• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN

The Effect Of Specific Gravity And Hen Age To Hatching Characteristics (Weight Loss Egg, Hatch Period, Weight at Hatch) On Duck Eggs

Netty Siboro, Dani Garnida, S.Pt., MSi., Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

e-mail : netty.siboro@gmail.com

ABSTRAK

Umur induk merupakan faktor penting dalam proses penetasan telur itik. Melalui umur induk, kita dapat menilai kualitas telur. Kualitas telur dapat dilihat secara langsung dari tebal tipisnya kerabang telur. Menilai kualitas tebal tipisnya kerabang telur dapat dilakukan dengan metode specific gravity (SG). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh specific gravity dan umur induk terhadap karakteristik tetasan (susut bobot telur, lama menetas, bobot tetas). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Mei - 10 Juni 2016 di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dengan menggunakan 600 butir telur itik lokal (Anas sp.). Analisis statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan, yaitu umur induk yang berbeda, terdiri dari P1(25-30 minggu), P2 (36-55 minggu), P3(56-65 minggu), dan 5 kelompok specific gravity (SG) yang terdiri dari K1 (SG 1.074), K2 (1.078), K3 (1.082), K4 (1.086), K5 (1.090). Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur induk itik dan specific gravity tidak berpengaruh terhadap susut telur, lama menetas, dan bobot tetas.

Kata kunci : Umur induk, Spesific gravity, susut tetas, lama tetas, bobot tetas.

ABSTRACT

Hen age is the important factor in incubation process of duck eggs. Through the hen age, we can see the eggs quality. The eggs quality can be seen directly from shell thickness. Shell Thickness can be rated by specific gravity (SG). This research was done to know the effect of specific gravity and hen age to hatching characteristics (weight loss egg, hatch period, weight at hatch). This research was held from 8th May - 8th June, in Laboratory of Chicken Production in Animal Husbandry Faculty, Universitas Padjadjaran used 600 eggs of local duck (Anas sp). Analysis statistic which used in this researched is Randomized Block Design with three treatment namely three different age of hen, consists of P1 (25-30 weeks), P2 (36-55 weeks), P3 (56-65 weeks) with 5 group of different specific gravity, namely K1 (SG 1.074), K2 (1.078), K3 (1.082), K4 (1.086), K5 (1.090).

(2)

The results showed that the hen’s duck age and specific gravity didn’t give any effect to Hatching characteristics (weight loss egg, hatch periode, (DOD) Day Old Duck weight). Keywords: Hen age, specific gravity, weight loss egg, hatch period, DOD weight PENDAHULUAN

Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia berjalan semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya permintaan telur konsumsi maupun telur tetas serta daging itik dan banyaknya usaha penetasan itik di Indonesia. Penetasan buatan merupakan cara yang digunakan untuk mengembangkan kualitas bibit itik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penetasan telur itik, salah satunya adalah kualitas kerabang telur. Kerabang berfungsi untuk melindungi perkembangan embrio dan memberikan lingkungan yang optimal pada telur, sampai menetas menjadi DOD (Day Old Duck). Kualitas kerabang telur mempengaruhi daya tetas dan karakteristik tetasan (susut telur, bobot telur, dan lama menetas).

Secara biologis, ketebalan kerabang ditentukan oleh specific gravity Pengukuran kerabang dengan specific gravity merupakan cara yang tidak langsung dan non-destruktif untuk menguji kualitas kerabang. Pengukuran specific gravity dapat dilakukan dengan pencelupan telur kedalam larutan garam, dan nilai larutan garam diukur dengan menggunakan hydrometer. Tingginya daya tetas, dan lama tetas telur. Kerabang tipis dapat mempercepat penguapan isi telur sedangkan kerabang terlalu tebal dapat menyebabkan telur kurang terpengaruhi temperatur penetasan. rendahnya nilai specific gravity akan mempengaruhi susut telur, bobot

Kerabang yang tipis dapat mempercepat pengurangan bobot yang disebut susut telur, sedangkan kerabang yang tebal memperlambat penguapan, sehingga bobot telur tidak cepat menurun. Penyusutan bobot telur saat penetasan menunjukkan adanya perkembangan embrio dan nutrisi telur digunakan secara optimal. Jika nutrisi terserap lebih banyak, maka dalam waktu yang lebih cepat, kebutuhan embro terpenuhi,

pertumbuhan baik dan bobot tetas meningkat.

