• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

(Influence of age wiping Eggs for fertility and hatchability)

oleh :

Zasmeli Suhaemi1), PN. Jefri1) dan Ermansyah2)

1) Prodi Peternakan Faperta Universitas Tamansiswa Padang

2) Penyuluh Pertanian Kab. Solok Selatan

ABSTRAK

Percobaan dilaksanakan di. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik Pitalah. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 3x3 dengan 2 kali ulangan yang terdiri dari 2 faktor, faktor pertama adalah umur telur 9 hari, 6 hari dan 3 hari dan faktor kedua adalah perlakuan telur itik sebelum ditetaskan yakni tanpa pengelapan, dilap kering dan dilap dengan tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C. Hasil percobaan menunjukan bahwa perlakuan umur itik dan perlakuan telur itik Pitalah sebelum ditetaskan nyata meningkatkan fertilitas dan sangat nyata meningkatkan daya tetas dan berat tetas serta sangat nyata menurunkan susut tetas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin singkat penyimpanan telur serta semakin bersih dan kering telur yang akan ditetaskan maka semakin baik pula hasil penetasan yang didapatkan.

Kata Kunci : Penetasan, Itik Pitalah, daya tetas.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki usaha peter- nakan yang perkembanganya sangat pesat, khususnya subsektor peternakan unggas. Hal ini tercermin dari posisinya sebagai usaha ternak unggas yang paling handal karena memiliki kontribusi yang sangat luas, baik untuk meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, mendukung kebutuhan masyarakat akan makanan bergizi maupun meno- pang era industrialisasi yang sudah dicanangkan dalam program pemerintah (Murtidjo,1988).

Itik memiliki sifat aquatik yaitu suka dengan air. Hal ini ditunjang oleh bulu-bulu yang tebal dan berminyak yang berfungsi melindungi tubuh saat berada di air dan juga bentuk kaki

dengan jari-jari kaki dihubungkan oleh selaput renang. Itik memiliki daya adaptasinya yang tinggi terhadap lingkungan baru, selain itu itik dapat mempertahankan produksi telurnya lebih lama dari pada ayam petelur, itik lokal memiliki sifat mengeram yang sangat rendah, sehingga untuk mene- taskan perlu dilakukan secara buatan (Haqiqi, 2008).

Penetasan telur itik untuk meng- hasilkan anak itik atau Day Old Duck (DOD) merupakan kegiatan yang sudah dilakukan peternak sejak dulu.

Hanya saja pola penetasan para peternak masih menggunakan cara alami dengan memanfaatkan Ayam atau Entok sebagai induk untuk

(2)

mengerami telur. Metode penetasan telur itik yang lebih modern adalah menggunakan Mesin Tetas telur.

Ditingkat peternak, telur-telur yang akan ditetaskan umumnya memiliki umur telur tetas yang berbeda, hal ini disebabkan oleh telur yang didapatkan tidak langsung ditetaskan melainkan dikumpulkan sampai dengan jumlah yang cukup untuk ditetaskan.

Keberhasilan usaha penentasan sebagian besar dapat dilihat dari fertilitas dan daya tetasnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fertilitas dan daya tetas adalah umur telur tetas. Menurut Winarno dan Koswara (2002), umur telur tetas yang semakin meningkat akan menurunkan kualitas telur karena penguapan CO2 dan H2O. Menurunnya kualitas telur akan menghambat perkembangan embrio sehingga dapat menurunkan fertilitas dan daya tetas.

Blakely dan Bade (1991) mengatakan bahwa meskipun pada kondisi yang baik, telur akan turun daya tetasnya bila periode penyimpanan sebelumnya lebih dari 7 hari. Demikian pula sejalan dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1994), bahwa penyimpanan telur sebaliknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun.

Perlakuan telur sebelum proses penetasan berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan telur itik. Untuk mendapatkan daya tetas yang baik, maka telur tetas harus dalam keadaan bersih.

Menurut Pattison (1993), telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan.

