• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Selama masa persiapan bahan tanam yaitu pemindahan ke media pasir, pupuk kandang dan tanah (2:1:1) (V:V:V) dan periode awal penanaman sampai 4 MST, tanaman ditempatkan di greenhouse Leuwikopo, IPB. Tanaman jeruk pamelo pada tahap awal mengalami gejala stres yang terlihat dari banyaknya daun yang menggulung. Upaya yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan bibit jeruk pamelo ini adalah memberikan pupuk cair NPK mutiara dan ZA masing-masing (15 g/L air) tiap minggu. Pemulihan stres dilakukan selama sebulan dimana setelahnya daun nampak lebih segar, berwarna lebih hijau dan tidak menggulung. Aplikasi strangulasi dilakukan setelah tanaman pulih dari stres.

Selama pemulihan tanaman dari stres, tanaman jeruk pamelo mengalami serangan hama berupa belalang (Phyllium fulchrifolium) dan tungau merah (Panonychus citri). Serangan hama masih dapat dikendalikan secara manual dan pengendalian kimia tetap dilakukan sebulan sekali untuk pencegahan OPT. Pengendalian tungau merah secara manual dilakukan dengan mencuci daun terutama bagian bawahnya menggunakan air.

Setelah tanaman segar dan pertumbuhan sudah cukup baik, tanaman dipindahkan ke greenhouse Cikabayan, IPB. Penyesuaian dengan lingkungan dilakukan selama dua minggu, selanjutnya aplikasi strangulasi dilakukan. Selama distrangulasi, tanaman tumbuh dengan baik.

Pengaruh strangulasi tidak berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman yang ditandai dengan kondisi tanaman pasca strangulasi yang cukup baik. Selama penelitian, tanaman tidak mengalami gangguan abiotik (cekaman air dan cekaman hara) dan gangguan biotik (serangan hama/penyakit) yang menyebabkan kematian tanaman. Pemasangan naungan dilakukan untuk mencegah adanya stres tanaman yang diakibatkan oleh intensitas cahaya dan suhu yang ekstrim di dalam rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca berkisar antara (21.8- 36)oC pada pagi sampai sore hari. Davies dan Albrigo (1994) menyatakan bahwa pada saat suhu antara 25oC sampai dengan 30oC memungkinkan terjadinya pertumbuhan pucuk dan perkembangan panjang tunas yang tinggi.

(2)

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 D iame te r b atan g (c m) MSP

Kontrol Strangulasi single Strangulasi double 5 cm

Strangulasi double 10 cm Strangulasi double 15 cm

a b a b b b a ab bc c ab bc c a Diameter Batang

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh sangat nyata dalam memperbesar diameter batang atas tanaman mulai 3 MSP (Minggu Setelah Perlakuan) sampai dengan 19 MSP dibandingkan kontrol. Perlakuan strangulasi single (T1), strangulasi double jarak 5 cm (T2) dan strangulasi double jarak 10 cm (T3) memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0) namun berbeda sangat nyata dengan perlakuan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4). Hasil uji lanjut DMRT pada 19 MSP menunjukkan perlakuan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4) menghasilkan diameter batang paling besar (1.331 cm) dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0) (1.107 cm) namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

Gambar 5. Grafik Diameter Batang pada 1-19 MSP

Diameter tanaman kontrol (T0) dari minggu ke minggu mengalami kenaikan yang cukup drastis karena mengalami pembentukan cabang samping yang sedikit sehingga asimilat difokuskan untuk pembesaran diameter cabang. Hal ini berbeda dengan perlakuan strangulasi single, double dengan jarak 5 cm (T2) dan jarak 10 cm (T3) yang memiliki jumlah cabang samping yang lebih banyak sehingga asimilat yang digunakan terbagi untuk pembentukan cabang.

(3)

Waktu Munculnya Cabang Baru

Perlakuan strangulasi single maupun double tidak memberikan pengaruh nyata pada waktu munculnya cabang baru. Strangulasi single (T1) dan strangulasi double dengan jarak 10 cm (T3) membentuk cabang pada 5.5 HSP dan 5.5 HSP dan tidak berbeda dengan strangulasi double 5 cm (T2), strangulasi double 15 cm (T4) dan kontrol (T0) yang membentuk cabang pada 6.1 HSP, 6.6 HSP dan 6.8 HSP (Gambar 6).

