• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH DI MI MA ARIF MADUSARI SECANG MAGELANG TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH DI MI MA ARIF MADUSARI SECANG MAGELANG TAHUN 2010"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM

PEMBELAJARAN FIQIH DI MI MA’ARIF MADUSARI

SECANG MAGELANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana

dalam Ilmu Tarbiyah

Oleh

SHOLATUN

NIM: 073111218

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii ABSTRAK

SHOLATUN (NIM: 073111218), Implementasi Model Pembelajaran Contextual

Teaching And Learning (CTL) dalam Pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari

Secang Magelang Tahun 2010. Skripsi. Semarang: Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui pembelajaran fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang. 2) Mengetahui implementasi model pembelajaran contextual teaching and learning dalam pembelajaran fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang tahun 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yang dimaksudkan hanya dengan membuat deskripsi atau narasi dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antar variabel, ataupun menguji hipotesis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang dinilai sudah baik. Guru melakukan pembelajaran Fiqih dengan tujuan mengarahkan siswa dalam memahami, mengenal, menghayati dan mengamalkan hukum Islam yang mengarah siswa supaya taat dan bertaqwa kepada Allah SWT melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta pengalaman siswa sehingga menjadi muslim yang selalu bertambah keimanannya kepada Allah SWT. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran Fiqih tersebut, guru melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Implementasi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang berjalan dengan baik; mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, yang sesuai dengan komponen dan karakteristik serta hal-hal lain yang terkait dalam pendekatan CTL. Model pembelajaran Contextual Teaching

dan Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk

membantu guru mengaitkan materi yang telah diperoleh oleh peserta didik ke dalam dunia nyata. Siswa dengan segala potensi yang dimiliki, memungkinkan untuk mengembangkannya sendiri sehingga menjadi pengetahuan yang bermakna, baik sebagai individu, anggota keluarga maupun anggota masyarakat.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

(3)

iii

Semarang, Maret 2011 NOTA DINAS

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Implementasi Model Pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL) dalam Pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif

Madusari Secang Magelang Tahun 2010 Nama : Sholatun

NIM : 073111218

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing,

Darmu’in, M.Ag.

(4)

iv

KEMENTERIAN AGAMA R.I.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH

Alamat: Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax. 7615387

PENGESAHAN

Naskah Skripsi dengan:

Judul : Implementasi Model Pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL) dalam Pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif

Madusari Secang Magelang Tahun 2010 Nama : Sholatun

NIM : 073111218

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam

telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salash satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.

Semarang, April 2011 Ketua, Sekretaris,

Sugeng Ristianto, Drs. M.Ag. Nur Uhbiyati, Hj. Dra. M.Pd.

NIP. 19650819 200302 1 001 NIP. 19520208 197612 2 001 Penguji I, Penguji II,

Raharjo, H. Dr. M.Ed. St. Widodo Supriyono, Drs. M.A.

NIP. 19651123 199103 1 003 NIP. 19591025 198703 1 003 Dosen Pembimbing,

Darmu’in, M.Ag. NIP. 19640424 199303 1 003

(5)

v

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah di tulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, Maret 2011

Sholatun

(6)

vi MOTTO

Ÿξsùr&

tβρãÝàΨtƒ

’n<Î)

È≅Î/M}$#

y#ø‹Ÿ2

ôMs)Î=äz

∩⊇∠∪

’n<Î)uρ

Ï!$uΚ¡¡9$#

y#ø‹Ÿ2

ôMyèÏùâ‘

∩⊇∇∪

’n<Î)uρ

ÉΑ$t6Ågø:$#

y#ø‹x.

ôMt6ÅÁçΡ

∩⊇∪

’n<Î)uρ

ÇÚö‘F{$#

y#ø‹x.

ôMysÏÜß™

∩⊄⊃∪

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung

bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20).1

1

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati dan penuh kebahagiaan skripsi ini penulis persembahkan kepada orang-orang yang telah membuat hidup ini menjadi berarti:

1. Suami Sujadi

2. Anak-anaku Khoirul Imam dan Arif Lukman Hakim 3. Keluarga besarku

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di dunia dan di akhirat kelak.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terselesaikan jika tanpa uluran tangan, bimbingan dan bantuan dari semua pihak baik bersifat materiil maupun spiritual. Dengan teriring rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Suja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Darmu’in, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penulisan skripsi.

3. Kepala MI Ma’arif Madusari Secang Magelang yang berkenan memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang.

4. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah yang telah membekali banyak pengetahuan kepada penulis dalam menempuh studi di Fakultas Tarbiyah.

5. Segenap pegawai Fakultas Tarbiyah, pegawai perpustakaan IAIN, dan pegawai perpustakaan Fakultas Tarbiyah yang telah memberikan layanan yang baik bagi penulis.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis.