Srigandono (1997) menambahkan bahwa telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme, sehingga akan mengurangi daya tetas. Bakteri dengan mudah dapat masuk melalui pori-pori telur, dan apabila sudah berada di dalam telur sulit sekali untuk dibunuh tanpa membunuh embrio yang ada. Bakteri

yang terinkubasi ke dalam dengan telur dapat membunuh embrio itik apabila mencapai konsentrasi yang tinggi.

Dengan adanya uraian yang dikemukan di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang

“Pengaruh Umur dan Perlakuan Telur Itik Pitalah Sebelum Ditetaskan Terhadap Fertilitas dan Daya Tetas”.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur telur dan perlakuan telur itik Pitalah sebelum ditetaskan serta interaksi kedua faktor tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan peralatan yaitu mesin tetas kapasitas 150 butir telur itik dengan sumber pemanas kombinasi antara lampu minyak tanah dengan pemanas yang berasal dari lampu listrik, tissu, teropong, timbangan digital dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah telur itik Pitalah.

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 3 x 3, yang masing-masing mengalami 2 kali ulangan sehingga dihasilkan 18 kombinasi perlakuan, dimana setiap unit percobaan terdiri dari 7 butir telur.

Penelitian ini terdiri dari dua faktor, faktor pertama adalah umur telur itik yaitu : a1 = umur telur 9 hari, a2 = umur telur 6 hari dan a3 = umur telur 3 hari, faktor kedua adalah perlakuan telur sebelum ditetaskan yang terdiri dari tiga taraf yaitu : b1 = tanpa dibersihkan atau dilap, b2 = dilap kering dan b3= dilap dengan tissu lembab menggunakan air suhu 37- 380C.

(3)

Model umum Percobaan Faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap menurut Steel dan Torrie (1991) adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan dari faktor A taraf ke-i

βj = Pengaruh perlakuan dari faktor B taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j εijk = Galat percobaan pada

satuan percobaan ulangan ke-k, dalam perlakuan faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, dilakukan sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan. Jika hasil sidik ragam berbeda nyata, dilakukan uji lanjut yang digunakan adalah Duncan’s Multiple Test Range (DMRT) menurut Steel dan Torrie (1991).

2. Pelaksanaan Penelitian a. Pengambilan Telur

Penelitian ini menggunakan 126 butir telur itik Pitalah yang berasal dari peternak itik Kecamatan Batipuah Kabupaten Tanah Datar, dimana masing- masing perlakuan digunakan 7 butir telur tetas. Pada pengambilan pertama telur digunakan sebagai perlakuan dengan lama penyimpanan 9 hari, pengambilan kedua lama penyimpanan 6 hari dan pengambilan ketiga untuk perlakuan dengan lama penyimpanan 3 hari, dimana masing-masing pengambilan sebanyak 42 telur dengan berat telur antara 65-70 gram perbutir.

Selama penyimpanan, telur tetas disimpan pada suhu ruangan 25- 270C dan dilakukan pemutaran telur sebanyak 7 kali pemutaran sehari yaitu pada jam 06.00, jam 09.00, jam 12.00, jam 15.00, jam 18.00, jam 21.00 dan jam 01.00 Wib.

b. Penetasan

Mesin tetas yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari kerabang telur sisa penetasan sebelumnya, setelah bersih mesin tetas dihidupkan terlebih dahulu sampai suhu menjadi konstan selama lebih kurang 24 jam dengan suhu 380C kemudian dimasukan telur ke dalam mesin tetas menurut perlakuan dan ulangan yang dilakukan secara acak.

Sebelum dimasukan ke dalam mesin tetas, telur dibersihkan menurut perlakuan yaitu tanpa dilap, dilap kering dan dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C. Telur disusun pada rak telur dengan posisi kemiringan 45 derajat, dan bagian ujung tumpul berada di atas.

Pemutaran telur saat penetasan dilakukan sehari 4 kali yakni pagi jam 06.00, jam 12.00 dan jam 17.00 dan jam 23.00 Wib dengan cara membalik, mengeluarkan telur beserta raknya sambil pendinginan 10 sampai 15 menit. Pemutaran dilakukan setelah telur berumur 3 hari dalam mesin tetas dan pada hari ke-25 telur tidak diputar.