Gambar 6. Diagram Batang Waktu Muncul Cabang Baru

Jumlah Tunas

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah tunas vegetatif pada 9 sampai 15 MSP. Perlakuan strangulasi double dengan jarak 10 cm (T3) pada 13 sampai 19 MSP memiliki jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan strangulasi single dan perlakuan strangulasi double dengan jarak 5 cm (T2) dan 15 cm (T4) (Gambar 7).

Perkembangan cabang pada tanaman tanpa strangulasi berbeda dengan perlakuan strangulasi, dimana perkembangan pada tanaman tanpa strangulasi (T0) dimulai dengan pertumbuhan pucuk terminal. Akibatnya jumlah tunas samping yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman strangulasi yang terlihat mulai 7 MSP. Mulai dari 13 MSP, jumlah tunas samping tanaman kontrol mulai meningkat dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan T3 sampai 19 MSP.

(4)

Gambar 7. Grafik Jumlah Tunas Vegetatif pada 1-19 MSP

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan pembentukan cabang samping pada strangulasi single dan double banyak terbentuk di bagian bawah perlakuan strangulasi. Menurut Harjadi (1996) pembentukan cabang samping terkait adanya penghentian dominansi pucuk sehingga hormon auksin yang dibentuk pada jaringan meristematik aktif (tunas, daun muda dan buah) akan bergarak ke bagian lain dari tanaman dengan distribusi yang tidak seragam. Gardner et al. (1991) menambahkan transport auksin berlangsung secara basipetal yaitu dari ujung ke basal. Transport auksin tersebut terkait dengan pembentukan cabang di bagian bawah yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan cabang yang terbentuk di bagian tengah dan atas strangulasi.

0 1 2 3 4 5 6 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Ju mlah tu n as v eg etatif ( b u ah ) MSP

Kontrol Strangulasi single Strangulasi double 5 cm

Strangulasi double 10 cm Strangulasi double 15 cm

b ab a b ab a 5.3a

(5)

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 P a n ja n g r a ta -r at a ca b a n g ( cm ) MSP

Kontrol Strangulasi single Strangulasi double 5 cm

Strangulasi double 10 cm Strangulasi double 15 cm

Panjang Rata-rata Tunas per Tanaman

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh terhadap parameter panjang tunas rata-rata pada 11, 13, 17 dan 19 MSP (Gambar 8). Pada 11-19 MSP perlakuan kontrol memiliki panjang tunas rata-rata tertinggi dan berbeda dengan perlakuan strangulasi single maupun double.

Gambar 8. Grafik Panjang Rata-rata Cabang per Tanaman pada 1-19 MSP Menurut Gardner et al. (1991) perlakuan apa saja yang menghilangkan ujung batang akan merusakkan dominansi ujung dan meningkatkan percabangan. Pada tanaman kontrol dominansi ujung tetap berjalan dan berdampak pada jumlah tunas yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan strangulasi sehingga menyebabkan nilai panjang rata-rata tunasnya tinggi.

Jumlah Daun

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh nyata pada jumlah daun total per tanaman pada 3 sampai 15 MSP (Gambar 9). Perlakuan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4) memberikan jumlah daun tertinggi mulai dari 3 sampai 19 MSP dan berbeda nyata dengan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan strangulasi single dan double dengan jarak 5 cm (T2) dan 10 cm (T3).

(6)

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Jum la h D a un (b ua h ) MSP

Kontrol Strangulasi single

Strangulasi double 5 cm Strangulasi double 10 cm

Strangulasi double 15 cm a ab b a ab bc c a a a Perlakuan dengan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4) memiliki jumlah daun yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan strangulasi single dan kontrol.

Gambar 9. Grafik Jumlah Daun pada 1-19 MSP

Banyaknya jumlah daun dan luas daun akan berpengaruh terhadap fotosintat yang dihasilkan. Menurut Sitompul (1995) faktor-faktor yang menentukan produksi biomassa adalah lumbung substrat karbohidrat dalam tubuh tanaman dan proses pertumbuhan yang dikendalikan oleh efisiensi pertumbuhan seperti temperatur, cahaya dan efisiensi fotosintesis serta laju fase perkembangan tanaman (temperatur). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan semakin banyak daun yang dihasilkan dengan luas daun yang besar maka fotosintat yang dihasilkanpun juga tinggi. Strangulasi double dengan tiga jarak yang berbeda memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan strangulasi single dan kontrol.

