• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Supply Chain Management

Semakin berkembangya industri, maka persaingan untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat semakin tinggi. Hal ini memaksa para pelaku industri untuk melakukan perbaikan di beragai bidang. Perubahan di internal saja tidak mencukupi untuk menghadapi tantangan tersebut, tapi dibutuhkan juga peran serta dari supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor. Kesadaran akan hal ini maka pada awal tahun 1990-an lahirlah konsep baru yang disebut Supply

Chain Management (SCM.)

Menurut Monezka, Trent, and Handfield menyebutkan bahwa SCM adalah

sebuah konsep yang memiliki dasar untuk mengatur dan menggabungkan sumber, aliran dan kontrol material menggunakan semua perspektif sistem melalui banyak fungsi dan tingkatan supplier. Definisi lain menyatakan bahwa Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

2.1.1 Komponen Supply Chain

1. Perencanaan

Merupakan strategic level dari SCM, yang digunakan untuk mengatur semua sumber yang mengarah pada permintaan konsumen terhadap servis dari produk. Tujuan utama dari perencanaan adalah mengembangkan strategi untuk memonitor supply chain supaya lebih effisien, murah dan menghasilkan kualitas dan nilai yang tinggi ke konsumen.

(2)

2. Pemilihan

Supplier yang dipilih harus dapat memberikan pelayanan dan barang yang terbaik untuk produk yang akan kita buat. Perkuat proses penentuan harga, pengiriman dan pembayaran untuk analisa dan monitoring terhadap supplier. 3. Pembuatan

Menetapkan jadwal untuk produksi, testing, paking dan persiapan untuk pengiriman. Merupakan bagian terbesar dalam supply chain

metric-intensive, dimana level kualitas ditentukan beserta output produksi dan

produktifitas dari pekerja

4. Pengiriman sering disebut dengan logistic dimana terjadi pencocokan order dari konsumen, pengembangan jaringan pergudangan, memilih metode transpotrasi untuk mengirim produk ke konsumen dan menyusun system faktur untuk penerimaan pembayaran.

5. Pengembalian

Untuk mengatasi problem part yang rusak dari supply chain. Dibuat jaringan untuk menerima part yang cacat dan over stock dari konsumen dan retailer yang memiliki hambatan dalam penerimaan part..

2.1.2 Aktivitas Supply Chain

Secara garis besar aliran supply chain dari suatu sumber sampai kepada end

customer dapat dilihat pada gambar berikut :

(3)

Dari alur supply chain pada gambar di atas. Menurut Turban, Rainer, Porter terdapat tiga macam Aktifitas rantai suplai, yaitu:

1. Rantai Suplai Hulu / Upstream supply chain 

Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.

2. Manajemen Internal Suplai Rantai / Internal supply chain management

Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.

3. Segmen Rantai Suplai Hilir / Downstream supply chain segment

Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang

melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream

supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi,

dan after-sales-service.

Jenis aliran yang terjadi pada tiap-tiap komponen dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan. 

(4)

2. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan

status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah.

3. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal

pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. (Kalakota, 2000,

h198)

2.1.3 Area Cakupan SCM

Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-keiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah :

1. Kegiatan merancang produk baru (product development )

Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.

2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement)

Memilih supplier mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier

3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan ( planning and control )

Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan

4. Kegiatan melakukan produksi ( production ) Eksekusi produksi, pengendalian kualitas 5. Kegiatan melakukan pengiriman ( distribution )

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service

(5)

2.1.4 Fungsi SCM

Berdasarkan level dan lama berlakunya suatu keputusan yang di ambil, dapat dilihat pada gambar di berikut :

Gambar 2.2. Level pengambilan keputusan

Dari gambar 2.2 di atas, semakin tinggi level pengambilan keputusannya maka semakin lama pula jangka waktunya, biasanya keputusan bersifat lebih luas yang menyangkut strategi perusahaan ke depannya.

2.1.4.1 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Strategic Level. Ditinjau dari aspek strategi, fungsi SCM sebagai berikut :

1. Startegi memaksimalkan jaringan yang ada seperti jumlah, lokasi, dan ukuran warehouse serta fasilitas dan pusat distribusinya.

2. Strategi dalam membuat alur komunikasi yang bersifat kritikal dan

operational improvement seperti cross dock, pengiriman langsung dan

menggunakan bantuan pihak ketiga untuk proses logistik.

