• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Daging adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai kadar protein yang tinggi, akan tetapi daging mempunyai sifat yang mudah rusak (perishable food) dengan tingkat kerusakan sekitar 5-10%. Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung di dalam daging lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat dan cepat berupa pengawetan dan pengolahan. Abon merupakan salah satu produk olahan daging yang sudah dikenal banyak orang. Menurut SNI 01-3707-2013, abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang dibuat dari daging yang direbus dan disayat-sayat, diberi bumbu, digoreng, kemudian dipres. Pada prinsipnya, abon merupakan suatu proses pengawetan, yaitu kombinasi antara perebusan dan penggorengan dengan menambahkan bumbu-bumbu. Selain itu, proses pembuatan abon merupakan proses pengurangan kadar air dalam bahan daging yang bertujuan untuk memperpanjang proses penyimpanan.

Untuk menghadapi tantangan dimasa mendatang, maka Indonesia harus mampu menghasilkan produk pangan hewani yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Keamanan pangan (food safety) merupakan persyaratan utama untuk dapat menyediakan bahan pangan asal ternak yang berkualitas dan aman bagi konsumen. Sistem analisis resiko bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahap produksi yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),yang bertujuan untuk meminimalisir bahkan menghilangkan kandungan kontaminan yang mungkin terdapat pada produk abon sapi. Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga abon sapi agar menjadi produk abon sapi agar menjadi produk makanan yang aman dari kontaminan yang dapt membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, dalam kegiatan ini dilakukan pengujian beberapa produk olahan daging yaitu abon sapi sebagai salah satu ilmu menjaga keamanan produk pangan asal hewan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah abon sapi yang diuji memiliki mutu dan kualitas yang baik sehingga abon sapi dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk konsumsi masyarakat sesuai dengan standart SNI 01-3707-2013 tentang pembuatan abon sapi.

1.2.2 Bagaimana pemeriksaan sampel abon sapi untuk menentukan kualitas dan kelayakan sehingga abon sapi dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk dikonsumsi masyarakat?

1.3 Tujuan

1.3.1Mengetahui abon sapi yang diuji memiliki mutu dan kualitas yang baik sehingga daging ayam broiler dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk dikonsumsi masyarakat sesuai

(2)

dengan standart SNI 01-3707-2013 tentang pembuatan abon sapi.

1.3.2Melakukan pemeriksaan sampel abon sapi untuk menentukan kualitas dan kelayakan sehingga abon sapi dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk dikonsumsi masyarakat

1.4 Manfaat

1.4.1 Mampu menguji dan memutuskan mutu dan kualitas abon sapi sehingga abon sapi dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk konsumsi masyarakat

1.4.2 Mengetahui dan memahami prosedur pengujian produk pangan asal hewan khususnya abon sapi.

(3)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Daging

Menurut SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan, daging adalah bagian-bagian hewan yang disembelih serta lazim dan layak dimakan manusia berasal dari sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, burung utan atau hewan lain yang dagingnya lazim dan layak dimakan manusia (BSN, 1999). Daging merupakan salah satu hasil ternak yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, khususnya sebagai sumber protein hewani. Penanganan pascapanen daging segar dimulai dari setelah pemotongan ternak hingga dikonsumsi. Hal ini sangat penting karena dapat berpotensi terjadinya pencemaran dan perkembangan yang meyebabkan penurunan mutu dan keamanan pangan. Selama postmortem kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Kualitas daging sapi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi sapi ketika hidup dan penanganannya setelah dipotong. Kedua faktor tersebut akan menentukan kualitas daging sapi yang dihasilkan (Hidayat, 2012).

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial yang paling penting yang terdapat di dalam otot segar diantaranya yaitu alanine, glisin, asam glutamate dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin dan valin yang lebih dari pada daging babi dan domba. Daging sapi ang dipanaskan pada suhu 700C akan mengalami jumlah lisin menjadi 90%. Komposisi zat gizi yang terkandung di dalam daging sapi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Daging Sapi

Komposisi Zat Gizi Jumlah

Air Protein Energi Lemak Abu 69,5 gr 21,5 gr 207 Kal 8 gr 1 gr Sumber: Wisena (2000).

Buckle (2000) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Penanganan daging yang tidak baik dapat menimbulkan kerusakan karena kandungan nutrisi yang baik menjadikan daging bersifat mudah rusak sebagai akibat proses mikrobiologis, kimia, dan fisik. Bentuk kerusakan tersebut salah satunya adalah pembusukan. Pembusuk daging meliputi perubahan substrat pada daging yang disimpan. Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan

(4)

perubahan rasa (Adam, 2008). Oleh karena itu perlu adanya pengolahan prouk daging lebih lanjut untuk mengawetkan daging segar agar mampu bertahan lama. Penanganan tersebut bertujuan untuk memperpanjang waktu penyimpanan, mempertahankan nilai gizi, serta memberi peluang penganekaragaman jenis olahan makanan.