Peneropongan dilakukan pada hari ke- 7 guna untuk melihat telur yang tertunas (Fertil).

3. Peubah yang Diukur a. Fertilitas Telur

Cara untuk mengetahui fertil atau tidak fertilnya telur yaitu setelah 7 hari telur dalam mesin tetas, dilakukan Candling (peneropongan telur) untuk mengetahui telur yang dibuahi dengan

(4)

telur yang tidak dibuahi. Perhitungan presentase fertilitas menurut Suprijatna, et al.,(2008) sebagai berikut:

Jumlah telur yang fertil x 100%

Jumlah telur yang ditetaskan b. Daya Tetas

Adalah hasil telur yang fertil sampai dapat menetas dan dihitung pada akhir penetasan dengan mengetahui persentase daya tetas dengan menggunakan cara menurut Suprijatna, et al. (2008) sebagai berikut:

Jumlah telur yang menetas x 100%

Jumlah telur yang fertile c. Susut Tetas

Dihitung dengan cara mengurangi bobot awal telur dengan

bobot akhir telur (didapat dari penimbangan telur hari ke-20) kemudian membaginya dengan bobot awal (Rusandih, 2001).

d. Berat Tetas

Berat tetas dihitung dengan cara menimbang anak itik (DOD) setelah telur itik menetas satu hari dengan bulu yang sudah kering (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).

HASIL PENELITIAN

A. Pengaruh Umur dan Perlakuan Telur Itik Pitalah Sebelum Ditetaskan Terhadap Fertilitas.

Rata-rata fertilitas telur itik Pitalah berkisar antara 64,29% sampai 92,86%, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Fertilitas telur itik hasil penelitian (%).

Faktor A

Faktor B

Jumlah Rata-rata

b1 b2 b3

a1 64,29 78,57 71,43 214,29 71,43a

a2 64,29 85,71 78,57 228,57 76,19ab

a3 78,57 92,86 85,71 257,14 85,71b

Jumlah 207,14 257,14 235,71 700,00

Rata-rata 69,05a 85,71b 78,57ab 77,78

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Dari Tabel 1 dapat dilihat rata- rata fertilitas umur telur itik Pitalah 9 hari (a1), 6 hari (a2) dan 3 hari (a3) adalah 71,43, 76,19 dan 85,71, sedangkan untuk perlakuan telur itik sebelum ditetaskan b1

(tanpa pengelapan), b2 (dilap kering) dan b3 (dilap menggunakan tissu lembab dengan air suhu 37-380C) berturu-turut adalah 69,05, 78,57 dan 85,71.

Berdasarkan Analisis Ragam, menunjukan bahwa perlakuan umur telur tetas (A) dan perlakuan telur itik Pitalah sebelum ditetaskan (B) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata

fertilitas telur itik Pitalah. Hasil Uji Lanjut fertilitas umur telur tetas 3 hari (a3) yaitu 85,71 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan fertilitas umur telur tetas 9 hari (a1) yaitu 71,43, dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan umur telur 6 hari (a2) yaitu 76,19. Serta perlakuan umur telur 6 hari (a2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan umur telur 9 hari (a1).

Tingginya fertilitas telur itik Pitalah umur telur tetas 3 hari dibandingkan dengan umur telur tetas 6 dan 9 hari disebabkan karena pada

(5)

umur telur tetas 3 hari telur masih dalam keadaan segar. Telur yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur yang lama disimpan. Telur yang memiliki pori-pori kerabang kecil memungkinkan penguapan gas-gas dari dalam telur juga kecil. Pori-pori kerabang telur yang lebih kecil tersebut dapat mencegah masuknya bakteri kedalam telur, sehingga kualitas isi telur dapat dipertahankan. Seperti yang diungkapkan oleh Rasyaf (1991), semakin lama telur tetas disimpan maka pori-pori kulit telur akan semakin lebar, sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang mengakibatkan kualitas telur tetas semakin menurun.

Fertilitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur pejantan dan induk, pakan, umur telur, pengelolaan telur sebelum masuk mesin tetas, pengelolaan telur selama penetasan (Bell dan Weaver, 2002). Kemudian Septiwan (2007), menambahkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan telur tetas seperti memilih telur yang bersih, bentuk telur oval, umur penyimpanan telur tidak lebih dari 7 hari, telur berasal dari induk yang sehat, perbandingan antara ayam jantan dan betina, dan tempat penyimpanan telur bersih.

Untuk mendapat fertilitas yang tinggi menurut Sukardi dan Mufti (1989) adalah 1 jantan berbanding 8 betina sampai 10 ekor betina, maka telur yang sudah keluar dari tubuh induk sudah terjadi pembuahan, dan pada saat ditetaskan yang terjadi adalah perkembangan embrio hingga terbentuk anak itik dan akhirnya menetas.

Sehubungan dengan hal tersebut suatu penelitian dilaporkan oleh Sudaryanti (1990), bahwa rata-rata fertilitas dapat

mencapai 85,5% pada itik yang dipelihara intensif dan penetasannya menggunakan mesin tetas. Selanjutnya Setiadi et al. (1995) melaporkan bahwa fertilitas telur pada itik yang dipelihara intensif berkisar 72–92 %.

Hasil Uji Lanjut perlakuan telur itik sebelum ditetaskan terhadap fertilitas adalah perlakuan telur itik dengan cara dilap kering (b2) yaitu 85,71 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan telur itik tanpa pengelapan (b1) yaitu 69,05 dan perlakuan telur itik dengan cara dilap menggunakan tissu lembab dengan air suhu 37-380C (b3) yaitu 78,57 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan telur itik dengan cara dilap kering (b2) dan tanpa pengelapan (b1).

Tingginya fertilitas telur yang dilap kering dibandingkan dengan telur yang tidak dilap berkaitan dengan banyaknya mikroba yang masuk ke dalam telur, mikroba ini dapat mengganggu pertumbuhan embrio telur itik. Kemudian telur yang dilap kering lebih tinggi fertilitasnya dibandingkan dengan telur yang dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C disebabkan karena rusaknya kutikula pada kerabang telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Pattison (1993), telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan. Srigandono (1997) menambahkan bahwa telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme, sehingga akan mengurangi fertilitas.

Telur yang akan ditetaskan sebaiknya dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kerabang telur tetapi jangan sampai merusak lapisan kutikula, jika lapisan kutikula telur rusak maka berkemungkinan mikroorganisme akan masuk melalui pori-pori kerabang dan akan merusak embrio telur.

(6)

B. Susut Tetas

Rata-rata susut tetas telur itik Pitalah selama penelitian berkisar antara 1,77 dan 2,59 gram sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat rata- rata susut tetas perlakuan telur itik Pitalah umur 9 hari (a1), umur telur tetas 6 hari (a2) dan umur telur tetas 3 hari (a3)

berturut-turut adalah 2,59, 2,39 dan 1,85. Untuk perlakuan telur itik sebelum ditetaskan b1 (tanpa pengelapan), b2 (dilap kering) dan b3

(dilap menggunakan tissu lembab dengan air suhu 37-380C) berturut- turut adalah 2,41; 2,17 dan 2,25.

Tabel 2. Rata-rata susut tetas telur itik hasil penelitian (gram).

Faktor A

Faktor B

Jumlah Rata-rata

b1 b2 b3

a1 2,70 2,50 2,59 7,78 2,59a

a2 2,53 2,26 2,38 7,17 2,39b

a3 2,01 1,77 1,77 5,54 1,85c

Jumlah 7,24 6,52 6,74 20,51

Rata-rata 2,41a 2,17b 2,25b 2,28

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01)

Hasil Analisis Ragam menunjukan bahwa perlakuan umur telur tetas (A) dan perlakuan telur tetas sebelum penetasan (B) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rata-rata susut tetas itik Pitalah. Hasil Uji Lanjut menunjukan bahwa susut tetas masing- masing perlakuan umur telur tetas 3 hari (a3) yaitu 1,85, umur telur tetas 6 hari (a2) yaitu 2,39 dan umur telur tetas 9 hari (a1) yaitu 2,59 sangat nyata menurunkan susut tetas telur itik (P<0,01).