3. Managemen untuk life cycle produk, sehingga produk yang masih ada dan poduk baru dapat diintegrasikan ke dalam supply chain dan capacity

(6)

2.1.4.2 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Tactical Level Sedangkan dari aspek tacticalnya , fungsi SCM adalah :

1. Sumber untuk menentukan kontrak dan keputusan purchasing lainnya. 2. Membantu pengambilan keputusan untuk inventory, termasuk kuantity,

lokasi dan kualitas dari penyimpanan.

3. Membantu dalam menentukan strategi transportasi seperti frekuensi,

route dan kontrak.

4. Merupakan dasar dari alur pembayaran barang. 5. Fokus pada permintaan kostumer.

2.1.4.3 Fungsi SCM Pada Pengambilan Keputusan di Operational Level Dari aspek Operasionalnya, fungsi SCM yaitu :

1. Perencanaan produksi dan distribusi harian.

2. Penjadwalan untuk tiap-tiap pembuatan fasilitas dalam supply chain. 3. Inbound Operations, yaitu pengaturan transportasi dari supplier dan

penyimpanan di Gudang.

4. Operasional produksi, termasuk penggunaan material dan aliran barang

finished good.

5. Outbound Operations, yaitu semua yang dibutuhkan untuk replacement

parts dan transportasi ke konsumen

2.2 Produksi Tepat Waktu (Just In Time)

Metode yang ditetapkan oleh Toyota untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan dengan membuat semua proses untuk menghasilkan barang yang diperlukan disebut produksi tepat waktu (Just In Time). Syarat yang harus dipenuhi dalam penerapan metode ini adalah dengan penetapan watu yang tepat dan jumlah yang dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka Toyota menggunakan

(7)

empat persegi panjang yang member informasi tentang cycle issue pengiriman pada suatu interval waktu pengiriman part.

Gambar 2.3 Cycle Issue pada Kanban

Pada kanban, ditetapkan cycle issue pengiriman agar JIT dapat maksimal. Pada gambar 2.3 diatas dijelaskan penggambaran tentang cycle issue, yang pengertiannya yaitu interval waktu pengiriman part dalam satuan X, Y, Z yang artinya untuk X ialah satuan hari, Y ialah satuan berapa kali pengiriman, dan Z ialah satuan interval

order.

2.3 Transportasi

2.3.1 Pengertian Umum Transportasi

Transportasi kebanyakan mengenai masalah pendistribusian suatu produk dari sejumlah produk kepada sejumlah tujuan. Transportasi memiliki berbagai macam metoda yang bertujuan untuk mengoptimumkan tujuan tertentu sehingga didapatkan rute yang paling efisien. Misalnya dengan meminimumkan jarak tempuh, meminimumkan waktu tempuh ataupun memaksimumkan laba. Metoda transportasi dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah seperti :

(8)

2. Penentuan lokasi pabrik.

3. Penentuan daerah/wilayah penjualan. 4. Jadwal produksi

5. Penugasan karyawan atau mesin 6. Penepatan layout fasilitas atau mesin.

7. Seleksi proyek maupun subcontractor dan lain-lain.

2.3.2 Manajemen Operational – Penentuan Rute

Travelling Salesman Problem ( TSP ) merupakan salah satu metode yang

membahas pendistribusian dari sebuah tempat ke beberapa tempat lainnya dalam sekali tempuh. Metode yang paling sederhana dari Travelling Salesman Problem ini dengan pendekatan “closest unvisited city” atau kota terdekat yang belum dikunjungi.

1. Mulailah kunjungan pada salah satu kota dan kunjungi kota yang belum dikunjungi yang paling dekat. Lanjutkan langkah ini sampai semua kota terkunjungi.

2. Ulangi semua langkah tersebut, sampai semua titik menjadi titik awal kunjungan. Pilih solusi yang paling baik.

G A B C D E F

(9)

1 2

6 DEPOT 3

5 4

Untuk memecahkan masalah ini dapat dilakukan 2 observasi, yaitu :

1. Prosedur solusi heuristic yang tidak memberikan hasil yang optimal tapi memberikan kita solusi awal yang baik dan menolong kita dalam menguji permasalahan.

