• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS QUALITY OF SERVICE (QoS) PADA SIMULASI JARINGAN MULTIPROTOCOL LABEL SWITCHING VIRTUAL PRIVATE NETWORK (MPLS VPN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS QUALITY OF SERVICE (QoS) PADA SIMULASI JARINGAN MULTIPROTOCOL LABEL SWITCHING VIRTUAL PRIVATE NETWORK (MPLS VPN)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

JETri,

Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 – 48, ISSN 1412-0372

ANALISIS QUALITY OF SERVICE (QoS) PADA

SIMULASI JARINGAN MULTIPROTOCOL

LABEL SWITCHING VIRTUAL PRIVATE

NETWORK (MPLS VPN)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet*

Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti Abstract

MPLS technology is a new data communication technology that changes the routing process to switching process using label. There’s many application that the basics is used MPLS, and one of them is VPN. Using MPLS, VPN will have many benefits like the scalability and security. This paper describes the Quality of Service (QoS) in simulation Virtual Private Network used Multi Protocol Label Switching. Some parameters that used to increased the Quality of Service is Round Trip Time (RTT) or latency, delay jitter and packet loss.

Keywords: QoS, packets, ound trip time, delay,packet loss

1. Pendahuluan

Saat ini teknologi khususnya pada komunikasi data terus berkembang pesat. Teknologi komunikasi data yang banyak digunakan oleh

service provider salah satunya adalah teknologi MultiProtocol Label Switching (MPLS). Berbeda dengan teknologi pendahulunya TCP/IP maka

pada MPLS metode pengiriman datanya dilakukan dengan metode switching.

Konsep jaringan MPLS ini menggunakan switching node yang biasa disebut Label Switching Router (LSR) dengan melekatkan suatu label dalam setiap packet yang datang, dan menggunakan label tersebut untuk menentukan ke arah mana seharusnya packet tersebut dikirimkan.

Jaringan yang berbasiskan MPLS menggunakan label-label yang berisi informasi dalam mengirimkan packet tersebut, dimana label – label tersebut diletakkan di dalam packet oleh router yang berada paling ujung dari suatu jarinan yang disebut sebagai Label Edge Router (LER). LER bertugas melakukan analisa dan pengelompokkan packet yang dilakukan hanya satu kali sebelum packet memasuki jaringan.

(2)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

Router pertama yang menerima packet pada jaringan MPLS (ingress) akan mengirim packet ke Forwarding Equivalence Class (FEC) yaitu kumpulan packet-packet yang akan diteruskan (forward) dengan mendapat perlakuan yang sama dan jalur yang sama, ketika packet tersebut memasuki jaringan MPLS.

Packet yang berada pada FEC akan diberikan angka berisi 32 bit yang disebut dengan label. Router ingress memberikan label sebelum packet tersebut dikirim, sehingga ketika packet tersebut berada pada router berikutnya (hop), router tersebut hanya akan melihat label yang terdapat pada packet. Label yang terdapat pada packet akan berfungsi sebagai index yang berada pada tabel yang dimiliki masing – masing router, dimana tabel tersebut akan berisi informasi hop berikutnya.

Ketika packet yang sudah mempunyai label diterima router berikutnya/hop berikutnya, label tersebut akan diganti dengan label lain (label lokal) yang terdapat pada router tersebut dan packet tersebut akan dikirim menggunakan label baru yang diberikan oleh router tersebut bedasarkan informasi routing dari router tersebut, proses ini disebut sebagai

swap (Alwayn, 2003: 34). Router terakhir pada jaringan MPLS disebut egress akan melepaskan label pada packet.

Multi Protocol Label Switching Virtual Private Network (MPLS

VPN) merupakan MPLS yang menggunakan aplikasi Virtual Private Network (VPN) melalui Virtual Routing and Forwarding (VRF) sehingga mengoptimalkan kerja routing dan akan mendapatkan scalability yang lebih luas tanpa banyak mengeluarkan cost (nn, 2001: 55).

Perangkat Jaringan pada MPLS VPN (gambar 1. pada halaman berikut ini) terdiri dari:

1. Custumer Edge (CE) router merupakan router yang berada pada daerah customer tetapi berada di bawah kendali service provider.