Telur yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur yang lama disimpan. Telur yang memiliki pori-pori kerabang kecil memungkinkan penguapan gas-gas dari dalam telur juga kecil, sehingga susut tetas dari telur yang ditetaskan semakin kecil juga. Pori-pori kerabang telur yang lebih kecil tersebut dapat mencegah masuknya bakteri ke dalam telur, sehingga kualitas isi telur dapat dipertahankan. Seperti yang diungkapkan oleh Rasyaf (1991), semakin lama telur tetas disimpan maka

pori-pori kulit telur akan semakin lebar, sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang mengakibatkan kualitas telur tetas semakin menurun.

Susut tetas berpengaruh sangat nyata dapat disebabkan oleh tebal kerabang yang berbeda. Kerabang yang terlalu tebal menyebabkan telur kurang terpengaruh oleh suhu penetasan, sehingga penguapan air dan gas sangat kecil. Telur yang berkerabang tipis mengakibatkan telur mudah pecah sehingga tidak baik untuk ditetaskan (Rasyaf, 1991).

Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap tebal kerabang, namun tebal kerabang dapat diduga dengan melihat warna kerabang telur. Menurut Kurtini (1988), telur itik yang kerabangnya tebal memiliki warna kulit terlalu tua. Sebaliknya, telur yang kerabangnya tipis memiliki warna kulit terlalu muda. Telur yang warnanya lebih tua memiliki kulit telur yang lebih tebal (0,46 mm) warna

(7)

sedang (0,43 mm) dan warna terang (0,39 mm).

Peebles dan Brake (1985), me- nyatakan bahwa penyusutan bobot telur tetas selama masa penetasan menunjukan adanya perkembangan dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital Oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur. Susut tetas yang terlalu tinggi menyebabkan menurunya daya tetas dan bobot tetas.

Menurut North dan Bell (1990), penyusutan berat telur selama penetasan dipengaruhi oleh beratt awal telur. Pada penelitian ini berat awal telur tetas relatif kurang seragam, berat telur yang tidak seragam juga dapat menyebabkan berbeda sangat nyatanya susut tetas.

Sedangkan Hasil Uji Lanjut perlakuan telur itik sebelum ditetaskan menunjukan bahwa perlakuan telur tetas dengan cara dilap kering (b2) yaitu 2,17 dan perlakuan telur tetas dengan cara dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3) yaitu 2,25 sangat nyata menurunkan susut tetas telur itik (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan telur itik tanpa pengelapan (b1) yaitu 2,41. Sedangkan perlakuan telur tetas dengan cara dilap kering (b2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan telur tetas dengan cara dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3).

Faktor yang dapat menye- babkan berbeda sangat nyatanya perlakuan telur sebelum ditetaskan adalah kebersihan telur tetas. Menurut Pattison (1993), telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan. Srigandono (1997) menambahkan bahwa telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme, sehingga akan mengurangi fertilitas. Telur yang akan ditetaskan sebaiknya dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kerabang telur tetapi jangan sampai merusak lapisan kutikula, jika lapisan kutikula telur rusak maka berkemungkinan mikroorganisme akan masuk melalui pori-pori kerabang dan akan merusak embrio telur.

Terjadinya penyusutan bobot telur tetas selama penetasan dapat dilihat dari berkurangnya bobot telur akibat terjadinya penguapan cairan dan gas-gas organik dari dalam telur. Susut tetas yang berbeda sangat nyata diduga disebabkan oleh terbukanya pori-pori kerabang telur akibat pembersihan kerabang telur.

C. Daya Tetas

Rata-rata daya tetas telur itik Pitalah selama penelitian berkisar antara 67,50% sampai 100%

sebagaimana terlihat pada Tabel 9.

Tabel 3. Rata-rata daya tetas telur itik hasil penelitian (%).