2. Prosedur analisa, yang akan menghasilkan solusi yang sangat baik jika diakhiri dengan penggambaran peta sehingga solusinya dapat dilihat. Karena dalam semua kasus, solusi optimal tidaklah nyata maka prosedur analisa menjadi sangat menolong. Solusi yang yang dapat digunakan adalah prosedur

Multiple Travelling Salesman Problem. Solusi ini digunakan jika kendaraan tidak

menjadi masalah, apabila semua beban dapat dilayani satu kendaraan maka digunakan satu kendaraan untuk melayani walaupun memilki lebih dari satu kendaraan. Transportasi routing problem merupakan permasalahan yang memerlukan lebih dari kendaraan. Untuk memecahkan permasalhan ini dapat digunakan prosedur yang dikembangkan oleh Clark dan wright.

Prosedur Clark dan Wright diawali dengan asumsi yang tidak masuk akal, yaitu masing-masing dari N pemberhentian harus dilayani oleh kendaraan yang terpisah, mulai bergerak dari depot (gudang), pergi ke tempat yang harus dilayani dan kembali lagi ke depot. Gambar 2.5 menggambarkan situasi ini (perlu diketahui, walaupun asumsi ini dibuat pada awal prosedur, hanya sedikit, itu pun jika ada, yang memiliki solusi seperti asumsi tersebut diatas).

(10)

i j

Depot

Saved Saved

Extra

Langkah selanjutnya dari clark dan Wright adalah menghitung penghematan yang terjadi dengan mengkombinasikan 2 kota atau membentuk 1 rute dari dua buah rute. Untuk permasalahan simetris (jarak dari tempat i ke tempat j sama dengan jarak dari kota tempat j ketempat i), penghematan (Sij) yang didapatkan dari mengkombinasikan tempat i dengan j, adalah :

S

ij =

C

oi

+ C

oj

- C

ij

C

oi = Jarak dari depot ke tempat i

Coj = Jarak dari depot ke tempat j

Prosedur Clark dan Wright kemudian mengurutkan penghematan tersebut dalam urutan yang semakin kecil sehingga kombinasi yang terletak paling atas adalah kombinasi dengan penghematan yang paling besar, dan urutan kedua adalah kombinasi yang menimbulkan saving kedua yang paling besar, dan demikian seterusnya.

Prosedur ini dimulai dengan mengambil kombinasi pertama dari daftar tersebut dan membuat ke dua tempat dalam kombinasi tersebut terletak dalam 1 rute (jika pembatas-pembatas yang ada mengijinkan kombinasi tersebut) dan dilanjutkan kebawah sampai didapatkan solusi yang lengkap.

(11)

2.3.3 Sistem Manajemen Transportasi

Salah satu sistem produksi yang dikenal adalah Toyota Production system (TPS) yang merupakan konsep konsep lean manufacturing system yang dikembangkan oleh Toyota. Definisi dari APICS dictionary (2005), menyebutkan bahwa lean adalah suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber–sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Sasaran lean adalah identifikasi dan eliminasi aktivitas–aktivitas tidak bernilai tambah (pemborosan) atau yang biasa disebut waste atau muda dalam bahasa Jepang. Pada tabel 2.1 berikut merupakan beberapa contoh identifikasi muda.

Tabel 2.1. Contoh Identifikasi Muda atau Waste

Muda Deskripsi Root cause

Overproduction Memproduksi lebih daripada kebutuhan pelanggan internal dan eksternal, atau

memproduksi lebih cepat daripada kebutuhan pelanggan

ketiadaan komunikasi atau informasi akan pemenuhan kebutuhan pelanggan internal dan eksternal

Inventory Kelebihan dari apa yang dibutuhkan untuk memberikan service (produk) kepada pelanggan, baik internal maupun eksternal

Peralatan yang tidak andal, aliran kerja yang tidak seimbang, pemasok yang tidak kapabel, permalan kebutuhan yang tidak akurat, ukuran batch yang besar

Correction Pemborosan yang timbul karena kita memperbaiki

Tidak adanya SOP yang benar, kurangnya sense of

(12)

kesalahan yang tidak terdekteksi dari awal

quality

Over processing

Proses – proses tambahan atau aktivitas yang kerja yang tidak bernilai tambah atau tidak efisien

Ketidak tepatan penggunaan peralatan, pemeliharaan peralatan yang jelek, proses kerja parallel yang dibuat serial Motion Setiap pergerakan dari orang

atau mesin yang tidak bernilai tambah

Organisasi kerja yang jelek, tata letak yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten

Waiting Keterlambatan karena menunggu material, orang, proses sebelumnya, atau hal – hal dinamis lainnya yang berimplikasi pada terbuangnya waktu

Inkonsistensi metode kerja, changeover yang lama

transportation Memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikutnya yang dapat

mengakibatkan penanganan ,material bertambah

Tata letak yang jelek, lokasi penyimpanan yang banyak dan saling

berjauhan

Untuk memenuhi kualitas transportasi yang baik harus mendukung right material,

right quantity, right time, right place, right source, right price, right quality, dan right service yang biasanya disebut dengan 8 rights tanpa adanya pemborosan.