2. Perangkat pada service provider dimana perangkat pelanggan tersambungkan disebut provider edge (PE) router

3. Perangkat pada service provider yang hanya berfungsi untuk

mengirimkan data antar service provider backbone dan tidak terdapat sambungan pelanggan padanya disebut Provider (P) router, berada pada inti jaringan

(3)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada

Gambar 1. Perangkat Jaringan pada MPLS VPN

2. Quality of Service

Quality of Service menunjukkan kemampuan sebuah jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik lagi bagi layanan trafik yang melewatinya. QoS merupakan sebuah system arsitektur end to end dan bukan merupakan sebuah feature yang dimiliki oleh jaringan.

Quality of Service suatu network merujuk ke tingkat kecepatan dan

keandalan penyampaian berbagai jenis beban data di dalam suatu komunikasi.

Terdapat beberapa parameter QoS, yaitu:

1. Delay, merupakan tundaan waktu ketika sebuah data menempuh jarak dari asal ke tujuan.

2. Round Trip Time atau Latency, adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan.

3. Jitter, variasi dalam latency atau RTT.

4. Packet Loss, adalah jumlah paket yang hilang.

Dimana masing–masing parameter tersebut digunakan untuk melihat kualitas jaringan dari berbagai macam trafik, seperti:

a.Trafik VoIP

b. Trafik Business Critical atau Intranet c.Trafik Best Effort atau internet.

Dimana masing-masing trafik tersebut mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda–beda, seperti yang terdapat pada table 1. pada halaman berikut ini:

(4)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

Tabel 1. Tabel Sensitivitas Berbagai Jenis Trafik

Trafik RTT Delay P. Loss Jitter Availibility

Interractive Application:

VolP, Video Streaming

Critical Application

Public Application:

www, e-mail, ftp

3. Mekanisme Pengukuran Quality of Service

Terdapat beberapa mekanisme yang dijalankan sebuah jaringan dalam pengaturan Qualitas of Service (QoS), yaitu:

1. Classification dan Marking 2. Queueing

3. Traffic Policing dan Shaping

4. Weighted Random Early Detection (WRED) 3.1. Classification dan Marking

Classification merupakan proses mengidentifikasikan packet ke dalam kelas atau grup. Dimana pengidentifikasian tersebut bedasarkan kriteria-kriteria seperti port number untuk menentukan dari tipe aplikasi, IP

address untuk menentukan bedasarkan alamat IP (Purbo, 2002:55).

Ketika packet tersebut telah teridentifikasi maka jaringan akan memberi tanda (marking) ke setiap packet tersebut. Seluruh packet tersebut akan diberi tanda menggunakan tiga bit IP Precedence dan ditempatkan pada Type of Service (ToS) byte pada IP Header, sehingga seluruh elemen jaringan akan memperlakukan packet tersebut sesuai dengan IP precedence dari packet tersebut.

Dengan menggunakan IP Precedence maka jaringan MPLS dapat mengkhususkan layanan sebuah paket sesuai dengan Class of Service

(5)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada

(CoS). Adapun susunan IP precedence dapat dilihat pada gambar 2. pada halaman berikut ini:

Gambar 2. Susunan IP Precedence

Dalam label MPLS, IP Precedence menggunakan 3 bit label sehingga ada delapan nilai prioritas paket dalam jaringan MPLS, dengan nilai terbesar akan mendapat prioritas pertama. Nilai IP precedence sesuai dengan standar IEEE 802.1 terdapat pada tabel 2:

Tabel 2. Nilai IP Precedence Nilai IP

Precedence

(dalam bit)

Jenis layanan

0 (000) Best Effort

1 (001) Layanan paket bukan dari jaringan IP 2 (010) Background

3 (011) Business critical 4 (100) Kontrol beban

5 (101) Layanan voice dengan waktu Keterlambatan kurang 100 ms 6 (110) Layanan video dengan waktu Keterlambatan kurang 10 ms 7 (111) Kontrol Jaringan