Atas jasa-jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka diterima di sisi Allah SWT. dan mendapat balasan pahala yang lebih baik serta mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

(9)

ix

Penulis dalam hal ini juga mengharap kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang, Maret 2011 Penulis,

SHOLATUN NIM : 073111218

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN DEKLARASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Kajian Pustaka ... 6

F. Metode Penelitian ... 8

BAB II MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH A. Pembelajaran Fiqih ... 24

1. Pengertian Pembelajaran Fiqih ... 24

2. Tujuan Pembelajaran Fiqih ... 27

3. Ruang Lingkup Fiqih ... 28

B. Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) ... 11

2. Pengertian Contextual Teaching And Learning ... 11

3. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran CTL ... 12

4. Karakteristik Pembelajaran CTL ... 14

5. Pendekatan Kontekstual dalam Proses Pembelajaran ... 21

(11)

ii

BAB III GAMBARAN UMUM DAN IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH DI MI

MA’ARIF MADUSARI SECANG MAGELANG

A. Gambaran Umum MI Ma’arif Madusari Secang Magelang .... 32

1. Tinjauan Historis ... 32

2. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan ... 33

3. Letak Geografis ... 34

4. Struktur Organisasi ... 35

5. Keadaan Tenaga Pendidik ... 35

6. Keadaan Siswa ... 36

7. Sarana dan Prasarana ... 37

B. Implementasi Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang ... 37

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH DI MI MA’ARIF MADUSARI SECANG MAGELANG TAHUN 2010 ……….. 47 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 59 B. Saran-saran ... 59 C. Penutup ... 60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran fiqh di Madrasah Ibtidaiyah seringkali kurang menarik dan cenderung membosankan bagi siswa. Dalam pembelajaran fiqh di MI siswa diupayakan lebih aktif dan tertarik untuk mengikuti pelajaran agar proses pembelajaran berlangsung dengan kondusif, efektif, kreatif, efisien dan menyenangkan. Pola pembelajaran fiqh di MI diupayakan mampu membangkitkan kreativitas belajar siswa. Agar pembelajaran fiqh terasa mudah dan menyenangkan, pembelajarannya harus dikaitkan seoptimal mungkin dengan kehidupan nyata dalam pikiran siswa, sehingga bermakna dalam kehidupan siswa (anak) dan tidak terasa abstrak. Pembelajaran fiqh juga diharapkan berorientasi membekali siswa dalam bentuk pengetahuan, pola pikir, sikap dan keterampilan.

Sehubungan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran adalah model Contextual

Teaching and Learning (CTL). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) sudah pada tahap implementasi. Artinya guru tidak lagi mendiskusikan atau mempertanyakan landasan filosofis dan arah KTSP, melainkan lebih pada upaya melaksanakan pesan, agar tujuan pendidikan sesuai dengan rumusan idealitas KTSP.

Memang keberhasilan KTSP sangat tergantung dari proses pembelajaran yang dilakukan guru meskipun juga masih ditentukan oleh faktor lain seperti sarana prasarana sekolah. Salah satu upaya untuk menyukseskan KTSP dilakukan dengan cara melaksanakan strategi pembelajaran menggunakan pendekatan CTL (contextual teaching and

learning) pada mata pelajaran Fiqih.

Materi yang terdapat dalam mata pelajaran Fiqih sifatnya memberikan bimbingan terhadap siswa agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan pelaksanaan syari’at Islam, yang kemudian menjadi dasar

(13)

2

pandangan dalam kehidupannya, keluarga dan masyarakat lingkungannya. Bentuk bimbingan itu tidak terbatas pada pemberian pengetahuan tetapi lebih jauh seorang guru dapat memberikan contoh dan suri tauladan bagi siswa dan masyarakat lingkungannya. Karena pada dasarnya mata pelajaran Fiqih merupakan bidang keilmuan yang terikat langsung dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran Fikih diarahkan supaya peserta didik dapat memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikankan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).1

Melalui pembelajaran kontekstual mata pelajaran fiqh dapat diberikan kepada peserta didik untuk menerapkan kaidah-kaidah fiqh ke dalam dunia nyata, sehingga diharapkan tingkat pemahaman siswa dapat meningkat dan bisa mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan untuk jangka panjang. Tidak seperti pembelajaran konvensional yang hanya membantu siswa dalam mengingat mata pelajaran secara jangka pendek.

Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa peserta didik mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mampu mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.2 Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Pendekatan ini cocok diterapkan dalam Fiqih sebagai mata pelajaran yang aplikatif dan dapat mendorong siswa untuk menghayati sekaligus untuk mengamalkan kaidah-kaidah Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana telah digambarkan bahwa al-Qur’an menuntun peserta didiknya untuk menemukan kebenaran melalui usaha peserta didik sendiri, menuntut agar materi yang disajikan diyakini kebenarannya melalui argumentasi-argumentasi logika, dan kisah-kisah yang dipaparkannya

1

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Bab VII, hlm. 50-51

2

Elanine B. Johnson, Contextual Teaching And Learning, Terj. Ibnu Setiawan (Bandung: MLC, 2007), hlm. 14

(14)

3

mengantarkan mereka kepada tujuan pendidikan dalam berbagai aspeknya, dan nasihatnya diikuti dengan panutan.3

Begitu juga dalam rangka memantapkan pelaksanaan materi-materi ajarannya, metode pembiasaan ditempuh pula oleh al-Qur’an. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati larangannya yang bersifat pasti tanpa bertahap terhadap penyembahan berhala, syirik atau kebohongan. Sedangkan dalam soal-soal seperti larangan minuman keras, zina atau riba, proses pembiasaan tersebut dilakukan. Demikian pula dalam hal-hal seperti kewajiban shalat, zakat dan puasa.4

Terlebih lagi bahwa prinsip-prinsip agama yang akan diajarkan di sekolah adalah abstrak dan salah satu prinsip dari semua pengajaran adalah hal-hal yang abstrak harus diajarkan sebagai interpretasi dari pengamalan konkret, lebih-lebih lagi berfikir abstrak (kemampuan memahami arti dari hal-hal yang sama sekali abstrak) secara relatif harus tumbuh dan menuju kematangan pada akhir pertumbuhan pada masa kanak-kanak.5 Prinsip-prinsip tersebut di atas memberi petunjuk bahwa pendidikan agama pada masa kanak-kanak harus mencakup pengalaman-pengalaman konkrit yang bermakna bagi anak dan menghindari hal-hal yang abstrak.