MATERI DAN METODE 1. Materi

Telur tetas yang sebanyak 600 butir sebagai objek penelitian, berasal dari Kelompok Peternakan Itik “KPI Family” Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat

2. Metode

a. Tahap Persiapan - Seleksi Telur Tetas

Seleksi telur dilakukan meliputi bobot dan keutuhan telur. Bobot telur yang ditetaskan berkisar antara 50-75 gram dengan KV ≤ 10%.

(3)

 Pembuatan larutan specific gravity dilakukan sehari sebelum penelitian dengan tujuan menyeimbangkan temperatur larutan dengan temperatur ruangan. Mencampurkan air dengan garam dalam wadah yang telah disediakan. Pengukuran larutan garam dengan menggunakan hydrometer untuk mengetahui apakah nilai specific gravity telah mencapai nilai yang telah ditentukan. Konsentrasi larutan garam berjumlah 5 buah dengan nilai specific gravity 1,074 - 0,090 dengan peningkatan 0,004.

 Telur dibersihkan dan dilakukan pemberian nomor pada telur sesuai dengan umur induk.

 Mesin tetas difumigasi satu kali sebelum penetasan dimulai menggunakan 40 cc formalin 40% dan 20 gram kalium permanganate (KMnO4) dengan konsentrasi dua kali untuk ruangan tertutup 2.8 m3 selama 30 menit (North, 1984).

b. Tahap Penelitian

 Telur yang telah dibersihkan diukur specific gravitynya sesuai dengan umur induk. Pengukuran nilai specific gravity telur dilakukan dengan mencelupkan telur mulai dari larutan dengan nilai specific gravity terendah. Nilai specific gravity telur diperoleh jika telur mengambang pada salah satu larutan.

 Pemutaran telur dilakukan secara otomatis, mengatur kelembaban dan temperatur dilakukan pada saat pemutaran. Suhu dan kelembaban pada saat setter adalah 37,8°C, dengan kisaran 37,2 38,2°C (Hodgetts, 2000), sedangkan kelembaban yang baik pada penetasan telur itik sangat dianjurkan berkisar antara 60% - 70% (Subiharta, 2010). Pada saat hatcher, kelembaban perlu ditingkatkan sampai 85% untuk memperlancar pemecahan kerabang telur, pada saat ini temperatur diturunkan kira-kira 0,5°C (Srigandono, 1986).

 Candling dilakukan pada hari ke-3, 7, 21 dan 25 untuk mengetahui fertilitas telur.

c. Tahap Pengumpulan Data

1. Telur ditimbang sebelum masuk mesin tetas sebagai bobot tetas. 2. Telur hari ke-25 (sebelum hatcher) ditimbang sebagai susut tetas

3. Lama menetas dihitung sejak masuk ke mesin tetas sampai keluar dari kerabang dalam satuan jam.

4. Penimbangan berat DOD (Day Old Duck) d. Peubah yang Diamati dan Cara pengukurannya

1. Bobot Tetas (gram)

Bobot tetas diketahui dengan menimbang DOD saat pulling (pengeluaran DOD dari mesin tetas setelah bulu kering 95%) atau sekitar 6 jam setelah menetas dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui bobot tetas. 2. Susut Tetas (Persen)

Persentase bobot susut telur ditimbang pada hari ke-25, sebelum masuk fase hatcher dalam satuan persen (%).

(4)

Bobot tetas telur hari ke-0 (g)- Bobot tetas telur hari ke-25 (g) 100% Bobot tetas telur hari ke-0 (g)

 Susut Telur =

3. Lama Menetas

Lama menetas mulai dihitung sejak masuk ke mesin tetas sampai keluar dari kerabang dalam satuan jam.