Luas Daun

Semakin luas suatu daun pada setiap tanaman maka pertumbuhan vegetatif tanaman jeruk akan semakin cepat karena fotosintat yang terbentuk semakin banyak. Fotosintat ini diperlukan untuk proses pemanjangan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Perlakuan strangulasi tidak memberikan pengaruh nyata pada

(7)

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 U kur a n t a juk (c m 3) MSP

Kontrol Strangulasi single

Strangulasi double 5 cm Strangulasi double 10 cm

Strangulasi double 15 cm

a a a

b

luas daun mulai dari 5 MSP sampai 17 MSP. Menurut Sitompul (1995) kemampuan daun untuk menghasilkan produk fotosintat ditentukan oleh produktivitas per satuan luas daun dan luas total daun. Sehingga pada penelitian besarnya produktivitas fotosintat bibit jeruk tidak dipengaruhi oleh luasan daun tiap pohon namun dipengaruhi oleh jumlah daun dalam suatu pohon.

Ukuran Tajuk

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh sangat nyata pada 1 MSP sampai 17 MSP, kecuali pada 5 MSP (Gambar 10). Perlakuan yang memiliki ukuran tajuk yang tertinggi terdapat pada perlakuan strangulasi double dengan

jarak 15 cm (223 239 cm3) yang berbeda sangat nyata dengan kontrol (104 831 cm3) (Lampiran 18).

Berdasarkan data ukuran tajuk, perlakuan strangulasi baik single maupun double mampu membentuk tajuk terbuka dimana perlakuan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4) memiliki ukuran tajuk terbesar. Perlakuan T4 membentuk tajuk terbuka dengan arsitektur kanopi yang baik sehingga tanaman tidak terlalu rimbun dan cahaya dapat masuk ke bagian dalam tajuk bibit jeruk. Menurut Ryugo (1988) dan Verheij dan Coronel (1992) pembentukan arsitektur kanopi yang baik dapat meningkatkan efisiensi pemanenan energi matahari, mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(8)

Ukuran tajuk berhubungan dengan cahaya yang dapat diserap oleh tanaman. Menurut Sitompul (1995) dan Salisbury dan Ross (1995) jumlah radiasi yang diintersepsi tanaman tergantung pada luas daun total dan jumlah cahaya yang diterima setiap luasan daun atau individu daun. Hal ini berarti distribusi cahaya dalam tajuk berhubungan dengan karakteristik daun (tingkat absorbsi, bentuk, kedudukan daun) dan arsitektur kanopi.

Karbohidrat Daun

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan strangulasi berpengaruh meningkatkan kandungan karbohidrat daun dan kandungan C/N. Strangulasi single (T1) memiliki persentase karbohidrat tertinggi (13.460 %) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan strangulasi double dengan jarak 5 cm (T2) (11.940 %), 10 cm (T3) (9.865 %) dan 15 cm (T4) (12.160 %), namun berbeda nyata dengan kontrol (T0) (6.220 %). Berdasarkan hasil rasio C/N daun, perlakuan strangulasi single memiliki rasio C/N tertinggi yaitu sebesar 4.965 dan tidak berbeda nyata dengan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4) (4.165), strangulasi double dengan jarak 10 cm (T3) (3.605) dan strangulasi double dengan jarak 5 cm (T2) (3.855) namun berbeda nyata dengan kontrol (1.920).

Tabel 2. Kandungan Karbohidrat, Nitrogen, C/N Daun pada Saat Pelepasan Kawat (13 MSP)

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Menurut Harjadi (1996) tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya dalam suatu fase vegetatif perkembangan tanaman. Akumulasi karbohidrat daun di bagian tajuk yang diikuti dengan berkurangnya absorpsi hara mineral terutama nitrogen yang akan meningkatkan nisbah C/N

Perlakuan Karbohidrat (%)

Nitrogen

(%) C/N

Kontrol 6.220c 3.255a 1.920c

Strangulasi Single 13.460a 2.710a 4.965a Strangulasi Double 5 cm 11.940ab 3.100a 3.855b Strangulasi Double 10 cm 9.865b 2.740a 3.605b Strangulasi Double 15 cm 12.160ab 2.920a 4.165ab

(9)

tajuk. Peningkatan nisbah C/N ini menyebabkan bibit jeruk lebih banyak membentuk tunas terutama untuk perlakuan yang memiliki hasil nisbah C/N tinggi.

