• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI

FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TIMUR

RESTU ARISANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Restu Arisanti

(3)

ABSTRACT

RESTU ARISANTI. Performance Spatial Regression Models for detecting factors of poverty in East Java Province. Under Direction of AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.

Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is to determine the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model (OLS). However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also by various aspects related to surrounding locations. Therefore, this research employed spatial regression models, i.e. Spatial Autoregressive Models (SAR), Spatial Error Models (SEM), and Spatial General Models (SGM). Contiguity matrix is as spatial weighting matrix. The model selection criteria are the coefficient of determination (R2), slope regression of dependent variable to its estimator and the value of RMSE (Root Mean Square Error). The results show that SAR is better regression model than OLS and the factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people who live in unhealthy houses with floor area at least 8 m2 per capita.

(4)

RINGKASAN

RESTU ARISANTI. Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.

Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia. Sampai dengan tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur masih relatif tinggi. Menurut BPS Provinsi Jawa Timur (2008), jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Timur pada bulan Maret 2008 sebesar 6.65 juta (18.51%). Sebagian besar (65,26%) penduduk miskin berada di wilayah pedesaan dan sisanya (34.74%) tinggal di perkotaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Penentuan faktor-faktor kemiskinan ini tergantung pada karakteristik wilayah masing-masing yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing.

Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor kemiskinan dengan melibatkan pengaruh aspek spasial adalah sangat penting. Hal ini disebabkan aspek-aspek kemiskinan tidak hanya dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas saja, namun aspek lokasi juga menentukan dimana pengamatan di suatu wilayah dipengaruhi oleh pengamatan di wilayah lain. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial.

Beberapa metode pada model spasial yang digunakan antara lain model umum regresi spasial/General Spatial Model (GSM), model lag spasial/Spatial

Autoregressive Model (SAR) dan model galat spasial/Spatial Error Model (SEM).

Ketiga model di atas didasarkan pada pengujian efek spasial yaitu uji ketergantungan spasial yaitu dengan uji pengganda Lagrange dan uji keragaman spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks dengan pendekatan area. Hasil pengujian efek spasial menunjukkan model SAR yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan.

Model SAR merupakan model regresi linier yang terdapat korelasi spasial pada peubah tak bebasnya. Analisis regresi juga menunjukkan model SAR lebih baik dibanding dengan model OLS dengan kriteria RMSE yang lebih rendah, serta nilai R2 dan koefisien y terhadap 𝑦 yang lebih tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah, persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air

(5)

PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, dan persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m2.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI

FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TIMUR

RESTU ARISANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(8)
(9)

Judul Tesis : Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Nama : Restu Arisanti

NIM : G151080131

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Statistika

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 19 Juli 1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak H. Suyanto Muchtar dan Ibu Taty Suprapti. Istri dari Gunawan Setia Budi,S.SiT, dan mempunyai seorang putri bernama Almira Zahra Styabudi.

Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMUN 9 Bandar Lampung pada tahun 1998 dan melanjutkan perkuliahan di Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan kemudian sejak tahun 2003, penulis menjadi staf pengajar di jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Darmajaya di Bandar Lampung. Mata kuliah yang diampu penulis antara lain: Statistika Dasar, Matematika Diskrit, Aljabar Linier, dan Logika Matematika.

(11)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini adalah “Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur”. Karya ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada penulisan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh ilmu, inspirasi, dan pelajaran yang begitu berharga, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. selaku komisi pembimbing, terima kasih atas bimbingan, saran, dan waktunya.

2. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin,M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan juga sebagai ketua hibah Program Pascasarjana 2010 atas kesempatan dan motivasi yang terus diberikan selama penelitian ini. 3. Ibu Dr. Ir. Erfiani,M.Si. selaku ketua Program Studi atas motivasi yang

diberikan.

4. Orang tuaku, Ibu dan Bapak (Eyang, Akung dan Akung ndut) yang selalu memberi semangat dan kasih sayang yang tulus.

5. Keluarga kecilku, suami dan putri kecilku “Rara” yang merupakan semangat hidupku.

6. Tim Hibah Pascasarjana 2010 (bu Titin, mbak Dian, mbak Yekti, Rita, Dai, dan Mira) yang selalu bergandengan tangan untuk memotivasi dan bekerjasama.

7. Teman-teman Statistika dan Statistika Terapan angkatan 2008 dan 2009 atas semangat dan kebersamaannya.

8. Seluruh staf akademik jurusan Statistika atas bantuan yang diberikan.

9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Klasik ... 3

Model Umum Regresi Spasial ... 3

Uji Efek Spasial ... 5

Model Lag Spasial ... 7

Model Galat Spasial ... 8

Matriks Pembobot Spasial ... 10

DATA DAN METODE Data ... 12

Metode Analisis ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Klasik Parsial ... 16

Model Regresi Klasik OLS Simultan ... 22

Identifikasi Efek Spasial ... 24

Model Regresi Lag Spasial ... 26

Perbandingan Model Regresi Klasik OLS dan Model SAR ... 28

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 29

Saran ... 29

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Pengganda Lagrange ... 25 2 Koefisien Pada Model Regresi ... 26 3 Perbandingan Nilai R2, koefisien regresi y terhadap 𝑦 dan RMSE ... 28

(14)

Halaman

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi Pembobot Spasial ……….. 11

2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur ………. 12

3. Skema Tahapan Penelitian ………. 15

4. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta Huruf dan Kemiskinan.. 16

5. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah dan Kemiskinan ……… 17

6. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan ……… 18

7. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak sehat dan Kemiskinan ………. 19

8. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan Kemiskinan ……… 20

9. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan ……… 20

10. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan ………. 21

11. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan ……… 22

12. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS ………..………. 23

13. Uji Kenormalan pada Model OLS ………..………….. 24

14. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR …………..………. 27

15. Uji Kenormalan pada Model SAR ……….…………... 27

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persoalan kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Salah satu cara menentukan faktor-faktor kemiskinan yaitu dengan analisis pemodelan regresi. Namun, aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi oleh peubah-peubah penjelas saja, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing.

Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyi:”Everything is related to everything else, but near thing are more

related than distant thing”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang

lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial.

Beberapa metode yang telah berkembang adalah Regresi Terboboti Geografis/Geographically Weighted regression (GWR), Model Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Model (SAR), Model Galat Spasial/Spatial Error

(16)

GWR adalah suatu yang membawa kerangka dari model regresi sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham et al. 2002). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan titik. Setiap nilai parameter dihitung pada setiap titik lokasi geografis sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Sedangkan SAR, SEM, dan SGM didasarkan pada efek lag spasial dan galat spasial dengan menggunakan pendekatan area.

Winarno (2009) melakukan pemodelan dengan SAR, SEM, dan Rataan Bergerak Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam mendeskripsikan angka kematian bayi (AKB) dan peubah yang mempengaruhinya dari sudut pandang kewilayahan serta memodelkan AKB dengan model regresi spasial. Matriks pembobot spasial yang digunakan yaitu pembobot spasial Rock murni, pembobot spasial Rock terpusat, dan pembobot spasial Queen. Bekti dan Sutikno (2010) melakukan pemodelan SAR dan SEM untuk mengetahui hubungan aset kehidupan masyarakat dalam memenuhi kehidupan pangan terhadap kemiskinan dengan pemodelan spasial.

Komponen yang mendasar dari model spasial adalah matriks pembobot spasial, Matriks ini mencerminkan adanya hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (Arbia 2005). Pada penelitian ini, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah pembobot spasial Queen. Diharapkan penggunaan model regresi spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di setiap wilayah, hasilnya dapat dijadikan salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan dengan menggunakan pendekatan model regresi spasial.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Model Regresi Klasik

Model regresi klasik dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

𝐲 = 𝐗𝛃 + 𝛆 (1)

𝛆 ~ N(0 , σ2I)

dengan y adalah vektor pengamatan terhadap peubah tak bebas, X adalah matriks peubah bebas, 𝛃 adalah vektor koefisien dan 𝛆 adalah vektor galat acak. Pendugaan parameter 𝛃 pada model regresi klasik dengan metode kuadrat terkecil. Penduga parameter 𝛃 adalah

𝛃 = (𝐗T𝐗)−1𝐗T𝐲

Asumsi pada model regresi klasik adalah:

1. E 𝛆𝐢 = 0 , untuk i = 1, 2, …, n sehingga nilai harapannya menjadi E 𝐲𝐢 = β 0+ β 1𝐗i1+ β 2𝐗i2+ … + β p𝐗ip

2. Var 𝛆𝐢 = σ2, untuk i = 1, 2, …, n atau sama dengan Var 𝐲𝐢 = σ2 3. cov 𝛆𝐢, 𝛆𝐣 = 0 , untuk i ≠ j.

Model Umum Regresi Spasial

Bentuk persamaan model umum regresi spasial adalah :

𝐲 = ρ 𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝐮 (2)

𝐮 = λ𝐖𝐮 + 𝛆 (3)

𝛆 ~ N(0 , σ2I)

dengan y adalah peubah tak bebas berukuran n × 1, X adalah matriks peubah bebas berukuran (n × (p + 1)) , 𝛃 adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran p × 1, ρ adalah koefisien autoregresi lag spasial , 𝜆 adalah koefisien autoregresi galat spasial yang bernilai | 𝜆 | < 1, u adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi yang berukuran n × 1, W adalah matriks pembobot spasial yang berukuran n × n, n adalah banyak pengamatan.

Pengujian asumsi pada regresi spasial sama halnya dengan pengujian asumsi pada model regresi klasik. Pengujian asumsi tersebut adalah asumsi kehomogenan, kenormalan dan asumsi tidak ada otokorelasi dari galat.

(18)

Pendugaan parameter pada model GSM diperoleh dengan metode penduga kemungkinan maksimum (Anselin 1988). Dari persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk:

𝐲 − ρ𝐖𝐲 = 𝐗𝛃 + 𝐮 atau

I − ρ𝐖 𝐲 = 𝐗𝛃 + 𝐮 (5) Dan dari persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk:

𝐈 − λ𝐖 𝐮 = 𝛆 atau

𝐮 = (𝐈 − λ𝐖)−𝟏𝛆 (6)

persamaan (6) disubstitusi ke persamaan (5) diperoleh: 𝐈 − ρ𝐖 𝐲 = 𝐗𝛃 + (𝐈 − λ𝐖)−𝟏𝛆

(𝐈 − λ𝐖)−𝟏𝛆 = 𝐈 − ρ𝐖 𝐲 − 𝐗𝛃

jika semua ruas dikalikan dengan (𝐈 − λ𝐖), maka:

𝛆 = 𝐈 − λ𝐖 𝐈 − ρ𝐖 𝐲 − 𝐗𝛃 (7) Nilai fungsi kemungkinan peubah 𝛆 adalah:

L ς2; 𝛆 = c 𝛆 |𝐕|−𝟏𝟐exp −1

2𝛆T𝐕−1𝛆 (8)

dengan V adalah matriks ragam-koragam dari 𝛆 yang bernilai 𝐕 = ς2𝐈. Determinan matriks V adalah ς2n dan kebalikan dari matriks ragam koragam dari