(13)

Berdasarkan hal diatas, maka yang dimaksud dengan lean transportation

management system adalah sistem transportasi efektif dan terintegrasi untuk

menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan.

Transportasi seringkali menjadi kambing hitam dalam kelebihan inventory dan biaya logistik. Manajemen transportasi sangat diperlukan dalam melihat pemborosan–pemborosan yang mungkin tidak terlihat dalam alirannya. Empat hukum lean transportasi seperti yang dijabarkan Linda Taylor (dari FedEx) dan Robert Martichenko (LeanCor LLC), dapat menjelaskan bagaimana transportsi menjadi optimal dan memberikan dampak yang positif kepada kinerja organisasi. Hukum lean transportasi tersebut ialah sebagai berikut:

• Hukum Lean Transportasi 1 – Hukum Pemborosan Transportasi

“Semua transportasi bukanlah pemborosan dan transportasi dapat digunakan sebagai strategi, akan tetapi transportasi yang berlebihan dari apa yang dibutuhkan adalah pemborosan dan harus dihilangkan”

• Hukum Lean Transportasi 2 – Hukum Strategi Transportasi

“Strategi transportasi dan eksekusinya seharusnya mendukung strategi inventory yang didesain untuk memenuhi harapan pelanggan. Inventory dan strategi pelanggan seharusnya tidak menjadi hasil dari strategi transportasi berdasarkan optimasi dari fungsi transportasi”

• Hukum Lean Transportasi 3 – Hukum Manajemen Harian

“Pengurangan biaya transportasi tidak dapat diwujudkan melalui desain jaringan transportasi yang jarang. Penghematan yang nyata hanya akan terjadi dari menajemen harian dan optimisasi persyaratan variable

transportasi”

• Hukum Lean Transportasi 4 – Hukum Kinerja Transportasi

“Pelayanan transportasi dibedakan dengan jelas dan kinerja yang terukur”

(14)

Dengan adanya 4 hukum di atas, meskipun tidak mengikat akan bisa menjadi acuan kita dalam mendesain konsep lean–transportation management system.

2.4 Sistem Milk-run

2.4.1 Pengertian Sistem Milk-run

Dimulai dari masa lalu dimana petani susu di eropa biasa menampung susu dalam kaleng lalu diletakkan di pinggir jalan di depan rumah mereka, dimana selanjutnya pengumpul susu datang dan mengumpulkannya sebelum dikirimkan ke pabrik susu. Kemudian tukang pengumpul susu mengumpulkannya dan mengirimkan ke pabrik susu. Kebiasaan ini kemudian dikenal dengan Milk-run yang saat ini banyak diterapkan dalam sistem industri.

Milk-run ialah salah satu konsep pengiriman yang dapat memperbaiki sistem

manajemen transportasi yang ada dengan meminimalisir bererapa faktor-faktor yang dianggap pemborosan. Dengan sistem Milk-run, dalam satu kali pengiriman dapat terjadi beberapa kali pengangkutan atau penurunan barang pada lokasi yang berbeda dalam jadwal yang sama atau teratur.

Gambar 2.7 Aliran Supply Sebelum dan Sesudah Milk-run

Seperti pada gambar 2.7 diatas, pengiriman secara Milk-run dilakukan untuk membawa barang dari satu lokasi ke beberapa tempat penerimaan, atau membawa

Sesudah implement Milk‐Run Supplier  1 Supplier  2 Supplier  3 Supplier  4 Supplier  5 Supplier  6 ADM Sebelum ADM Supplier  4 Supplier  2 Supplier  5 Supplier  1 Supplier  6 Supplier  3

(15)

barang dari beberapa lokasi menuju satu tempat penerimaan, dengan bantuan pihak ketiga yaitu Logistic Partner (LP). Penjadwalan pengiriman secara Milk-run lebih rumit daripada penjadwalan pengiriman secara langsung. Keputusan yang diambil harus berkaitan dengan kuantitas pengiriman yang terdiri dari beberapa produk,

volume produk, berkaitan dengan frekuensi pengiriman, dan yang paling penting

adalah penentuan rute dan urutan pengambilan dan pengiriman. Harus ditentukan

cycle issue dan loading pattern yang tepat agar efisiensi pengiriman dapat optimal.

