• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MAKALAH Open Defecation Free (ODF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS MAKALAH Open Defecation Free (ODF)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH

Open Defecation Free (ODF)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PERKESMAS

dibimbing oleh Bapak R. Endro Sulistyono, S.Kep.Ners

Disusun Oleh : Kelompok 42

1. Wildania Athi’ Addina (14.129/3A) 2. Wildha Rosyida Anwar (14.130/3B)

3. Tri Yulasmi (14.124/3C)

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB LUMAJANG

TAHUN 2017

Jalan Brigjen Katamso, Lumajang 67312, Jawa Timur Telp. (0334)882262

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan global Millennium Development Goals bidang sanitasi, saat ini dihadapkan pada kenyataan bahwa diperkirakan masih 2,6 miliar orang (40% dari

(2)

populasi dunia saat ini) tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar, khususnya di Asia dan Afrika. Salah satunya adalah perilaku BABS/Open defecation termasuk contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan

membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air. (1-2) Sanitasi, personal higiene dan lingkungan yang buruk berkaitan

dengan penularan beberapa penyakit infeksi yaitu penyakit diare, kolera, typhoid

fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis, hepatitis A

dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis, malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi.

Hygiene dan sanitasi sangat penting diperhatikan, karena beberapa alasan mendasar, antara lain bahwa sekitar dua juta orang per tahun, kebanyakan dari mereka anak-anak, meninggal akibat penyakit diare. Hampir 90% dari jumlah tersebut diperkirakan terkait dengan kebersihan, pasokan air dan sanitasi yang buruk. Mereka yang tidak memiliki akses dan paling menderita karena sanitasi buruk, adalah masyarakat miskin (WSP-EAP. 2007). Indonesia kehilangan lebih dari Rp 58 triliun, atau setara dengan Rp. 265.000 per orang per tahun karena sanitasi yang buruk. Lebih dari 94 juta penduduk Indonesia (43% dari populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2% memiliki akses pada saluran air limbah perkotaan. Sebagai akibat dari sanitasi yang buruk ini, diperkirakan menyebabkan angka kejadian diare sebanyak 121.100 kejadian dan mengakibatkan lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya. Dampak kesehatan tahunan dari sanitasi yang buruk adalah sebesar Rp 139.000 per orang atau Rp 31 triliun secara nasional (WSP-EAP. 2007). Sementara tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka (Depkes RI, 2008). Hasil studi WHO tahun 2007 (cit. Depkes RI, 2011) memperlihatkan bahwa intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan

(3)

sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45%. Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya diare, sangat erat dengan masih rendahnya akses sanitasi masyarakat. Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang diterbitkan oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat selisih 21% peningkatan akses dari sisa waktu 6 tahun (2009 - 2015). Banyak jenis program dan intervensi telah dicoba untuk meningkatkan akses pada fasilitas sanitasi ini, namun hasil yang dicapai belum secara bermakna dapat menyelesaikan persoalan.

Kemudian secara legal dituangkan dalam sebuah strategi nasional melalui sebuah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Strategi ini pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 (Depkes RI, 2008). Perjalanan STBM di Kab. Lumajang dimulai ketika pada tanggal 5 Mei 2005 diterapkan metode CLTS (Community Led Total Sanitation) pada 4 desa uji coba di Kabupaten Lumajang. Uji coba CLTS ini berhasil menjadikan Desa Kenongo Kec. Gucialit, sebagai Desa pertama yang berhasil mewujudkan status Open Defecation Free (ODF) pada September 2005. Selanjutnya pada tahun 2006 dibentuk Tim CLTS Kabupaten dan Kecamatan, yang didahului dengan pelatihan fasilitator. Dengan adanya fasilitator ini pemicuan dan gerakan di masyarakat lebih intensif dan terarah, sehingga pada tahun 2007 Kecamatan Gucialit mendeklarasikan diri sebagai Kecamatan ODF pertama di Kab. Lumajang. Pada tahun 2007 dilaksanakan program Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM)).

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah bagaimana sanitasi ODF dan pelaksanaanya dalam masyarakat ?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Memahami tentang konsep sanitasi ODF.

