• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. G20 bukan merupakan lembaga atau organisasi internasional yang memiliki legitimasi formal dan sistem administrasi yang baku seperti institusi bentukkan brettonwoods system. G20 merupakan sebuah rezim, berupa forum tingkat tinggi yang menyatukan para pemimpin global untuk kerjasama ekonomi dan keuangan. Setiap tahun, terjadi pergantian troika (kepemimpinan) untuk pengadaan summit. Meskipun tidak legally binding (mengikat secara hukum) namun G20 menghasilkan seperangkat prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan dan prosedur pembuatan kebijakan.

2. G20 mengalami tantangan ketika krisis finansial mulai dirasakan oleh banyak negara yang diawali dengan krisis subprime mortgage AS dan meluas di tingkat global. Krisis ini unik, karena krisis finansial 2008 bermula dari Amerika Serikat (AS), mempengaruhi Uni Eropa sehingga menimbulkan krisis ekonomi. Pada Intinya krisis ekonomi Uni Eropa adalah ketidakmampuan negara dalam membayar utang-utangnya. Krisis ekonomi diawali dari krisis Yunani yang kemudian menyebar ke Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Italia. Bank Sentral Eropa (European Central Bank) yang memiliki tanggung jawab dalam masalah moneter negara zona euro. telah memberlakukan aturan bahwa rasio utang negara zona euro tidak boleh di atas 60% dari GDP-nya dan defisit tiap negara tidak boleh di atas 3% dari GDP.

(2)

3. Krisis yang berasal dari negara-negara maju (AS dan UE), yang merupakan pusat kapitalisme global. Menimbulkan animo mengenai efektifitas G-20. Historis penanganan krisis global, biasanya dominasi diatasi oleh International Financial Institusion (IFIS) seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) bersama negara-negara maju. Saat ini, AS dan UE, beserta IFIS (IMF dan Bank Dunia), justru membutuhkan bantuan likuiditas yang berasal dari negara-negara berkembang. Bantuan likuiditas bagi AS dan UE dipergunakan untuk mengisi kekosongan kas negara. Sementara itu, penambahan likuiditas bagi IFIS, dimaksudkan untuk meningkatkan dana yang dipergunakan membantu negara-negara yang mengalami kekeringan dana.

4. Selain pembelian ke AS, China juga membantu krisis UE. China membeli obligasi yang dikeluarakan European Central Bank (ECB) dalam jumlah besar. Krisis Subprime Mortgage dan krisis utang UE, menjadi pembuka jalan bagi perubahan mendasar. Tidak hanya diseputar tata ekonomi global, namun juga bagi struktur politik global. Krisis global menandai akhir kejayaan AS dan terbentuknya mekanisme balance of power. Dalam kondisi ini juga negara emerging market juga diuntungkan seperti halnya negara China, China mendapat manfaat dengan adanya krisis finansial yang terjadi di AS. Seiring dengan perkembangan pesat perekonomian China, keperkasaan AS di bidang ekonomi ternyata semakin surut. Rendahnya simpanan dana tunai menyebabkan Amerika Serikat meminjam untuk membiayai defisit anggaran federal dan kebutuhan modal untuk menikmati pertumbuhan ekonomi yang sehat. Sedangkan Bank sentral Cina merupakan pembeli utama aktiva Amerika Serikat, terutama karena kebijakan kurs mata uang. Dalam rangka mengurangi apresiasi yuan terhadap dollar, maka Bank Sentral China harus membeli dollar Amerika Serikat. Saat ini China merupakan pemegang utama Obligasi AS. Dengan

(3)

pembelian surat obligasi Amerika Serikat yang dilakukan oleh Cina, menunjukkan adanya saling ketergantungan (interdependensi) diantara kedua negara. Hubungan Amerika Serikat dan yang sebelumnya pasang surut menjadi lebih baik. Tumbuh pesatnya kekuatan perekonomian Cina, sebenarnya membuat Amerika memperlihatkan ketakutan akan terjadinya keruntuhan ekonomi neoliberal yang diciptakannya sendiri. Dominasi AS yang selama ini kuat, dalam G20 mulai meredup.

5. Kehadiran sebuah hegemon diperlukan karena aktor dominan dalam ekonomi dan politik internasional adalah penting untuk menciptakan standar global. Rezim G20 membutuhkan negara yang mampu menjaga stabilitas kerjasamanya. Teori Gilpin (1987) mengatakan bahwa stabilitas hegemoni menegaskan pentingnya kehadiran suatu kekuatan dominan atau hegemon dalam ekonomi dunia yang terbuka dan liberal. Teori ini tidak mengatakan bahwa ekonomi internasional tidak akan dapat eksis dan berfungsi tanpa kehadiran hegemoni. Teori ini mengatakan bahwa tipe tertentu dari orde ekonomi internasional, dalam hal ini liberal, tidak dapat maju dan mencapai perkembangan penuh tanpa kehadiran suatu kekuatan hegemoni. Dari deskripsi diatas, dapat disimpulkan bahwa ketidakefektifan G20 dalam penanganan krisis finansial 2008 disebabkan AS sebagai negara hegemon sedang dalam masa krisis sehingga negara tersebut tidak bisa menyangga secara penuh agenda yang dilakukan oleh G20.