MI Ma’arif Madusari Secang Magelang merupakan salah satu sekolah yang telah menerapkan pendekatan contextual teaching and learning. Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian bagaimana implementasi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang dan kendala-kendalanya.

B. Penegasan Istilah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar terhindar dari timbulnya kesalahpahaman terhadap apa yang terkandung dalam skripsi ini, maka kiranya diperjelas dan dibatasi pengertian tersebut di bawah ini.

3

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 177.

4

Ibid., hlm. 176.

5

Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2001), hlm. 57.

(15)

4

1. Implementasi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan.6 Implementasi yang dimaksud yaitu penerapan CTL dalam pembelajaran Fiqih.

2. Pendekatan CTL

Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.7

Dalam buku Departemen Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Jadi CTL yang dimaksud di sini yakni suatu strategi pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga hasil pembelajarannya diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

6

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2009), hlm. 178.

7

Masnur Muslih, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 41.

(16)

5

3. Pembelajaran Fiqih

Mata pelajaran Fiqih merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di MI yang merupakan bagian dari pendidikan agama Islam. Sedangkan kata Fiqih berasal dari kata faqaha yang artinya ”memahami”.8 Menurut istilah Fiqih adalah ”hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.9 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyyah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan. Jadi pembelajaran Fiqih adalah proses belajar mengajar yang fokus pada pembahasan hukum Islam.

4. MI Ma’arif Madusari Secang Magelang

Madrasah Ibtidaiyah merupakan sekolah dasar yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 372 Tahun 1993 tentang kurikulum Pendidikan dasar berciri khas agama Islam. MI yang dimaksud adalah MI MI Ma’arif yang terletak di desa Madusari kecamatan Secang kabupaten Magelang, sebuah lembaga pendidikan yang setaraf dengan SD dan secara institusi bernaung dibawah Departemen Agama.

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang Tahun 2010” adalah kemampuan seorang pendidik untuk mengkaitkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang dialami siswa serta mendorong membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok pengetahuan Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang.

8

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hlm. 321

9

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001). hlm. 29.

(17)

6

C. Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian tersebut, maka ada beberapa masalah yang perlu peneliti kemukakan, antara lain :

1. Bagaimana pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang?

2. Bagaimana implementasi model pembelajaran contextual teaching and

learning dalam pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang

Magelang tahun 2010?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang.

2. Mengetahui implementasi model pembelajaran contextual teaching and

learning dalam pembelajaran Fiqih di MI Ma’arif Madusari Secang

Magelang tahun 2010.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peserta Didik

Dapat memberi gambaran yang nyata tentang penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran PAI sehingga peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dalam meraih prestasi sebaik-baiknya.

2. Bagi Guru

Kegunaan bagi guru mata pelajaran adalah agar mendapat pengalaman langsung tentang pelaksanaan model pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran PAI

sekaligus sebagai contoh yang dapat dilaksanakan di lapangan. 3. Bagi Sekolah

Dengan mengetahui hasil penelitian ini, hendaknya pihak sekolah memiliki sikap proaktif terhadap setiap usaha guru, mendukung dan

(18)

7

memberi kesempatan kepada guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

F. Kajian Pustaka

Sepanjang telaah penulis, sudah ada penelitian ilmiah yang membahas tentang implementasi pendekatan CTL dalam pembelajaran Fiqih. Sebagai bahan komparasi, penulis akan memaparkan beberapa literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Skripsi Siti Ruwiyah (NIM: 073111299) yang berjudul ”Pengembangan Sumber Belajar Melalui Pendekatan CTL Pada Mata Pelajaran Pendidikan Ibadah Shalat di MI Hidayatussibyan Wadaslintang Wonosobo Tahun 2008/2009.” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar pada mata pelajaran pendidikan ibadah shalat melalui pendekatan CTL, telah diterapkan dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada, yakni melalui media yang tersedia walaupun masih sangat terbatas. Hal itu terlihat kegiatan belajar mengajar yang lebih sering menggunakan media charta dan masih terfokus pada buku ajar. Meskipun sudah mulai menggunakan sumber belajar lainnya seperti perpustakaan dan masjid, namun pelaksanaannya kurang intensif.

Elanine B. Johnson, dalam bukunya yang berjudul “Contextual

Teaching And Learning”, yang khusus membahas masalah pembelajaran

kontekstual (Contextual Teaching And Learning). Dalam buku ini dijelaskan secara gamblang apa saja bidang gerak CTL, menjelaskan cara menggunakan sistem ini dan memberikan banyak contoh cara yang dipakai oleh guru-guru yang sudah berhasil menggunakan CTL untuk membantu peserta didik meraih keunggulan akademis.10

Masnur Muslih dalam bukunya yang berjudul ” KTSP: Pembelajaran

Berbasis Kompetensi dan Kontekstual”. Dalam buku ini disajikan latar

belakang perlunya pendekatan kontekstual diterapkan dalam pembelajaran,

10

(19)

8

pengertian pendekatan kontekstual dan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran.11

Dalam hal ini penulis akan mencoba melakukan elaborasi tentang implementasi pendekatan pembelajaran CTL pada mata pelajaran Fiqih, khususnya di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang.

G. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menfokuskan penelitan pada implementasi pendekatan CTL pada mata pelajaran Fiqih, di antaranya: a. Persiapan pembelajaran Fiqih menggunakan pendekatan CTL b. Proses belajar mengajar Fiqih menggunakan pendekatan CTL c. Evaluasi pembelajaran Fiqih menggunakan pendekatan CTL 2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif lapangan yaitu pendekatan penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individu, situasi atau kelompok tertentu secara akurat.

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci.12

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah cara yang tepat untuk mengumpulkan data lengkap, objektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai subjek dan tujuan penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode observasi

Metode observasi adalah ”pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena atau kejadian yang diselidiki.”13

11

Masnur Muslih, op.cit., hlm. 40.

12

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm. 1

13

(20)

9

Metode ini digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran Fiqih menggunakan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) di MI Ma’arif Madusari Secang Magelang.

b. Metode Interview (wawancara)

Menurut Subagyo wawancara ialah “suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada responden.”14 Metode ini digunakan untuk menggali data tentang sejarah berdirinya madrasah, keadaan guru, tenaga kependidikan dan implementasi pendekatan CTL pada mata pelajaran Fiqih. Yang menjadi nara sumber adalah guru, kepala madrasah dan siswa.

c. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.15 Yakni metode yang menggunakan sekumpulan data verbal berupa tulisan, dokumen, sertifikat, photo, kaset dan lain-lain. Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan sekolah seperti biografi sekolah, jumlah siswa, guru, visi misi MI Ma’arif Madusari Secang Magelang, foto pembelajaran dan perangkat pembelajaran lain seperti RPP.

4. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari lapangan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.16

14

P. Jogo Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 39

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta, Rineka Cipta, 1997), hlm. 135.

16

(21)

10

Adapun metode yang dipakai dalam menganalisis data adalah deskriptif kualitatif, yang dimaksudkan hanya dengan membuat deskripsi atau narasi dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antar variabel, ataupun menguji hipotesis.

Adapun metode yang dilakukan dalam pendekatan kualitatif deskriptif, adalah sebagai berikut:

a. Deduksi

Yaitu cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai kejadian yang bersifat khusus.17

b. Induksi

Yaitu apa saja yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas atau jenis berlaku juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas itu atau jenis itu. Jika orang dapat membuktikan bahwa suatu peristiwa termasuk dalam kelas yang dipandang benar, maka secara logik dan otomatik orang dapat menarik kesimpulan bahwa kebenaran yang terdapat dalam kelas itu juga menjadi kebenaran bagi peristiwa yang khusus itu.18

Dengan demikian, induksi adalah cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus, konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.

17

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: yayasan Penerbit Fakultas Psikology, Andi Offset1980), hlm. 42.

18

(22)

11 BAB II

MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

A. Pembelajaran Fiqih

1. Pengertian Pembelajaran Fiqih

Pembelajaran adalah proses yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar. Sebelum penulis menjelaskan pengertian pembelajaran Fiqih terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai beberapa pengertian belajar.

Secara bahasa kata pembelajaran berasal dari kata belajar dan mendapat imbuhan pe- dan -an yang berarti ”proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.”1 Sedangkan secara istilah pengertian belajar adalah “tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetapkan sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”2

Menurut Moh. Uzer Usman pembelajaran adalah “suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.”3

Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun eksternal yang datang dari lingkungan peserta didik itu sendiri. Untuk itu seorang pendidik dengan mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran maka bagaimana seorang pendidik untuk dapat memberikan motifasi dan semangat kepada mereka ketika beberapa faktor yang datang dari luar atau dari luar sebagai penghambat bagi mereka.

1

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2009), hlm. 21

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 92.

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 4.

(23)

12

Kata Fiqih berasal dari kata faqaha yang artinya ”memahami”.4 Menurut istilah Fiqih adalah ”hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.5 Jadi Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyyah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran mata pelajaran Fiqih adalah sebagai proses belajar untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik, serta dapat meningkatkan kemampuan membangun pengetahuan baru yang di dapat dari pengalaman dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini sesuai dengan komponen pembelajaran secara kontekstual bahwa dengan mengaitkan materi pembelajaran yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari atau dalam konteks kehidupan nyata maka proses pembelajaran benar-benar bermakna dan membekas dibenak mereka.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah dijelaskan bahwa Fiqih merupakan “sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya.”6 Untuk selanjutnya istilah Fiqih ini dipahami sebagai salah satu bagian dari mata pelajaran pendidikan agama yang diajarkan di Madrasah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fiqih adalah proses interaksi antara peserta didik dan pendidik dalam rangka memahami konsep Fiqih yang utuh, sehingga peserta didik mampu mengimplementasikan hukum mawaris dalam kehidupan sehari-hari.

4

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hlm. 321

5

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001). hlm. 29.

6

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah bab VII, hlm. 48

(24)

13

Mata pelajaran Fiqih sebagai bagian dari Pendidikan Agama Islam (PAI) diterangkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya dasar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama islam.7 Dalam hal ini proses pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah tidak terlepas dari peran lembaga Madrasah Ibtidaiyah itu sendiri.

Materi pembelajaran Fiqih yang ada di madrasah tidak lepas dari kurikulum pendidikan nasional yang tidak lain mengacu pada kebutuhan peserta didik dan mnyesuaikan perkembangan zaman. Sehingga pembelajaran Fiqih yang dilakukan oleh pendidik benar-benar membekali peserta didik untuk menghadapai tantangan hidupnya dimasa yang akan datang secara mandiri, cerdas, rasional dan kritis.