2.4.2 Keuntungan Sistem Milk-run

Keuntungan dari metode pengiriman ini adalah fakta bahwa efesiensi akan terjadi pada cara pengangkutan dan biaya penerimaan produk dari supplier akan berkurang karena tidak akan menghadapi banyaknya supplier yang datang dan juga tidak membutuhkan lahan yang luas. Jika Economic Order Quantities (EOQ) dibutuhkan untuk beberapa produk berbeda oleh lokasi penerimaan lebih kecil dari besarnya muatan truk, Milk-run memberikan keleluasaan adanya kombinasi dari beberapa produk sampai ditemukan cara agar sama dengan besar muatan truk. Jika terdapat banyak lokasi penerimaan yang membutuhkan jumlah produk yang sedikit, mereka bisa dilayani hanya dengan sebuah truk saja.

Keuntungan dari sistem Milk-run:

• Minimalisasi biaya, ketika jumlah dari sarana pengiriman untuk permintaan yang sama bertambah, biaya juga akan meningkat.

• Mengoptimalkan rute pengiriman akan diperlukan untuk meminimasi biaya.

• Mengurangi waktu dan jumlah pengiriman

• Mudah untuk disesuaikan dan dilaksanakan pada semua sistem pengiriman.

(16)

2.5 Sistem Depo

Sistem transportasi saat ini telah berkembang pesat, sistem yang berkembang saat ini mengutamkan pada optimalisasi jarak dan waktu pengiriman. Depo merupakan salah satu metode yang bertujuan untuk mengoptimalisasi sistem transportasi yang ada ketika ada satu atau beberapa supplier mengalami masalah supply karena pembukaan cycle issue di luar jam kerjanya melalui penyimpanan part pada suatu pool atau area penempatan sementara yang memilikii waktu kerja yang sama dengan usernya dalam hal ini adalah PT. ADM sehingga kapanpun kanban di release tetap dapat terpenuhi. Pada Depo area ditetapkan stok minimal barang yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat dihitung berapa kali pengiriman dari

participant Depo ke area Depo untuk mengefisiensikan truk maupun frekuensi

pengirimannya. Sedangkan untuk pengambilan barang dari logistic partner PT. ADM tetap mengikuti kanban yang sudah di release.

Gambar 2.8 Aliran Supply Sebelum dan Sesudah Depo

Seperti pada gambar 2.8 di atas pada kondisi sebelum implementasi Depo, truk dari logistic partner PT. ADM mengamil part dari supplier yang satu ke supplier yang lainnya lalu kembali ke PT. ADM. Sedangkan pada implementasi sistem Depo menggunakan gudang sementara dari supplier yang telah ikut dalam sistem sebelumnya (Milk-run) yang memiliki waktu kerja yang sama dengan PT. ADM.

Sesudah implement Depo ADM Supplier  1 Supplier  4 (Depo) Supplier  6 Supplier  3 Supplier  5 Sesudah implement Milk‐Run Supplier  1 Supplier  2 Supplier  3 Supplier  4 Supplier  5 Supplier  6 ADM

(17)

2.5.1 Keuntungan & Kerugian Sistem Depo

Dengan penerapan sistem depo maka akan didapatkan beberapa keuntungan sebagai berikut :

Keuntungan dari sistem Depo:

• Waktu pengambilan part menjadi lebih luas atau flexible karena tidak dibatasi oleh jam kerja

• Minimalisasi waktu dan biaya transportasi karena jarak truk dari

logistic partner berkurang dari yang sebelumnya karena tujuan

pengambilan part berkurang

• Memiliki stock apabila terjadi peningkatan order secara tiba-tiba sehingga meminimalisir terjadinya shortage.

• Mengurangi warehouse area pada supplier yang menjadi depo

participant.

Disamping keuntungan, maka ada beberapa kerugian yang timbul akibat penerapan sistem Depo pada sistem milk-run yang sudah ada seperti :

• Munculnya biaya transportasi langsung dari Depo participant ke Depo

area, karena sebelumnya part langsung di ambil oleh logistic partner

PT. ADM.

• Munculnya biaya sewa gedung dan pekerja di Depo area.

Dari keuntungan dan kerugian yang muncul, maka selanjutnya akan di analisa menggunakan metode-metode teori aspek keuangan untuk menentukan layak atau tidaknya sistem Depo untuk dijalankan.

2.6 Analisa Kenaikan Finansial

Dalam menganalisa kelayakan sistem yang dipakai, hal utama yang digunakan adalah perubahan dari sisi finanisalnya. Untuk dapat menjadi sebuah analisa kelayakan proyek dari segi aspek keuangan maka diperlukan runtutan komponen yang perlu diidentifikasi dan diperhitungkan satu per satu yaitu :

(18)

2.6.1 Present Values (Nilai Sekarang)

Present Value menunjukkan berapa nilai uang pada saat ini untuk nilai

tertentu dimasa yang akan datang. Misalnya diketahui bahwa harga suatu barang tertentu yang akan dibeli satu tahun mendatang adalah Rp 1.000.000,00 dan tingkat bunga simpanan (deposito misalnya) 15% per tahun, maka apabila A menunjukkan jumlah uang yang diinginkan untuk membeli suatu barang tersebut pada satu tahun lagi dan PV menunjukkan jumlah yang uang saat ini yang akan didepositokan serta K merupakan tingkat bunga, akan dapat dirumuskan sebagai berikut :

A = PV ( 1 + K )

Dalam contoh kita ini berarti akan Rp 1.000.000,00 = PV ( 1,15 )

PV = Rp 1.000.000,00 / 1,15 = Rp 869.565,21

Dengan demikian Rp 869.565,21 merupakan nilai sekarang dari Rp1.000.000,00 pada satu tahun yang akan datang. Sedangkan present value dari jumlah uang tertentu pada 2 tahun mendatang akan sama dengan :

PV = A2 / ( 1 + K )²

Jadi, pada contoh kita akan sama dengan

PV = Rp 1.000.000,00 / (1,15)² = Rp 1.000.000,00 / 1,3225

Jadi semakin lama suatu jumlah tertentu akan diterima semakin kecil nilai sekarangnya. Perhitungan diatas juga bisa dituliskan sebagai :

PV = Rp 1.000.000,00 [ 1 / (1,15)² ] = Rp 756.143,66

Di sini kita bisa memisahkan faktor tingkat bunga, yaitu bagian yang ada di dalam tanda kurung, yang bisa disebut sebagai discount factor. Jadi discount factor untuk n tahun, dengan tingkat bunga K akan sama dengan :

(19)

Jadi discount factor untuk tahun ke-1, tahun ke-2 dan, tahun ke-3 dengan K = 15% akan sama dengan 0,86957; 0,75614; dan 0,65752. Untuk perhitungan ini nantinya kita tidak perlu berpayah-payah, karena disediakan tabel present value.

Apabila aliran kas pada masa-masa yang akan datang tetap jumlahnya, misalnya Rp 1,00 akan diterima setiap tahun selama 3 tahun berturut-turut, maka perhitungannya digunakan annuity yang juga terdapat pada lampiran tabel present

value.

PV dari Rp 1,00 yang akan diterima satu tahun lagi 0.86957

PV dari Rp 1,00, yang akan diterima dua tahun lagi 0,75614 PV dari Rp 1,00 yang akan diterima tiga tahun lagi 0,65752 + Present Value series tersebut diatas adalah 2,28323

Dengan menggunakan tabel present value of annuity itu akan mudah untuk menghitung berapa present value suatu series yang sama. Misalnya dengan tingkat bunga 15% per tahun selama 3 tahun, akan diterima Rp 1.000.000,00 pada setiap akhir tahun. Maka present value dari series ini adalah :

Rp 1.000.000,00 x 2,28323 = Rp 2.283.230,00

Jadi tabel present value of annuity bisa digunakan kalau angka-angka dalam

series tersebut selalu sama. Kalau angka-angka tersebut tidak sama, maka kita harus

menghitungnya satu per satu dengan menggunakan tabel present value.

“Annuity” sering dipergunakan untuk menghitung angsuran yang sama (termasuk pokok pinjaman dan bunga) sari suatu pinjaman. Misalkan seseorang meminjam Rp 1.000.000,00 dan akan mengangsur mengembalikannya dalam waktu 3 tahun. Ia dikenakan bunga 15% per tahunm, dan akan mengangsur dalam jumlah yang sama setiap tahunnya. (Husnan, Suad, Suwarsono, 2000, Studi Kelayakan Proyek, edisi 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta).