(6)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

3.2. Queueing

Dimana dalam pengaturan QoS, queueing berperan sangat penting. Terdapat beberapa teknik queueing yang digunakan dalam jaringan, beberapa diantaranya adalah Class Base Weight Fair Queueing (CBWFQ) dan Low Latency Queueing (LLQ).

a. Class Base Weight Fair Queueing (CBWFQ), CBWFQ menentukan

alokasi bandwidth kelas-kelas tersebut menurut IP Precedence dari antrian tersebut. Untuk trafik VoIP alokasi bandwidth harus bedasarkan rumus:

Bandwidth per call = (payload + IP/UDP/RTP + L2) x 8 x pps b. Low Latency Queueing (LLQ), merupakan fitur yang memberikan

prioritas oleh jaringan untuk mendahulukan salah satu trafik. 3.3. Traffic Policing dan Shaping

Arti policing and shaping disini adalah provider memberikan batas bandwidth pada customer. Dimana umumnya besar bandwidth yang diberikan oleh customer bervariasi tergantung pada customer. Besar bandwidth yang umum ditawarkan pada customer adalah 64000 bps, 128 Kbps, 256 Kbps, 512 Kbps.

3.4. Weighted Random Early Detection (WRED)

WRED, merupakan fitur untuk mengurangi kongesti pada antrian

dengan cara men-drop packet berdasarkan IP Precedence, sehingga jaringan customer untuk sementara akan mengirim packet lebih sedikit ke jaringan

service provider.

4. Simulasi Quality of Service Pada Jaringan MPLS VPN

Pada simulasi ini digunakan 3 buah IP address yaitu IP Address antar PE, PE-CE, CE-lokal. IP Adress antar PE harus bersifat private begitu juga pada PE-CE, sedangkan CE-lokal digunakan IP publik.

Gambar 3. pada halaman berikut ini menunjukan skema IP Address yang digunakan pada simulasi QoS dengan penggunaan class-based pada jaringan service provider yang berbasiskan MultiProtocol Label Switching (MPLS) dengan menggunakan aplikasi Virtual Private Network (VPN).

(7)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada

Gambar 3. Skema IP Address

Pada simulasi ini diasumsikan hanya Customer A Jakarta yang berkomunikasi dengan Customer A Bandung. Dalam merancang simulasi ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

1. Melakukan konfigurasi jaringan backbone, pada jaringan backbone hal yang paling mendasar adalah pemilihan routing protocol yang akan berfungsi merouting seluruh aktifitas jaringan didalam backbone, untuk itu digunakan routing protocol Open Shortest Path First (OSPF). Alasan pemilihan OSPF sebagai routing protocol didalam jaringan backbone dikarenakan OSPF mempunyai keunggulan didalam menentukan path sebuah packet. Didalam penentuan path, OSPF menggunakan algoritma

djikstra sehingga pemilihan path bedasarkan cost terkecil. Pemilihan OSPF juga dikerenakan kondisi jaringan yang tidak begitu besar dan

routing protocol OSPF dapat digunakan pada seluruh jenis router

2. Melakukan konfigurasi MPLS, untuk mengkonfigurasikan MPLS, pada cisco router diharuskan mengaktifkan metode switching CEF (Cisco

Express Forwarding) kemudian mengaktifkan MPLS dengan protocol

(8)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

3. Pembentukan aplikasi Virtual Private Network (VPN) pada customer dengan membuat tabel VRF dimana didalamnya terdapat RD dan RT, lalu juga mengkonfigurasi MP-BGP.

Untuk mendapatkan nilai ukuran QoS dari simulasi ini, maka digunakan fitur SA Agent. sehingga untuk CE Customer A Jakarta ditetapkan sebagai sender dengan tujuan CE Customer A Bandung sebagai

responder.

Disini terdapat tiga bentuk simulasi menggunakan SA Agent dimana masing – masing simulasi tersebut digunakan untuk membedakan packet yang berasal dari VoIP, data intranet, dan data internet.

Pada packet VoIP ditentukan bedasarkan port yang dituju yaitu 14834 dan untuk data intranet menggunakan port 3000 sedangkan untuk data internet menggunakan port 3001. Packet yang akan dikirim adalah sebanyak 100 dengan interval 50 ms dimana lama satu cycle selama 10 detik. Untuk mendapatkan prioritas pada saat kongesti maka ditentukan besar Type of Service (ToS).