Pembelajaran Fiqih yang ada di madrasah saat ini tidak terlepas dari kurikulum yang saat ini ditetapkan oleh pemerintah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagaimana dimaksud adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan. Sehingga kurukulum ini sangat beragam. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang beragam ini tetap mengacu pada standar nasional pendidikan. Standar Nasional Pendidikan itu sendiri terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiyayaan dan penilaian pendidikan

2. Tujuan Pembelajaran Fiqih

Mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang Fiqih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta Fiqih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana

7

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remja Rosda Karya, 2004), hlm. 130

(25)

14

mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam. Secara substansial mata pelajaran Fiqih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.

Mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat:

a. Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.

b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.8

Pemahaman dan pengetahuan tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan sosial. Dan pengalaman yang mereka miliki diharapkan

dapat

menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, tnggung jawab dan disiplin yang yinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Jadi pemahaman, pengetahuan serta pengalaman dalam kehidupan peserta didik senantiasa dilandasi dengan dasar dan hukum Islam untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ruang Lingkup Fiqih

Ruang lingkup Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah meliputi keserasian, keselarasan dan kesinambungan antara:

8

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, hlm. 20

(26)

15

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT

b. Hubungan manusia dengan sesame manusia, dan

c. Hubungan manusia dengan alam (selain manusia)ndan lingkungan Adapun ruang lingkup bahan mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah terfokus pada aspek:

a. Fiqih ibadah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun Islam yang benar dan baik, seperti: tata cara taharah, salat, puasa, zakat, dan ibadah haji.

b. Fiqih muamalah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.9

B. Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning

Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.10 Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan mendorong peserta didik memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga akan memberikan stimulus dan motivasi kepada mereka untuk rajin dan senantiasa belajar.

Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa peserta didik mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mampu mengaitkan

9

Ibid., hlm. 23

10

Masnur Muslih, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 41.

(27)

16

informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.11

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan menyenangkan.

Strategi dan metode pembelajaran menjadi lebih utama dari pada hasil. Pembelajaran kontekstual ini bertujuan membantu peserta didik memahami makna pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.12

2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran CTL

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Konsep pembelajaran CTL ada tiga hal yang harus kita pahami.

Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan untuk menemukan

materi.13 Maksudnya bahwa proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Semua hasil belajar dicapai melalui pengalamannya sendiri. Guru sebenarnya tidak dapat “memberikan” pendidikan kepada pelajar, tetapi pelajar itu sendiri yang “memperolehnya”.

11

Elanine B. Johnson, Contextual Teaching And Learning, Terj. Ibnu Setiawan (Bandung: MLC, 2007), hlm. 14

12

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 80

13

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 255

(28)

17

Tanpa keaktifan pelajar, hasil belajar tidak akan tercapai.14 Dalam konteks sebagaiman firman Allah SWT Q.S. Al-Ra’du: 11

…çµs9

×M≈t7Ée)yèãΒ

.ÏiΒ

È÷t/

ϵ÷ƒy‰tƒ

ôÏΒuρ

ϵÏù=yz

…çµtΡθÝàxøts†

ôÏΒ

̍øΒr&

«!$#

3

āχÎ)

©!$#

Ÿω

çŽÉitóãƒ

$tΒ

BΘöθs)Î/

4®Lym

(#ρçŽÉitóãƒ

$tΒ

öΝÍκŦàΡr'Î/

3

!#sŒÎ)uρ

yŠ#u‘r&

ª!$#

5Θöθs)Î/

#

[þθß™

Ÿξsù

¨ŠttΒ

…çµs9

4

$tΒuρ

Οßγs9

ÏiΒ

ϵÏΡρߊ

ÏΒ

@Α#uρ

١٥

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Al-Ra’du: 13)

Kedua, CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan

antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.16 Hal ini sangat penting, sebab dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Mengingat sesuatu adalah suatu hal yang tidak mudah, untuk itu perlu

adanya suatu kesadaran bahwa mengingat sesuatu yang telah dipelajari sangat penting. Mengingat yang didasari atas kebutuhan dan kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar.17

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat

14

Departemen Agama RI, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), hlm. 39

15

Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjamahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 370

16

Wina Sanjaya, loc.cit.

17

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 137

(29)

18

memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran dengan pendekatan secara kontekstual, materi yang diajarkan bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi untuk difahami sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

3. Karakteristik Pembelajaran CTL

Menurut Johnson ada delapan karakteristik utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yang disebutkan sebagai berikut:

a. Membuat keterkaitan yang bermakna b. Melakukan pekerjaan yang berarti

c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri d. Bekerja sama

e. Berpikir kritis dan kreatif

f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang g. Mencapai standar yang tinggi

h. Menggunakan penilaian autentik.18

4. Komponen Contextual Teaching and Learning

Ada tujuh komponen utama yang mendasari pembelajaran kontekstual. Adapun ketujuh komponen itu adalah kontruktivisme (contruktivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment), adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Konstruktivisme (contruktivism)

Kontruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pada dasarnya menekankan pentingnya peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.19 Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap

18

Elaine B. Johnson, op.cit., hlm. 65-66

19

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitsik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 106

(30)

19

untuk diambil dan diingat. Manusia mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan Pendekatan konstruktivisme ini mempunyai prinsip bahwa anak pada dasarnya membangun/mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan sosial. Dalam pendekatan ini diupayakan anak dapat memotivasi dan mengarahkan diri secara intrinsik.