Analisis Statistik

Penelitian akan dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan tiga perlakuan dan lima kelompok. Jumlah telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 600 butir telur tetas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur

Penyusutan bobot telur hari ke-25 dapat kita lihat pada Tabel 3, bahwa perlakuan tidak berpengaruh disebabkan oleh proses inkubasi yang tidak sempurna selama penelitian. Pada saat proses inkubasi, terjadi ketidakstabilan tegangan listrik, sehingga menyebabkan suhu dan kelembapan tidak stabil. Suhu yang baik untuk pertumbuhan embrio adalah berkisar diantara 35 – 37oC (Jasa, 2006).

Tabel 3. Pegaruh Perlakuan Terhadap Susut Tetas

Kelompok Perlakuan (Spesific Gravity) P1 P2 P3 ……….. (%) ...………. K1 10.52 9.77 16.67 K2 12.76 12.42 10.73 K3 10.49 11.30 12.36 K4 10.76 11.59 12.20 K5 8.06 10.99 10.56 52.60 56.06 62.52 10.52 11.21 12.50 Keterangan:

P1 : Umur induk 25-35 minggu P2 : Umur induk 36-55 minggu P3 : Umur induk 56-65 minggu K1 : SG 1,074

K2 : SG 1,078 K3 : SG 1,082 K4 : SG 1.086

(5)

K5 : SG 1.090

Suhu mesin tetas pada saat penelitian terkadang menurun hingga 330C pada hari ke 14 dan hari ke-21. Suhu dibawah rata-rata ini menyebabkan pertumbuhan embrio menjadi lambat (Jasa, 2006), dan menyebabkan kelembaban yang berlebih pada embrio serta menyebabkan gangguan pertukaran gas (Romanof 1930 dalam Nackage 2003).

2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Lama tetas

Lama tetas yang tidak tepat ini dipengaruhi oleh lingkungan dalam penetasan. Penyusutan bobot yang rendah dapat kita lihat pada Tabel 4. Suhu normal selama proses penetasan, maka akan memberikan waktu tetas yang tepat (misal : telur puyuh masa inkubasi 17 hari, ayam 21 hari, itik 28 hari). Suhu di ruang inkubasi tidak boleh lebih panas atau lebih dingin 2°C dari kisaran suhu standar. Suhu standar untuk penetasan berkisar antara 36°C - 39°C (Ningtyas, dkk., 2013). Jika terjadi penurunan suhu terlalu lama biasanya telur akan menetas lebih lambat dari 21 hari dan jika terjadi kenaikan suhu melebihi dari suhu normal maka embrio akan mengalami dehidrasi dan akan mati (Hamdy, 1991).

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Lama Menetas KELOMPOK (Spesific Gravity) Perlakuan P1 P2 P3 ………. jam ...………. K1 681.00 681.00 666.43 K2 681.80 664.08 664.25 K3 655.75 674.00 680.00 K4 693.20 660.33 682.09 K5 677.03 658.67 684.00 3388.78 3338.08 3376.77 677.75 667.62 675.35 Keterangan :

Rata-rata lama menetas menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tetas

Rata-rata bobot tetas tidak menunjukkan perbedaan signifikan (Tabel 5) Bobot tetas DOD (Day Old Duck) sangat dipengaruhi oleh bobot awal telur. Telur yang besar akan menghasilkan DOD yang besar pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunawan (2001) mengatakan bahwa bobot tetas itik memiliki hubungan erat dengan bobot telurnya, semakin besar bobot telur maka anak itik yang menetas semakin besar. Hal ini didukung oleh Hasan, dkk., (2005) yang

(6)

menyatakan bahwa semakin besar bobot telur tetas, maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan. Rahayu (2005) menyatakan bahwa anak itik yang dihasilkan dari penetasan telur sangat dipengaruhi oleh berat telur karena telur mengandung nutrisi seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan selama pengeraman

.

