• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

WAFIATININGSIH1,N.R.BARIROH1,I.SULISTIYONO1,danR.A.SAPTATI2

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran, Kav. E – 59, Bogor

ABSTRAK

Penyakit rabies adalah penyakit yang menyebabkan enchepalitis (radang otak) akut yang menyerang semua hewan berdarah panas, termasuk manusia. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis pertama yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Beberapa daerah di Kalimantan Timur yang telah dinyatakan sebagai daerah tertular yaitu Kabupaten Kutai Kertanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Pasir, Bontang, Samarinda dan Balikpapan. Pemerintah Kalimantan Timur telah memprogramkan status bebas rabies pada tahun 2007. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mencapai program tersebut diantaranya adalah melaksanakan vaksinasi seluruh hewan rentan rabies dan eliminasi anjing tidak berpemilik. Program pembebasan rabies ini dilaksanakan dengan melibatkan Pemerintah daerah, Dinas Kesehatan dan masyarakat di sekitar daerah tertular.

Kata kunci: Zoonosis, rabies, Kalimantan Timur

PENDAHULUAN

Penyakit rabies adalah penyakit yang menyebabkan enchepalitis (radang otak) akut yang menyerang semua hewan berdarah panas, termasuk manusia. Infeksi pada manusia biasanya selalu berakibat fatal (BAER, 1991). Rabies disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Lyssavirus dari famili Rhabdoviridae. Penyebaran rabies umumnya diprakarsai oleh hewan karnivora terutama anjing dan kucing (DARMINTO et al, 1999).

Umumnya manusia tertular rabies melalui gigitan anjing. Masa inkubasi pada manusia sangat bervariasi dari beberapa hari sampai bertahun-tahun, tetapi biasanya 1 – 3 bulan (BAER, 1991). Makin dekat tempat gigitan

dengan otak, masa inkubasinya akan makin cepat (BELL et al., 1988).

Gejala klinis pertama pada hewan adalah depresi umum seperti terlihat pada banyak infeksi bakteri atau viral. Pada awalnya anjing kehilangan nafsu makan, tetapi bila penyakit bertambah parah sebaliknya nafsu makan menjadi berlebihan hingga anjing menelan batu dan potongan-potongan kayu. Beberapa bagian otot bergetar, telinga bergerak-gerak dan layu otot-otot leher sehingga air liur keluar

jaringan otot. Anjing akhirnya mati karena lumpuhnya otot pernapasan (RESSANG, 1988).

Bila infeksi terjadi pada manusia dan telah menunjukkan gejala klinis biasanya selalu berakhir dengan kematian (BAER, 1991; DARMINTO et al., 1999).

Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis pertama yang menjadi perhatian serius jajaran Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan di Kalimantan Timur. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur bersama instansi teknis Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan sangat peduli dan memperhatikan sepenuhnya atas kasus yang masih ada di kabupaten/kota tertular.

Program kesehatan hewan yang ditetapkan di Kalimantan Timur telah mengacu pada program kesehatan hewan nasional yang disesuaikan dengan situasi penyakit hewan/ternak yang ada di daerah. Salah satu program tersebut adalah membebaskan penyakit rabies pada kabupaten/kota tertular, yaitu kabupaten Kutai Kertanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Pasir, Bontang, Samarinda dan Balikpapan secara terpadu dengan instansi terkait, yaitu Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan

(2)

pemahaman dan pengertian secara menyeluruh kepada masyarakat luas. Hal ini tidak lepas dari peran serta pemerintah pusat dan daerah. Salah satu upaya yang telah dilaksanakan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur dalam usaha pemberantasan penyakit rabies adalah mengintruksikan pemusnahan terhadap anjing liar yang diduga rabies dan mewaspadai anjing yang menunjukkan gejala-gejala rabies, juga sejumlah binatang lain seperti kucing dan monyet (KOMPAS, 2004). Berikut adalah ulasan ringkas mengenai situasi dan kondisi penyakit rabies di Propinsi Kalimantan Timur.

KEADAAN UMUM KALIMANTAN TIMUR

Propinsi Kalimantan Timur memiliki luas 211.400 km2. yang sebagian besar terdiri dari hutan sebesar 54% (HERIANSYAH et al, 2000); dengan jumlah penduduk pada tahun 2002 sebesar 2.558.572 jiwa dan kepadatan penduduk 11,5 jiwa/km2, serta pertumbuhan penduduk sekitar 4,4% jiwa pertahun (BADAN

PUSAT STATISTIK KALIMANTAN TIMUR,2004). Adanya hutan yang mendominasi wilayah Kalimantan Timur tersebut sangat memungkinkan penyebaran penyakit rabies, karena di hutan populasi anjing liar sangat tinggi (SUGIYANTORO-komunikasi pribadi, 2005). Kalimantan Timur terdiri dari 13 kabupaten/kota, 97 kecamatan dan 1.276 desa/kelurahan. Batas wilayah Propinsi Kalimantan Timur adalah (BADAN PUSAT

STATISTIK KALIMANTAN TIMUR, 2004):

• Sebelah utara negara Malaysia (Sabah) • Sebelah timur Laut Sulawesi Selatan dan

Selat Makasar

• Sebelah selatan propinsi Kalimantan Selatan

• Sebelah barat negara Malaysia (Serawak), Kalimantan Barat dan

• Kalimantan Tengah.