Tujuan pembelajaran konstruktivisme menekankan pada penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: a. Menjadikan pengatahuan bermakna dan relevan bagi siswa

b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri

c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.20

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran berbasis

Contextual Teaching and Learning. Pengetahuan dan ketrampilan yang

diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri.

Kegiatan menemukan pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami, karena inquiri menuntut peserta didik berfikir. Metode ini menempatkan peserta didik pada situasi yang melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata, dengan demikian melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analisis dan kritis.21

c. Bertanya

Asas ketiga dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah questioning atau bertanya. Peran bertanya sangat penting, sebab

20

Ibid., hlm. 109

21

E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2003), hlm. 235

(31)

20

melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan peserta didik menemukan kekurangan dan kelebihan yang ada pada peserta didik baik kemampuan dari segi kognitifnya, afektif maupun psikomotoriknya.

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.22

Peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Melalui komponen questioning dalam pembelajaran Contextual

Teaching and Learning, guru dapat mengetahui kemampuan siswa

dalam menerima pelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ini guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memberi rangsangan agar siswa dapat menemukan sendiri dan materi yang telah diajarkan benar-benar bermakna dan membekas pada dirinya.

Komponen questioning atau bertanya dalam proses pembelajaran mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Memberikan dorongan dan pengarahan kepada siswa dalam berpikir untuk memecahkan masalah

2) Memberikan latihan kepada siswa untuk menggunakan informasi dan ketrampilan memproseskan perolehan dalam menjelaskan atau memecahkan suatu masalah

3) Memberikan dorongan atau mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah dengan kemampuan sendiri

4) Merangsang rasa ingin tahu siswa

5) Memperoleh umpan balik dari siswa mengenai tingkat keberhasilan penyampaian materi, bagian-bagian dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit atau belum dipahami.23

22

Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 266

23

Cony Semiawan, et. al, Pendekatan Ketrampilan Proses, (Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia, 1992), hlm. 71

(32)

21

d. Masyarakat Belajar

Konsep ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman siswa dipengaruhi oleh komunikasi dengan orang lain.24 Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antar mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.25

Kerja sama dalam kelompok memberi banyak manfaat bagi peserta didik. Peserta didik cenderung lebih berhasil dengan adanya bermacam-macam tugas belajar, meningkatkan kemampuan mereka dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dangan cara berbagi strategi dengan peserta didik lain. Dengan kerja kelompok juga dapat meningkatkan ketrampilan sosial yang diperlukan untuk keberhasilan hidup ketika berinteraksi dengan orang lain di masyarakat secara nyata. Hal ini sekaligus peserta didik akan mempersiapkan diri untuk berinteraksi dengan masyarakat luas yang terdiri dari banyak orang yang berbeda pula.

Kelas yang berbasis kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecakapan belajarnya, maupun dilihat dari bakat minatnya. Dan perlu dingat bahwa adanya kelompok-kelompok ini mereka semua harus bekerja ketika ada tugas atau permasalahan yang dihadapi. Sebagaimana dalam pembelajaran kooperative yang didalamnya dibentuk beberapa kelompok-kelompok kecil, dengan adanya kelompok ini untuk meningkatkan pencapaian prestasi siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan

24

Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 267

25

(33)

22

mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka.26

Kegiatan learning community sesuai dengan salah satu dengan prinsip yang digunakan untuk mengaktifkan sisa dalam belajar yaitu prinsip sosial. Satu sama lain saling membantu, bekerja sama dan berinteraksi untuk memecahkan suatu masalah. Kegiatan learning community juga diharapkan siswa akan berwawasan luas karena banyak pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai sumber. e. Pemodelan (modeling)

Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Pemodelan merupakan komponen yang pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan peserta didik untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan. Maksudnya dalam pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model tertentu yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep.

Peserta didik benar-benar akan mudah memahami dan mengerti tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari melalui demonstrasi yaitu dengan melihat secara langsung tentang materi yang diajarkan oleh seorang pendidik. Demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada peserta didik.27

Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.28 Seorang siswa dapat ditunjuk memberi contoh kepada temannya. Hal ini akan memudahkan kepada siswa untuk memahami suatu materi

26

Robert E. Slavin, Cooperative Learning, terj. Nurulita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 5

27

Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang : Rasail Media Group, 2008), hlm.20

28

(34)

23

pelajaran dengan adanya model yang dihadirkan didalam kelas. Pembelajaran yang ada didalam kelas tetap dikendalikan oleh guru sekalipun model itu dihadirkan dari luar atau orang yang berkompeten dibidangnya karena dalam seluruh prosedur mengajar itu guru memegang peranan yang utama. Dialah yang disebut manager of the

conditions of learning.29

f. Refleksi (reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajarinya yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.30 Peserta didik mengedepankan apa yang baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut:

1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.

2) Perenungan merupakan respon atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.

3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat.31

g. Penilaian Authentic (Authentic Assessment)

Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh guru sehingga dapat memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar dan mengetahui perkembangannya. Melalui karakteristik pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning adalah penilaian sebenarnya yaitu proses pengumpulan berbagai data

29

S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 189

30

Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 268

31

(35)

24

yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa.32

Assesssment adalah proses pengumpulan berbagai data tentang

gambaran perkembangan siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran seharusnya ditekankan pada upaya membantu agar siswa mempu mempelajari, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi sebanyak mungkin diakhir periode pembelajaran.

