• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. PEMBAHASAN UMUM Perkembangan Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. PEMBAHASAN UMUM Perkembangan Tanaman"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

5. PEMBAHASAN UMUM

Dalam suatu agribisnis jarak pagar, agar dicapai nilai keekonomiannya, produktivitas yang optimal harus dicapai. Produktivitas yang optimal pada budidaya jarak pagar dapat dicapai apabila tanaman berbuah setiap tahun. Dalam kaitan ini, terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh guna mengurangi dampak negatif dari kekeringan akibat kemarau pada tanaman, sehingga dapat dicapai nilai keekonomiannya atau paling tidak dapat menekan tingkat kerugian yang dialami. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah penggunaan tanaman yang berasal dari biji. Hal ini dimaksudkan agar jarak pagar memiliki akar tunggang yang menembus lapisan tanah sampai kedalaman maksimal untuk mendapatkan air yang dibutuhkan, agar lebih tahan terhadap cekaman kekeringan. Sifat perakaran demikian tentu tidak akan dimiliki oleh tanaman jarak yang berasal dari stek, karena hanya memiliki akar serabut.

Dalam konteks budidaya tanaman, konsep “cocok atau sesuai” artinya tanaman tersebut dapat berproduksi optimal sesuai potensi genetiknya atau setidaknya memiliki potensi untuk berproduksi tinggi dengan kendala minimal. Jadi pernyataan “cocok atau sesuai” tersebut dapat menimbulkan persepsi bahwa dapat ditanam tanpa masukan pupuk atau pupuk minimal. Jarak pagar memiliki daya adaptasi yang sangat lebar, tetapi harus dibedakan antara “berproduksi baik” dan “tumbuh baik”. Untuk mencapai produktivitas optimal sesuai potensi genetiknya, tanaman jarak juga memerlukan pupuk.

5.1. Perkembangan Tanaman

Penelitian terhadap fenologi tanaman dari sisi suhu udara untuk sejumlah tanaman seperti jagung (Eskride & Steven, 1987), kacang tanah (Ketring & Wheless, 1989), kelapa sawit (Fadry et al. 2000), tanaman soba (Koesmaryono

et al. 2002), dan gandum (Handoko, 2007) dengan rentang penelitian mulai dari

nitrogen, ketersediaan air sampai ketinggian tempat membuktikan bahwa konsep

heat unit dapat diterapkan untuk tanaman yang tidak peka terhadap panjang hari.

Ini didasarkan atas realitas bahwa suhu udara merupakan salah satu faktor utama lingkungan yang menentukan laju perkembangan tanaman (Monteith, 1977;

(2)

Johnson & Thornley, 1985). Hubungan empiris mengenai ketergantungan laju proses tanaman terhadap suhu udara inilah yang mendasari konsep heat unit atau

degree-day atau thermal unit. Monteith (1977) menjelaskan bahwa fase

perkembangan yang dapat disimbolkan dengan X merupakan angka yang menggambarkan jenjang perkembangan tanaman atau kuantitas yang berkaitan dengan perkembangan kemajuan tanaman.

Hasil penelitian baik pada percobaan pertama maupun yang kedua menunjukkan kesamaan perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi terhadap fase perkembangan tanaman. Ini membuktikan bahwa suhu udara merupakan faktor dominan yang menentukan fase perkembangan tanaman. Suhu yang tinggi atau rendah akan menyebabkan perkembangan tanaman lebih cepat atau lebih lambat. Pada percobaan pertama yang ditanam pada tanggal 18 April 2007 dengan suhu udara rata-rata sebesar 27.2°C memerlukan masa tanam 187 hari untuk mencapai masak fisiologis tanggal 22 Oktober 2007, sementara itu pada percobaan kedua yang melalui persemaian tanggal 14 April 2007 dengan suhu 27.3°C memerlukan 189 hari untuk mencapai masak fisiologis tanggal 20 Oktober 2007. Peran suhu udara menjadi penting dalam manajemen tanaman, misalnya pengaturan waktu tanam atau penanaman pada wilayah yang mempunyai suhu berbeda-beda untuk mengantisipasi panenan cepat atau lambat.