(20)

2.6.2 Metode Net Present Value

Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional cash flow maupun terminal

cash flow) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu

ditentukan terlebih dulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Ada beberapa konsep untuk menghitung tingkat bunga yang dianggap relevan ini. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat kita menganggap keputusan investasi masih terpisah dari keputusan pembelanjaan ataupun waktu kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatikan di sini keterkaitan ini hanya mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar dari pada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan karena diterima. Sedangkan apabila lebih kecil (NPV negatif), proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.

Bila kita gunakan contoh yang sama untuk menerapkan NPV ini dengan investasi proyek sebesar Rp 1.000 juta, kas masuk bersih tiap tahunnya (Rp 260 juta + Rp 100 juta) = Rp 360 juta dan terminal cash flow sebesar Rp 200 juta, maka perhitungannya adalah :

NPV = -1.000 + (360 / (1 +r)) + (360 / (1+r)²) + ……. + (360 + 200 / (1+r) ) Kalau kita misalkan r (tingkat bunga) yang relevan adalah 25%, (sementara ini kita anggap saja penentuan tingkat bunga ini adalah “given” maka,

NPV = -1.000 + 1.232,04 = +232,04

Karena positif, maka proyek dianggap menguntungkan, sehingga diterima. (Husnan, Suad, Suwarsono, 2000, Studi Kelayakan Proyek, edisi 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta).

(21)

2.6.3 Internal Rate of Return (IRR) atau Yield

Internal Rate of Return (IRR) atau yield untuk suatu investasi adalah tingkat

bunga yang menyamakan present value dari aliran kas keluar dan present value dari aliran kas masuk. Secara matematis, tingkat bunga tersebut dinyatakan sebagai r, bisa dinyatakan :

Σ

Gambar 2.9 Rumus Penghitungan IRR

Dimana At adalah aliran kas pada periode t, mungkin berupa aliran kas keluar bersih ataupun aliran kas masuk bersih, n adalah periode terakhir aliran kas diharapkan dan simbol Σ menunjukkan jumlah aliran kas yang di”discounted”kan pada akhir tahun 0 sampai dengan tahun n. Apabila pengeluaran kas awal atau biaya terjadi pada waktu 0, persamaan tersebut bisa diubah menjadi :

A0 = (A1 / (1+r)) + (A2 / (1+r)² + ……….. + (An + (1+r) ) Jadi, r adalah tingkat bunga yang men-discount aliran kas di waktu-waktu mendatang – A sampai dengan An – untuk menyatakan pengeluaran kas di awal periode 0 – Ao. Disini secara implisit dianggap bahwa kas masuk diterima dari investasi kemudian diinvestasikan kembali dan mendapat tingkat keuntungan yang sama dengan r.

Untuk mencari r diperlukan perhitungan yang berkali-kali karana prosesnya sebetulnya lebih bersifat coba-coba (kecuali diselesaikan dengan menggunakan bantuan komputer). Untuk membantu mempercepat perhitungan kita bisa menggunakan tabel present value of annuity (karena kas masuknya selalu sama setiap tahunnya) dengan menggunakan prosedur sebagai berikut. Kita bagi pengeluaran kas awal dengan aliran kas masuk setiap tahun yaitu Rp 500.000,00 / Rp

n t=0 At ( 1 – r ) = 0 n

(22)

250.000,00 = 2. angka 2 ini kemudian kita lihat pada tabel present value of annuity untuk n = 3 (karena 3 tahun), dan yang paling mendekati adalah r = 23% dari r = 24%. Jadi tingkat bunga nantinya akan berada antara 23% dan 24%. (Husnan, Suad, Suwarsono, 2000, Studi Kelayakan Proyek, edisi 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta).

2.6.4 Metode Payback Period

Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat investasi yang ditanamkan dalam sebuah proyek dapat kembali, oleh sebab itu itu satuan hasilnya adalah satuan waktu. Bilamana periode payback investasi yang ditanamkan dalam proyek ini lebih pendek daripada yang diisyaratkan seperti dengan menggunakan batasan umur proyek misalnya maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan bilamana periode payback investasi yang ditanamkan dalam proyek lebih lama dari umur proyek misalnya maka proyek dapat dikatakan kurang menguntungkan.

Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu investasi yang ditanamkan dalam proyek bisa kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan laba. Untuk itu perhitungannya diawali dengan terlebih dahulu menghitung aliran kas dari proyek tersebut.