Melalui penilaian autentik kamajuan belajar peserta didik dapat diketahui dari proses pembelajaran, dengan melakukan penilaian yang dilakukan secara terintegrasi dalam proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu penekanan pada proses pembeajaran ini adalah pada proses pembelajaran bukan melalui hasil.

Perolehan data ini dapat dilakukan oleh guru dengan mengumpulkan hasil penilaian yang dilakukan guru. Adapun hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian adalah proyek/kegiatan dan laporannya, pekerjaan rumah (PR), kuis, karya peserta didik, presentasi atau penampiran peserta didik, demonstrasi, lapran, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis.33

5. Pendekatan Kontekstual dalam Proses Pembelajaran

Melalui Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini ada beberapa perbedaan dengan pembelajaran dengan pendekatan secara tradisional yaitu:34

No Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Kontekstual 1 Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori spasial 2 Berfokus pada satu bidang

(disiplin)

Mengintegrasikan berbagai bidang (disiplin) atau multidisiplin

32 Ibid. 33 Trianto, op.cit., hlm. 115 34

(36)

25

3 Nilai informasi bergantung pada guru

Nilai informasi berdasarkan kebutuhan peserta didik

4 Memberikan informasi kepada peserta didik sampai pada saatnya dibutuhkan

Menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik

5 Penilaian hanya untuk akademik formal berupa ujian

Penilaian autentik melalui penerapan praktis pemecahan problem nyata Di atas adalah sebagian dari perbedaan antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pembelajaran dengan pendekatan tradisional. Sehingga guru yang menggunakan pendekatan kontekstual dapat dilihat dari cara mengajar maupun langkah-langkah yang digunakan.

Guru selalu berusaha bagaimana memberikaan yang terbaik bagi anak didiknya termasuk bekal untuk kehidupan dimasa mendatang. termasuk mendidik siswanya supaya mahir, baik segi materi maupun intelektualitasnya. Dalam hal ini pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memungkinkan untuk mewujudkan hal itu.

Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekastual di kelas. Ketujuh komponen tersebut adalah kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan , refleksi dan penilaian sebenarnya.

Kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru perlu disiasati sedemikian rupa sehingga sesuai denagn tingat kemampuan peserta didik. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bahwa proses pembelajaran yang ada didalamnya adalah mengutamakan pada penilaian proses bukan hasil.

Adanya kelompok belajar dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat membantu siswa dalam memahami pembelajaran karena dalam kelompok tersebut guru dapat mengorganisasi peserta dalam kelompok tersebut, missal dalam kelompok tersebut terdapat siswa yang sudah bisa atau mampu menguasai materi maka siswa tersebut dapat membantu temen dalam kelompok tersebut yang belum bisa.

Penerapan model pembelajaran kontektual di kelas hendaknya guru benar-benar memahami konsep pembelajaran ini supaya proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal.

(37)

26

Pseserta didik menemukan makna pembelajaran dan akan membekas dibenak mereka atau akan selalu dingat dalam otak. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kontekstual bahwa siswa dapat dibekali materi-materi yang mampu bertahan dalam jangka panjang sehingga dimana dan kapan mereka menemui permasalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang pernah mereka dapatkan sewaktu dibangku sekolah benar-banar masih berada dalam ingatan yang masih sempurna.

Ada beberapa hal yang dapat diikuti berkaitan penerapan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna denga cara menemukan sendiri, dan mengonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya

b. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

c. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) d. Tunjukkan model sebagai contoh pembelajaran

e. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

f. Lakukan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dan berbagai cara.35

Melalui pembelajaran kontekstual peserta didik diberi kesempatan penuh untuk mengembangkan pemikiran mereka. Dengan tujuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas menjadi siswa yang aktif baik kehadirannya, mengungkapkan pendapatnya atau berargumen, menemukan hal yang baru bukan menjadi siswa yang pasif yang hanya mendengarkan keterangan guru atau hanya dicatat sehingga atidak dapat membekas dalam diri mereka. Pembelajaran ini juga dianggap pembelajaran yang menyenagkan. Pembelajaran ini berkaitan dengan kehidupan yang nyata yang ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Tidak hanya itu mereka dapat menikmati pembelajaran dengan kehadiran sosok model yang dihadirkan oleh guru tentuya model itu yang berkompeten dalam bidangnya. Kelompok belajar juga mendukung semangat mereka dalam belajar karena terjadi interaksi antara siswa sudah mahir dapat membantu siswa belum tahu mengenai materi pelajaran yang sedang dipelajari.

35

(38)

27

Tidak semuanya penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai keunggulan yang paling baik dibanding dengan metode-metode lain. Ada beberapa titik kelemahan dari penerapan model pembelajaran ini. Kelemahan tersebut yaitu:

a. Seoarang pendidik harus secara penuh terlibat dalam proses pembelajaran.

b. Sarana prasarana yang mendukung pembelajaran.

c. Seorang pendidik mampu menguasai model pembelajaran kontekstual dan mampu menguasai kelas secara maksimal.

d. Membutuhkan tenaga ekstra, baik fisik maupun segi pemikiran serta membutuhkan waktu yang lama.

e. Tidak semua materi dapat dikontekstualkan, walaupun model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum apa saja termasuk kurikulum 2006 atau KTSP

C. Pendekatan Pembelajaran Fiqih melalui CTL

Istilah pendekatan memiliki kemiripan dengan strategi maupun metode. Akan tetapi ketiga komponen tersebut saling berkaitan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan.36 Kemudian metode adalah untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal.