Berikut cuplikan konfigurasi yang dijalankan pada router untuk melakukan monitoring pada CE Customer A Jakarta:

rtr responder rtr 10

type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 14384 source-ipaddr 3.3.3.3 num-packets 50 interval 100

tos 160

owner class_VOIP frequency 10

rtr schedule 10 life forever start-time now rtr 20

type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 3000 source-ipaddr 3.3.3.3 num-packets 50 interval 100

tos 96

owner class_BC frequency 10

rtr schedule 20 life forever start-time now rtr 30

(9)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada

type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 3001 source-ipaddr 3.3.3.3 num-packets 50 interval 100

owner class_BE frequency 10

rtr schedule 30 life forever start-time now

Hasil dari simulasi dapat dilihat pada tabel 3. berikut, dimana kondisi tersebut mengidentifikasikan variasi dari bandwidth.

Tabel 3. Tabulasi Hasil Simulasi Jaringan Kon- disi VoIP (33 Kbps) BC (24 Kbps) BE (8 Kbps) Trafik RTT AVG (ms) Delay AVG (ms) P. Loss (packet) Jitter (ms) Min +SD Max +SD Min -SD Max -SD Min +DS Max +DS Min -DS Max -DS 1 3 Kbps 3 Kbps 3 Kbps VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 Kbps 6 Kbps = 25 % 3 Kbps VoIP 3 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 5 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 3 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 Kbps 12 Kbps = 50 % 4 Kbps =50 % VoIP 3 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 6 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 3 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 4 3 Kbps 6 Kbps = 25 % 4 Kbps =50 % VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 4 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 4 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 5 3 Kbps 6 Kbps = 25 % 6 Kbps =75 % VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 4 3 0 1 1 1 1 1 2 1 2 BE 3 2 0 1 1 1 1 1 2 1 2 6 3 Kbps 3 Kbps = SAA 6 Kbps =75 % VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 7 3 Kbps 18 Kbps = 75 % 6 Kbps =75 % VoIP 10 5 0 1 53 1 52 1 123 1 122 BC 14 5 0 1 52 1 51 1 125 1 127 BE 16 9 0 1 60 1 63 1 122 1 131 8 3 Kbps 21 Kbps = 87,5 % 6 Kbps = 75 % VoIP 15 8 0 1 70 1 74 1 1 1 1 BC 21 19 0 1 101 1 100 1 1 1 1 BE 28 27 0 1 100 1 101 1 1 1 1 9 33 Kbps 6 Kbps = 25% 4 Kbps = 50 % VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 4 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 4 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2 10 33 Kbps 6 Kbps = 25% 6 Kbps = 75 % VoIP 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BC 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 BE 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2

(10)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372 Kon- disi VoIP (33 Kbps) BC (24 Kbps) BE (8 Kbps) Trafik RTT AVG (ms) Delay AVG (ms) P. Loss (packet) Jitter (ms) Min +SD Max +SD Min -SD Max -SD Min +DS Max +DS Min -DS Max -DS 11 33 Kbps 12 Kbps = 50 % 4 Kbps = 50 % VoIP 15 11 0 8 91 8 91 1 86 1 2 BC 29 13 0 1 102 1 100 1 70 1 70 BE 30 21 0 16 127 1 100 1 61 1 65 12 33 Kbps 18 Kbps = 75 % 3 Kbps = SAA VoIP 28 18 0 1 31 1 31 1 6 1 6 BC 31 23 0 1 35 1 21 1 12 1 12 BE 25 21 0 1 20 1 21 1 5 1 5 13 33 Kbps 21 Kbps = 87,5 % 3 Kbps = SAA VoIP 38 27 0 1 101 1 99 1 127 1 128 BC 40 20 0 1 147 1 98 1 65 1 67 BE 36 21 0 1 115 1 101 1 84 1 68 14 33 Kbps 21 Kbps = 87,5 % 4 Kbps = 50 % VoIP 41 21 0 1 39 1 68 1 26 1 34 BC 48 46 0 9 38 85 99 1 1 1 25 BE 58 56 0 17 38 99 101 1 1 1 1 15 33 Kbps 21 Kbps = 87,5% 6 Kbps = 75 % VoIP 63 45 0 1 190 1 100 1 106 1 108 BC 91 75 0 1 361 7 101 1 228 1 115 BE 96 90 0 1 425 1 101 1 110 1 97 16 33 Kbps 24 Kbps = 100 % 8 Kbps = 100 % VoIP 119 102 0 8 161 98 100 1 18 1 18 BC 412 445 4 7 647 96 101 1 60 1 60 BE 1999 1996 0 13 2140 98 101 1 3 1 2 17 33 Kbps 28 Kbps > 100 % 3 Kbps VoIP 146 80 0 1 156 1 99 1 221 1 133 BC 371 140 10 1 402 80 102 2 234 1 137 BE 536 131 0 1 276 1 101 11 730 1 315