Faktor A

Faktor B

Jumlah Rata-rata

b1 b2 b3

a1 67,50 81,67 60,00 209,17 69,72a

a2 77,50 91,67 81,67 250,83 83,61b

a3 81,67 100,00 91,67 273,33 91,11b

Jumlah 226,67 273,33 233,33 733,33

Rata-rata 75,56a 91,11b 77,78a 81,48

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01)

(8)

Dari Tabel 3 dapat dilihat rata- rata daya tetas pada umur telur 9 hari (a1), 6 hari (a2) dan 3 hari (a3) adalah 69,72, 83,61 dan 91,11 sedangkan untuk perlakuan telur tetas sebelum ditetaskan tanpa pengelapan (b1), dilap kering (b2) dan dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3) berturu-turut adalah 75,56, 91,11 dan 77,78.

Hasil Analisis Ragam menunjukan bahwa perlakuan umur telur tetas (A) dan perlakuan telur tetas sebelum penetasan (B) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rata-rata daya tetas itik Pitalah.

Hasil Uji Lanjut menunjukan bahwa daya tetas umur telur 3 hari (a3) 91,11 dan umur telur 6 hari (a2) 83,61 sangat nyata meningkatkan daya tetas telur itik (P<0,01) dibandingkan dengan daya umur telur 9 hari (a1) yaitu 69,72.

Serta daya tetas umur telur 3 hari (a3) tidak berbeda dengan perlakuan umur telur 6 hari (a2). Sedangkan perlakuan telur sebelum ditetaskan, daya tetas perlakuan telur dilap kering (b2) yaitu 91,11 sangat nyata meningkatkan daya tetas telur itik dibandingkan dengan perlakuan telur dengan cara dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3) yaitu 77,78 dan tanpa pengelapan (b1) yaitu 75,56, serta perlakuan telur dilap dengan tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan telur tanpa pengelapan (b1).

Daya tetas umur telur 3 hari lebih tinggi karena pada umur telur tetas 3 hari telur masih dalam keadaan segar. Telur yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur yang lama disimpan. Pori-pori kerabang telur yang lebih kecil tersebut dapat mencegah

masuknya bakteri kedalam telur, sehingga kualitas isi telur dapat dipertahankan. Seperti yang diungkapkan oleh Rasyaf (1991), semakin lama telur tetas disimpan maka pori-pori kulit telur akan semakin lebar, sehingga memung- kinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang meng- akibatkan kualitas telur tetas semakin menurun.

Daya tetas yang berbeda sangat nyata ini disebabkan oleh susut tetas yang berbeda sangat nyata. Susut tetas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tetas. Semakin besar susut tetas memungkinkan embrio gagal menetas akibat dehidrasi karena penguapan yang begitu besar, sedangkan susut tetas yang terlalu kecil memungkinkan embrio tidak bermetabolisme. Daya tetas ditentukan dari fertilitas karena daya tetas dihitung dari banyaknya telur yang fertil, sehingga semakin banyak telur yang fertil memungkinkan daya tetas juga lebih banyak.

Faktor lain yang dapat menyebabkan berpengaruh sangat nyatanya perlakuan telur adalah kebersihan telur tetas. Menurut Pattison (1993), telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan. Srigandono (1997) menambahkan bahwa telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme, sehingga akan mengurangi daya tetas.

D. Berat Tetas

Rata-rata berat tetas telur itik Pitalah selama penelitian berkisar antara 34,94 gram sampai 42,37 gram sebagaimana terlihat pada Tabel 4.

(9)

Tabel 4. Rata-rata berat tetas telur itik hasil penelitian (gram).

Faktor A

Faktor B

Jumlah Rata-rata

b1 b2 b3

a1 34,94a 37,25b 38,67c 110,86 36,95A

a2 37,24b 38,05bc 38,84c 114,13 38,04B

a3 40,93d 41,50de 42,37e 124,80 41,60C

Jumlah 113,11 116,80 119,88 349,79

Rata-rata 37,70A 38,93B 39,96C 38,86

Keterangan : 1. Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01)

2. Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Dari Tabel 4 dapat dilihat rata- rata berat tetas pada umur telur 9 hari (a1), 6 hari (a2) dan 3 hari (a3) adalah 36,95, 38,04 dan 41,6, sedangkan untuk perlakuan telur tetas sebelum ditetaskan tanpa pengelapan (b1), dilap kering (b2) dan dilap tissu lembab menggunakan air suhu 37-380C (b3) berturu-turut adalah 37,70, 38,93 dan 39,96.