Bobot Basah dan Bobot Kering Akar dan Tajuk

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan strangulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering akar. Apabila dilihat secara visual (Gambar 11), perlakuan kontrol (T0) dan perlakuan strangulasi single (T1) memiliki akar yang lebih lebat dibandingkan strangulasi double dengan jarak antar kawat 5 cm (T2), 10 cm (T3) dan 15 cm (T4).

Tabel 3. Bobot Basah dan Kering Akar pada 19 MSP Perlakuan Bobot Basah Akar

(g)

Bobot Kering Akar (g)

Kontrol 36.66a 17.19ab Strangulasi Single 35.27ab 20.88a Strangulasi Double jarak 5 cm 31.70ab 17.35ab Strangulasi Double jarak 10 cm 23.04b 13.69b Strangulasi Double jarak 15 cm 29.99ab 16.47ab

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Gambar 11. Akar Tiap Perlakuan pada 19 MSP

Tabel 4 menunjukkan perlakuan strangulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tajuk. Apabila dilihat secara visual (Gambar 12), perlakuan kontrol dan strangulasi memiliki bentuk tajuk yang berbeda dimana pada perlakuan kontrol terjadi dominansi apikal yang terlihat dari

(10)

tinggi tajuk lebih tinggi, bercabang sedikit dan daun di bagian atasnya lebar dibandingkan dengan bibit jeruk dengan aplikasi strangulasi. Perlakuan strangulasi double memiliki tajuk yang rimbun dengan bentuk tajuk terbuka.

Tabel 4. Bobot Basah dan Kering Tajuk pada 19 MSP Perlakuan Bobot basah tajuk

(g)

Bobot kering tajuk (g)

T0 Kontrol 108.23ab 54.220ab

T1 Strangulasi Single 103.65ab 57.885ab

T2 Strangulasi Double jarak 5 cm 123.58ab 62.010ab T3 Strangulasi Double jarak 10 cm 79.03b 47.015b T4 Strangulasi Double jarak 15 cm 158.34a 70.015a

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Gambar 12. Tajuk Tiap Perlakuan pada 19 MSP

Biomassa merupakan indikator pertumbuhan yang paling baik untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau organ. Menurut Sitompul (1995) bobot segar digunakan untuk menggambarkan biomassa tanaman apabila hubungan bobot segar dengan bobot kering bersifat linier. Semakin tinggi bobot kering maka semakin tinggi tanaman menggunakan energi matahari yang ditangkap untuk dipergunakan oleh jaringan fotosintetik (klorofil-kloroplas-daun).

Arsitektur tanaman yang baik memungkinkan daun memproduksi asimilat lebih banyak sehingga pertambahan bahan kering per satuan luas daun juga besar. Menurut Fisher (1996) dan Sitompul (1995) bobot kering tanaman merupakan kriteria yang sangat baik untuk menunjukkan pertumbuhan suatu tanaman. Produksi bobot kering suatu tanaman 90 % merupakan hasil fotosintesis.

Gambar

Gambar 7. Grafik Jumlah Tunas Vegetatif pada 1-19 MSP
Gambar 8. Grafik Panjang Rata-rata Cabang per Tanaman pada 1-19 MSP  Menurut Gardner et al
Gambar 9. Grafik Jumlah Daun pada 1-19 MSP

Referensi

Dokumen terkait

(2) Langkah penerapan metode silaba yang dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas 2 adalah: a) Guru memberikan materi secara singkat sesuai tema, b)

Melalui penelitian ini penulis dapat mengidentifikasi karakteristik tipologi arsitektur kolonial Belanda pada rumah tinggal yang berada dikawasan Tikala dan bagaimana

Among the speakers employing strategy EH type 3, speakers in both sub-periods preferred to simultaneously employ strategies EH type 1 and 2 (61 vs. 46 speakers in the

Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan

Partai Golkar ). Kenapa ini penting digarisbawahi, sebab akan mengganggu performance bupati nantinya. Arti dalam bagi Ali Baal, bahwa sumbangsih terbesarnya kepada partai

[r]

Yang dimaksud dengan komponen software dalam sebuah jaringan komputer adalah sistem operasi dan protokol yang digunakan pada. bagian server serta setting sistem dalam