• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ragam bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ragam bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Salah satu"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Pemakaian bahasa yang dipakai masyarakat beranekaragam jenisnya. Jenis ragam bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Salah satu wujud dari bahasa yang bermakna itu adalah surat kabar. Surat kabar merupakan suatu sumber informasi tentang maslah-masalah umum. Menunjukkan bahwa pentingnya surat kabar terletak pada aspek informasi dan edukasi yang dibawanya. Dalam masyarakat luas atau suatu negara, pers menjadi penghubung pemerintah dengan rakyat. Pemerintah menyampaikan segala kebijaksanaan, keputusan, dan pesan-pesan pembangunan leawat media pers tersebut. Sementara itu, dengan inisiatif sendiri pers memberitakan semua yang terjadi dalam suatu negara, menyebarluaskan suatu kejadian, dan memberikan kepada masyarakat informasi dalam berbagai bentuk dan cara.

Surat kabar tidak hanya memberitakan kejadian-kejadian yang baru saja terjadi (aktual), melainakan juga memberikan bahan topik pembicaraan seperti opini ataupun sering juga disebut dengan tajuk rencana. Salah satu teks yang termasuk suarat kabar adalah tajuk rencana. Tajuk rencana merupakan artikel utama dalam surat kabar yang berisi pandangan atau pendapat redaksi terhadap peristiwa atau isu yang sedang hangat dibicarakan pada saat surat kabar itu diterbitkan (Kuncoro,2009:33). Agar pembaca dapat memahami tajuk rencana, maka kalimat-kalimat di dalamnya harus kohesif, yaitu adanya keserasian hubungan antar kalimat yang ada dalam wacana tersebut.

(2)

Pada tajuk rencana biasanya diungkapkan adanya informasi atau masalah akurat, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut, kritik dan saran atas permasalahan, dan harapan redaksi akan pesan serta pembaca. Tajuk rencana terdiri dari beberapa paragraf yang ditulis secara sistematis. Di dalam paragraf tajuk rencana berisi tentang masalah, opini, kritik dan saran, serta harapan yang diungkapkan oleh seorang penulis tajuk rencana. Pada masing-masing paragraf yang terdapat dalam tajuk rencana tersebut akan terdapat inti permasalahan yang diceritakan.

Tajuk rencana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur wacana. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek tersebut adalah kohesi dan koherensi. Darma (2009:2) “kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koherensi merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide”. Untuk menciptakan keserasian hubungan antarunsur dalam wacana, diperlukan sarana kohesi.

Kekohesifan dalam tajuk rencana ditunjang oleh penggunaan sarana kohesi. Sarana kohesi yang diperlukan dalam tajuk rencana sangat berguna untuk memahani bahasa secara benar dan bervariasi. Adanya variasi dalam penggunaan bahsa akan menghindarkan kebosanan bagi pembaca. Di samping penggunaan sarana kohesi yang tepat akan menghasilkan tajuk rencana yang kohesif sehingga isi tajuk rencana mudah dipahami maknanya. Dari hasil pengamatan peneliti, diketahui bahwa dalam tajuk rencana terdapat berbagai jenis sarana kohesi untuk

(3)

menghubungkan kata, frsase, klausa, dan kalimat. Namun selama ini tajuk rencana dalam surat kabar belum diketahui secara jelas jenis-jenis sarana kohesi yang digunakan.

Surat kabar di provinsi jambi saat ini jumlahnya cukup banyak seperti Jambi independent, Jambi ekpres, Tribun harian jambi, Posmetro jambi, Bungo pos, Radar tanjab, Jambi star, Batanghari ekpres. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan ini sudah memilki manajemen yang bagus dan terarah, serta didukung kerja keras seluruh staf, wartawan, dan strategi pemasaran yang jitu.

Sehubungan dengan itu, penelitian ini menggunakan objek Tajuk Rencana Surat Kabar Jambi Independent Edisi Desember 2017 sebagai objek penelitian. Pemilihan tajuk rencana sebagai objek penelitian karena rajuk rencana merupakan opini yang memiliki kadar berita paling tinggi. Hal ini dikarenakan tajuk rencana mewakili pendapat atau opini pihak pengelola surat kabar. Alasan pemilihan Surat Kabar Jambi Independent ini karena, pertama, Surat Kabar Jambi Independent merupakan salah satu koran pertama dan terbesar di Provinsi Jambi. Kedua, Surat Kabar Jambi Independent memuat kolom khusus tajuk rencana.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka penelitian tertarik untuk mengetahui penggunaan alat kohesi dan kekohesifan yang terdapat dalam tajuk rencana di surat kabar Jambi Independent. Maka penelitian ini dengan judul “Kekohesifan Tajuk Rencana Surat Kabar Jambi Independent Edisi Desember 2017”.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Jenis alat kohesi apa sajakah yang digunakan dalam tajuk rencana surat kabar Jambi Independent?