1.3.2 Memahami bagaimana cara pembuatan jamban sehat.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi

2.1.1. Definisi ODF

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Satu komunitas/masyarakat dikatakan telah ODF jika : Semua masyarakat

(5)

telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.

ODF (Open Defecation Free) atau Stop BAB sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit. Verfikasi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui kebenaraninformasi atas laporan yang disampaikan serta memberikan pernyataan atas keabsahan dari laporan tersebut. Verifikasi tidak dilakukan oleh masyarakat pada komunitas yang mendeklarasikan ODF tersebut, tetapi sebaiknya dilakukan oleh komunitas lain untuk melakukan dan atau pihak lain dari luar komunitas tersebut

2.1.2. Definisi BABS

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.

2.1.3. Definisi Jamban

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri dari tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi unit penampumgan kotoran dan air untuk membersihkannya.

2.1.4. Definisi Tinja

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan. Dalam aspek kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang diutamakan adalah tinja dan urin karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi sumber penyebab timbulnya penyakit saluran pencernaan

(6)

2.2. Data Epidemologi Kabupaten lumajang

Perjalanan STBM di Kab. Lumajang dimulai ketika pada tanggal 5 Mei 2005 diterapkan metode CLTS (Community Led Total Sanitation) pada 4 desa uji coba di Kabupaten Lumajang. Uji coba CLTS ini berhasil menjadikan Desa Kenongo Kec. Gucialit, sebagai Desa pertama yang berhasil mewujudkan status Open Defecation Free (ODF) pada September 2005. Selanjutnya pada tahun 2006 dibentuk Tim CLTS Kabupaten dan Kecamatan, yang didahului dengan pelatihan fasilitator. Dengan adanya fasilitator ini pemicuan dan gerakan di masyarakat lebih intensif dan terarah, sehingga pada tahun 2007 Kecamatan Gucialit mendeklarasikan diri sebagai Kecamatan ODF pertama di Kab. Lumajang.

Pada tahun 2007 dilaksanakan program Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM)). Program TSSM merupakan satu paradigma baru dalam usaha memperbaiki sanitasi total berbasis masyarakat yang mengakomodasi metoda pemasaran sanitasi di dalam prosesnya. Aktivitas pemasaran sanitasi di dalam program TSSM terdiri dari tiga kerangka utama yaitu kerangka penciptaan demand, pengembangan supply produk dan jasa sanitasi serta lingkungan yang mendukung. Program ini menggunakan pendekatan CLTS sebagai salah satu metode Pemberdayaan Masyarakat. Penerapan program TSSM lebih difokuskan pada beberapa wilayah Kecamatan. Dengan program ini, antara lain menjadikan wilayah Kecamatan Senduro berhasil mendeklarasikan diri sebagai Kecamatan kedua yang berhasil ODF pada tahun 2008.

Proses pemicuan tetap berlanjut sampai kemudian pada tahun 2009 Kabupaten Lumajang berhasil mendapatkan Otonomi Award dari Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) pada katagori Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) (Dinkes Kab. Lumajang, 2010). Momentum tersebut menggugah Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk segera bergerak lagi dengan komitmen besar pada Bupati untuk mewujudkan Status ODF di seluruh wilayah Kabupaten Lumajang. Komitmen ini antara lain ditindak lanjuti dengan penerbitan Instruksi Bupati Lumajang Nomor 01 Tahun 2010

(7)

Tentang Pelaksanaan Program STBM Dalam Rangka Mewujudkan Status Bebas Dari Buang Air Besar Sembarangan Di Kabupaten Lumajang. Program STBM diperkuat dengan pelaksanaan program marketing sanitasi sebagai salah satu usaha peningkatan supply sanitasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan antara lain dengan melakukan pelatihan tukang terkait teknis dan wirausaha berbagai pilihan sarana sanitasi. Dengan berbagai gerakan diatas pada Tahun 2010 dua Kecamatan berhasil mendeklarasikan diri sebagai Kecamatan ODF, masing-masing Kecamatan Padang (18 Mei 2010) dan Kecamatan Kedungjajang (23 Juni 2010). Kemudian pada tahun 2011 dua Kecamatan lain menyusul yaitu Kecamatan Pasrujambe (6 Desember 2011) dan Kecamatan Pronojiwo (12 Desember 2011), sehingga sampai dengan awal tahun 2012 terdapat 6 Kecamatan dengan 67 Desa berhasil ODF di Kabupaten Lumajang.

