dan EPN, dengan melakukan pembangunan sistem yang baik,
78
dapat memaksimalkan fungsinya karena memiliki sistem yang baik dan juga dengan mendapatkan bantuan pendanaan dari tiap-tiap anggotannya. Jika melihat pada jaringan pada skala yang lebih kecil, seperti SWEPOS, TUSAGA-Aktif, GEONET, dan CORSnet-NSW, maka jaringan-jaringan tersebut bisa menjadi contoh pada pengembangan jaringan CORS IPGSN, dimana jaringan tersebut dapat membiayai kebutuhannya sendiri dengan menjual layanan penentuan posisi yang ditawarkan dengan kemasan yang baik. BIG sebagai badan yang memiliki otoritas tertinggi seharusnya dapat mengetahui bahwa jaringan CORS memiliki potensi yang sangat besar, yang mana jaringan tersebut bahkan dapat menghasilkan keuntungan jika memiliki sistem yang baik untuk menjalankannya. Sebagai contoh lain, Malaysia membangun jaringan CORS bernama MyRTKnet secara bertahap dengan membangun sebuah sistem yang baik terlebih dahulu agar dapat berfungsi optimal, untuk kemudian memperluas cakupan jaringan tersebut sehingga saat ini dapat beroperasi dengan optimal meskipun belum mencakup seluruh wilayah Malaysia.
79
Tabel 4.1Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia Jaringan CORS Tahun
Berdiri Sistem Referensi Koordinat Badan Pengelola Sumber Pendanaan Skala Jaringan Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan Tipe Stasiun Layanan Positioning Aplikasi Penggunaan Jasa Layanan Real time
Post-processing IGS (International GNSS Service) 1994 ITRF 2008 IAG (International Association of Geodesy) Berasal dari anggota - anggotanya secara sukarela Global 368 stasiun tersebar diseluruh dunia. Memiliki standar tipe stasiun sendiri yang digunakan sebagai acuan tidak semua stasiun melayani positionin g real time Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload meningkatkan dan menjaga kerangka dasar ITRF, pemantauan deformasi bumi dan ketinggian muka air laut, melakukan pengamatan troposfer dan ionosfer global Tidak dikenakan biaya EPN (EUREF Permanent Network) 1995 ETRS 89 EUREF Berasal dari anggota - anggotanya secara sukarela Regional benua Eropa 243, beberapa stasiun merupakan bagian dari IGS. Jarak antar stasiun sangat bervariasi dari 50 km sampai lebih dari 500 km Mengacu pada standar stasiun milik IGS dan EPN membagi menjadi stasiun tipe A dan B berdasarkan epok pengamatan Sekitar 50% dari keseluruha n stasiun EPN melayani aplikasi real time Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload
meningkatkan dan menjaga kerangka dasar ITRF dan ETRF, pemantauan deformasi bumi dan ketinggian muka air laut, melakukan pengamatan cuaca Tidak dikenakan biaya
80
Tabel 4.1 Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia Jaringan CORS Tahun Berdiri Sistem Referensi Koordinat Badan Pengelola Sumber Pendanaan Skala Jaringan Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan Tipe Stasiun Layanan Positioning Aplikasi Penggunaan Jasa Layanan Real time Post-processing
SWEPOS 1994 SWEREF 99 Badan Survey Pertanahan Swedia Pemerintah Negara Swedia Regional Negara Swedia 249,diantara nya 5 stasiun IGS dan 7 stasiun EPN. Jarak antar stasiun kurang dari 35 km. Terbagi menjadi stasiun tipe A dan B berdasark an lokasi monumen tasi stasiun seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning diseluruh wilayah negara Swedia Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload setelah user melakukan registrasi berbayar Sebagai jaring kontrol geodetik nasional di Swedia, untuk melakukan pendefinisian dan pemeliharan datum SWEREF99, penentuan posisi menggunakan NRTK dan DGPS layanan komersil yang sudah berjalan penuh TUSAGA-Aktif 2006 ITRF 2008 Direktorat Jendral Administrasi Tanah dan Kadaster Turki Turkish Scientifik and Technical Research Agency(TUBI TAK) Regional Negara Turki 147 stasiun dengan jarak antar stasiun antara 70-100 km Terbagi menjadi 3 jenis stasiun berdasark an lokasi monumen tasi seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning diseluruh wilayah negara Turki Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload setelah user melakukan registrasi berbayar Menentukan kecepatan dari titik kontrol geodetik nasional, pemantauan lempeng tektonik Anatolia Utara dan Selatan, penetuan posisi real time menggunakan NRTK dan DGPS Layanan komersil yang sudah berjalan penuh
81 Jaringan CORS Tahun Berdiri Sistem Referensi Koordinat Badan Pengelola Sumber Pendanaan Skala Jaringan Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan Tipe Stasiun Layanan Positioning Aplikasi Penggunaan Jasa Layanan Real time