5. Analisis Hasil Simulasi 5.1. Round Trip Time (ms)

Ketika tidak ada trafik yang masuk kedalam jaringan atau hanya bandwidth yang berasal dari probe SAA seperti yang terjadi pada kondisi 1, RTT Avg pada trafik VoIP, BC dan BE adalah 3 ms, 3 ms, dan 3 ms, terlihat pada gambar 4. pada halaman berikut ini.

Pada Kondisi 2, 3, 4, 5, dan 6, dimana kondisi tersebut menandakan variasi dari bandwidth, kualitas RTT dari jaringan tidak begitu terpengaruh secara signifikan, walaupun RTT dari Bussiness Critical (BC) terjadi pada kondisi 9 sampai dengan kondisi 17.

Trafik dari VoIP dibangkitkan sehingga bandwidth-nya naik menjadi 33 Kbps, setiap kondisi nilai RTT atau latency VoIP selau lebih baik atau selalu yang diprioritaskan oleh jaringan. Walaupun kapasitas bandwidth untuk Customer A telah melampaui batas yaitu lebih dari 64 Kbps, nilai RTT VoIP tetap lebih baik.

(11)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada 1 10 100 1000 10000 ms VoIP BC BE VoIP 3 3 3 3 3 3 10 15 3 3 15 28 38 41 63 119 146 BC 3 5 6 4 4 3 14 21 4 3 29 31 40 48 91 412 371 BE 3 3 3 4 3 3 16 28 4 3 30 25 36 58 96 1999 536 Knds 1 Knds 2 Knds 3 Knds 4 Knds 5 Knds 6 Knds 7 Knds 8 Knds 9 Knds 10 Knds 11 Knds 12 Knds 13 Knds 14 Knds 15 Knds 16 Knds 17

Gambar 4. Grafik Round Trip Time (RTT)

Untuk trafik Bussiness Critical dan Best Effort, terlihat bahwa semakin besar bandwidth yang diberikan untuk trafik tersebut seperti untuk BC nilai RTT akan lebih baik walaupun bandwidth dari BE kecil.

Sehingga dari pengukuran RTT ini disimpulkan bahwa untuk RTT pada trafik VoIP mengalami perubahan pada kondisi 7 dan kondisi 8 dimana kondisi ini belum masuk bandwidth VoIP secara real, sebesar 5 ms. Sedangkan ketikan bandwidth real dari VoIP masuk kedalam jaringan maka terjadi perubahan penurunan kecepatan rata – rata lebih dari 10 ms.

(12)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

Untuk Business Critical pada kondisi awal atau pemakaian bandwidth tidak begitu besar penurunan kecepatan rata sebesar 1 - 5 ms, sedangkan pada penggunaan bandwidth yang hampir penuh, terjadi penurunan kecepatan dengan rata – rata sebesar 10 ms, kecuali pada kondisi 16 dan 17 dimana bandwidth business critical penuh penurunan kecepatan menjadi sebesar rata – rata 50 ms.