𝐕−𝟏= 1/(ς2𝐈). Dengan mensubstitusikan nilai |V| dan 𝐕−𝟏 pada persamaan (8)

maka diperoleh:

L ς2; 𝛆 = c 𝛆 ς2nexp − 1

2ς2𝛆T𝛆 (9)

Dari hubungan 𝛆 dan y pada persamaan (7), didapatkan nilai Jacobian: J = 𝛛𝛆𝛛𝐲 = 𝐈 − λ𝐖 |𝐈 − ρ𝐖|

Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke dalam persamaan (9) diperoleh fungsi kemungkinan untuk y yaitu:

L ρ, λ, ς2, 𝛃 ; 𝐲 = c 𝐲 ς2n −12 𝐈 − λ𝐖 |𝐈 − ρ𝐖|

exp − 1

2ς2 𝐈 − ρ𝐖 𝐈 − ρ𝐖 𝐲 − 𝐗𝛃 𝐓{ 𝐈 − ρ𝐖 𝐈 − ρ𝐖 𝐲 − 𝐗𝛃 } dan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) diperoleh persamaan (10) berikut:

l ρ, λ, ς2, 𝛃 ; 𝐲 = c 𝐲 −𝑛

2ln ς2 + ln I − λW + ln⁡|I − ρW|

(19)

Misalkan kuadrat matriks pembobot 𝐈 − ρ𝐖 𝐓(𝐈 − ρ𝐖) dinotasikan sebagai 𝛀

dan penduga 𝛃 diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (10). Penduga 𝛃 adalah:

𝛃 = 𝐗′𝛀𝐗 −𝟏𝐗𝛀 𝐈 − λ𝐖 𝐲 Uji Efek Spasial

Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu otokorelasi spasial dan keragaman spasial. Otokorelasi spasial terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data spasial (korelasi galat spasial). Sedangkan keragaman spasial terjadi akibat adanya perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (random

region effect).

Menguji keberadaan random region effect dan korelasi galat spasial dalam model regresi data spasial sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan menyebabkan penduga tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh tidak tepat.

Untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial pada data dapat menggunakan beberapa metode pengujian. Pada penelitian ini, pengujian ketergantungan spasial menggunakan uji pengganda

Lagrange sedangkan untuk menguji adanya keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan.

Ketergantungan spasial diuji dengan uji Pengganda Lagrange (Anselin 1988). Pengujian hipotesis pengganda Lagrange adalah:

a) Model Umum Regresi Spasial (GSM)

H0 ∶ ρ dan atau λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial)

H1 ∶ ρ dan λ ≠ 0 (ada ketergantungan spasial)

b) Model Regresi Lag Spasial (SAR)

H0 ∶ ρ = 0 (tidak ada ketergantungan lag spasial) H1 ∶ ρ ≠ 0 (ada ketergantungan lag spasial)

c) Model Regresi Galat Spasial (SEM)

H0 ∶ λ = 0 (tidak ada ketergantungan galat spasial )

(20)

Statistik LM yang digunakan berbentuk : LM = E-1 {(Ry)2T – 2RyReT+ (D+T)} ~ 𝜒(𝑞)2 dengan: 𝐑𝐲 = 𝐞T𝐖𝐲/ σ2 𝐑𝐞 = 𝐞T𝐖e/ σ2 𝐌 = I − 𝐗(𝐗T𝐗)−1𝐗T Tij = tr{𝐖i𝐖j+ 𝐖iT 𝐖 j} D = σ−2(𝐖𝐗𝛃 )T M(𝐖𝐗𝛃 ) E = D + T T − (T)2

q = jumlah parameter spasial T = tr{(WT +W)W} Kriteria uji LM = ≤ χ 2 (q), terima H0 > χ2 (q), tolak Ho

Uji Keragaman Spasial

Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah:

H0 ∶ σ12 = σ 2

2 = ⋯ = σ n

2 = σ2 (ketidakragaman antar wilayah/varians

sama)

H1 : minimal ada satu σi2 ≠ σ2 (terdapat keragaman antar wilayah /

bersifat heteroskedastisitas) Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah

BP = 12 𝐡T𝐙 𝐙T𝐙 −1𝐙T𝐡~ χ2 (p)

elemen vektor h adalah hi = (ei

2

σ2− 1)

dengan ei adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan Z adalah vektor y

berukuran n × 1 yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan. Kriteria uji BP= ≤ χ 2 (p), terima H0 > χ2 (p), tolak Ho

(21)

Model Lag Spasial (SAR)

Jika ρ ≠ 0 dan λ = 0, maka persamaan (2) menjadi

𝐲 = ρ𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝛆 (11)

𝛆 ~ N 0, ς2I

Peubah tak bebas pada model SAR berkorelasi spasial. Pendugaan parameter pada model ini menggunakan metode kemungkinan maksimum.

Pada persamaan (11) εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam ς2, ε

i adalah galat pada lokasi i.

Fungsi kepekatan peluang dari εi: f εi = 1

ς 2π exp − εi2 2ς2

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak ε1, ε2,… , εn

f 𝛆 = f ε1 . f ε2 … f(εn) = 1 ς 2π exp − ε12 2ς2 1 ς 2π exp − ε22 2ς2 … 1 ς 2π exp − εn2 2ς2 = 1n /2ςn exp − ni=1 iε2 2ς2 = 1n /2ςnexp −𝛆T𝛆2

Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang 𝛆 berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persamaan (11) diperoleh

𝛆 = 𝐲 − ρ𝐖𝐲 − 𝐗𝛃

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y f 𝐲 = f 𝛆 J

= n /21 ςnexp −𝛆T𝛆2 d𝛆d𝐲

= n /21 ςn exp − 𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 T(𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 )2 |𝐈 − ρ𝐖| Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y:

L 𝛃 , ρ, ς2; 𝐲 = f 𝐲; 𝛃 , ρ, ς2

(22)

Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (12).

l = L 𝛃 , ρ, ς2; 𝐲 = ln |I − ρ𝐖| (2π)n/2ςn exp − 𝐲 − ρ𝐖𝐲 − 𝐗𝛃 T(𝐲 − ρ𝐖𝐲 − 𝐗𝛃 ) 2ς2 = −n2ln 2π −n2lnς2+ ln I − ρ𝐖 − 𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 T(𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 ) 2ς2 (13)

Pendugaan untuk ς2, 𝛃 dan ρ diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (13). Penduga untuk ς2 adalah:

ς 2 = 𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 T(𝐲−ρ𝐖𝐲−𝐗𝛃 )

n (14)

Persamaan (14) dapat ditulis sebagai: ς 2 = (yi− y i)2

n =

SSE n

dengan yi adalah peubah tak bebas pada lokasi i, y i adalah nilai penduga peubah tak bebas pada lokasi i, n adalah banyak pengamatan, dan SSE adalah jumlah

kuadrat galat.

Penduga untuk 𝛃 adalah:

𝛃 = (𝐗T𝐗)−1𝐗T𝐲 − (𝐗T𝐗)−1ρ 𝐖𝐲

dan penduga untuk ρ adalah: ρ = (𝐲T𝐖T𝐖𝐲)−1 𝐲T𝐖T𝐲 Model Galat Spasial (SEM)

Jika ρ = 0 dan λ ≠ 0 , maka persamaan (2) menjadi

𝐲 = 𝐗𝛃 + 𝐮 , 𝐮 = λ𝐖𝐮 + 𝛆 (15) 𝛆 ~ N 0, ς2I

Persamaan (15) disebut model regresi galat spasial (Spatial Error Model). Model galat spasial adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi spasial. Hal ini disebabkan oleh adanya peubah penjelas yang tidak dilibatkan dalam model regresi linier sehingga akan dihitung sebagai galat dan

(23)

peubah tersebut berkorelasi spasial dengan galat pada lokasi lain. Pendugaan parameter model galat spasial menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pada persamaan (15), εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam ς2, ε

i adalah galat pada lokasi i.

Fungsi kepekatan peluang dari 𝛆𝐢:

f εi = 1

ς 2π exp − εi2

2ς2

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak ε1, ε2,… , εn f 𝛆 = f ε1 . f ε2 … f(εn) = ς 2π1 exp − 𝛆𝟏 𝟐 2ς2 1 ς 2π exp − 𝛆𝟐𝟐 2ς2 … 1 ς 2π exp − 𝛆𝐧𝟐 2ς2 = 1 2π n /2ςn exp − ε n i=1 i2 2ς2 = 1n /2ςnexp −𝛆T𝛆2

Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang 𝛆 berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persaaman (15) diperoleh:

𝐮 = 𝐲 − 𝐗𝛃 dan 𝛆 = I − λ𝐖𝐮 𝐮 Sehingga

𝛆 = 𝐈 − λ𝐖𝐮 (𝐲 − 𝐗𝛃 )

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y: f 𝐲 = f 𝛆 J

= 1n /2ςnexp −𝛆T𝛆2 d𝛆dy

= 1n /2ςn exp − 𝐈− λ𝐖 (𝐲−𝐗𝛃 ) T 𝐈− λ𝐖 (𝐲−𝐗𝛃 ) 2 |𝐈 − λ𝐖|

Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y: L 𝛃 , λ, ς2; 𝐲 = f 𝐲; 𝛃 , λ, ς2

(24)

Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (14).

l = L 𝛃 , λ, ς2; 𝐲 1, … , 𝐲n = ln (2π)|I − ρ𝐖|n/2ςn e𝐗p − 𝐲 − 𝐗𝛃 T 𝐈 − λ𝐖 T(𝐈 − λ𝐖)(𝐲 − 𝐗β ) 2ς2 = −n2ln 2π −n2lnς2+ ln 𝐈 − λ𝐖 − 𝐲−𝐗β T 𝐈−λ𝐖 T(𝐈−λ𝐖)(𝐲−𝐗β ) 2ς2 (17)

Pendugaan untuk ς2, 𝛃 dan ρ diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) pada persamaan (17).

Penduga untuk ς2 adalah:

𝜎 2 = 𝐈 − λ𝐖)(𝐲 − 𝐗𝛃 T

𝐈 − λ𝐖 (𝐲 − 𝐗𝛃 ) n

Penduga untuk 𝛃 adalah:

𝛃 = [ 𝐗 − λ 𝐖𝐗 T 𝐗 − λ 𝐖𝐗 ]−1 𝐗 − λ 𝐖𝐗 T 𝐲 − λ 𝐖𝐲

Untuk menduga parameter 𝜆 diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga untuk 𝜆 yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan tersebut.

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks yang

menggambarkan hubungan antar wilayah. Pada penelitian ini matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks pembobot spasial Queen. Matriks pembobot spasial Queen mendefinisikan wij =1 untuk wilayah yang bersisian

(common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian sedangkan wij = 0 untuk wilayah lainnya. Matriks pembobot

spasial merupakan matriks simetris dan diagonal utama selalu bernilai nol. Sebagai ilustrasi, Gambar 1 merupakan contoh pembentukan matriks pembobot spasial Queen.