Pendekatan (approach) diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.37 Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dalam pembelajaran Fiqih yang sesuai dengan standar isi Madrasah Ibtidaiyah terdapat beberapa pendekatan berkaitan dengan cakupan materi pada setiap aspek dalam suasana pembelajaran terpadu, meliputi:

36

Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 126

37

(39)

28

1. Keimanan, yang mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah sebagai sumber kehidupan

2. Pengalaman, mengkondisikan peserta didik untuk mempraktikan dan merasakan hasil-hasil pengalaman isi mata pelajaran Fiqih dalam kehidupan sehari-hari

3. Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan melakukan tata cara ibadah, bermasyarkat dan bernegara yang sesuai dengan materi pelajaran Fiqih yang dicontohkan oleh para ulama

4. Rasional, Usaha meningkatkan proses dan hasil pembelajaran Fiqih dengan pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan penalaran.

5. Emosiaonal, Upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati pelaksanaan ibadah sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik. 6. Fungsional, menyajikan materi Fiqih yang memberikan manfaat nyata

bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas

7. Keteladanan, yaitu pendidikan yang menempatkan dan memerankan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan, sebagai cerminan dari individu yang mengamalkan materi pembelajaran Fiqih.38

Sesuai dengan komponen pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, menurut penulis bahwa komponen tersebut telah mencakup pendekatan pembelajaran Fiqih yang sesuai dengan standar isi Madrasah Ibtidaiyah , jadi bagaimana seorang pendidik untuk menyampaikan materi pembelajaran Fiqih dengan tepat melalui pendekatan-pendekatan tersebut.

Sekiranya pembelajaran Fiqih dengan menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning sangat penting untuk meningkatkan

pemahaman mereka dalam memahami hukum Islam, sehingga peserta didik tidak membayangkan materi yang diajarkan akan tetapi materi yang diajarkan tersebut benar-benar terjadi di lingkungan kehidupan sehari-hari mereka.

38

(40)

29

Pembelajaran Fiqih dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam penerapannya tidak lepas dari metode yang digunakan dalam menyampaiakan materi yatu sebagai pendukung dari keberhasilan penerapan pendekatan dalam pembelajar tersebut. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual, yaitu:

1. Metode ceramah

Metode ceramah yaitu disamping menerangkan materi, guru dapat menyelipkan kisah-kisah yang besumber dari Al-Qur’an dan hadits. Misal materi shalat berjamaah, shalat bagi orang sakit. Metode ini sebenarnya tidak dapat ditinggalkan dalam setiap penyampaian materi, yang dikolaborasikan dengan metode lain.

2. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru memberikan jawaban.

3. Metode diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi. Hal ini yang akan membuat siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan dan berpikir kritis dalam menuangkankan ide-ide ketika ada suatu permasalahan. Dalam metode diskusi ini guru tetap mendampingi secara penuh dalam pembelajaran.

4. Metode demonstrasi

Metode ini dalam pembelajaran Fiqih digunakan untuk memberikan penjelasan kepada peserta didik dan memudahkan untuk memahami suatu materi pelajaran dengan memperlihatkan sesuatu di depan kelas. Misalnya digunakan untuk memperagakan atau mempertunjukkan bagaimana gerakan shalat yang benar.

(41)

30

Pembelajaran Fiqih dengan metode drill ini digunakan untuk melatih dan membiasakan siswa melaksanakan kaifiyah secara mudah, tepat dan benar. Sebagaimana bacaan shalat bisa di driilkan menjelang pelajaran dimulai.

Pembelajaran Fiqih yang ada di madrasah tersebut dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai pendukung karena kelima metode tersebut adalah sebagai metode pembelajaran yang tidak dapat ditinggalkan dalam mensukseskan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak berkaitan dengan metode pembelajaran yang lain sebagai pendukung. Hal ini semua kembali kepada pendidik yang berperan secara langsung dalam proses pembelajaran.

Gambar

FOTO PEMBELAJARAN

Referensi

Dokumen terkait

Di kelas guru memikul tugas yang berbeda dengan seorang bapak di dalam keluarga.Seorang guru tidak hanya bertugas memacu murid supaya belajar di dalam kelas saja,

Kemampuan mengajar yang diamati pada ca- lon guru fisika mencakup kemampuan merancang pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembela- jaran dan kemampuan mengevaluasi

Berdasarkan dari uraian diatas maka penelitian ini berjudul “pengaruh ukuran daerah, jumlah skpd, umur pemerintah daerah, dan temuan audit terhadap tingkat

Penyortiran bertujuan untuk memisahkan jenis biji kopi luwak jantan, betina dan rusak %re&#34;ect&amp;.Menurut edukator biji kopi ini ternyata ada + ma&#34;am, ada yang jantan

variabel dependen (tidak bebas) dengan dua atau lebih variabel independen. (bebas)..

Tindakan ahli waris yang tidak memberikan atau tidak mengusahakan obat terhadap orang yang sakit, padahal keluarga (ahli waris) sanggup dan memiliki kemampuan

From the analysis, there are three main points drawn. First, Chick Benetto is a person who is messy, rude, selfish, rebellious, introvert, dishonest, tender, and wishy- washy.

Dalam penelitian ini sludge dari limbah bir dikeringkan dan dibuat pelet, kemudian diaplikasikan sebagai biosorben pada limbah cair sintetis yang mengandung logam