2.2 Karakteristik dan Cara Pembuatan Abon

Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal oleh orang banyak dan umumnya abon diolah dari daging sapi (Leksono dan Syahrul, 2001). Menurut SNI (2013), definisi abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus, disayat-disayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon juga didefinisakn sebagai hasil olahan yang berbentuk gumpalan serat daging yang halus dan kering yang dibuat melalui proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbu. Abon daging yang diolah mempunyai tujuan menambah keanekaragaman pangan, memperoleh pangan yang berkualitas tinggi, tahan selama penyimpanan, meningkatkan nilai tukar, dan meningkatkan daya guna bahan mentahnya. Selain itu pembuatan abon merupakan salah satu cara pengeringan dalam pengolahan bahan pangan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan. Kriteria daging sapi yang baik untuk dibuat abon adalah tidak liat, tidak banyak mengandung lemak, dan tidak mengandung serabut jaringan. Oleh karena itu, bagiann top side, rump, silver side, chuck, dan blade sangat cocok untuk digunakan sebagai pembuatan abon (Fachruddin, 2000).

Selama ini, abon yang banyak dikonsumsi masyarakat dan beredar di pasaran adalah abon yang berasal dar daging sapi (SNI 01-3707-2013) dan daging ayam (SNI 01-3146-1992). Masyarakat mengkonsumsi abon sebagai lauk yang memiliki rasa enak dan bernilai gizi tinggi yang mengandung protein dan lemak (Costa, 2008). Menurut Dalilah (2006), protein yang terkandung di dalam abon daging sapi sebesar 39,87%. Abon sebagai salah satu produk industri pangan, memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi kesehatan, Beberapa nilai yang harus dipenuhi adalah kadar air, abu, lemak, protein, gula, cemaran logam dan cemaran mikroorganisme. Secara rinci standar mutu abon dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar Industri Indonesia untuk Abon No. 0368-80-0368-85

No. Kriteria Uji Persyaratan

1. Aroma, warna, dan rasa Khas

2. Air Maks 10%

(5)

0222-1987 11. Cemaran Mikroba:

a. Angka Lempeng Total b. MPN Coliform c. Salmonella d. Staphylococcus aureus Maks 5x104 koloni/g Maks 10 koloni/g Negatif 0 Sumber: Standar Nasional Indonesia (2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon antara lain: 1. Kadar air: berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan

abon.

2. Kadar abu: menurunkan derajat penerimaan dari konsumen

3. Kadar protein: sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang digunakan untuk abon

4. Kadar lemak: berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada tidaknya menggunakan minyak goreng dalam penggorengan. Daging sapi yang akan digunakan sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu, agar tidak tercampur dengan tulang maupun kotoran yang masih menempel pada daging. Sesudah itu daging dicuci dan direbus dengan suhu 70-750C selama 15 menit agar daging empuk dan mudah dicabik-cabik. Kemudian daging dicabik-cabik / disayat-sayat sampai menjadi serat-serat halus, lalu daging yang sudah dicabik-cabik tersebut dicampur dengan bumbu. Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Penggorengan dilakukan selama 5 menit dengan suhu 115-1300C hingga bahan berwarna coklat kekuning-kuningan maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi (Nazieb, 2009).

Proses selanjutnya yaitu penirisan atau pengepresan abon. Abon yang telah masak kemudian dimasukkan ke dalam wadah pengepresan dan dipres dengan alat pengepres sehingga minyak akan keluar. Setelah dipres, abon diangin-anginkan sampai dingin sambil dilakukan pemisahan agar tidak menggumpal. Abon yang sudah dipisah-pisahkan selanjutnya dikemas (Hidayat, 2012).

(6)

BAB 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan PPDH rotasi KESMAVET ini dilakukan mulai tanggal 22 Agustus – 2 September 2016 yang bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Peserta dan Pembimbing

Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) yang berada dibawah bimbingan drh. Mira adalah:

Nama : Fitriyatunnisa’ Zulisa, S.KH

NIM : 150130100011038

Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan Universitas : Universitas Brawijaya

Nomor Telepon : 0856 5595 9029 E-mail : uunzulisa@gmail.com

3.3 Metode kegiatan

Metode yang digunakan dalam koasistensi di Laboratorium KESMAVET adalah:

1. Melaksanakan pengujian terhadap sampel abon sapi

2. Melaksanakan diskusi kelompok dan dengan dokter hewan pembimbing koasistensi.

3.4 Metode dan Prosedur Pengujian 3.4.1 Uji Organoleptik

Alat dan bahan: cawan petri dan sampel abon sapi.