Dengan demikian pada trafik Best Effort, pemakaian bandwidth yang tidak begitu besar penurunan kecepatan rata – rata sebesar 1 – 5 ms, sedangkan pada pemakaian bandwidth hampir penuh seperti pada kondisi 11 – 15 penurunan kecepatan rata – rata sebesar 10 – 15 ms. Sedangkan untuk bandwidth yang penuh penurunan kecepatan terjadi sampai dengan 1,5 s.

5.2. Delay (ms)

Delay pada kondisi 1 sampai dengan kondisi 6 mempunyai nilai tetap, seperti terlihat pada gambar 5. pada halaman berikut ini perubahan baru terjadi ketika pemakaian bandwidth yang mencapai lebih dari 50 % seperti pada BC dan BE.

Sama dengan analisis RTT hal ini dikarenakan pemakaian bandwidth yang cukup besar dari BC dan BE. Sehingga waktu delay akan semakin tinggi ketika bandwidth mencapai lebih dari 50 % seperti terlihat pada gambar 5.

Berdasarkan pengukuran delay, hasil yang didapat hampir sama dengan yang terdapat pada round trip time (RTT), dimana untuk trafik VoIP perubahan terjadi rata-rata sebesar 1 ms – 5 ms pada pemakaian bandwidth yang tidak besar.

Sedankan pada pemakaian bandwidth yang hampir penuh seperti pada kondisi 11 sampai 15, rata-rata berubah 10-20 ms. Dan untuk trafik yang penuh (kondisi 16 dan 17) perubahan terjadi sekitar 30 – 50 ms.

Untuk trafik Business Critical, pada kondisi awal atau pemakaian bandwidth yang tidak begitu besar rata – rata terjadi perubahan sebesar 2 – 15 ms. Pada pemakaian bandwidth yang hampir penuh rata – rata terjadi perubahan sebesar 10 – 25 ms. Ketika pemakaian bandwidth dari keseluruhan trafik penuh ataupun melebihi kapasitas maka perubahan delay pada trafik Business Critical rata– rata sebesar 50 – 450 ms.

(13)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada 1 10 100 1000 10000 ms VoIP BC BE VoIP 1 2 2 1 1 1 5 8 1 1 11 18 27 21 45 102 80 BC 1 3 3 3 3 1 5 19 1 1 13 23 20 46 75 445 140 BE 1 2 2 2 2 1 9 27 1 1 21 21 21 56 90 1996 131 Knds 1 Knds 2 Knds 3 Knds 4 Knds 5 Knds 6 Knds 7 Knds 8 Knds 9 Knds 10 Knds 11 Knds 12 Knds 13 Knds 14 Knds 15 Knds 16 Knds 17

Gambar 5. Grafik Delay

Pada trafik Best Effort, kondisi awal terjadi perubahan sebesar 1 – 25 ms, sedangkan kondisi pemakaian bandwidth yang hampir penuh (kondisi 11 – kondisi 15) rata – rata terjadi perubahan delay sebesar 25 – 40 ms. Untuk pemakaian bandwidth yang lebar seperti pada kondisi 16 dan 17 membuat delay trafik Best Effort bertambah rata – rata 100 ms–1,5 s.

(14)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372 0 2 4 6 8 10 12 Pa ck et VoIP BC BE VoIP 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 BC 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 10 BE 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Knds 1 Knds 2 Knds 3 Knds 4 Knds 5 Knds 6 Knds 7 Knds 8 Knds 9 Knds 10 Knds 11 Knds 12 Knds 13 Knds 14 Knds 15 Knds 16 Knds 17 5.3. Packet Loss

Dikarenakan kondisi pemakaian bandwidth dari jaringan belum mencapai maksimal maka pada kondisi 1 sampai dengan kondisi 8, packet loss dari masing – masing trafik tidak ada, seperti terlihat pada gambar 7. Packet Loss baru terlihat ketika bandwidth jaringan mencapai batas maksimum atau 100 % lebih seperti pada kondisi 16 dan kondisi 17.