5.2. Pertumbuhan Tanaman

Tanaman selama masa tertentu membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk organ-organ lainnya. Oleh karena itu, perubahan akumulasi biomassa dengan umur tanaman akan terjadi dan merupakan indikator pertumbuhan yang paling sering digunakan. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari fotosíntesis, serapan unsur hara dan air yang diolah melalui biosintesis.

Nilai satuan daun dari suatu komunitas tanaman ditentukan oleh morfologi daun yang berhubungan dengan distribusi cahaya, sifat daun dan kerapatan dari daun. Kerapatan daun berhubungan dengan kerapatan populasi yang selanjutnya menentukan kuanta radiasi yang sampai ke lapisan daun bawah. Nilai ILD optimum adalah ILD yang memberikan produksi biomassa

(3)

tertinggi dan ditaksir sekitar 5 pada banyak tanaman (Oldeman & Frere, 1982). Indeks luas daun dan nitrogen daun menentukan variasi dari nilai RUE yang menggambarkan setiap peningkatan intersepsi radiasi akan diikuti oleh peningkatan biomassa tanaman (Tabel 4). Kemudian, penelitian menunjukkan bahwa hasil biji tertinggi sebesar 0.476 t ha-1 dengan indeks luas daun 5.1 pada

perlakuan pemupukan W2N2, dan hasil biji 0.667 t ha-1 dengan indeks luas daun 10.7 pada kerapatan populasi W2P1 (Tabel 8).

Di samping itu, ILD yang besar menunjukkan biomassa daun yang juga besar. Biomassa daun yang besar secara potensial dapat dimanfaatkan untuk keperluan pakan dan sumber bahan organik. Menurut Prihandana et al. (2007) daun tanaman jarak dapat dijadikan pakan ulat sutera emas (Cricula trifenestrata Helf.). Benang sutera yang dihasilkan berwarna keemasan, tidak berbau, lebih berpori, tidak mudah kusut dibanding sutera biasa. Kemudian, tumpukan daun yang jatuh dan terdapat pada lantai tanaman menurut (Nyamai & Omuodo, 2007) dapat meningkatkan akitivitas cacing tanah di dalam tanah pada zona perakaran tanaman sehingga dapat memperbaiki kesuburan tanah. Menurut Goenadi & Santi (2006) pada dasarnya semua bahan organik mentah akan terdekomposisi akibat mikroba pendekomposisi yang berkembang di dalamnya. Dalam kondisi alamiah, dekomposisi berlangsung lambat karena jenis mikroba, ukuran bahan organik, ketersediaan air, udara, dan nutrisi tidak dalam kondisi optimal. Optimalisasi proses ini dapat diperoleh dalam pengomposan yang dikendalikan dengan penggunaan bioaktivator pengomposan.

Biomassa yang dihasilkan pada percobaan pertama terlihat lebih besar saat masak fisiologis dibandingkan percobaan kedua, namun biji yang dihasilkan lebih kecil antara 0.385 – 0.223 t ha-1 dibandingkan dengan percobaan kedua antara 0.621 – 0.667 t ha-1. Ini diduga disebabkan oleh kandungan air tanah yang lebih tinggi pada percobaan kedua dengan rentang 341.7 mm – 355.3 mm, sebaliknya pada percobaan pertama kandungan air tanah pada rentang 258.6 mm – 272.5 mm atau ada perbedaan sebesar 23%. Ini berarti peran penting air dalam penyerapan hara tanaman oleh tanaman dan perlu menjaga kandungan air tanah dan nitrogen agar mencukupi selama pertumbuhan tanaman.