Prosedur Pengujian organoleptik untuk sampel meliputi aroma, warna, rasa dan konsistensi atau tekstur. Prinsip pemeriksaan organoleptik yaitu pengamatan menggunakan pancaindra. Sampel dinilai tingkat warna, aroma, rasa, tekstur, kekerasan dan penampakan umum abon sapi (SNI 3820-2015.)

3.4.2 Uji Kadar Air

Alat dan Bahan : cawan petri, oven, neraca analitik dan sampel Prosedur : Pengujian ini memiliki prinsip yaitu kadar air adalah bobot sampel yang hilang selama pemanasan dalam oven dengan suhu 125oC. Bobot yang hilang dihitung secara gravimetric.. Prosedurnya pengujian kadar air adalah pertama panasakan cawan petri pada oven dengan suhu 125oC selama 1 jam kemudian dinginkan (Wo) kemudian diambil sampel sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan petri dan tutup lalu ditimbang (W1). Langkah selanjutnya cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan dengan suhu 125ºC selama 2 jam sampai 4 jam. Cawan petri dikeluarkan dari oven kemudian setelah didinginkan selama 20-30 menit lalu ditimbang (W2). Perhitungan kadar air menggunakan rumus pada gambar 3.1 (SNI 3820-2015)

(7)

kadar air = �1-�2 x 100% W1-W2

3.4.3Pemeriksaan Mikrobiologi Abon Sapi

3.4.2.1 Pemeriksaan Mikrobiologi Metode Total Plate Count

Alat dan bahan: sampel abon sapi, cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung reaksi, gunting, pinset, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, colony counter, gelas piala, stirrer, Vortex, kertas tissue, telur ayam konsumsi buffer pepton water (BPW) 0,1%, plate count agar (PCA), dan alkohol 70%.

Prosedur: Bunsen dinyalakan serta tangan dibersihkan dengan alkohol. Dimasukkan abon sapi ke dalam larutan BPW 0,1% steril (900 ml/ 225 ml) lalu dihomogenkan. Dilanjutkan dengan pengenceran 1:100 (10-2) dengan memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1%. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama. Kemudian dibuat pengenceran 1:10 dengan cara pipet 1 ml sari abon sapi. Dipupuk dari masing-masing pengenceran dengan cara larutan 1 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan petri steril dengan menggunakan pipet. Tutup cawan petri dibuka sedikit kemudian dituang media PCA cair steril yang telah didinginkan sampai suhu 450 – 500C sebanyak 10-15 ml dan cawan ditutup. Selanjutnya cawan digerak-gerakkan secara melingkar agar media merata. Media agar dibiarkan hingga padat. Kemudian cawan petri diinkubasi dengan posisi tutup dibalik ke dalam inkubator. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24-36 jam. Dihitung jumlah koloni dengan menggunakan colony counter.

3.4.2.2 Uji Salmonella

Alat dan bahan: pengenceran 10-1, koloni bakteri Salmonella pada media PCA, kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator, dan media Salmonella Shigella Agar (SSA)

Prosedur: Diambil sampel dari pengenceran 10-1 dengan kawat ose kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah terisi media Salmonella Shigella Agar (SSA). Diinkubasi cawan petri dalam inkubator pada suhu 34-36ºC selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Dilihat adanya koloni setelah diinkubasi selama 24-36 jam. Hasil menunjukan positif apabila koloni yang tumbuh berwarna hitam.

3.4.2.3 Uji Staphylococcus

Alat dan bahan: pengenceran 10-1 , kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator, dan media Manitol Salt Agar (MSA)

Prosedur: Diambil sampel dari pengenceran 10-1 dengan kawat ose kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah terisi media Manitol Salt Agar (MSA). Diinkubasi cawan petri dalam inkubator pada suhu 34-36ºC selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Dilihat adanya koloni setelah diinkubasi selama 24-36 jam. Hasil menunjukan postif apabila koloni yang tumbuh berwarna kuning.

(8)

3.4.2.4 Perhitungan Jumlah coliform dengan Metode Most Probable Number (MPN)

Alat dan bahan: cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung reaksi, tabung durham, lactose broth, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, sampel abon sapi.