Aliran kas operasional per tahun dari sebuah proyek adalah laba setelah pajak ditambah dengan depresiasi. Bila dicontohkan laba setelah pajak sejumlah Rp 520 juta dan depresiasi Rp 200 juta maka aliran kas operasionalnya sejumlah Rp 720 juta. Bila terminal cash flow proyek ini adalah Rp 200 juta yang berasal dari kembalinya modal kerja pada akhir tahun umur proyek dan initial cash flow proyek ini adalah Rp 1.000 juta, maka dengan demikian payback period-nya dapat dihitung :

( Rp 2.000 juta / Rp 720 juta ) x 1 tahun = 2,78 tahun

Jadi dalam 2,78 tahun investasi proyek tersebut sudah bisa kembali.

Masalah utama dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback maksimum yang diisyaratkan, untuk dipergunakan sebagai angka pembanding.

(23)

Secara normatif, memang tidak ada pedoman yang bisa dipakai untuk menentukan

payback maksimum ini. Dalam praktiknya yang dipergunakan adalah payback

umumnya dari perusahaan-perusahaan yang sejenis.

Kelemahan-kelemahan lain dari metode ini adalah : 1. Diabaikannya nilai waktu uang

2. Diabaikannya aliran kas setelah periode payback

Untuk mengatasi kelemahan yang pertama, ada yang menggunakan

discounted payback, dimana aliran kas operasional tersebut dan juga terminal cash flow di-discounted-kan dengan tingkat bunga yang dianggap relevan. Misalkan ada 2

proyek, A dan B yang masing-masing memerlukan investasi sebesar Rp 20 juta, dengan usia ekonomis 6 tahun untuk A dan 10 tahun untuk B. Aliran kas masuk untuk A adalah Rp 6,5 juta per tahun, sedangkan untuk B adalah Rp 6 juta per tahun. Tingkat bunga yang dianggap relevan misalkan 10%. Dengan demikian, kalau aliran kas tersebut kita present value-kan, maka untuk investasi A akan sudah bisa kembali kurang dari 4 tahun, tetapi untuk B sedikit lebih banyak dari 4 tahun. Dengan demikian, kalau kita hitung secara total, ternyata proyek B memberikan tambahan kas masuk lebih banyak daripada A. karena itu, cara discounted payback hanya mengatasi kelemahan pertama.

Meskipun diakui adanya kelemahan-kelemahan ini, dalam praktiknya masih banyak organisasi yang menggunakan metode payback sebagai pelengkap penilaian investasi. Cara ini terutama dipergunakan untuk perusahaan-perusahaan yang menghadapi masalah likuiditas atau kelancaran keuangan jangka pendek. (Husnan, Suad, Suwarsono, 2000, Studi Kelayakan Proyek, edisi 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta).

2.6.5 Metode Profitability Index

Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau

(24)

profitability index (PI)-nya lebih besar dari 1, maka proyek dikatakan

menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dulu tingkat bunga yang akan dipergunakan. Kalau kita terapkan pada contoh yang sama, maka :

Profitability Index = 1.232 / 1.000 = 1,232

Karena PI-nya lebih besar dari satu, maka proyek ini dikatakan menguntungkan.

Gambar

Gambar 2.2. Level pengambilan keputusan
Gambar 2.3 Cycle Issue pada Kanban
Gambar 2.4  Solusi Perjalanan Salesman
Tabel 2.1. Contoh Identifikasi Muda atau Waste
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan nilai kadar oksigen terlarut akibat adanya bangunan bendung serta mengetahui nilai kadar oksigen

Murid melakukan kerja penyediaan batas di dalam kumpulan seperti membersih kawasan dan menggembur tanah membina batas dan pembajaan asas.. Huraian Sukatan Pelajaran Kemahiran

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi-terbagi (RPTT), dengan 3 faktor perlakuan, yaitu: Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral sebagai petak utama

perjanjian kerja harus mensyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang obyek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

Hal ini disebabkan pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu maupun tekanan paras muka laut tidak selalu terjadi secara langsung tetapi membutuhkan waktu (timelag) sehingga

Dalam proses pengolahan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan penolong digunakan seminimum mungkin. Sistem pengendalian hama, penyakit dan gulma selama proses

Bahwa untuk kelanjutan Program Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh STIBA Makassar, perlu ditetapkan para Calon Mahasiswa Baru yang dinyatakan lulus

Hal ini ditindak lanjuti dengan keluarnya peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/ Menhut-II/2005 tanggal 18 Januari 2005 tentang Pedoman Verifikasi izin Usaha Pemanfaatan Hasil