(4)

5.3. Kandungan Air Tanah, Air Tanaman, dan Evapotranspirasi Pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen, karena air mempunyai peran penting dalam kehidupan tanaman. Peningkatan kandungan air tanah akan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Kondisi air tanah dan sifat tanaman akan menentukan kandungan air tanaman dan evapotranspirasi aktual. Jenis tanah pada lahan percobaan adalah Ultisol. Jenis tanah Ultisol merupakan tanah yang terjadi penimbunan liat di horizon bawah permukaan Horizon Argilik atau Kandik dengan nilai kejenuhan basa (KB) pada lapisan atasnya kurang dari 35% (Goenadi, 1982). Berdasarkan analisis data awal proporsi pasir : debu : liat adalah 6.2% : 45.3% : 48.5% atau tekstur tanah termasuk liat berdebu atau tanah bertekstur halus. Tanah jenis ini berpotensi mampu menahan air lebih banyak dibandingkan dengan tanah bertektur kasar lainnya yang terlihat dari laju permeabilitas yang sedang, yaitu 2.13 cm jam-1, kadar air tanah pada tegangan air skala pF 1.00, 2.00, 2.54, dan 4.20 masing-masing sebesar 44.16, 41.82, 36.28, dan 27.48 % (volume) dan total pori tanah sebesar 46.42%. Menurut Goenadi (1983) tanaman Stevia tumbuh dengan baik apabila tegangan air tanah rendah (pF 1.0 dan 2.0), yaitu pada kandungan air tanah di atas kapasitas lapang. Lebih lanjut ditambahkan oleh Erwiyono & Goenadi (1990) porisitas tanah yang demikian akan meningkatkan pori penyimpan air yang memberikan kondisi terbaik untuk penyemaian kakao di pembibitan.

Kandungan air tanah beberapa perlakuan dalam percobaan pertama pada lapisan 0 – 20 cm dan 0 – 100 cm terlihat berada di bawah titik layu permanen. Artinya dalam percobaan pertama, tanaman masih memerlukan penambahan air untuk pertumbuhannya, namun terbatas ketersediaannya. Sementara itu, kandungan air tanah dalam percobaan kedua pada kedalaman yang sama masih dalam rentang kapasitas lapang dan titik layu permanen. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan air tanaman percobaan pertama hanya pada rentang 380.4 – 491.0 mm atau sebesar 2.0 – 2.6 mm hari-1, sedangkan dalam percobaan kedua berada pada rentang 401.3 – 632.4 mm atau 2.1 – 3.3 mm hari-1. Air yang diperlukan oleh tanaman jarak pagar selama periode setahun antara 300 – 1 500

(5)

mm atau 0.8 – 4.1 mm (Gübjtza et al. 1999; Nyamai & Omuodo, 2007), antara 500 – 1 500 mm atau 1.4 – 4.1 mm (Wahid, 2006). Jadi, baik pada percobaan pertama maupun kedua kebutuhan air tanaman mencukupi dan yang membedakan keduanya adalah karena besaran kandungan air tanah sebesar 5 – 22% yang mengakibatkan aliran massa juga akan besar dan diduga menyebabkan perbedaan hasil biji pada kedua percobaan tersebut.

Kandungan air tanaman berkaitan erat dengan kemampuan tanaman untuk bertahan selama periode kekurangan air. Kandungan air yang terdapat pada tanaman lebih banyak pada bagian batang dibandingkan dengan bagian daun dan akar. Total air tanaman yang dapat dipertahankan selama percobaan masih pada rentang 74 – 82%. Kandungan air tanaman berkayu umumnya berada di bawah 70%. Kandungan air tanaman budidaya herba bervariasi antara 70 – 80%, tergantung pada umur, spesies, jaringan tertentu dan lingkungan. Ini berarti jarak pagar mempunyai cadangan air lebih besar di dalam tubuhnya untuk mengantisipasi kekurangan air pada lingkungan tumbuhnya.

5.4. Nitrogen Tanah dan Tanaman

Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara, pupuk dan air hujan. Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah yang dekomposisinya dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, pH, jenis bahan organik, dan mikroba. Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu protein, senyawa-senyawa amino, amonium, dan nitrat. Perubahan-perubahan bentuk nitrogen dalam tanah dari bahan organik melalui aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi dipengaruhi oleh tata udara, pH tanah, suhu (Hardjowigeno, 2003). Menurut Goenadi (1994) faktor fisik dan kimia tanah tersebut mempengaruhi tidak saja aktivitas mikroba, tetapi juga keragaman spesiesnya yang dapat mempercepat pelapukan limbah organik padat. Kemudian, tanaman akan mengambil nitrogen dalam bentuk amonium dan nitrat (Marschner, 1995).

Mineralisasi nitrogen tanah dalam percobaan pertama berkisar antara 0.004 – 0.347 t ha-1, sementara itu dalam percobaan kedua lebih besar yang

(6)

berkisar antara 0.144 – 0.436 t ha-1. Ini diduga juga karena kadar air tanah yang lebih tinggi dalam percobaan kedua dan mempengaruhi dekomposisi bahan organik N tanah. Bentuk nitrat di dalam tanah lebih banyak dibandingkan amonium. Nitrogen yang diserap oleh tanaman saat masak fisiologi pada percobaan pertama berkisar antara 0.059 – 0.349 t ha-1. Dalam percobaan kedua,

nitrogen yang diserap lebih besar pada rentang 0.097 – 0.363 kg ha-1.

5.5. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar

Penyediaan perkiraan yang akurat akan keuntungan dan resiko dari alternatif sistem pengelolaan tanaman dengan mengetahui hasil sebelum panen telah meningkatkan permintaan pada model simulasi tanaman (Bannayan et al. 2003). Penggunaan model simulasi untuk memprediksi hasil sebagai fungsi dari cuaca dan iklim telah dipelajari secara intensif (Hoogenboom, 2000).

Validasi model telah dilakukan dengan menggunakan data percobaan pertama yang tidak digunakan dalam membangun model dan juga data percobaan kedua. Model yang disusun terdiri dari 4 submodel yaitu submodel perkembangan, pertumbuhan, neraca air, dan neraca nitrogen ternyata dapat mensimulasi perkembangan tanaman, biomassa dan ILD, kandungan air tanah dan evapotranspirasi, dan nitrogen tanah dan tanaman. Walaupun demikian, pada model neraca air dengan peubah kadar air tanah dan neraca nitrogen dengan peubah nitrogen tanah perlu ditelaah lebih jauh, karena plot 1:1 antara hasil simulasi dan pengukuran masih belum sangat baik.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Model neraca air mensimulasi kandungan air tanah dengan asumsi lahan datar sehingga tidak terjadi limpasan permukaan. Model menyimulasi kandungan air tanah berdasarkan kandungan air tanah, perkolasi, infiltrasi permukaan, evaporasi aktual dan laju penyerapan air oleh akar. Model tidak memperhitungkan sifat fisik tanah lainnya seperti porositas tanah yang memperhitungkan tingkat kejenuhan air tanah.

Selain itu, model neraca nitrogen menyimulasi nitrogen tanah dengan asumsi tidak terjadi limpasan permukaan. Model menyimulasi nitrogen tanah berdasarkan amonifikasi, nitrifikasi dan pencucian yang dipengaruhi oleh suhu

(7)

udara, pH tanah dan kelembapan tanah. Komponen lain yang terlibat dalam penguraian nitrogen tanah tidak diperhitungkan seperti peran mikroba tanah, fiksasi nitrogen dari udara dan tambahan nitrogen dari air hujan. Ini berarti pada kedua sub model yaitu neraca air dan neraca nitrogen dapat ditingkatkan lagi kemampuan prediksinya dengan melakukan beberapa perbaikan model.

Secara keseluruhan model terbukti mampu menyimulasikan dinamika air, nitrogen dan pergerakannya ke tanaman yang selanjutnya berperan dalam pertumbuhan tanaman, walaupun tidak semua komponen sistem dilibatkan dalam pemodelan. Oleh karena itu, model tanaman jarak pagar ini dapat diaplikasikan dalam manajemen tanaman dan pengambilan keputusan.

Validasi model pada wilayah dengan pola curah hujan Monson telah dilakukan di tempat penelitian dilaksanakan. Pola curah hujan di Indonesia secara umum terbagi menjadi 3 pola utama, yaitu (1) pola Monson yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin Monson Barat dengan curah hujan berlimpah dan Monson Timur dengan jumlah curah hujan sangat sedikit. Curah hujan pola Monson ini umumnya berbentuk seperti hurup V dan wilayah yang mempunyai curah hujan jenis Monson ini sangat luas terdapat di Indonesia, (2) pola equatorial yang sangat dipengaruhi oleh lintasan matahari di daerah equator. Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. Jumlah curah hujan maksimum terjadi setelah ekinoks (panjang siang dan malam 12 jam) pada bulan Maret dan September. Pengaruh Monson di daerah ekuator kurang tegas dibandingkan pengaruh insolasi pada waktu ekinoks. Pontianak dan Padang merupakan contoh tempat yang mempunyai curah hujan tipe ini, dan (3) pola lokal yang dipengaruhi oleh sifat lokal. Distribusi curah hujannya kebalikan dari jenis Monson sehingga berbentuk hurup A. Wilayah yang mempunyai jenis lokal sangat sedikit, misalnya Ambon. Oleh karena wilayah pola curah hujan jenis Monson ini sangat luas di Indonesia, maka kondisi ini menjadi pertimbangan melaksanakan penelitian di wilayah dengan curah hujan bertipe ini.

Perbedaan pola hujan menyebabkan keragaman genetik semakin besar dan untuk mendukung pengembangan jarak pagar di Indonesia, teknologi yang relatif tersedia adalah pengolahan hasil (off farm), sedang yang berkaitan dengan bahan tanaman seperti klon/varietas unggul dan budidaya (on farm) belum ada.

(8)

Oleh karena itu, dalam rangka penyiapan bahan tanaman, Mahmud (2006) menjelaskan Puslitbang Perkebunan sejak tahun 2005 telah melakukan eksplorasi ke berbagai daerah yaitu Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan; tahun 2006 akan dilanjutkan pada beberapa provinsi lain. Hasil eksplorasi menemukan berbagai karakter tanaman yang berpotensi untuk digunakan untuk kegiatan pemuliaan, seperti pada buah yang jumlah, bentuk dan ukuran serta periode masak yang berbeda-beda antar ekosistem.

Hasil eksplorasi tersebut ditanam pada 3 kebun induk, yaitu K.P. Asembagus, Situbondo-Jawa Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati-Jawa Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi-Jawa Barat, mewakili wilayah iklim basah. Para ahli benih Puslitbang Perkebunan melakukan seleksi massa untuk memilih individu terbaik yang akan menghasilkan benih populasi berikutnya. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai benih sumber, sehingga diperoleh tiga populasi masing-masing IP-1A (dari Asembagus), IP-1M (dari Muktiharjo) dan IP-1P (dari Pakuwon) dan dikembangkan lagi untuk memperoleh turunan berikutnya (Puslitbangbun, 2006). Jadi, populasi jarak pagar sudah tersedia dengan tipe-tipe iklim berbeda sehingga perbaikan model dari sisi bahan genetik tanaman dapat dilakukan serta yang perlu diperhatikan dari sisi iklim adalah radiasi surya, curah hujan, temperatur, kelembapan dan angin yang akan bervariasi menurut lokasinya. Radiasi surya yang berperan terhadap kandungan minyak, sebagai contoh akan mengalami pengurangan intensitasnya pada tempat-tempat yang tinggi. Kecepatan angin sebagai contoh berikutnya akan berperan besar pada evapotranpirasi tanaman, jika tanaman ini dikembangkan pada pulau-pulau kecil.