Post-processing GEONET 1993 ITRF 2008 GSI (Geographical Survey Institute) Pemerintah Jepang Regional Negara Jepang 1200 stasiun dengan jarak antar stasiun sekitar 20 km Tidak ada pengklasifik asian stasiun secara khusus seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning di seluruh wilayah jepang Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung digunakan. Aplikasi utama untuk pemantauan deformasi di wilayah jepang. Selain itu sebagai jaring kontrol geodetik dan untuk aplikasi penentuan posisi lainnya seperti surveydan pemetaan. Layanan tidak dikenakan biaya untuk aplikasi pemantaua n deformasi. Sementara untuk survey dan pemetaan ada biaya tersendiri. CORSnet-NSW 2009 GDA94
LPI (Land and Property Information)
LPI (Land and Property Information) Wilayah New South Wales, Australia 100 stasiun dengan jarak antar stasiun 50 km. Pembangun an stasiun mengikuti suatu panduan yang diperbarui tiap tahun. seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning di seluruh wilayah NSW. Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung digunakan Digunakan untuk aplikasi GNSS seperti seperti pembangunan infrastruktur negara, manajemen aset, manajemen sumber daya alam, sistem transportasi, sektor pertanian dan kegiatan penelitian. Layanan komersil yang sudah berjalan penuh
82 Jaringan CORS Tahun Berdiri Sistem Referensi Koordinat Badan Pengelola Sumber Pendanaan Skala Jaringan Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan Tipe Stasiun Layanan Positioning Aplikasi Penggunaan Jasa Layanan Real time
Post-processing
MyRTKnet 2003 ITRF 200 Epok 200 Badan Survey dan Pemetaan Malaysia (JUPEM) Pemerintah Malaysia Regional Negara Malaysia 78 stasiun dengan jarak antar stasiun 30 – 150 km. Tidak ada pengklasif ikasian stasiun secara khusus seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning tetapi layanan tidak mencakup seluruh wilayah Malaysia Data tersedia dalam format RINEX setelah user melakukan registrasi berbayar survey topografi,pem etaan dan kegiatan navigasi, titik kontrol fotogrametri, survei konstruksi Layanan komersil yang sedang dalam tahap pengemba ngan IPGSN milik BIG (Indonesia Permanent GPS Static Network) 1996 DGN 95 Epok 2012 Badan Informasi Geospasial (BIG) Pemerintah Indonesia Regional Negara Indonesia 117 stasiun termasuk 18 stasiun GITEWS dengan jarak antar stasiun 30-50 km untuk wilayah Pulau Jawa Terbagi menjadi 3 jenis stasiun berdasark an lokasi stasiun hanya memiliki lisensi untuk melakukan layanan real time di 4 stasiun pada saaat yang bersamaan Data tersedia dalam format RINEX tetapi karena permasalahan infrastruktur tidak semua stasiun menyediakan data koordinat tersebut Jaring kontrol geodetik nasional, studi karakteristi bencana alam dan pemantauan deformasi, pemodelan ionosfer dan troposfer di wilayah Indonesia, sebagai bagian dari InaTEWS Belum ada manajeme n layanan yang jelas karena kendala teknis dan non-teknis. BPN 2009 DGN 95 Epok 2012 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pemerintah Indonesia Regional Indonesia ( Sebagian besar di Pulau Jawa) 93 stasiun, dengan 72 stasiun di Pulau Jawa dengan jarak antar stasiun 30 -50km di Pulau Jawa Terbagi menjadi stasiun A dan stasiun B berdasark an lokasi penempet an stasiun. Seluruh stasiun diproyeksikan untuk dapat digunakan dalam aplikasi real time meskipun masih tidak seluruhnya berjalan dengan baik. Data RINEX tersedia tetapi tidak untuk seluruh stasiun dan layanan untuk masyarakat luas sedang dikembangkan. Jaring kontrol kadaster nasional, untuk pengukuran persil tanah, rekonstruksi persil tanah. Hanya digunakan untuk kepentinga n BPN dan layanan untuk masyarakat masih buruk
83
4.3 Analisis Jaringan CORS IPGSN dan BPN di Pulau Jawa
Jaringan CORS IPGSN dan BPN lebih banyak tersebar di Pulau Jawa, sehingga perbandingan kualitas antara dua jaringan tersebut dilakukan untuk wilayah Pulau Jawa. Pembangunan stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN yang terpusat di Pulau Jawa karena pertimbangan sistem komunikasi yang baik tentu membutuhkan ketersediaan layanan untuk melakukan komunikasi data tersebut dan juga biaya operasional untuk melakukan pemeliharaan pada tiap-tiap stasiun tersebut akan lebih murah di Pulau Jawa. Serta Pulau Jawa sebagai kawasan perkembangan ekonomi yang sangat pesat dan juga tempat tinggal kurang lebih 60 juta penduduk Indonesia merupakan pertimbangan lainnya.