Sarana kesehatan yang terdapat di propinsi ini meliputi tiga Rumah Sakit Umum (RSU) tipe B, 9 RSU tipe C dan 5 RS Swasta/BUMN, 167 Puskesmas dan 593 Puskesmas Pembantu.

KEJADIAN RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

Total jumlah penderita gigitan anjing yang tersangka rabies di Kalimantan Timur dari tahun 1996 sampai dengan 2004 mengalami peningkatan, yaitu dari 7 orang menjadi 60 orang (Tabel 1). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai bahaya dari penyakit Rabies, terutama untuk masyarakat yang tinggal di pinggir-pinggir hutan. Jumlah kematian yang meningkat dari tahun 1996 – 2004 (dari 1 orang menjadi 4 orang) disebabkan oleh minimnya jumlah rabies center (19 buah, terdiri dari 5 rumah sakit dan 14 puskesmas) serta sarana transportasi yang tidak memadai, dengan jarak tempuh yang relatif jauh ke Pusat Rabies Center, sehingga kondisi ini sangat memungkinkan tidak tertolongnya penderita gigitan oleh hewan yang tersangka rabies.

Dari peta tersebut di atas dapat diketahui bahwa separuh (± 50%) dari Propinsi Kalimantan Timur telah tertular penyakit rabies. Letak daerah tertular tersebut semua berada berdekatan, di sebelah selatan dari Propinsi Kalimantan Timur. Daerah tertular penyakit Rabies tersebut yakni Kabupaten Kutai Kertanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Pasir, Bontang, Samarinda dan Balikpapan. Pengendalian penyakit rabies ini harus dilakukan secara intensif, mengingat luasnya hutan yang ada di Kalimantan Timur, yang sangat memungkinkan terjadinya penularan Rabies oleh anjing-anjing liar.

PENGENDALIAN RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

Pemerintah Kalimantan Timur pada tahun 2004 telah memprogramkan nol kasus positip rabies atau status bebas penyakit rabies pada tahun 2007. Pemberantasan rabies diprioritaskan pada daerah kasus dengan metode LAS (Local Area Spesific Problem Solving) dengan radius 10 km dari daerah

(3)

tertular. Usaha pembebasan rabies pada daerah tertular tersebut adalah dengan melaksanakan vaksinasi seluruh hewan rentan rabies terutama anjing berpemilik dan eliminasi anjing tidak berpemilik. Program kegiatan pemberantasan rabies yang diterapkan merupakan program yang telah disempurnakan dengan melibatkan masyarakat di daerah tertular. Lebih terinci kegiatan pembebasan rabies dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Penyediaan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR). Selama dua tahun terakhir telah dilakukan pengadaan VAR dan SAR yang bersumber dari APBN dan APBD I/II. Ribuan vaksin anti rabies telah dikirim ke sejumlah daerah yang telah terdapat kasus rabies, seperti di Penajam Paser Utara telah dikirim 1000 vaksin, Kutai Timur 1500 vaksin dan kabupaten Kutai Barat 3000 vaksin (KOMPAS, 2004).

2. Penanganan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies.

3. Mendirikan Rabies Center. Rabies center difungsikan sebagai pusat informasi tentang pencegahan rabies dan memberikan pelayanan vaksinasi kepada penderita gigitan hewan tersangka/rabies. Sebagai contoh, data dari bulan Januari sampai dengan Agustus tahun 2004 lima

orang yang tergigit telah diberi pengobatan VAR. Jumlah rabies center sampai tahun 2004 sebanyak 19 buah terdiri dari 5 rumah sakit (pusat rujukan) dan 14 Puskesmas yang tersebar di 10 kabupaten/kota. Dari 19 buah rabies center hanya sebagian dilengkapi dengan VAR/SAR, dan selebihnya dipusatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

4. Vaksinasi dan Eliminasi Hewan Penderita Rabies (HPR).

5. Penangggulangan penyakit rabies diprioritaskan dengan metode vaksinasi dan eliminasi secara serentak dan massal di seluruh kabupaten/kota tertular dengan metode Local Area Spesific Problem Solving (LAS). Pelaksanaan Vaksinasi dan eliminasi secara massal dilaksanakan setiap tahun dengan melibatkan instansi dan masyarakat di sekitar lokasi. Vaksinasi dilaksanakan oleh petugas dan para kader vaksinator yang sebelumnya mendapat pelatihan. Tindakan eliminasi dimaksudkan untuk melakukan tindakan depopulasi khususnya terhadap hewan rentan rabies yaitu anjing yang tidak bertuan. Eliminasi dilakukan dengan jalan meracun anjing yang tidak bertuan, yang dilakukan di kabupaten/kota tertular rabies.