5.6. Aplikasi Model

Model yang mempunyai ketepatan prediksi merupan model yang handal dan dapat dimanfaatkan untuk penerapan pada manajemen tanaman seperti dosis pemupukan dan lajunya, memprediksi hasil dengan kondisi lingkungan yang bervariasi seperti penanaman di ketinggian tempat tertentu atau berdasarkan skenario iklim dalam mengantisipasi perubahan iklim.

(9)

Model tanaman jarak yang telah disusun mempunyai ketepatan prediksi lebih dari 80% dengan peubah fase perkembangan tanaman dan hasil. Kedua peubah ini dapat menggambarkan tanggapan tanaman terhadap lingkungan yang bervariasi seperti peningkatan atau penurunan suhu udara, pengurangan jumlah curah hujan dan pengurangan intensitas radiasi surya yang diterima karena semakin tinggi tempat penanaman.

Model simulasi tanaman sampai sekarang mulai dapat digunakan secara optimal untuk memprediksi hasil pada waktu yang akan datang karena model sangat tergantung oleh masukan data cuaca harian untuk masa yang akan datang pula. Ramalan cuaca harian untuk satu periode tanam ke depan sudah mulai memberikan hasil yang lebih tepat. Data cuaca historis jangka panjang atau yang dibangkitkan dengan model dapat digunakan untuk menjalankan model dengan beberapa masukan peubah dan parameter untuk mendapatkan berbagai kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan tersebut paling tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Aplikasi model terus bertambah luas dengan semakin banyak proses yang harus diperhitungkan dengan konsekuensi tingkat kerumitan model semakin komplek karena melibatkan faktor-faktor lain seperti penemuan bahan genetik baru, fluktuasi suhu tanah, penambahan nitrogen dari curah hujan, peran mikrobia dalam tanah terhadap penguraian nitrogen tanah, limpasan permukaan dan lain-lain.

Hal yang juga perlu dikaji dalam pemodelan adalah kemampuan jarak pagar dalam menyimpan air dalam organ tubuhnya sehingga dapat bertahan dari kekeringan yang panjang dan juga dapat berfungsi sebagai sekat bakar. Selain itu, biomassa daun yang besar juga sangat potensial dimanfaatkan untuk serasah dan pakan ulat sutera. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan lain dari tanaman ini selain minyak.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan empat peran pustakawan ini, diharapkan perpustakaan di era globalisasi tidak sekadar sebagai “kata benda”, yaitu tempat menyimpan koleksi buku-buku dan aneka ragam koleksi

IAI mengklaim konvergensi SAK Indonesia ke IFRS bermanfaat untuk menurunkan kos modal. Penelitian-penelitian empiris terdahulu telah menemukan bukti penurunan kos modal

Hasil penelitian menggambarkan pengetahauan dan sikap berhubungan secara signifikan dengan kebiasaan ibu mengkonsumsi tablet Fe dan faktor yang paling dominan

Analisis Kesalahan menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dan scaffoldingnya berdasarkan analisis kesalahan Newman pada siswa kelas VIII SMP

 merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas

traveloka melalui twitter terhadap keputusan pembelian pada periode Oktober hingga Desember 2015 adalah sebesar 35,2 % dengan nilai R Square = 0,352 yang artinya bahwa variabel

Sesuai dengan kejadian penyakit ISPA yang menjadi penyebab kematian bayi di Indonesia dan menjadi penyakit yang paling menonjol di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru,

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik melakukan penelitian pada perusahaan Gokana Ramen dan Teppan Cabang Piset Square Bandung untuk membuktikan apakah audit