(8)

Gambar 1. Peta kecamatan ODF Kabupaten Lumajang tahun 2011 (Anonim, 2012)

Berdasarkan aspek geografis, mayoritas wilayah ODF di Kabupaten Lumajang berada pada kecamatan dengan karakteristik daerah dataran tinggi. Wilayah tersebut dicirikan, antara lain dengan akses pada air bersih yang relatif sulit karena faktor kedalaman sumber air tanah, juga terbatasnya aliran sungai yang melewati wilayah tersebut. Wilayah lain dengan akses pada air bersih relatif lebih mudah, dengan pendekatan yang sama, proses perubahan menuju wilayah ODF bergerak lebih lamban, dan hingga saat ini belum ODF.

Kenyataan ini berbeda dengan hasil penelitian Phaswana & Shukla (2005), bahwa faktor-faktor lingkungan yang bisa memotivasi orang untuk mengadopsi praktek kebersihan yang aman antara lain akses pada sumber-sumber air bersih. Juga berbeda dengan penelitian Astuti dan Dwi (2009) bahwa faktor yang signifikan berpengaruh pada perubahan perilaku sanitasi serta kecenderungan perubahan kualitas jamban terhadap jangka waktu perubahan adalah pendapatan, jumlah keluarga, dan sumber air.

Peningkatan akses yang cepat diatas tidak selalu diikuti oleh akses pada kualitas jamban improved. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kualitas jamban hasil swadaya masyarakat sebagian belum memenuhi standar kesehatan. Jamban yang dibangun masyarakat sebagian merupakan tipe Cemplung dalam bentuk galian tanah tanpa pasangan batu bata atau semen, juga tanpa septic tank, sehingga belum mampu memutus mata rantai penularan penyakit dan bau yang tidak sedap, sebagai salah satu syarat jamban sehat. Kondisi ini antara lain disebabkan karena output penerapan metode CLTS tidak berorientasi pada kepemilikan jamban, namun pada akses. Menurut Frias (2008) terdapat beberapa faktor yang menghambat adopsi pada sanitasi yang baik meliputi penerimaan sosial buang air besar terbuka, ketidaksadaran manfaat kesehatan menggunakan jamban higienis,

(9)

dan informasi yang salah tentang biaya instalasi dan pemeliharaan jamban higienis (Frias, 2008).

Sementara berdasarkan jenis akses pada jamban di Kabupaten Lumajang s/d tahun 2012 terdapat beberapa data menarik berikut (Dinkes Kab. Lumajang, 2012):

1. Diseluruh Kabupaten, akses pada jamban improved tercatat 61.34%, akses pada jamban unimproved 7,86% , akses pada jamban sharing 11,25%, sedangkan praktik open defecation masih tercatat sebanyak 19,52%.

2. Jumlah Desa ODF sebanyak 66 desa (32.20%) dari total 205 desa yang ada. Sedangkan di Propinsi Jawa Timur jumlah Desa ODF baru tercatat sebanyak 8.04%.

3. Pada komunitas ODF, akses pada jamban unimproved sebanyak 13.20% dan akses pada jamban sharing 4,49%.

Program Marketing Sanitasi yang mulai dikembangkan sejak tahun 2010, antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan komponen supply setelah komponen demand meningkat pasca pemicuan pada kegiatan CLTS. Sebagaimana strategi program total sanitation and sanitation marketing, bahwa terdapat tiga komponen utama strategi pengembangan program sanitasi, disamping kedua komponen diatas juga peningkatan kemampuan pemerintah dalam menciptakan dan melaksanakan kebijakan yang dapat menunjang kesinambungan, efektifitas dan efesiensi program sanitasi pedesaan (WSP, 2009).