Tabel 5 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tetas Kelompok (Spesific Gravity) Perlakuan P1 P2 P3 ……… gram ..………. K1 51.00 52.33 50.14 K2 45.80 46.57 50.50 K3 48.50 49.50 50.40 K4 51.00 47.33 49.91 K5 54.15 51.33 58.00 250.45 247.07 258.95 50.09 49.41 51.79

Keterangan: Rata-rata bobot tetas tidak menunjukkan perbedaan signifikan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur induk itik dan specific gravity tidak berpengaruh terhadap susut telur, lama menetas, dan bobot tetas.

SARAN

Pengaruh umur induk dan specific gravity tidak berpengaruh terhadap karakteristik tetasan. Disarankan penambahan jumlah umur induk dan specific gravity. Pengambilan telur untuk diamati sebaiknya pada musim kemarau, karena secara umum di masyarakat, daya tetasnya relative tinggi. .

DAFTAR PUSTAKA

Hodgetts. 2000. Incubation The Psichal Requiments. Abor Acress service Bulletin No 15, August 1.

Subiharta, 2010. Manajemen penetasan telur itik Tegal. Bahan pelatihan pada kegiatan FEATI (Famer Emprowement Trought Agricultural Teghnology and Inovation). Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Jasa, L., 2006. Pemanfaatan Mikrokontroler Atmega 163 Pada Prototipe Mesin Penetasan Telur Ayam. Jurnal Teknologi Elektro Vol 5 (1):30-36.

(7)

Nakage Es, Cardozo JP, Pereira GT, Queiroz SA dan Boleli IC. 2003. Effect Of Temperature on Incubation Periode, Embryonic Mortality, Hatch Rate, Egg Water Loss and Patridge Chick Weight (Rhynchotus Rufescens). Rev. Bras. Cienc. Avic. [online]. Volume 5, nomor 2, halaman 131-135. ISSN 1516-635X.

Romanoff, A. I. And A. J. Romanoff. 1993. The Avian Egg. Jhon Willey And Sons. Inc. New York

Ningtyas M.S, Ismoyowati, Sulistyawan I.H. 2013. Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrinchos). Fakultas Peternakan

Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Hamdy, A.M.M.,A.M. Henken, W.V.D. Hel, A.G and A.K.I. Abd. Elmoty.1991. Effect of Incubation Humidity and Hatching Time on Tolerance of Neonatal Chicks: Growth Performance after heat Exposure. Poultry Science 70:1507-1515

Gunawan, H. 2001. Pengaruh Bobot Telur terhadap Daya Tetas serta Hubungan Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Itik Mojosari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hasan, S. M. A. A. Siam, M.E. Mady and A.L. Cartwright. 2005. Physiology, endocrinology, dan reproduction: egg storage period and weight effects on hatchability. J. Poultry Sci. 84: 1908-1912

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage,

Hasil wa penggunaan ransum basal (RSP 0 ) dan suplemen berp tidak berpengaruh terhadap organ dalam (hati, ja itik jantan umur delapan minggu.. n berprobiotik, berat organ dalam,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur produktif induk ikan cupang dan jenis pakan yang paling baik untuk produksi telur dan larvanya.. pe;ijaha; dila'kukan dengan

Berdasarkan pada hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa supplementasi berbagai level kitosan dalam ransum itik memberikan pengaruh nyata (P< 0,05)

Dengan demikian waktu penyapihan pedet umur 20 dan 24 minggu dengan berat badan dan konsumsi pakan yang sama (Tabel 2) tidak berpengaruh terhadap APP, S/C dan CI sapi potong

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bab terdahulu semakin singkat penyimpanan telur (Perlakuan faktor A, umur telur itik pitalah) serta semakin

Sementara itu, untuk produksi telur pada umur 68 minggu terlihat dengan jelas adanya perbedaan yang nyata lebih tinggi dari itik keturunan induk betina Mojosari baik pada MM

potong, persentase karkas dan kadar lemak daging itik lokal jantan umur sepuluh minggu.. Persentase karkas dan bagian-bagiannya dua galur ayam