Tabel 1. Jumlah hewan positip rabies, manusia penderita gigitan dan lokasi kejadian di Kalimantan Timur Penderita gigitan

No Kabupaten Hewan (anjing)

Positif (ekor) Pemilik hewan gigitan (orang)Penderita (orang) Mati Tertolong (orang) Keterangan

1. PPU* 3 Tdk Ada 7 1 6 1996 2. Samarinda 1 Ada 1 - 1 1997 3. PPU 1 Ada 1 - 1 1997 4. Pasir 1 Tdk Ada 1 - 4 1997 5. Balikpapan 1 Tdk Ada 1 - 1 1999 6. Pasir 1 Tdk Ada 1 - 1 1999

7. Kutai Timur 2 Tdk Ada 10 1 9 2000

8. PPU 1 Tdk Ada 1 - 1 2002

9. Kutai Timur 1 Tdk Ada 1 - 1 2002

10. Kutai Barat 2 Tdk Ada 2 2 - 2003

11. Kutai Timur 1 Tdk Ada 3 2004

12. Kubar 1 Tdk Ada 1 2004 13. PPU* 1 Tdk Ada 60 1 56 2004

(4)

Sumber Peta : BAPPEDA KALTIM, 2004.

Aplikasi GIS: HERIANSYAH,NAPITUPULU danR,MURYANI

Gambar 1. Daerah tertular penyakit rabies di Kalimantan Timur

6. Observasi. Observasi wajib dilakukan terhadap anjing yang menggigit manusia minimal selama 14 hari. Dalam pelaksanaannya observasi hanya dilaksanakan terhadap anjing mengigit yang dapat ditangkap. Spesimen otak anjing untuk wilayah Kalimantan Timur di kirim ke BPPV Banjarbaru.

7. Peningkatan Peran Masyarakat/Penyuluh dan Pelatihan Petugas.

8. Kegiatan pembebasan rabies melibatkan masyarakat dan penyuluh pertanian di daerah tertular. Penyuluh dianggap sebagai ujung tombak pembebasan rabies, dituntut dapat berperan secara aktif dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat. 9. Lintas Sektor dan Lintas Program.

Pembebasan rabies secara terpadu melibatkan Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan serta instansi yang lebih luas termasuk TNI dan Polri. Malinau Berau Bulungan Kutai Timur Nunukan Kutai Barat Pasir PPU Balikpapan Samarinda Kutai Kartanegara Bontang 200 0 200 Kilometers N DaerahTertular Rabies DaerahTertular Rabies DaerahBebas Rabies Keterangan

PETA DAERAH TERTULAR PENYAKIT RABIES

(5)

PERMASALAHAN DAN RENCANA PEMECAHAN MASALAH DALAM PENANGANAN RABIES

Banyak permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kalimantan Timur dalam usaha memberantas rabies. Beberapa permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR,

2004) :

1. Pengetahuan, ketrampilan dan jumlah petugas di lapangan masih rendah, disamping seringnya pergantian petugas serta luasnya jangkauan pelayanan.

2. Kurangnya perhatian, pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam upaya pembebasan rabies, sehingga sering terjadi hambatan dalam penanganan kasus gigitan oleh hewan tersangka rabies dan observasi hewan tersangka rabies. Seperti yang dimuat dalam BANJARMASIN POST (1997), ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa setelah divaksinasi anjing menjadi kurang galak sehingga tidak dapat dipergunakan untuk berburu. 3. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) belum

berjalan dengan baik, sehingga sering terlambatnya penanganan kasus tersangka rabies.

4. Kurangnya monitoring dan evaluasi pelaksanaan vaksinasi dan eliminasi yang dilakukan oleh petugas baik di tingkat kabupaten atau propinsi.

5. Terpencarnya pusat pemukiman penduduk yang berada di pedesaan dan sarana transportasi yang masih relatif sulit, sehingga sulit pula menjangkau sasaran anjing yang harus divaksinasi atau dieliminasi (BANJARMASIN POST, 1997). 6. Belum semua puskesmas rawan rabies

atau Pusat Rabies Center dilengkapi dengan cold chain dan vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum Anti Rabies (SAR). 7. Data populasi hewan rentan rabies belum

akurat. Hal ini mempengaruhi penyusunan kebijakan dan cakupan program vaksinasi/eliminasi.