Jarak antar stasiun CORS IPGSN untuk wilayah Pulau Jawa berjumlah sekitar 80 stasiun dengan jarak antar stasiun 30-50 km. Sementara jaringan CORS BPN sampai pada bulan April 2012, terdiri dari 70 stasiun CORS yang berada di Pulau Jawa. Lokasi stasiun-stasiun CORS BPN mengutamakan pendekatan pertumbuhan ekonomi sehingga stasiun CORS BPN diprioritaskan untuk dibangun di daerah sentra ekonomi pada tiap daerah di tiap propinsi yang umumnya ada di jalur pesisir pantai ataupun di ibukota propinsi [Adiyanto, 2012].. Selain itu, dengan fungsi dari jaringan CORS milik BPN yang digunakan untuk kepentingan administrasi tanah dengan menggunakan metode RTK, stasiun-stasiun CORS tersebut harus memiliki komunikasi data yang stabil supaya tidak terjadi gangguan dari rover ke stasiun referensi sehingga untuk saat ini persebaran jaringan CORS BPN masih difokuskan di wilayah Pulau Jawa.
Perbedaan utama dalam pengelolaan dan penggunaan jaringan CORS IPGSN dan jaringan CORS BPN adalah sumber daya manusia yang tersedia dan sumber dana yang ada untuk menjalankan kegiatan operasional jaringan CORS tersebut. BIG dengan jaringan CORS IPGSN milik mereka, menggunakan jaringan tersebut untuk kegiatan-kegiatan penelitian, yang mana di Indonesia kegiatan penelitian-penelitian ilmiah cukup sulit untuk mendapatkan bantuan finansial dari pemerintah. Sementara jaringan CORS BPN dengan aplikasi utamanya untuk kepentingan administrasi pertanahan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas di Indonesia dan juga BPN sendiri memiliki sumber dana yang
84
cukup untuk menjalankan operasional jaringan CORS BPN maka kebutuhan-kebutuhan teknis seperti pengadaan perangkat lunak untuk kepentingan jaringan CORS BPN dapat teratasi. Selain itu, dengan BPN menempatkan stasiun-stasiun CORS pada kantor pertanahan, hal ini menjadikan kebutuhan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasional jaringan CORS teratasi secara tidak langsung.
BIG dan BPN terus melakukan koordinasi perihal sinkronisasi jaringan CORS IPGSN dan BPN. Walaupun begitu, kondisi saat ini dari stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN yang berada di Pulau Jawa, dapat berada pada jarak yang berdekatan, yaitu dibawah 10 km sehingga nantinya jaringan CORS tersebut akan terlalu rapat di Pulau Jawa. Persebaran stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN di Pulau Jawa ditunjukan pada Gambar 4.1. Stasiun-stasiun CORS IPGSN yang saling tumpah tindih dengan stasiun CORS BPN terutama yang berada di Pulau Jawa, diakibatkan pada awal pembangunan jaringan CORS, BPN tidak melakukan koordinasi dengan BIG yang telah lebih dahulu membangun jaringan CORS. Walaupun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab jaringan CORS BPN, Bapak Farid Adiyanto, stasiun-stasiun CORS milik BPN tersebut tidak akan direlokasi karena dapat berfungsi sebagai cadangan jika terjadi permasalahan pada salah satu stasiun CORS. Sementara menurut penanggung jawab CORS IPGSN, Bapak Joni Efendi, seharusnya stasiun-stasiun yang tumpang tindih tersebut dapat direlokasi ke lokasi lain di Indonesia yang belum terdapat stasiun CORS. Perbedaan kebijakan tersebut tentu akan menghambat proses sinkronisasi jaringan CORS IPGSN dan BPN. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan dari masing-masing badan tersebut beserta berbagai macam permasalah teknis jaringan CORS IPGSN dan BPN, menjadi suatu permasalahan yang perlu dicari jalan keluarnya agar dapat tercipta jaringan CORS yang terintegrasi, efisien, dan dapat berfungsi optimal. Permasalahan stasiun-stasiun CORS yang saling tumpang tindih tersebut dapat diatasi dengan melakukan pemindahan stasiun-stasiun CORS yang berdekatan ke lokasi baru terutama di luar Pulau Jawa, yang di lokasi tersebut belum terdapat stasiun-stasiun CORS. Hal ini bisa menjadi solusi yang baik asalkan dapat
85
dikoordinasikan dengan baik antara BIG dan BPN. Jika sinkronisasi jaringan CORS ini dapat terlaksana, pengembangan jaringan CORS di Indonesia nantinya dapat lebih cepat dan juga pemanfaatan dari jaringan tersebut akan lebih optimal. Selain itu dengan sinkronisasi kedua jaringan tersebut, nantinya permasalahan keuangan pada sistem CORS IPGSN secara tidak langsung akan lebih teratasi dan juga jaringan IPGSN yang sebelumnya belum dapat dimanfaatkan dengan optimal, akan secara bertahap berkembang menjadi sistem yang lebih baik.
86