Prosedur:Siapkan lima seri tabung yang masing-masing terdiri dari 3 tabung steril, tiap tabung berisi 9 ml media lactose broth (LB). Masukan tabung durham pada masing masing tabung. Selanjutnya masukan sampel ke dalam tabung seri pertama masing masing 1 ml. Kemudian pupuklah pengenceran 10-1 dari metode TPC kedalam tabung seri ke dua, lakukan hal yang sama dengan memupuk pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, masing masing pada tabung seri ke 3, 4 dan 5. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, setalah diinkubasi diamati adanya pertumbuhan bakteri koliform dengan melihat terbentuknya gas pada tabung durham. Dari jumlah tabung yang terdapat pertumbuhan bakteri koliform dapat diperkirakan jumlah bakteri yang terdapat pada sampel menggunakan metode MPN menggunakan tabel Mc.Crady.

3.4.5.5 Uji Bakteri Coliform Dengan Media VRB

Alat dan bahan: cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, media VRB, pengenceren ke 10-1, 10-2, 10-3.

Prosedur : dipupuk pengenceran ke 10-1, 10-2, 10-3 dari metode TPC kedalam cawan petri dengan menggunakan pipet. Kemudian dituang media VRB cair steril sebanyak 10-20 ml ke dalam cawan petri. Selanjutnya cawan petri digerak gerakan secara melingkar agar media merata. Dibiarkan media memadat kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-36 jam.

3.4.8.2 Uji E.coli

Prinsip: Adanya pertumbuhan E. coli pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) yang diinkubasi selama 24 jam. Pertumbuhan koloni E.coli ditandai dengan adanya koloni yang berwarna hijau metalik.

Alat dan bahan: cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar), hasil positif uji MPN.

Prosedur : Untuk mengkonfirmasi adanya pertumbuhan bakteri E.coli maka dilakukan penanaman pada media EMBA langkah pertama adalah mengambil 1-2 ose inokulum bakteri pada tabung yang positif terdapat produksi gas dari uji MPN. Kemudian di tanam pada EMBA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil koloni bakteri E.coli tumbuh berwarna kehijauan dengan kilat metalik

(9)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Sampel Abon Sapi

Identitas sampel abon sapi dalam pengujian ini sebagai berikut:

Sampel : Abon Sapi

Tanggal Pembelian : 21 Agustus 2016 Tempat Pembelian : Toko AXXX Hasil Pengujian disajikan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Abon sapi

No. Kriteria Uji Persyaratan Hasil

1. Organoleptik - Bau - Rasa - Warna - konsistensi Normal Normal Normal Normal Khas abon Gurih Manis Kuning Kecoklatan 2. Air Maks 10% 7,6% 3. Pengawet (SNI 0222-1987) - Formalin

- Borak NegatifNegatif NegatifNegatif 4. Uji Yeast and Mold Tidak ada Tidak ada 4. Cemaran Mikroba:

a. Angka Lempeng Total b. MPN Coliform c. Salmonella d. Staphylococcus aureus Maks 5x104 koloni/g Maks 10 koloni/g Negatif 0 7 x 103 koloni/g 9,2 MPN/g Negattif Negatif 4.2 Pembahasan

Hasil uji organoleptik pada sampel daging ayam broiler berdasarkan SNI 3707 1995 tentang abon sapi, sampel abon sapi memiliki bau khas, rasa gurih manis, warna kuning kecoklatan, dan konsistensi kasar. Pada uji organoleptik menunjukkan kondisi yang normal sesuai SNI. Warna kuning kecoklatan pada sampel dipengaruhi oleh perlakuan pada saat sebelum dan sesudah penggorengan, pemasakan yang berbeda menghasilkan perbedaan kadar air, sehingga pada saat penggorengan akan terjadi perbedaan panas dari minyak yang masuk ke daging. Bau khas daging disebabkan oleh asam lemak bebas dan karbonil yang dapat meningkatkan dan menyebabkan rasa daging bertambah ketika proses pemasakan. Sedangkan konsistensi dipengaruhi oleh jenis daging dan pemasakan daging. Pemasakan dapat meningkatkan dan menrunkan kekenyalan daging. Lama waktu pemasakan mempengaruhi perlunakan daging

Hasil uji sifat fisik kimia produk olahan abon sapi memiliki kadar air 7,61%. Abon sapi yang diuji memiliki kadar air masih dalam batas standar mutu abon sapi yaitu 10%. Jika kadar air masih dibawah standar maka mutu abon sapi tersebut baik, karena tidak mudah

(10)

berjamur. Kadar air yang terdapat pada produk berkaitan dengan kemampuan mengikat air, Swatland (2000) menyatakan bahwa kapasitas menahan air (water-holding capasity) adalah kemampuan daging untuk mempertahankan air,sedangkan kapasitas mengikat air (water-binding capacity) adalah kemampuan daging mengikat air yang ditambahkan ke dalam produk. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur dari produk sosis, semakin tinggi kadar air maka semakin lembek teksturnya.