(15)

Yuli Kurnia Ningsih, Tjandra Susila & Rizky Febrian Ismet, Analisis Qulity Of Service (QoS) Pada

Berdasarkan pengukuran packet loss jaringan, pada trafik VoIP tidak terjadi packet yang hilang. Sedangkan pada trafik Business Critical perubahan terjadi ketika kondisi pemakaian bandwidth penuh (kondisi 16 dan 17) dimana rata – rata packet yang didrop sebesar 4 – 10 packet. Dan pada trafik Best Effort, tidak terjadi packet yang hilang pada seluruh kondi

6. Kesimpulan

Dari hasil analisis pada simulasi pengukuran Quality of Service pada jaringan berbasiskan MultiProtocol Label Switching (MPLS) Virtual

Private Network (VPN) dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Terlihat bahwa peranan dari bandwidth sangat mempengaruhi Quality of

Service (QoS) dari trafik. Oleh Karena itu untuk mendapatkan QoS yang

baik, diperlukan pengaturan pemakaian bandwidth serta pengaturan dari antrian packet.

2. Prioritas pelayanan oleh jaringan juga perlu diatur, urutan VoIP harus lebih diprioritaskan, setelah itu trafik Bussiness Critical (BC) dan trafik

Best Effort (BE).

3. Karena VoIP lebih diprioritaskan maka pada trafik VoIP terjadi penurunan kecepatan dan delay yang lebih rendah bila dibandingkan dengan trafik Bussiness Critical (BC) maupun trafik Best Effort (BE). Selain itu juga tidak terjadi packet yang hilang.

4. Trafik yang memiliki tingkat sensitifitas lebih tinggi akan mempunyai ukuran QoS yang lebih baik. Hal ini terlihat pada trafik Bussiness

Critical (BC) yang mempunyai tingkat lebih sensitive dari pada trafik Best Effort (BE) selalu mempunyai ukuran QoS yang lebih baik.

5. Jaringan yang telah terbebani lebih dari 50 % alokasi total seluruh bandwidth yang telah tersedia akan mengakibatkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap RTT dan delay.

6. Pemakaian jaringan hingga melebihi total bandwidth akan mengakibatkan terjadinya packet loss, hal ini disebabkan adanya policy dari provider untuk men-drop packet yang melebihi dari SLA antara

customer dengan provider.

Daftar Pustaka

1. Alwayn, Vivick, 2002. Advanced MPLS Design and Implementation USA: Cisco Press.

2. n.n. 2001. Cisco System, Inc, Implementing Cisco MPLS Volume 1 and 2

(16)

JETri,

Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 33 - 48, ISSN 1412-0372

3. n.n. 2003 Cisco System,Inc The Cisco Certified Network Associate

Curriculum v.3. USA.

4. Purbo Onno W,et al. 2002. TCP/IP: Standar, Desain dan Implementasi . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Gambar

Gambar 1. Perangkat Jaringan pada MPLS VPN
Tabel 1. Tabel Sensitivitas Berbagai Jenis Trafik
Tabel 2.  Nilai IP Precedence  Nilai IP
Gambar 3. Skema IP Address
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi Geografis E-Wakaf akan dijadikan sebagai model pendukung keputusan dalam pemberdayaan wakaf produktif sesuai peruntukanya melalui peningkatan usaha-usaha

Engkau telah memilih tempat tinggal yang tepat, saudaraku. Udara di puncak pegu- nungan lebih hangat daripada yang diduga oleh orang-orang lembah, khususnya pada

tanda sebuah kualitas dan komitmen yang membuat konsumen menjadi akrab dengan merek dan membantu mereka mempertimbangkan pada titik pembelian (Aaker dalam Tong et

Alasan pemilihan model Altman z-score modifikasi ini karena bank syariah berbeda dengan perusahaan manufaktur jadi bank syariah tidak cocok menggunakan model

Penelitian ini menunjukkan terapi tertawa dapat menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi terutama pada nilai Sistolik segera setelah dilakukan terapi

Permasalahan professional terjadi ketika profesi tidak lagi menjalankan perannya berpedoman pada Standar Profesional yang berlaku. Hasilnya peran yang

Usaha Simpan pinjam dengan pola syariah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan Koperasi, tetapi usaha tersebut belum dapat beroperasi dengan baik dan

Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) di Kota Bogor, berupaya untuk dapat melayani kepentingan masyarakat dalam