Hasil Analisis Ragam menun- jukan bahwa perlakuan umur telur tetas (A) dan perlakuan telur tetas sebelum penetasan (B) berpengaruh sangat nyata (P<0,01), serta untuk interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata berat tetas telur itik Pitalah. Hasil Uji Lanjut faktor A menunjukan bahwa berat tetas pada setiap perlakuan umur telur yaitu 3 hari (a3) adalah 41,60, umur telur 6 hari (a2) yaitu 38,04 dan umur telur 9 hari (a1) yaitu 36,95 berurutan sangat nyata meningkatkan berat tetas anak itik (DOD).

Berat tetas yang berpengaruh sangat nyata diduga disebabkan oleh susut tetas yang berpengaruh sangat nyata, berat tetas dipengaruhi oleh susut tetas. Terjadinya penyusutan berat telur tetas selama penetasan dapat dilihat dari berkurangnya berat telur akibat terjadinya penguapan cairan dan gas-gas organik dari dalam telur.

Semakin berat telur yang akan ditetaskan, maka berat tetas akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu (2005) yang menyatakan bahwa anak itik yang dihasilkan dari penetasan telur sangat dipengaruhi oleh berat telur karena telur mengandung nutrisi seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selama pengeraman. Nutrisi ini juga berfungsi sebagai cadangan makanan untuk beberapa waktu setelah anak ayam menetas. Berat telur yang seragam akan menghasilkan anak itik hasil penetasan yang seragam pula.

Hasil Uji Lanjut masing- masing perlakuan telur itik sebelum ditetaskan yaitu dilap menggunakan tissu lembab dengan air suhu 37-380C (b3) adalah 39,96, perlakuan telur tetas dengan cara dilap kering (b2) adalah 38,93 dan perlakuan telur tetas tanpa pengelapan (b1) sangat nyata (P<0,01) menurunkan rata-rata berat tetas anak itik (DOD) hasil penetasan. Kemudian Hasil Uji Lanjut interaksi antara faktor A dan faktor B menunjukkan bahwa semakin bersih telur tetas dan semakin singkat umur penyimpanan telur akan menghasilkan berat tetas yang semakin baik pula (a3b3) yaitu 42,37.

Ini terjadi dikarenakan dengan kerabang telur yang bersih maka daya

(10)

tetas telur akan maksimal sehingga kandungan air di dalamnya tidak akan banyak hilang yang dapat membuat berat DOD meningkat, dan sebaliknya telur yang kotor akan membuat telur tidak menetas dengan baik pula, sehingga terjadi penguapan yang berlebihan dan kadar air di dalam telur akan berkurang yang dapat membuat berat DOD akan berkurang.

Kehilangan cairan dalam jumlah yang banyak menyebabkan zat-zat nutrisi tidak dapat larut, sehingga ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan embrio tidak dapat terpenuhi. Embrio yang kekurangan zat nutrisi perkembanganya tidak akan sempurna, sehingga mempengaruhi berat anak itik yang dihasilkan. Menurut Tullet dan Burrton (1982), penyusutan berat telur diakibatkan oleh pengaruh suhu dan kelembaban selama penetasan yang dapat mempengaruhi daya tetas dan kualitas anak itik yang dihasilkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bab terdahulu semakin singkat penyimpanan telur (Perlakuan faktor A, umur telur itik pitalah) serta semakin bersih dan kering telur (perlakuan faktor B, perlakuan telur itik sebelum ditetaskan) akan meningkatkan fertilitas, daya tetas dan berat tetas, serta menurunkan susut tetas telur itik Pitalah. Tidak terdapat interaksi faktor A dan B terhadap fertilitas, susut tetas dan daya tetas telur itik Pitalah, namun interaksi terdapat pada berat tetas. Semakin bersih dan kering telur sebelum ditetaskan serta semakin singkat umur penyimpanan telur (a3b3) maka berat tetas yang dihasilkan semakin baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, D.D. and W.D. Weaver, 2002.