6. Posisi Hegemoni dalam dunia internasional akan menurun seiring dengan munculnya negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, dimana “kekuatan” baru inilah yang menjadi penanggung “the cost of global hegemony” dalam suatu waktu, hegemon akan mengalami penurun dalam hal kemampuan untuk mengatur dan menstabilkan sistem ekonomi. Hal ini kontras dengan syarat sebuah negara ketika muncul sebagai hegemon di

(4)

mana ia harus memiliki kemampuan untuk menjaga dan memberikan jaminan stabilitas sistem internasional.

7. China memang sengaja berada dalam poros sistem barat. China dapat mengambil manfaat liberalisme yang kemudian membawa China pada kemajuan ekonomi seperti saat ini. Konsistensi China juga ditunjukan dengan keikutsertaannya dalam institusi-institusi internasional, seperti IMF, Bank Dunia dan WTO yang merupakan institusi bentukkan Bretton Woods System, yang merupakan produk hagemoni AS. Perubahan dalam sistem internasional ditandai oleh munculnya China sebagai rising power dan hagemoni AS yang menunjukan adanya distribusi power di antara keduanya.

8. Keterlibatan Cina dalam G20 sebagai bukti bahwa negara-negara tersebut berupaya untuk mengoptimalkan model institutional balancing. Hal tersebut relevan dengan apa yang disebut oleh Robert Keohane yang optimis bahwa Cina tidak akan memicu terjadinya konflik internasional meskipun dalam kondisi anarki. Selanjutanya dalam kondisi power-transition negara akan berupaya untuk memaksimalkan power dibandingkan rival, namun teori institusional menjadikan alternatif pilihan dalam menjaga power dalam bentuk kerjasama. Karena institusional menyediakan pilihan yang rasional dalam hal saling memberi informasi dan membentuk ekspektasi dalam menjelaskan kepentingan nasional. Insititusional menyediakan tujuan yang menekankan akan kepentingan bersama dan yang terpenting menyediakan transparasi mengenai perilaku negara.

9. Ketidakefektifan yang kedua, dikarenakan emerging market tidak menaati komitmen agenda G20. G20 menginginkan, negara emerging market menjadi penggerak utama dalam recovery dunia. Serta menginginkan pengelolaan likuiditas global, yang bersinergi antara G20, IFIS dan negara-negara anggota G20. Bagi emerging economies di

(5)

G20, krisis ekonomi yang terjadi di negara lain, bisa berefek pada perilaku foreign direct investments dan aliran modal internasional akan sangat dirasakan langsung oleh emerging economies khususnya terkait nilai tukar, cadangan devisa, dan bagi sektor ekonomi domestik. Oleh karena itu, disamping besarnya manfaat, emerging economies juga mengalami masalah volatilitas dan peningkatan resiko ekonomi sebagai dampak dari kegoncangan ekonomi global. Maka negara Emerging market menginginkan mengumpulkan sebanyak-banyaknya likuiditas, untuk memperkuat pendanaan, sebagai stimulan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, besaran pendanaan atau likuiditas yang masuk justru berasal dari obligasi. Jumlah hutang yang disepakati 60% berasal dari PDB, dengan defisit fiskal 3 % PDB. Dengan kebijakan negara emerging market yang seperti ini, dikhawatirkan negara emerging market akan mengalami krisis setipe dengan krisis Yunani.

10. Ketidakefektifan yang ketiga, dapat dilihat dari perilaku free rider emerging market. Ketidakefektifan G20 dalam menyelesaikan krisis finansial 2008 juga banyak dipengaruhi oleh negara Emerging market, negara Emerging market diuntungkan dengan adanya krisis finansial di negara maju karena arus modal bergerak ke negara yang masih konsen dalam bidang industri manufacture. Sehingga dampak yang dirasakan oleh negara Emerging market sangatlah signifikan mulai pada peningkatan GDP sampai pada ekspansi produk ke negara lain. Namun negara emerging market dan developing countries anggota G20, harus berhati-hati terhadap pelarian modal masuk (foreign capital inflow) atau hot money. Kesepakatan G20, di mulai dari KTT G20 periode krisis Subprime Mortgage (2008-2009). Beberapa negara anggota G20 telah mengajukan usulan agar G20 membahas masalah pengelolaan likuiditas global. Dalam upaya mengukur likuiditas global untuk mendukung pelaksanaan tugasnya di bidang surveillance ekonomi, IMF telah mengajukan proposal

(6)

penciptaan core and non-core liquidity indicators bagi masing-masing negara. KTT G20 menghasilkan peran dan fungsi IMF masih sangat signifikan di dalam proses surveillance internasional. Oleh karenanya, negara maju memandang agar peran IMF dapat ditingkatkan termasuk di dalam penanganan masalah penambahan likuiditas melalui Global Financial Safety Net. Sebagaimana dimandatkan oleh para pemimpin G20 dalam pertemuan di Seoul tahun 2010, pembahasan global liquidity management juga diarahkan pada isu Global Financial Safety Net (GFSN).

11. Negara berkembang sebaliknya berpandangan bahwa keterlibatan IMF yang terlalu besar akan mengulangi stigma negatif, disamping dapat meminimalkan peran mekanisme regional seperti CMIM. Negara berkembang mengharapkan, kemandirian likuiditas. Tanpa ada kewajiban tunduk kepada aturan-aturan OECD Code for Investment Liberalization, dan IMF. Dalam masalah likuiditas ASEAN memperdalam pasar finansial (deepening of financial markets) secara independen dan pencapaian kolaborasi lintas batas pasar modal di antara negara - negara anggota ASEAN.

12. Negara berkembang mengembangkan alat pengaturan likuiditasnya sendiri, melalui sebuah inisiatif yang disebut dengan Asian Bond Markets Initiative (ABMI). Tujuan ABMI antara lain untuk mengembangkan pasar obligasi yang efisien dan likuid. Selain ABMI, negara berkembang juga menyepakati pembentukan Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF) yang ditujukan untuk memberikan jaminan bagi obligasi swasta dengan rating investment grade agar mempunyai akses pasar yang lebih luas.

13. Kesepakatan yang dibuat oleh negara angota G20 dalam penyelesaian krisis finansial 2008 dikatakan tidak efektif karena kesepakatan tersebut hanya pada level komitmen tidak pada tataran aplikatif, tidak ada kontrol yang memadai pasca komitmen itu

(7)

terbentuk sehingga negara anggota G20 lebih memilih kembali pada kepentingan nasionalnya. Tim riset independen, University of Toronto telah melakukan peneltian, dan mempublikasikan data komitmen anggota G20. Secara keseluruhan Negara-negara maju (Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jepang, Inggris, Jerman, Korea, Italia, Australia, dan Uni Eropa) memiliki kepatuhan yang tinggi, untuk memenuhi komitmen-komitmen prioritas KTT G20. Sedangkan Negara-negara berkembang (Argentina, Brazil, China, Indonesia, India, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, dan Turki) tidak mencerminkan kepatuhan yang tinggi, seperti Negara-negara maju.

14. Dari keseluruhan kesimpulan diatas, maka didapatkan bahwa, G20 tidak efektif atau tidak berhasil mengatasi Krisis keuangan global.

penelitian ini, maka didapatkan dengan adanya free rider dari negara-negara Emerging

market dan regionalisme negara emerging market, yang mendapatkan keuntungan dari krisis

yang dialami negara advance countries. Berserta tidak adanya

Referensi

Dokumen terkait

Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai dan resiko

Konektivitas terkait jalur sirkulasi, imaji yang terbentuk memberi kesan stadion sebagai bagian yang terhubung dengan lingkungan sekitar, selanjutnya menghadirkan

bahwa hipertensi (68,9%) dan diabetes melitus (33,3%) merupakan faktor risiko terbanyak. Dari pembagian ini dapat dilihat bahwa hipertensi merupakan faktor risiko yang

Dari hasil sintesis didapatkan senyawa N-(2-nitrobenzil)-1,10- fenantrolinium klorida yang berupa padatan amorf berwarna dengan rerata rendemen yang optimal sebesar 37%+5%,

Menimbang, bahwa berdasarkan pemeriksaan setempat, Majelis Hakim berpendapat gambar lokasi tanah dalam surat ukur ketiga Sertipikat Hak Milik milik Penggugat tidak

Melakukan berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan (daya tahan, kekuatan).. Melakukan pengukuran berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan, pijat menitikberatkan pada minyak yang digunakan untuk pijat, responden bayi usia 1-2 bulan, berat badan lahir

Sehingga dengan alasan tersebut, lebih menguntungkan untuk head sistem yang tinggi digunakan pompa perpindahan positif apabila kapasitas aliran tidak menjadi tujuan utama dari