Sasaran utama kegiatan marketing sanitasi selain pada keluarga yang belum akses pada jamban juga pada keluarga dengan jamban non improved dan jamban sharing. Sasaran tersebut mendapatkan informasi dan detail produk jamban sehat dari para sales force atau tenaga pemasaran yang bekerjasama dengan distributor dan penyandang dana. Mereka merupakan pemain-pemain utama marketing sanitasi ini. Dengan berbagai sinkronisasi pembagian peran ini, sampai dengan tahun 2012 hasil marketing sanitasi di Kabupaten Lumajang telah melahirkan 10 pengusaha dengan jumlah jamban sehat terbangun berjumlah 2.752 buah (Dinkes Kab. Lumajang, 2012).

(10)

Hasil marketing sanitasi diatas, yang berhasil memasarkan dan membangun 2.752 jamban dalam waktu kurang dari dua tahun merupakan sebuah strategi menarik dalam bidang sanitasi. Namun yang menjadi catatan bahwa hasil tersebut baru 2.48% dari potensi pasar yang ada. Sasaran potensial untuk pemasaran jamban improved di seluruh Kabupaten sebanyak 38.62% dari total KK yang ada. Mereka merupakan kepala keluarga yang masih BABS atau masih akses pada jamban sharing atau jamban unimproved. (Dinkes Kab. Lumajang, 2012).

2.3. Manfaat ODF

Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat dalam hal-hal sebagai berikut :

2.2.1. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih indah

2.2.2. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll

2.2.3. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit menular

2.4. Macam Perilaku Buang Air Besar

Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan tempat yang digunakan sebagai berikut:

2.2.1. Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan syarat-syarat tertentu. Buang air besar di tangki septic juga digolongkan menjadi:

1) Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena dengan

(11)

model leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan tidak kontak dengan manusia ataupun udara.

2) Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar dengan menggunakan jamban sederhana yang didesain miring sedemikian rupa sehingga kotoran dapat jatuh menuju tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada langsung di bawah pengguna jamban.

3) Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki septiknya langsung berada di bawah jamban. Sehingga tinja yang keluar dapat langsung jatuh ke dalam tangki septic. Jamban ini kurang sehat karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan manusia yang menggunakannya.

2.2.2. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Buang Air Besar tidak menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut: 1) Buang Air Besar di sungai atau di laut : Buang Air Besar di sungai atau di laut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di daerah tersebut. Buang air besar di sungai atau di laut dapat memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.

2) Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen. 3) Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di

Pantai atau tanah terbuka dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat

(12)

menjadi sebab pencemaran udara sekitar dan mengganggu estetika lingkungan.

2.5. Penyakit yang Berhubungan dengan Sanitasi Buruk. 2.3.1. Berdasarkan agen penyakit

a. Bakteri

1) Kolera adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh infeksi usus karena bakteri vibrio cholera.

2) Demam Tifoid (Typhoid Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi, ditandai dengan demam insidius yang berlangsung lama dan kambuhan.

3) Diare adalah suatu kondisi kesehatan yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme termasuk bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa. Bakteri penyebab diare yang sering menyerang adalah bakteri Entero Pathogenic Escherichia Coli (EPEC).

4) Disenteri adalah diare berdarah yang disebabkan oleh shigella. b. Virus

1) Hepatitis A adalah penyakit yang ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea dan gangguan abdominal serta diikuti munculnya ikterik beberapa hari. Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis A kelompok Hepatovirus famili picornaviridae. 2) Hepatitis E adalah penyakit yang secara gejala klinis mirip

Hepatitis A, yang disebabkan oleh virus Hepatitis E famili Caliciviridae.

3) Gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan demam,muntah dan berak cair, disebabkan oleh Rotavirus dan sering menyerang anak – anak.

c. Parasit 1) Cacing

a) Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides dengan sedikit gejala bahkan tanpa gejala sama

(13)

sekali. Cacing yang keluar bersama kotoran adalah sebagai tanda awal adanya infeksi.

b) Hookworms atau penyakit cacing tambang adalah infeksi parasit kronis yang muncul dengan berbagai gejala, gejala terbanyak adalah anemia. Penyakit ini disebabkan oleh Necator americanus atau Ancylostoma duodenale.

c) Schistosomiasis adalah infeksi oleh cacing trematoda yang hidup pada pembuluh darah vena. Penyebab penyakit adalah Schistisoma mansoni.