(25)

Gambar 1 Ilustrasi Pembobot Spasial Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah:

Baris dan kolom di atas menunjukkan wilayah yang ada pada peta. Susunan matriks di atas distandardisasi yaitu jumlah baris sama dengan satu, sehingga matriks pembobot menjadi:

Wqueen = 0 1/2 1/2 0 0 1/3 0 1/3 1/3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 1/3 0 1/3 0 1 0 R1 R2 R3 R4 R5 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 R1 R2 R3 R4 R5 R1 R2 R3 R4 R5 5

(26)

DATA DAN METODE

DATA

Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Wilayah yang diteliti adalah Provinsi Jawa Timur dengan peta wilayah kabupaten/kota yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur:

01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang

02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri

05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar

06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang

07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan

Peubah tak bebas pada penelitian ini adalah headcount index kemiskinan di tingkat kabupaten. Head Count Index adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari GKM dan

(27)

GKNM. Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan penduduk miskin.(BPS 2008).

GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.

GKNM adalah penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Peubah-peubah prediktor yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kriteria kemiskinan menurut informasi kemiskinan BPS. Adapun peubah-peubahnya adalah :

 Pendidikan

(x1) yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca pada usia 15-55

tahun.

(x2) yaitu persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar.

 Fasilitas Perumahan

(x3) adalah persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang

tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung.

(x4) persentase penduduk yang menempati rumah sehat dimana

Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m2.

 Ketenagakerjaan

(x5) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian

(x6) adalah persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian

(x7) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor formal

(28)

Metode Analisis

Tahapan untuk memperoleh persamaan model regresi spasial adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik serta menguji asumsi galat (identik, independen, dan berdistribusi normal). 2. Menguji efek spasial yaitu uji dependensi spasial dan uji heterogenitas

spasial. Uji dependensi spasial dilakukan dengan metode LM dan uji keragaman spasial dilakukan dengan uji Breusch-Pagan.

3. Menentukan matriks pembobot spasial W.

4. Menduga parameter untuk persamaan model regresi spasial dengan metode penduga kemungkinan maksimum.

5. Menguji asumsi model regresi spasial.

6. Menentukan model yang paling sesuai dengan membandingkan model regresi klasik dengan metode OLS dan model regresi spasial menggunakan kriteria nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien regresi y terhadap 𝑦 terbesar, dan nilai RMSE (Root Mean Square Error) terkecil kemudian menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.

(29)

Skema Tahapan Penelitian

Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian

Uji Efek Spasial

Uji Dependensi Spasial Uji Heterogenitas Spasial

𝐮 = λ𝐖𝐮 + 𝛆 𝐲 = ρ 𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝐮 𝜌 = 0 𝜆 = 0 Ya 𝐲 = 𝐗𝛃 + 𝛆 OLS Tidak GSM SAR SEM

𝜌, 𝜆 ≠ 0 𝜌 ≠ 0, 𝜆 = 0 𝜌 = 0, 𝜆 ≠ 0 OLS Model Spasial Tolak Ho Terima Ho

Pengujian Asumsi Regresi

Pemilihan Model Terbaik

Model Spasial 𝐲 = ρ 𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝐮 𝐮 = λ𝐖𝐮 + 𝛆

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Regresi Klasik Parsial

Jawa Timur mempunyai 38 kabupaten/kota terdiri atas 29 kabupaten dan 9

kota. Provinsi Jawa Timur secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Jumlah penduduk Jawa Timur adalah 37.794.003 jiwa (BPS 2008). Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar (2.720.156 jiwa), kabupaten Malang (2.442.422 jiwa) dan kabupaten Jember (2.293.740 jiwa). Pemodelan regresi spasial diawali dengan pemodelan regresi klasik baik secara parsial maupun simultan. Model regresi klasik secara parsial bertujuan untuk melihat kontribusi masing-masing peubah penjelas terhadap peubah tak bebas. Sedangkan model regresi klasik secara simultan bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih menyeluruh mengenai pengaruh bersama dari peubah penjelas yang bersifat nyata terhadap persentase kemiskinan.

a) Hubungan Buta Huruf terhadap Kemiskinan

Buta Huruf K em isk in an 12 10 8 6 4 2 0 45 40 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun Kota Mojok erto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 4 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta huruf dan kemiskinan Gambar 4 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara kemiskinan dengan penduduk yang tidak dapat membaca atau buta huruf. Terlihat ada satu daerah yang menjadi outlier pada persentase buta huruf, yaitu Kabupaten

(31)

Sampang. Pada kabupaten Sampang kenaikan persentase penduduk yang buta huruf setara dengan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten tersebut. b) Hubungan Tidak Bersekolah terhadap kemiskinan

Penduduk tidak Bersekolah

K em is ki na n 20 15 10 5 0 40 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun

Kota Mojok erto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 5 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah Kemiskinan

Gambar 5 memperlihatkan semakin tinggi persentase penduduk yang tidak bersekolah maka persentase kemiskinan semakin meningkat. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa tidak bersekolah bisa memicu tingginya persentase kemiskinan. Tidak bersekolah berdampak pada kurangnya pengetahuan sehingga sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan kemampuan mencukupi kebutuhan hidupnya.

Persentase penduduk yang tidak bersekolah terbesar ada di kabupaten Sampang dan kabupaten Bangkalan dan kabupaten ini juga memiliki persentase kemiskinan yang tinggi. Madura identik dengan “kantong-kantong” persentase kemiskinan dengan nilai persentase kemiskinan yang tinggi.

c) Hubungan Penggunaan Air Minum tidak Layak terhadap Kemiskinan

Penyebaran daerah berdasarkan peubah persentase kemiskinan dan pengguna air minum tidak layak dapat dicermati dari Gambar 5. Terlihat adanya hubungan linier antara persentase pengguna air minum yang tidak layak dan persentase kemiskinan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi persentase penduduk yang

(32)

mengkonsumsi air minum yang tidak layak akan meningkatkan persentase penduduk.

Persentase Pengguna Air Minum tidak Layak

Pe rs en ta se K em is ki na n 20 15 10 5 0 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun

Kota Mojok erto

Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 6 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan

Kabupaten Bangkalan merupakan wilayah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan daerah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak terendah di Jawa Timur adalah kota Mojokerto.

d) Hubungan Menempati Rumah tidak Sehat terhadap Kemiskinan

Salah satu indikator kualitas hidup adalah menempati rumah dengan kategori sehat. Hal ini terkait dengan perilaku pola hidup sehat dari masyarakat. Persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat berkorelasi positif dengan persentase kemiskinan, semakin tinggi persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat maka persentase kemiskinan akan meningkat. Pada Gambar 7 terlihat bahwa kabupaten Sampang merupakan kabupaten yang mempunyai persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat tertinggi di Jawa Timur disertai persentase kemiskinan yang juga tinggi diikuti oleh kabupaten Bangkalan dan Probolinggo. Sedangkan kota Batu, Madiun, Malang, dan Surabaya adalah daerah yang persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat terendah begitupun nilai persentase kemiskinannya. Hubungan antara persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat dengan

(33)

persentase kemiskinan cukup erat, dari persamaan regresi sederhana ini bisa menerangkan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 57.2 persen.

Rumah Tangga Menempati Rumah tidak Sehat

K em is ki na n 30 25 20 15 10 5 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun Kota Mojok erto

Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan MadiunNganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi JemberLumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 7 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak Sehat dan Kemiskinan

e) Hubungan Bekerja di Sektor Pertanian terhadap Kemiskinan

Pada Gambar 8 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan persentase kemiskinan berhubungan secara linier yang menunjukkan semakin banyak penduduk yang bekerja di sektor pertanian akan meningkatkan persentase kemiskinan. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan penduduk dalam usaha mengolah dan meningkatkan hasil pertaniannya sehingga berdampak pada kualitas hidup penduduk tersebut.

Kabupaten Sampang mempunyai penduduk yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan juga mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi diikuti oleh kabupaten Pamekasan, Bangkalan, dan Sumenep. Namun ada juga daerah yang separuh penduduknya bekerja di sektor pertanian tetapi persentase kemiskinannya rendah, yaitu kota Batu. Hal ini menunjukkan tingkat kemajuan sektor pertanian di kota Batu.

(34)

Penduduk yang Bekerja di Sektor Pertanian Ke m is ki na n 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun Kota Mojok erto

Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 8 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan kemiskinan

f) Hubungan Bekerja di Sektor Non Pertanian terhadap Kemiskinan

Hubungan linier ditunjukkan pada persentase penduduk yang bekerja di sektor non pertanian terhadap persentase kemiskinan (lihat Gambar 9). Semakin bertambah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian berarti persentase kemiskinan semakin menurun.

Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Pertanian

Ke m is ki na n 100 80 60 40 20 0 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun Kota Mojok erto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 9 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan

Kota Blitar, Surabaya, dan Mojokerto merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non pertanian dengan nilai persentase kemiskinan

𝑦 = 7.07 + 0.226𝑥5

(35)

yang terendah. Sedangkan kabupaten Sampang merupakan daerah yang mempunyai penduduk yang berkerja di sektor non pertanian paling sedikit namun mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi di Jawa Timur.

g) Hubungan Bekerja di Sektor Formal terhadap Kemiskinan

Semakin tinggi persentase penduduk yang bekerja di sektor Formal akan mengakibatkan semakin rendahnya persentase kemiskinan. Hal ini memperlihatkan bahwa penduduk yang bekerja di sektor formal relatif mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.

Kota Surabaya dan Madiun merupakan kota yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan yang rendah. Kota Batu adalah daerah yang hampir separuh penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan paling rendah. Sedangkan daerah yang penduduknya bekerja di sektor formal paling rendah mempunyai persentase kemiskinan tertinggi yaitu kabupaten Sampang.

Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal

Ke m is ki na n 70 60 50 40 30 20 10 0 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabaya Kota Madiun Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamekasan Sampang Bangkalan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojokerto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Banyuwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 10 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan

h) Hubungan Bekerja di Sektor Non Formal terhadap Kemiskinan

Persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terhadap persentase kemiskinan menunjukkan hubungan linier positif, semakin besar persentase

(36)

penduduk yang bekerja di sektor non formal akan meningkatkan persentase kemiskinan.

Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Formal

Pe rs en ta se K em isk in an 100 90 80 70 60 50 40 30 35 30 25 20 15 10 5 Kota Batu Kota Surabay a Kota Madiun Kota Mojok erto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Malang Kota Blitar Kota Kediri Sumenep Pamek asan Sampang Bangk alan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngawi Magetan MadiunNganjuk Jombang Mojok erto Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Bondowoso Bany uwangi Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagung Trenggalek Ponorogo Pacitan

Gambar 11 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan

Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan merupakan daerah yang persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal tertinggi begitupun persentase kemiskinannya. Sedangkan persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terendah begitupun persentase kemiskinannya adalah kota Madiun.

Model Regresi Klasik OLS Simultan

Pembentukan model regresi klasik diawali dengan pemilihan peubah penjelas yang digunakan dalam model. Peubah penjelas yang bersifat nyata dan digunakan dalam model regresi yaitu x2 (persentase penduduk yang tidak bersekolah), x3

(persentase penduduk yang menggunakan air minum tidak layak), dan x4

(persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat). Pada model diperoleh nilai uji-F sebesar 907.75 dengan p-value=0.000 (tolak H0), ini menunjukkan bahwa peubah penjelas secara simultan berpengaruh

terhadap peubah tak bebas. Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 82.3 persen yang berarti model regresi OLS mampu menjelaskan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 82.3 persen, sedangkan sisanya (17.7 persen) dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Model regresi klasik (OLS).

Model regresi klasik (OLS) yang terbentuk adalah: 𝐲 = 1.13 + 0.471X2+

0.181X3 + 0.705X4. Ketiga peubah penjelas berkorelasi positif dengan

(37)

persentase kemiskinan. Jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X1 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 0.471 persen. Jika faktor

yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X2 akan meningkatkan persentase

kemiskinan sebesar 0.181 persen, dan jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X3 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar

0.705 persen.

Pengujian asumsi pada model klasik OLS adalah uji kehomogenan,

kenormalan dan uji tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model klasik OLS yang terbentuk.

a. Asumsi Kehomogenan

Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan berikut:

Nilai Dugaan Si sa an 35 30 25 20 15 10 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0

Gambar 12. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS

Dari plot di atas terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi.

b. Asumsi Kenormalan

Uji normalitas dari sisaan digunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS). Hasil pengolahan diperoleh nilai KS adalah 0.081 dengan nilai p-value lebih dari 0.15 (< 0.15) yang berarti tidak tolak H0, ini menunjukkan sisaan

(38)

Sisaan Pe rs en ta se K em is ki na n 2 1 0 -1 -2 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.050 -1.38369E-14 StDev 0.8241 N 38 KS 0.142 P-Value

Gambar 13 Uji Kenormalan pada Model OLS c. Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan

Uji ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil pengolahan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1.83. Pada k=3, α = 5%, n=38, dL = 1.32, dU

= 1.66, karena d > dU yaitu 1.83 > 1.66 maka d tidak nyata yang berarti

tidak tolak H0 sehingga dapat disimpulkan asumsi tidak ada otokorelasi

pada sisaan terpenuhi.

Kesimpulan dari ketiga uji asumsi di atas adalah model OLS sudah memenuhi asumsi identik, independen dan menyebar normal (IIDN).

Identifikasi Efek Spasial

Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui adanya heterogenitas spasial dan ketergantungan spasial. Kedua hal di atas dilakukan untuk menentukan pemodelan berikutnya, yaitu menentukan model spasial yang akan digunakan untuk memodelkan persentase kemiskinan. Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mendeteksi ketergantungan spasial secara lebih spesifik yaitu ketergantungan spasial dalam lag, error, atau keduanya (lag dan error), sedangkan uji heterogenitas spasial dilakukan dengan uji Breusch Pagan. Hasil uji ketergantungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Nilai LM gabungan (lag dan galat) spasial adalah 0.4773. Nilai ini lebih kecil dari nilai khi-kuadrat dengan db = 2 (5.99), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = 0.4897 (𝛼 = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan terima Ho,

(39)

yang berarti tidak adanya ketergantungan spasial gabungan yaitu ketergantungan lag dan ketergantungan error.

Tabel 1. Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Lagrange Multiplier

Model Nilai

Khi-kuadrat

p-value Kesimpulan

General Spatial Model/GSM 0.4773 5.99 0.4897 Terima Ho

Spatial Autoregressive Model/SAR 13.278 3.84 0.0002 Tolak Ho

Spatial Error Model/SEM 1.4002 3.84 0.2367 Terima Ho

Hasil Pengolahan diperoleh nilai LM-lag adalah 13.2781. Nilai ini lebih besar dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = 0.0002 (𝛼 = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan tolak Ho, yang berarti adanya ketergantungan lag spasial sehingga perlu dilanjutkan pada pembentukan model SAR.

LM-galat sebesar 1.4002 lebih kecil dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = 0.2367 (𝛼 = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan terima Ho, yang berarti tidak adanya ketergantungan galat spasial sehingga tidak dapat dilanjutkan pada pembentukan model SEM.

Pengujian efek spasial selanjutnya adalah uji heterogenitas spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Nilai statistik Breusch pagan sebesar 9.677025 dengan nilai khi kuadrat pada derajat bebas=3 sebesar 7.81 dan p-value=0.0079, maka tolak H0 yang berarti terdapat keragaman antar wilayah. Hasil kedua uji di atas

(ketergantungan dan heterogenitas spasial) mengindikasikan terdapat efek spasial dalam data sehingga model regresi yang digunakan sebaiknya memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model.

Model Regresi Lag Spasial (SAR)

Koefisien regresi spasial dan pengujiannnya tertera pada Tabel 2 . Koefisien determinasi (R2) pada model spasial lag/Spatial Autoregressive Model sebesar 0.9989 yang berarti 99.89% variansi dari peubah tak bebas (persentase kemiskinan) bisa dijelaskan oleh model ini.

(40)

Tabel 2. Koefisien Pada Model Regresi

*) nyata pada α = 5%

Model regresi spasial lag yang terbentuk:

y = 0.11 + 0.3Wy + 1.38 x2 + 0.15 x3 + 0.72 x4

Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari delapan peubah penjelas, hanya tiga peubah penjelas dan peubah tak bebass spasial yang berpengaruh nyata terhadap model regresi spasial. Nilai dugaan parameter (𝛃 ) ketiga peubah penjelas yaitu x2, x3,

dan x4 dan peubah tak bebass spasial bernilai positif berarti semakin

meningkatnya persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung serta meningkatnya rumah tangga yang tidak menempati rumah dengan kategori sehat di suatu kabupaten/kota maka mengindikasikan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten/kota tersebut.