Commercial Chicken Meat and Egg Production.

Academic Pub-lisher, United States of America.

Blakely, J. dan D.H. Bade, 1991. Ilmu Peternakan (Terjemahan).

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Haqiqi, S. H. 2008. Mengenal Beberapa Jenis Itik Petelur Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Malang.

Jayasamudra, D. J. dan B. Cahyono.

2005. Pembibitan Itik.

Penerbit Swadaya. Jakarta.

Kurtini, T. 1988. Pengaruh Bentuk dan Warna Kulit Telur Terhadap Daya Tetas dan Sex Ratio Itik Tegal. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Unpad.

Bandung.

Murtidjo, B. A. 1992. Mengelola Peternakan Itik.Kanisius, Yogyakarta.

Pattison, M. 1993. The Health Of Poultry. Longman Scientific and Technical.

Peebles, E. D. Dan J. Brake. 1985.

Relationship of Egg shell Porosity of Stage of Embrionic Development In Broiler Breeders. Poult. Sci.

64 (12) : 2388.

Rahayu, H.S. 2005. Kualitas Telur Tetas Dengan Waktu Pengulangan Inseminasi

(11)

Buatan Yang Berbeda. [skripsi].

Fakultas Kedokteran Hewan.

Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan.

Cetakan ke-2. Kanisius.

Yogyakarta.

Rusandih. 2001. Susut Tetas dan Jenis Kelamin Itik Berdasarkan Klasifikasi Bobot dan Nisbah Kelamin. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Septiawan, R. 2007. Respon Produktivitas dan Reproduksi Ayam Kampung dengan Umur Induk yang Berbeda. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiadi, P.,A.P Sinurat, A.R. Setioko, dan A. Lasmini. 1994.

Perbaikan Sanitasi Untuk Meningkatkan Daya Tetas Telur Itik Di Pedesaan. Prosiding.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Cetakan ke-3. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991.

Prinsip and Prosedur Statistik.

Suatu Pendekatan. Biometrik

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudaryanti, 1990. Pentingnya Memperhatikan Berat Telur Tetas Pada Pemeliharaan Semi Intensif. Proc. Seminar dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Ciawi-Bogor.

Sudaryani dan Santoso. 1994.

Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sukardi dan M. Mufti, 1989.

Penampilan Prestasi Itik di Kabupaten Banyumas dan Pengembangannya,Proceeding . Seminar Nasional tentang Unggas Lokal, Semarang.

Suprijatna, E. U. Atmomarsono dan R.

Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.

Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tullet, S. G. dan F. G. Burton. 1982.

Factor Affecting the Weight and Water Status of Chick and Hatch. British Poult. Sci. 32 : 361 – 369.

Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002.

Komposisi, Penanganan dan Pengolahan Telur. M-Brio Press. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah siswa-siswi melakukan treatment yang telah diberikan peneliti dan peneliti melakukan tes kedua ( posttest ) siswa-siswi telah menunjukkan perubahan atau peningkatan

Tidak ada, guru menggunakan metode pada umumnya seperti metode klasikal, setoran individual Proses pembentukan karakter religius, disiplin, dan tanggung jawab siswa melalui

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik guna memperoleh

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi konsep partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata buatan di kelurahan meruyung (2) mengidentifikasi konsep pengembangan

Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk kompos akan memberikan pengaruh sifat fisik dan biologi tanah yang menjadi lebih gembur, sehingga tata ruang dalam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan bahwa pengaturan hukum pidana di Indonesia mengenai tindak pidana penyalahgunaan Narkotika secara

Tujuan:    Setelah Setelah melaksanakan melaksanakan PI/PKL PI/PKL mahasiswa mahasiswa memahami tentang manajemen perusahaan/dunia industri memahami tentang manajemen

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kuliah sambil bekerja paruh waktu memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap prestasi nilai