2) Protozoa

Giardiasis adalah infeksi protozoa pada usus halus bagian atas, yang disebabkan oleh Giardia intestinalis.

3) Jenis lain

1) Scabies adalah parasit pada kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei sejenis kutu.

2) Trachoma adalah Conjuncivitis yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, yang disebarkan oleh Musca sorbens sejenis lalat.

2.3.2. Berdasarkan rantai penularan

a) Waterborne Disease adalah penyakit yang penularannya melalui air yang terkontaminasi oleh pathogen dari penderita atau karier. Contoh penyakit diare, disenteri, kolera, hepatitis dan demam typhoid. b) Water-washed Disease adalah penyakit yang ditularkan melalui

kontak dari orang ke orang karena kurangnya kebersihan diri dan pencemaran air. Contoh penyakit skabies dan trakhoma.

c) Water-based adalah penyakit yang ditularkan melalui air sebagai perantara host. Contoh penyakit Shistosomiasis.

d) Water-related insect vector adalah penyakit yang ditularkan oleh serangga yang hidup di air atau dekat air. Contoh penyakit Dengue, malaria, Trypanosoma.

(14)

Teknologi pembuangan kotoran manusia secara sederhana: 2.3.1. Jamban cemplung, kakus.

Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan. 2.3.2. Jamban cemplung berventilasi.

Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap yaitu menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi dapat dibuat dengan bambu.

2.3.3. Jamban empang

Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem jamban empang ini terjadi daur-ulang, yaitu tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu di samping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja juga dapat menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan).

2.3.4. Jamban leher angsa

Merupakan tipe kakus tersendiri tapa hanya modifikasi klosetnya saja. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus.

Bila dipakai, fesesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, bau masuk kebagian yang menurun untuk masuk ketempat penampungannya (pit).

Keuntungannya :

1. Baik digunakan karena memenuhi syarat

2. Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya lebih praktis

3. Aman untuk anak-anak. 2.7. Syarat Jamban sehat

(15)

Kategori jamban disebut sehat jika pembuangan kotorannya di penampungan khusus tinja atau septic tank.Kalau buangnya ke sungai, itu belum termasuk sehat. Kementerian Kesehatan menetapkan tujuh syarat untuk membuat jamban sehat. Persyaratan tersebut adalah:

2.6.1. Tidak mencemari air

Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut

2.6.2. Tidak mencemari tanah permukaan

Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

2.6.3. Bebas dari serangga

Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup 2.6.4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang

(16)

bau dari dalam lubang kotoran. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara berkala. 2.6.5. Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat.

2.6.6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

2.6.7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

2.8. Cara memilih jenis jamban

1) Jamban cemplung digunakan untuk daereh yang sulit air

2) Jamban leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban. 3) Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran / tinja hendaknya

ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. 2.9. Pembuangan tinja

(17)

Mengingat tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Untuk itu tinja harus dibuang pada suatu “wadah” atau sebut saja JAMBAN. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam bentuk jamban yang paling sederhana, dan murah, misal jamban CEMPLUNG, atau jamban yang lebih baik, dan lebih mahal misal jamban leher angsa dari tanah liat, atau bahkan leher angsa dari bahan keramik. Prinsip utama tempat pembuangan tinja /jamban sehat

1) Tidak mencemari sumber air /badan air atau Jarak tempat penampungan tinja terhadap sumber air di atas 10 meter.

2) Tidak mencemari lingkungan (bau) 3) Tidak ada kontak dengan Vektor. 4) Konstruksi yang aman

5) Sebagai tambahan adalah adanya saluran SPAL, pengelolaan tinja dan milik sendiri.

Untuk mencegah terjadinya terjadinya pencemaran sumber air dan Badan air, maka pada secara tahap mulai Cara tempat penampungan tinja dibuat jaraknya diatas 10 meter, lebih lanjut dibuat septictank dan mengurasnya secara berkala. Dan untuk mencegah bau tidak mencemari lingkungan secara bertahap yakni dengan menutup tempat penampungan tinja, dan membuat saluran /plensengan dan pada tahap akhir adalah dengan membuat kloset leher angsa.

2.10. Cara Memelihara Jamban Sehat

1) Lantai jamban selalau bersih dan tidak ada genangan air

2) Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih.

3) Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat 4) Tidak ada serangga dan tikus yang berkeliaran 5) Tersedia alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih) 6) Bila ada kerusakan segera perbaiki

(18)

7) Jangan lupa pemeliharaan jamban perlu dibiasakan setiap hari, misalnya membersihkan dan menyikat lantai agar tidak licin, menguras bak air agar terhindar dari penyakit DBD, siram kloset dengan air secukupnya setelah digunakan, tidak membuang sampah, puntung rokok, pembalut wanita, air sabun, lisol ke dalam kloset.

2.11. Pengguna jamban

Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang dewasa. Dengan pemikiran tertentu, seringkali tinja bayi dan anak-anak dibuang sembarangan oleh orang tuanya, misal kehalaman rumah, kebon, dll. Hal ini perlu diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga harus dibuang ke jamban, karena tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan tinja orang dewasa.

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Open defecation free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Satu komunitas/masyarakat dikatakan telah odf jika : semua masyarakat telah bab hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.

(19)

Stop buang air besar sembarangan (stop babs) akan memberikan manfaat dalam hal-hal seperti menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih indah, tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll, tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit menular.

Diseluruh Kabupaten Lumajang, akses pada jamban improved tercatat 61.34%, akses pada jamban unimproved 7,86% , akses pada jamban sharing 11,25%, sedangkan praktik open defecation masih tercatat sebanyak 19,52%.

Jumlah Desa ODF sebanyak 66 desa (32.20%) dari total 205 desa yang ada. Sedangkan di Propinsi Jawa Timur jumlah Desa ODF baru tercatat sebanyak 8.04%. Pada komunitas ODF, akses pada jamban unimproved sebanyak 13.20% dan akses pada jamban sharing 4,49%.

3.2 Saran

Menginat pentingnya ODF maka perlu kiranya masalah ini diperhatikan dan dipahami sebaik-baiknya. Setelah memahami tentang ODF maka sebaiknya diterapkan dalam aktual di lapangan.

Agar penerapan ODF berhasil di Kabupaten Lumajang harus saling bekerja sama dengan baik antara masyarakat dengan petugas kesehatan sehingga dapat mengurangi masalah kesehatan akibat BAB sembarangan.

DAFTAR PUSTAKA

Apriatman, Nur. 2011. Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Community Led Total Sanitation Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS. Jakarta: Pokja AMPL dan Sekretariat STBM.

Dik Wibowo, dkk. 2015. Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

(20)

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Tim. 2013. Buku Saku Verifikasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Jakarta: Sekretariat STBM Nasional.

Safrudin, dkk. 2011. Himpunan Penyuluhan Kesehatan. Jakarta : Buku Kesehatan Water and Sanitation Program, Tim. 2009. Informasi Pilihan Jamban Sehat.

Referensi

Dokumen terkait

imajinatif dan agresif untuk membentuk proses yang gesit yang dapat memproduksi produk tertentu dengan cepat dan murah... Contoh strategi proses

Pelet dimasukan ke dalam silinder yang dipanaskan, dan lelehan plastik dipaksa memasuki cetakan baik dengan tekanan hidrolik atau dengan sistem screw yang berputar.. 2

Indikasi yang memerlukan bantuan medis dan tindakan khusus, jika diperlukan Tidak diketahui efek signifikan atau bahaya kritis.. Berbahaya

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan rekonstruksi sesuai dengan kondisi terakhir pada kegiatan pemugaran Bangunan dan/atau Struktur

Data- data keberadaan sejumlah Khilafah Islamiyah ini ketika dapat diaplikasikan dalam peta di atas, kian membangun sejumlah asumsi yang diperkokoh sejumlah bukti, antara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara struktur aktiva, profitabilitas, price earning ratio, dan pertumbuhan penjualan

Adanya keterkejutan menghadapi budaya baru yang dirasakan subjek CHY terutama karena adanya perbedaan bahasa yang sangat mencolok, perbedaan iklim, kebiasaan

Apakah penggunaan faktor produksi pada industri dodol nanas dan wajit nanas di Kabupaten Subang dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis(DEA) sudah mencapai