Untuk mengatasi semua permasalahan diatas maka Pemerintah Propinsi Kalimantan

telah merencanakan upaya-upaya mengatasinya dengan jalan sebagai berikut :

• Peningkatan pembinaan dan pelatihan petugas dan pemberian sarana dan prasarana pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan di lokasi.

• Pendataan ulang populasi hewan rentan rabies terutama anjing di tingkat kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi.

• Pengadaan sarana dan prasarana penunjang di Pusat Rabies Center.

• Sosialisasi secara intensif dan penyebaran informasi melalui media poster, brosur, televisi, radio dan lain-lain, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai rabies.

• Peningkatan monitoring dan evaluasi terhadap vaksinasi dan pengamatan penyakit dilapangan berdasarkan peta kejadian rabies dan Local Area Specific Problem Solving (LAS).

• Perlunya kerjasama antara instansi terkait dalam hal kewaspadaan dini (SKD-KLB) dalam penanggulangan rabies dan peningkatan program manajemen sistem informasi.

PENUTUP

Penyakit Rabies merupakan penyakit zoonosis pertama yang menjadi perhatian serius jajaran Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan di Kalimantan Timur. Ada delapan dari tiga belas kabupaten/kota di Kalimantan Timur yang telah dinyatakan sebagai daerah tertular yaitu kabupaten Kutai Kertanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Pasir, Bontang, Samarinda dan Balikpapan. Pemerintah Daerah telah melaksanakan berbagai upaya untuk membebaskan Kalimantan Timur dari penyakit ini bersama instansi terkait seperti Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan. Untuk mendukung program bebas Rabies 2007 yang telah dicanangkan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur maka disarankan untuk terus melaksanakan kegiatan

(6)

DAFTAR PUSTAKA

BADAN PUSAT STATISTIK KALIMANTAN TIMUR, 2004. Kalimantan Timur Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur.

BAER, G. M. 1991. The natural history of rabies. Bocaraton. Florida. CRC Press.

BANJARMASIN POST. 1997. Tahun 2000 Kalimantan bebas rabies. Harian Banjarmasin Post 8 April 1997.

BELL,J.C.,S.R.PALMER dan J.M.PAYNE. 1988. The zoonoses : Infections transmitted from animal to man. Edward Arnold. London.

DARMINTO, S. BAHRI, dan M. SAEPULLOH, 1999. Penyakit-penyakit zoonosis yang berkaitan dengan encephalitis. Wartazoa. Bulletin Ilmu Peternakan Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian.

HERIANSYAH, AHMADI, NR., SINTAWATI, dan R., MUNAWAROH, T. 2000. Karakterisasi dan analisis zona agroekologi kalimantan timur. Laporan Tahunan. BPTP Kaltim. Samarinda. KOMPAS. 2004. Kalimantan Timur dinyatakan KLB

rabies. Harian Kompas 8 September 2004. PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR, 2003.

Penanggulangan penyakit zoonosis di Kalimantan Timur. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR, 2004. Laporan pelaksanaan pembebasan rabies Di Kalimantan Timur. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

RESSANG, A.A. 1988. Penyakit viral pada hewan. Universitas Indonesia Press.

SUGIYANTORO, 2005. Komunikasi pribadi. Petani di daerah Sepaku, Kabupaten Pasir. Kalimantan Timur.

Gambar

Tabel 1. Jumlah hewan positip rabies, manusia penderita gigitan dan lokasi kejadian di Kalimantan Timur  Penderita gigitan
Gambar 1. Daerah tertular penyakit rabies di Kalimantan Timur

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dihadapi berkaitan dengan pengelolaan peralatan adalah peralatan yang ada saat ini dirasakan jumlahnya tidak cukup dan jenisnya tidak lengkap

Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro akan mengalami kekerdilan dan mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman sehat.. Besarnya

menyengsarakan, justru dengan program kemandirian, etos kerja narapidana residivis dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat menjadi bekal ketika keluar kembali dari

Pendekatan sosiologi seperti halnya pendekatan kesejarahan sangat mempersoalkan masalah-masalah yang berada di luar tubuh karya sastra seperti latar belakang

Modul HRD (Human Resource Development) adalah modul system yang berhubungan dengan pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia, data pegawai, dan manajemen database

Untuk meningkatkan pengembangan profesional tenaqa pengajar tetap FKIP, maka dalam perencanaan pengembangan selanjutnya disusun dengan memperhatikan dasar dan kebi

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

negeri atau bersubsidi. Calon guru juga harus berkelakuan baik dengan dibuktikan surat keterangan dari bupati. Pihak sekolah menyediakan kamus bahasa Jerman dan Inggris dengan