Untuk mengetahui adanya bahan berbahayapada abon sapi, maka dilakukan pengujian bahan tambahan seperti formalin dan borak. Pada uji kandungan formalin dan borak menunjukkan hasil negative. Formalin merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai desinfektan, pengawet jaringan, pembasmi serangga serta dalam industri tekstil serta kayu lapis sedangkan Boraks banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri keras, gelas, pengawet kayu, anti septik kayu, keramik dan pengontrol kecoa. Apabila dikonsumsi oleh manusia maka dapat menimbulkan efek buruk bagi kesehatan. Berdasarkan uji tersebut, abon sapi merk XXXX tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi masyarakat yaitu formalin dan borak.

Hasil cemaran mikrobiologi metode MPN yang sudah melewati uji konfirmasi memiliki angka cemaran e. coli positif, yaitu ditandai dengan adanya perubahan pada tabung durham yang ditanam dengan media MPN menunjukkan hasil sebesar 9,2 MPN/g. Kemudian dihitung koloni bakteri coliform yang tumbuh pada media VRB menunjukkan hasil sebesar 0,5 x 101 koloni/ml. Pengujian mikrobiologi metode MPN dan VRB ini masih menunjukkan hasil yang normal sesuai dengan SNI 3707 1995. Berdasarkan uji mikrobiologi metode TPC didapatkan abon sapi mengandung bakteri sebesar7 x 103 hal ini masih dalam ambang batas normal standar yang berlaku. Sedangkan pada uji spesifik E. coli dengan metode EMBA tidak ditemukan perubahan warna menjadi hijau metalik, maka pada pengujian ini E.coli negatif. Pengujian cemaran salmonella dengan media SSA, pengujian staphylococcus dengan media MSA, serta pengujian adanya yeast dan mold dengan media SDA menunjukkan hasil negatif semua .

(11)

BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan produk olahan abon daging sapi secara keseluruhan sesuai dengan standar yang berlaku,sehingga abon daging sapi perlu mendapat ruang penyimpanan yang tertutup untuk mencegah adanya kerusakan seperti terbentuknya yeas atau mold. 5.2 Saran

Perlu dilakukan pula pengujian bakteri yang tahan terhadap pemanasan untuk memastiikan tidak adanya bahaya yang beresiko muncul.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Adam and Moss. 2008. Food Microbiology. Royal Society Of Chemistry. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 2000. Ilmu

Pangan Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press: Jakarta.

Costa, W.Y. 2008. Abon Daging Sapi. Balai Besar Pelatihan Peternakan: Kupang.

Dalilah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi dan Hasil Olahannya. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Fachruddin, L., 2000, Membuat Aneka Abon. Kanisius: Yogyakarta. Hidayat, R.A. 2012. Konsep Pengendalian Mutu dan HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point) dalam Proses Pembuatan Abon Sapi Merk PS Mas. Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Leksono, T. dan Syahrul. 2001. Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen Terhadap Abon Ikan. Jurnal Natur Indonesia III, 2: 178-184

Mahfudz, L.D. 2006. Hidrogen Peroksida Sebagai Desinfektan Pengganti Gas Formaldehyde pada Penetasan Telur Ayam. Jurnal Protein Vol.13.No.2.

Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakartra, Surakarta

Wisena, M. 2000. Evaluasi Nilai Gizi Abon Sapi Menggunakan Metode in vitro dan Evaluasi Mutu Abon yang Beredar di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

5) Melihat animo masyarakat Kota Suwon yang begitu tinggi terhadap Kesenian Tradisional yang ditampilkan Tim Kesenian Kota Bandung, diharapkan Kota Bandung dapat

Hasil penelitian menunjukkan tanaman kopi robusta yang dinaungi sengon memperoleh intensitas cahaya sebesar 46,50 %, sedangkan yang di naungi lamtoro sebesar 82,58%,

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan anugerah dan bantuanNya saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat

Bahan ajar kaparigelan nulis keur barudak SD/MI bisa ditengetan dina Standar Kompetensi (SK) jeung Kompetensi Dasar (KD) dina SKKD Matapelajaran Bahasa dan Sastra Sunda 2006..

58/4 tanggal 31 Oktober 2003, dalam Pasal 23 mengenai Laundering of proceeds of crime, antara lain ditentukan bahwa setiap negara anggota harus menyetujui

Untuk jembatan yang mempunyai lengkung horizontal, harus diperhitungkan gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu lintas untuk seluruh bagian bangunan.. Beban

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah