• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori

Landasan ini berisi teori-teori kepustakaan yang melandasi penelitian untuk menukung pemecahan masalah yaitu kajian mengenai komitmen organisasi. Lincoln dan Bashaw dalam Sopiah (2010:156) menyebutkan bahwa komitmen organisasi dipengaruhi oleh faktor faktor personal dan faktor organisasional. Faktor personal meliputi motivasi dalam bekerja sementara faktor orgnisasional yang merupakan faktor yang berasal dari dalam suatu organisasi seperti kepemimpinan dan kompensasi.

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menggambarkan sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya dan dilibatkan dengan organisasinya dan tidak ingin meninggalkan organisasinya.

Menurut Mayer dan Allen yang dikutip oleh Sutrisno (2011:292-293) mengungkapkan sebagai berikut Mengidentifikasikan tiga tema dalam mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tersebut adalah komitmen sebagai keterikatan afektif pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban untuk tetap dalam organisasi (normative commitment).

Robbins dan Judge (2012:100) mengemukan komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

(2)

Mathis dan Jakson (2012:155) memberikan definisi sebagai berikut

Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization.”

Dari bebrapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah sejauh mana karyawan memihak pada suatu organisasi dimana tempat karyawan itu bekerja atau menjalankan tugasnya serta sampai tingkat mana karyawan tersebut mempertahankan keanggotaanya.

2.1.1.1 Bentuk Komitmen Organisasi

Menurut Kanter dalam Sopiah (2010:158) mengemukakan adanya tiga bentuk komitmen organisasi, yaitu:

1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkan.

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Menurut Lincoln dan Bashaw dalam Sopiah (2010:156) penyebab dari komitmen organisasi ada tiga yaitu:

1. Kemauan karyawan, dilihat dari antusias dan kemauan diri pribadi sendiri. Dengan melakukan inisiatif tindakan untuk perusahaan tanpa ada perindah dari atasan.

(3)

2. Kesetiaan karyawan, sejauh mana tiap individu mempunyai komit dalam hal kesetiaan terhadap organisasi dengan tidak ada rasa pindah atau menduakan organisasi itu.

3. Kebanggaan karyawan pada organisasi, kebanggaan dalam diri dan akan tetap menjaga nama baik organisasi dimata orang luar.

Selanjutnya menurut Sopiah (2010:164) faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi ialah:

1. Faktor personal 2. Faktor organisasional

3. Faktor yang bukan dari dalam organisasi

2.1.1.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Menurut Minner dalam Sopiah (2010:161) secara rinci menjelaskan proses terjadinya komitmen organisasi, yaitu sebgai berikut:

1. Fase pertama (initial commitment)

Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah: a. Karakteristik individu

b. Harapan-harapan karyawan pada organisasi c. Karakteristik pekerjaan

2. Fase kedua (commitment during early employment)

Pada fase ini karyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahapan awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana sistem pengkajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana hubungan dia dengan teman sejawat atau hubungan dia dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja.

(4)

3. Fase ketiga (commitment during later career).

Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.

2.1.1.4 Dampak Komitmen Organisasi

Menurut Sopiah (2010:166) komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun yang rendah, akan berdampak pada:

1. Kayawan itu sendiri, misalnya terhadap perkembangan karier karyawan itu di organisasi atau perusahaan.

2. Organisasi. Karyawan yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, loyalitas karyawan, dan lain-lain.

Sedangkan menurut Near & Jansen dalam Sopiah (2010:166) bila komitmen karyawan rendah maka ia bisa memicu perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan kerusuhan yang dampak lebih lanjutnya adalah reputasi organisasi menurun, kehilangan kepercayaan dari klien dan dampak yang lebih jauh lagi adalah menurunnya laba perusahaan.

2.1.1.5 Komponen Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen yang dikutip oleh Sutrisno (2011:292-293) mengungkapkanada tiga komponen komitmenorganisasi yaitu:

1. Komponen Afektif

Afektif, yaitu berkaitan individu secara emosional terhadap organisasi, pengidentifikasian individu terhadap organisasi dan keterlibatan individu dalam organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.

2. Komponen Normatif

Normatif, yaitu kepercayaan mengenai satu tanggung jawab moral pada suatu organisasi. individu tetap berada didalam suatu organisasi karena merasa ada

(5)

tekanan dari pihak lain. Komitmen normatif bisa dipengaruhi beberapa aspek antara lain sosialisasi awal dan bentuk peran seseorang dari pengalaman organisasinya.

3. Komponen Continuance

Continuance, yaitu kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang sama

secara konsisten berdasarkan kesadaran akan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan sehubungan dengan menghentikan aktivitas tersebut atau dengan kata lain merupakan komitmen yang berdasarkan kepada biaya yang ditanggung individu karena keluar dari organisasi. Komitmen continuance merujuk pada kekuatan kecenderungan seseorang untuk tetap bekerja di suatu organisasi karena tidak ada alternatif pekerjaan lain.

2.1.2Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah suatu hal yang penting dan utama dalam pembahasan mengenai kemajuan suatu kelompok, organisasi, atau bangsa dan negara, dari tangan pemimpin itulah suatu kelompok, organisasi atau bangsa akan terlihat arah, dinamika dan kemajuan-kemajuan yang dihasilkannya karena pemimpin adalah sosok yang memberikan instruksi kepada bawahan agar dapat mengerti atas apa yang harus dilakukan.

2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan

Berikut ini dikemukakan mengenai pendapat beberapa ahli tentang kepemimpinan:

Yukl (2009:8) menyatakan bahwaProses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Thoha (2010:15) kepemimpinan adalahsifat, karakter, atau cara seseorang dalam upaya membina dan menggerakkan seseorang atau sekelompok orang agar mereka bersedia, komitmen dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

(6)

Robbins (2012:36), mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah Sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan.

Berdasarkan kutipan di atas, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam menggerakan dan memanfaatkan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2.1.2.2 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Thoha (2010:52), fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi organisasi atau perusahaan menyatakan sebagai berikut :

a) Fungsi kepemimpinan sebagai inovator

Sebagai inovator, pemimpin mampu mengadakan berbagai inovasi-inovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan. b) Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator

Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan orang lain.

c) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator

Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.

(7)

Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.

2.1.2.3 Gaya Kepemimpinan

Menurut Robbins dan Judge (2012:315). Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.Gaya kepemimpinan bisa diklasifikasi menjadi empat, yaitu: (1) task oriented leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada tugas, dan rendah pada hubungan manusia, (2) relationship oriented leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada hubungan manusia, tetapi rendah pada tugas, (3)

integrated leadership, yakni gaya kepemimpinan yang beroirientasi tinggi pada

tugas dan hubungan manusia, dan (4) impoverished leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi rendah pada tugas dan hubungan manusia.

Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar. Robinss (2012:127) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:

1. Gaya kepemimpinan kharismatik

Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:

a) Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.

b) Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi.

(8)

c) Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.

d) Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.

e) Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya kepemimpinan transaksional

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional:

a) Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian. b) Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari

penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan. c) Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika

standar tidak dipenuhi

d) Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

3. Gaya kepemimpinan transformasional

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan

(9)

sebagai kepemimpinan yang mampu membuat perubahan organisasi. Menurut Pawar dan Eastman dalam Pareke (2011:45), pemimpin transformasional menciptakan suatu visi organisasional yang dinamis yang sering dibutuhkan untuk menciptakan inovasi. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:

a) Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.

b) Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana.

c) Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.

d) Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.

4. Gaya kepemimpinan visioner

Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.

(10)

2.1.1.4 Dimensi Kepemimpinan

Menurut Yukl (2009:62), menyebutkan bahwa perilaku pemimpin yang efektif dalam suatu organisasi atau perusahaan didasarkan pada dua katagori, yaitu berhubungan dengan tujuan tugas dan berhubungan dengan hubungan antar peribadi.

1. Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran bawahan dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.

2. Struktur memprakarsai. Pemimpin menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan peran bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan pentinnya memenuhi target waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar kinerja tertentu, meminta vawahan untuk mengikuti prosedur standar dan menawarkan pendekatan baru terhadap masalah dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.

Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi faktor penting untuk menghubungkan kategori-kategori perilaku yang independen. Ini berarti bahwa beberapa pemimpin mempunyai pertimbangan yang tinggi dan struktur memprakarsai yang rendah; beberapa pemimpin mempunyai pertimbangan yang rendah dan struktur memprakarsai yang tinggi; beberapa pemimpin tinggi di jedua bidang itu dan beberapa pemimpin rendah di keduanya. Sebagian besar pemimpin barangkali berada dalam jajaran antara nilai yang amat tinggi dan sangat rendah.

(11)

2.1.3 Kompensasi Kerja

2.1.3.1 Pengertian Kompensasi Kerja

Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi.

Menurut Mathis and Jackson (2012:419) Kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang memilih untuk bekerja di sebuah organisasi yang lain. Para pemberi kerja harus agak kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang kompeten.

Werther dan Davis dalam Lieke (2012) mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima karyawan sebagai pertukaran atas kontribusi mereka terhadap perusahaan.

Siswanto (2010:116) mengemukakan pendapatnya bahwa Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan dan kontinuitas perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dikatan bahwa kompensasi merupakan balas jasa yang bersifat finansial yang diberikan perusahaan kepada pegawainya yang telah memberikan kontribusi tenaga dan pikirannya demi kemajuan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.3.2 Tujuan Pemberian Kompensasi

Pemberian kompensasi bertujuan untuk memancing kinerja karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Tujuan kompensasi menurut Hasibuan (2011:120) adalah :

(12)

1. Ikatan Kerjasama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah suatu ikatan kerjasama formal antara pengusaha dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau atasan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

2. Kepuasan Kerja

Dengan adanya balas jasa karyawan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3. Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar pengadaan karyawan yang

qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4. Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar manager akan lebih mudah memotivasi bawahannya.

5. Stabilitas karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif, maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena

turn over relatif kecil.

6. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku.

7. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

8. Pengaruh pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti balas upah minimun) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. Berdasarkan uraian di atas maka tujuan pemberian kompensasi hendaknya memberikan kepuasan kepada semua pihak, karyawan dapat

(13)

memenuhi kebutuhannya, pengusaha mendapat laba, peraturan pemerintah harus ditaati dan konsumen mendapat barang yang baik dengan harga yang pantas.

2.1.3.3 Dimensi Kompensasi

Mondy dan Noe (2013:91), membagi kompensasi ke dalam 2 jenis, yaitu: a. Kompensasi finansial terdiri atas :

a) Kompensasi finansial langsung, yaitu pembayaran yang diterima oelh seseorang dalam bentuk upah, gaji, bonus dan komisi.

b) Kompensasi finansial tidak langsung atau benefit, yaitu semua bentuk balas jasa finansial yang tidak termasuk ke dalam kompensasi finansial langsung, seperti tunjangan-tunjangan, asuransi, bantuan sosial karyawan. b. Kompensasi non-finansial, mencakup berbagai bentuk kepuasan yang diterima

oleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau yang berupa lingkungan psikologis dan/atau lingkungan fisik tempat seseorang bekerja. Kepuasan yang berasal dari pekerjaan antara lain berupa tugas-tugas yang menarik, tantangan, tanggung jawab, dan peuluang untuk mengembangkan diri. Contoh kepuasan yang berasal dari lingkungan kerja adalah rekan kerja yang menyenangkan, atasan yang kompeten, kondisi kerja yang nyaman dan penyediaan kafetaria.

2.1.4 Motivasi Kerja

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Kerja

Robbins (2012:198) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.

Menurut Rivai (2011:457) pengertian motivasi adalah (1) Sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.(2) Suatu kehlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus tercapai.(3) Sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku. Pelajaran motivasi sebenarnya

(14)

merupakan pelajaran tingkah laku.(4)Sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri.(5)Sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Spector, dkk (2010) mendefinisikan motivasi sebagai serangkaian proses yang memunculkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia untk mendapatkan tujuantujuannya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan merupakan komponen penting dalam meraih keberhasilan suatu proses kerja, karena memuat unsure pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan sendiri maupun berkelompok.

2.1.4.2 Manfaat dan Tujuan Motivasi Kerja

Ishak dan Hendri (2009:16-17) menyatakan bahwa manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Pemberian motivasi kerja di setiap organisasi pada dasarnya mempunyai kesamaan tujuan untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2011:27) yaitu:

a) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja b) Meningkatkan prestasi kerja

c) Meningkatkan kedisiplinan d) Mempertahankan kestabilan

e) Mengefektifkan pengadaan pegawai

f) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik g) Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi

(15)

h) Meningkatkan tingkat kesejahteraan

i) Meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas j) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

Menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam suatu organisasi perlu dipertimbangkan rasa ketentraman dan ketenangan yang mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap pegawai akan dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil kerja mereka.

2.1.4.3 Teori Motivasi

Menurut Mangkunegara (2013:56), ada banyak teori motivasi dan hasil riset yang berusaha menjelaskan tentang hubungan antara perilaku dan hasilnya. Teori-teori yang menyangkut motivasi antara lain:

1. Teori Kebutuhan Maslow

Abraham Maslow adalah seorang psikologi klinik. Pada tahun 1954 Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai keperluan dan mencoba mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan/kebutuhan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologi (fisiological needs). Kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia, yaitu: pangan, sandang, papan, dan seks. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia

b) Kebutuhan rasa aman (safety needs). Kebutuhan akan terbebaskannya dari bahaya fisik, rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi.

c) Kebutuhan akan sosialisasi (social needs or affiliation). Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan pergaulan dengan sesamanya dan sebagai bagian dari kelompok.

d) Kebutuhan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan merasa dirinya berharga dan dihargai oleh orang lain

(16)

e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan menjadi orang sesuai dengan yang dicita-citakannya.

Robbins (2012:168) menjelaskan bahwa Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai order tinggi dan order-rendah, Kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan dan kebutuhan social digambarkan sebagai kebutuhan order-rendah. Kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan order tinggi. Pembedaan antara kedua order ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan order tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri orang itu). sedangkan kebutuhan order rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja, misalnya). Memang, kesimpulan yang wajar yang ditarik dari klasifikasi Maslow adalah dalam masa-masa kemakmuran ekonomi, hampir semua pekerja yang dipekerjakan secara permanen telah dipenuhi sebagian besar kebutuhan order rendahnya.

Kesimpulannya bahwa teori Maslow menganggap motivasi manusia berawal dari kebutuhan dasar dan kebutuhan keselamatan dalam kerja. Setelah hal itu tercapai barulah meningkat berusaha untuk mencapai tahap yang lebih tinggi. 2. Teori Motivasi Mc. Clelland

Rivai (2011:840) menyebutkan bahwa teori Mc. Clelland yaitu Mc.

Clelland’s Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi

Mc. Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh : (1) kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah :

a) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement=n Ach), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, n Ach akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

(17)

mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. b) Kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation=n. Af) menjadi daya

penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, n. Af ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal : kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Seseorang karena kebutuhan n Af akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugastugasnya.

c) Kebutuhan akan kekuasaan (need for Power = n Pow). Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. N Pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat.

Kesimpulannya dari teori Mc. Clelland menyatakan bahwa ada tiga type dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk prestasi (need for

Achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan

akan kekuasaan (need for power). Dalam memotivasi bawahan maka hendaknya pimpinan dapat menyediakan peralatan, membuat suasana pekerjaan yang kondusif, dan kesempatan promosi bagi bawahan, agar bawahan dapat bersemangat untuk mencapai n Ach, n Af, dan n Pow yang

(18)

merupakan sarana untuk memotivasi bawahan dalam mencapai tujuan. 3. Teori Harapan

Vroom dalam kutipan Mangkunegara (2011:57) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis pilihan yang dibuat orang untuk mencapai tujuan, alih-alih berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan (expectancy

theory) memiliki tiga asumsi pokok:

a) Setiap individu percaya bahwa biar ia berperilaku dengan cara tertentu ia akan memperoleh hal tententu. Ini disebut harapan hasil (outcome

expectancy).

b) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence),

c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy). Kesimpulannya dari teori harapan adalah bahwa anggota organisasi akan termotivasi bila orang-orang percaya mengenai tindakan mereka akan menghasilkan yang diinginkan, hasil mempunyai nilai positif dan usaha yang dicurahkan akan menuai hasil.

2.1.4.4 Dimensi Motivasi Kerja

Berdasarkan teori motivasi yang disampaikan oleh Mc. Clelland dalam Rivai (2011:840), yaitu sebagai berikut:

(1) Kebutuhan berprestasi (Need of achievement) yang meliputi indikator, berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif, mencari feedback tentang perbuatannya, memilih resiko yang sedang di dalam perbuatannya, mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.

(2) Kebutuhan berafiliasi (Need of affiliation) yang meliputi menyukai persahabatan, mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain, lebih suka bekerja sama dari pada berkompetisi dan selalu berusaha menghindari konflik.

(3) Kebutuhan untuk menguasai sesuatu (need of power) yang meliputi menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, sangat aktif dalam

(19)

menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada dan senang dengan tugas yang dibebankan kepadanya.

2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya

Sebagai bahan referensi dan rujukan terhadap analisis hasil penelitian ini, maka diperlukan beberapa penelitian terdahulu yaitu Michael Hendrik Santoso (2014) dengan judul penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasional Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Pt Mitra Cimalati Di Cilacap. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.

Penelitian dari Achmad Anas Susilo Pranoto, Arisyahidin (2013) dengan judul penelitian Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan Kerja dan komitmen organisasi untuk Meningkatkan kinerja karyawan UPT-pelatihan kerja dinas tenaga kerja Transmigrasi dan kependudukan Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Penelitian dari Jerly Tabitha dan Dhyah Harjanti (2015) dengan judul Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasional Dengan Kepuasan Karyawan Sebagai Mediator Pada PT Young Multi Sarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja sebagai mediator terhadap komitmen organisasional. Selain itu juga kepuasan kerja ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional.

Penelitian dari Ni Komang Ayu Rustini (2015) dengan judul Pengaruh kompensasi dan lingkungan Kerja pada komitmen organisasi Dan implikasinya pada kinerja Pengelola anggaran (Studi Empiris Pada Satuan Kerja Perangkat

(20)

Daerah Pemerintah Kabupaten Tabanan). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif kompensasi dan lingkungan kerja pada komitmen pengelola anggaran terhadap organisasi. Kompensasi, lingkungan kerja dan komitmen organisasi pada kinerja pengelola anggaran juga berpengaruh positif. Disamping itu terdapat pengaruh positif kompensasi dan lingkungan kerja pada kinerja pengelola anggaran melalui komitmen organisasi.

Penelitian dari Winda Kusuma Wardhani, dkk (2012) dengan judul : Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Komitmen Organisasional Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening. Hasil penelitian menunjukkannya bahwa motivasi kerja karyawan berpengaruh terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja. Apabila motivasi kerja karyawan tinggi maka tingkat kepuasan kerja akan tinggi, dan ketika kepuasan kerja tinggi maka meningkatkan komitmen organisasional.

Penelitian dari Setiadi, Boediprasetya dan Sudibyo. (2010) dengan judul : Efektivitas Kepemimpinan dalam Menciptakan Perubahan Budaya Organisasional: Ketika Iklim Organisasional Berkorelasi Secara Negatif Dengan Kepuasan Kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah Confirmatory analisis faktor (CFA) melalui persamaan struktural (SEM) digunakan untuk menguji instrumen dan model struktural. Sedangkan analisis regresi bertingkat (hierarchical regression analysis) digunakan untuk menguji hipotesis peran mediator. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan dalam menciptakan perubahan budaya organisasional memainkan peran dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan melalui penciptaan iklim organisasional yang kian kondusif. Hal ini didukung dari hasil pengujian empiris yang menunjukkan bahwa kepemimpinan telah memperlihatkan dampak yang kuat dan signifikan pada iklim organisasional. Studi ini menghasilkan sebuah temuan bahwa peningkatan hubungan antar karyawan yang semakin baik (best

performance in human relationships) merupakan faktor penting khususnya dalam

industri jasa. Hasil uji empiris juga memperlihatkan hasil bahwa semakin buruk iklim organisasional justru semakin memperlihatkan sikap positif. Sikap positif

(21)

inilah yang menjadikan kecenderungan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja.

2.3 Kerangka Pemikiran

Komitmen karyawan pada organisasi merupakan gambaran suatu proses yang berjalan dimana para karyawan dapat mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi selain kesuksesan dan prestasi kerja yang tinggi. Komitmen organisasional merupakan sifat hubungan antara individu karyawan dengan organisasi kerja, dimana mereka mempunyai keyakinan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut.

Komitmen karyawan pada organisasi mengacu pada tiga dimensi. Pertama, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat (strong affective

commitment) akan melakukan terus pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya

karena ingin berbuat lebih banyak bagi organisasi. Kedua, continue commitment merupakan kesadaran akan biaya yang harus dikeluarkan jika ia keluar dari perusahaan. Ketiga, komitmen normatif yaitu perasaan memiliki kewajiban untuk tetap bertahan pada organisasi.

Komitmen organisasional yang tinggi biasanya menyebabkan seorang pekerja memiliki rasa memihak yang tinggi pada suatu perusahaan. Lebih lanjut Oei (2010) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional, antara lainkepemimpinan, kompensasi dan motivasi.

Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi, demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikansebagai keberhasilan atau kegagalanpemimpin. Begitu pentingnya peranpemimpin sehingga isu mengenai pemimpinmenjadi fokus yang menarik perhatian parapeneliti bidang perilaku keorganisasian.Pemimpin memegang peran kunci dalammemformulasikan dan mengimplementasikanstrategi organisasi. (Su’ud, 2010).Hal ini membawa konsekuensi bahwasetiap pimpinan berkewajiban memberikanperhatian yang sungguh-sungguh untukmembina, menggerakkan,

(22)

mengarahkansemua potensi karyawan dilingkungannyaagar terwujud volume dan beban kerja yangterarah pada tujuan (Thoha, 2010).Pimpinan perlu melakukan pembinaanyang sungguh-sungguh terhadap karyawanagar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen organisasi.

Seseorang bekerja karena ada sesuatuyang hendak dicapainya dan orang berharapbahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akanmembawanya kepada suatu keadaan yang lebihmemuaskan daripada keadaan sebelumnya(As’ad, 2013:215). Kompensasi merupakan bentuk penghargaan baik finansial maupun nonfinansial yang diberikan kepada pengelola anggaran sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasinya.

Kompensasi yang memadai dapat memotivasi pengelola anggaran untuk tetap bertahan di dalam organisasi dan tanpa disadari akan tumbuh rasa memiliki terhadap organisasi tempatnya bekerja. Handaru dkk. (2013) meneliti pengaruh karakteristik pekerjaan dan kompensasi terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kompensasi terhadap komitmen organisasi. Penelitian Nawab and Bhatti (2011) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan kepuasan kerja pada komitmen organisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kompensasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif pada komitmen organisasi. Anvari et al (2011) mengemukakan bahwa kompensasi sangat erat berkaitan dengan komitmen organisasi, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh positif pada komitmen organisasi.

Motivasi merupakan hal yang mendorong, mendukung perilaku seseorang untuk melakukan suatu tindakan karena adanya kemauan dan kesediaan bekerja. Terdapat teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Nickels (2009:334), yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor motivator merupakan faktor-faktor yang membuat para karyawan menjadi produktif dan memberi mereka banyak kepuasan. Faktor faktor tersebut berkaitan dengan kadar pekerjaan. Sedangkan pada faktor hygiene, yang merupakan faktor-faktor pekerjaan yang dapat menyebabkan ketidakpuasan apabila tidak ada, tetapi yang tidak selalu memotivasi para karyawan bila ditingkatkan.

(23)

Adanya pemberian faktor tersebut akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik, para karyawan tidak hanya asal bekerja namun mereka akan merasa nyaman dan diperhatikan akan karirnya. Apabila hal tersebut terpenuhi maka penggunaan tenaga kerja berjalan dengan efektif dan tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Upaya pemberian motivasi tersebut merupakan salah satu cara untuk mewujudkan komitmen kerja karyawan pada perusahaan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Nickels, dkk (2009:336) yang menjelaskan hubungan antara motivasi dan komitmen organisasional, bahwa “Pekerja (karyawan) yang tidak senang kemungkinan besar akan meninggalkan perusahaan dan perusahaan biasanya mengalami kerugian.”

Pernyataan tersebut beranggapan apabila karyawan memiliki motivasi yang tinggi maka mereka akan senang dan menikmati pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan, sehingga karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen terhadap perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Penelitian Alimohammadi dan Neyshabor (2013) juga mendukung bahwa motivasi kerja memiliki dampak positif yang signifikan terhadap komitmen organisasional

Berdasarkan beberapa argumen di atas, penulis menduga adanya pengaruh dari kepemimpinan, kompensasi dan motivasi terhadap komitmen organisasi, maka kerangka pemikiran ini diringkas dalam paradigma penelitian sebagai berikut :

(24)

Gambar

2.1Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal/kesimpulan sementara hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum dilakukan penelitian dan harus dibuktikan melalui penelitian. Berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan

Kepemimpinan 1. Pertimbangan 2. Struktur memprakarsai Yukl (2009:62) Kompensasi 1. Kompensasi finansial 2. Kompensasi non finansial

Mondy dan Noe (2013:91)

Komitmen Organisasi 1. Komponen Afektif 2. Komponen Normatif 3. Komponen Continuance

Meyer dan Allen (1997) dalam Sutrisno (2011:292-293) Motivasi 1. Kebutuhan berprestasi 2. Kebutuhan berafiliasi 3. Kebutuhan untuk menguasai sesuatu Mc. Clelland dalam Rivai (2011:840)

(25)

(Thoha, 2010). Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan komitmen organisasi. Penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso (2014); Arisyahidin (2013) dan Harjanti (2015) menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian hipotesisnya adalah :

H1 :Kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi

Kompensasi merupakan bentuk penghargaan baik finansial maupun nonfinansial yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasinya. Kompensasi yang memadai dapat memotivasi pegawai untuk tetap bertahan di dalam organisasi dan tanpa disadari akan tumbuh rasa memiliki terhadap organisasi tempatnya bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Rustini (2015) menunjukkan adanya pengaruh dari kompensasi terhadap komitmen organisasi, dengan demikian hipotesisnya adalah : H2 :Kompensasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Pemberian motivasi merupakan salah satu cara untuk mewujudkan komitmen kerja karyawan pada organisasi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Nickels, dkk (2009:336) yang menjelaskan hubungan antara motivasi dan komitmen organisasional, bahwa karyawan yang tidak senang kemungkinan besar akan meninggalkan perusahaan dan perusahaan biasanya mengalami kerugian. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, dkk (2012)menunjukkan adanya pengaruh dari motivasi terhadap komitmen organisasi, dengan demikian hipotesisnya adalah :

Referensi

Dokumen terkait

Özellikle Paris’e Ticaret Müşavirliğinin teftişi dolayısı ile iki yıl, iki defa görevle gönderilmiş olmam, bana kültür ve sanat açısından, çok yararlı

Apakah profitabilitas, tangibility , ukuran perusahaan, risiko , nondebt tax shield, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap struktur modal

ESI Zn(II) dengan bahan aktif ionofor HTMAB serta komposisi membran terbaik yang dihasilkan, digunakan untuk penelitian selanjutnya yaitu dengan menguji kualitas

Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian campak anak usia sekolah dasar pada peristiwa KLB adalah riwayat

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Dalam  hal  sosial  dikalangan  sekolah  serta  lingkungan  yang  ada  cukup  baik  untuk  seorang  pemimpin  Negara  Islam  modern  ini,  dengan  bersekolah 

Bab ini berisi uraian konsep berteologi tiga tokoh yang tergolong sebagai teolog agama-agama trinitarian dan merupakan acuan Joas Adiprasetya dalam membangun model

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.