Pengujian asumsi pada model regresi spasial adalah uji homoskedastisitas atau

uji kehomogenan, uji sisaan berdistribusi normal atau uji kenormalan dan uji error antar pengamatan saling bebas atau tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model regresi spasial yang terbentuk.

a) Asumsi Kehomogenan

Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan pada Gambar 14. Dari plot terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi. OLS SAR Intercept 1.13* 0.11* X2 0.47* 1.38* X3 0.18* 0.15* X4 0.7* 0.72* R2 0.8230 0.9989 Rho 0.30*

(41)

Nilai Dugaan Sis aa n 35 30 25 20 15 10 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0

Gambar 14 Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR

b) Asumsi Kenormalan

Uji normalitas dari sisaan digunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS). Hasil pengolahan diperoleh nilai KS adalah 0.097 dengan nilai p-value lebih dari 0.15 (< 0.15), ini menunjukkan sisaan berdistribusi normal. Uji kenormalan dapat dilihat pada Gambar berikut.

Sisaan Pe rs en ta se K em is ki na n 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0.150 -1.59872E-14 StDev 1.642 N 38 KS 0.107 P-Value

Gambar 15 Uji Kenormalan pada Model SAR c) Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan

Uji ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil pengolahan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1.68. Pada k=3, α = 5%, n=38, dL = 1.32,

dU = 1.66, karena d > dU yaitu 1.68 > 1.66 maka d tidak nyata yang berarti

tidak tolak H0 sehingga dapat disimpulkan asumsi tidak ada otokorelasi

(42)

Perbandingan Model regresi Klasik OLS dan Model SAR

Pemilihan model terbaik yang digunakan adalah kriteria nilai R2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE . Nilai dari ketiga kriteria di atas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan nilai R2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE Kriteria Model Regresi OLS SAR R2 0.8230 0.9989 Koefisien Regresi 0.8020 0.9980 RMSE 0.7814 0.5867 Nilai Dugaan Pe rs en ta se K em is ki na n 45 40 35 30 25 20 15 10 5 35 30 25 20 15 10 5 Variable yols ysar

Gambar 16 Plot y terhadap y OLS dan y SAR

Pemilihan model terbaik di atas, nilai RMSE semakin kecil semakin baik untuk suatu model, sebaliknya nilai R2 dan koefisien regresi y terhadap semakin besar semakin baik modelnya. Dari Tabel di atas terlihat bahwa model SAR lebih baik dibandingkan dengan model OLS (dapat juga dilihat pada Gambar 16) dan faktor-faktor yang berpengaruh pada peningkatan persentase kemiskinan adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah dan persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung serta persentase rumah tangga yang tidak menempati rumah dengan kategori sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m2.

(43)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Model regresi SAR lebih baik dibandingkan model klasik OLS dalam penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persentase kemiskinan berdasarkan model SAR adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah, persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, dan persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m2 berbanding terbalik dengan persentase kemiskinan.

Saran

1. Hasil model SAR dan OLS hampir yang kemungkinan disebabkan oleh pola spasial yang hanya melibatkan wilayah terdekat dan menggunakan hanya satu matriks pembobot saja. Ada kemungkinan hubungan spasial juga terjadi antar wilayah yang tidak langsung bersebelahan. Perlu dikaji lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan tersebut.

2. Pemodelan regresi spasial untuk masing-masing kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur dapat dilakukan dengan menggunakan model Regresi Geografis Terboboti.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Academic Publishers,

Anselin L. 2002. Under the Hood Issues in the Spesification and Interpretation of

Spatial Regression Model. Dordrecht: Academic Publishers.

Arbia G. 2005. Spatial Econometrics:Statistical Foundation and Application to

Regional Convergence. Berlin: Springer.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Fotheringham AS., Brunsdon C., Charlton M. 2000. Quantitative geography:

perspectives on spatial data analysis. England: Jhon Willey & Sons Ltd.

Grasa AA. 1989. Econometric Model Selection: A new Approach. Dordrecht: Academic Publishers.

Kelejian HH, Prucha IR. 1999. A generalized moments estimator for the autoregressive parameter in a spatial model. International Economic

Review. Vol. 40, 509-533.

Le Sage JP. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Toledo: Department of Economics University of Toledo.

Schabenberger O, Gotway CA. 2005. Statistical Methods for Spatial Data

Analysis. New York: Chapman and Hall.

Ward MD, Kristian SG. 2008. Spatial Regression Models. California: Sage Publication, Inc.

Winarno D.2009. Analisis Angka Kematian Bayi di Jawa Timur dengan

Pendekatan Model Regresi Spasial [Tesis]. Surabaya: Jurusan Statistika

Gambar

Gambar 2.  Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian Uji Efek Spasial
Gambar 5 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah                             Kemiskinan
Gambar 6 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak                     Layak dan Kemiskinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan (1) Ada perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang berada di kelas yang menerapkan model tutor sebaya kooperatif dan siswa yang

Dengan observasi lingkungan, siswa dengan bimbingan guru dapat mengidentifikasi pemanfatan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat dengan tepata. Dengan observasi,

Pendekatan ini yang dimulai dari awal tahun 1970, pendekatan terstruktur dilengkapi dengan alat-alat dan teknik- teknik yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga

Menurut pengalaman Bank Dunia 10-14 tahun terakhir ini, sejumlah faktor utama yang memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pemukiman kembali antara lain adalah (i) komitmen

mengenai variabel kinerja menunjukkan bahwa pegawai memiliki kinerja yang tinggi (baik), namun masih ada beberapa penilaian responden terhadap kinerja yang masih rendah

pembelajaran elastisitas dan hukum Hooke yang diajarkan melalui model PBL membantu mereka berpikir lebih kritis dalam pembelajaran; (8) kreativitas mereka meningkat,

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: adanya pengaruh secara bersama-sama dari variabel persepsi resiko, variabel kualitas, variabel harga dan variabel nilai terhadap

Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan langsung kepada masyarakat pada dasarnya