2) Bagaimanakah kekohesifan tajuk rencana dalam surat kabar Jambi Independent?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada jenis-jenis sarana kohesi yang terdapat dalam tajuk rencana surat kabar jambi independent dan agar peneltian ini lebih terarah dan tidak meluas sehingga penggunaan sarana kohesi dapat menunjang kekohesifan tajuk rencana.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan jenis alat kohesi yang terdapat dalam tajuk rencana surat kabar Jambi Independent.

2) Mendeskripsikan kekohesifan tajuk rencana dalam surat kabar Jambi Independent.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil peneltiian ini dibagi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

(5)

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori tentang wacana, khususnya tentang jenis alat kohesi dan kekohesifan tanjuk rencana dalam surat kabar.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat, sebagai berikut.

1) Memberikan informasi keapda pembaca mengenai jenis-jenis alat kohesi dan kekohesifan tajuk rencana dalam surat kabar.

2) Sebagai bahan rujukan bagi penelitiaan yang akan datang khususnya yang berhubungan dengan kekohesifan tajuk rencana dalam surat kabar.

3) Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang tajuk rencana dalam surat kabar

4) Bagi lembaga pers, khususnya surat kabar jambi independent untuk tetap memperhatikan penggunaan jenis-jenis sarana kohesi.

(6)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Tajuk Rencana

Tajuk rencana atau yang sering dikenal dengan editorial merupakan suatu bentuk opini atau pandangan media terhadap suatu peristiwa yang diangkat yang terdapat dalam surat kabar. Dulu, tajuk rencana dikenal dengan istilah “Induk Karangan” yang sesungguhnya berasal dari bahasa Belanda “Hoofd artikel” sedangkan dalam bahasa Inggris, tajuk rencana disebut dengan istilah “leader.

Siregar (2003:63) menjelaskan bahwa “Tajuk rencana adalah roh bagi sebuah harian atau otomisme dari seluruh konten surat kabar menurut perspektif atau pandangan redaksi media”. Melalui tajuk itulah kemudian redaksi mengemukakan pendapat atau opini, pikiran dan kritisme terhadap beragam peristiwa yang dikonstruksi untuk menghasilkan sebuah sudut pandang yang nantinya akan ditampilkan ke tengah publik yang pada prinsipnya tetap berlandaskan pada fakta. Dengan kata lain, opini atau pandangan yang ditampilkan dalam media merupakan hasil dari kebijakan redaksional yang dianggap mewakili redaksi dan merupakan cerminan sikap media terhadap permasalahan yang terjadi.

Oleh karena itu, tajuk rencana biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi atau bisa juga oleh wartawan senior yang sudah berpengalaman, berwawasan dan berpandangan luas, serta arif dalam berpandangan, sehingga ketika ia mengeluarkan pendapat atau opini, ia tidak melibatkan perasaan pribadi yang nantinya akan mempengaruhi isi teks tajuk tersebut. Unsur yang paling penting

(7)

dari pembuat tajuk adalah ia harus mengerti nilai berita, karena nantinya ia harus bisa menjelaskan argumentasinya secara logis terhadap pandangan yang dikeluarkan mengenai penyebab dan akibat suatu peristiwa. Selain itu, ia juga harus bertanggung jawab terhadap pemikiran atau perspektif yang timbul di tengah masyarakat atas tajuk yang ditampilkan. “Bisa dikatakan ketika penulis pro atau membela sesuatu, maka ia harus memberikan alasan yang kuat. Begitupun dengan sebaliknya, ketika penulis menyerang terhadap permasalahan yang terjadi, maka ia juga harus bisa memberikan alasan dari penyerangan tersebut” (Barus, 2010:37). Dengan demikian, penulis yang bertugas menulis tajuk rencana haruslah memilliki kepekaan terhadap situasi sosial disekitarnya yang bisa dijadikan bahan dalam menulis tajuk rencana.

2.2 Sifat Tajuk Rencana

Panuju (2005:30) menjelaskan ada beberapa sikap yang seharusnya bisa dilakukan oleh para redaktur surat kabar ketika menulis tajuk rencana, sebagai berikut:

1. Bersifat favorable ketika media dalam wacana atau teksnya mendukung dan menyetujui terhadap masalah atau isu yang sedang aktual.

2. Bersifat unfavorable, ini merupakan kebalikan dari favorable. Dimana media menampilkan wacana berupa menentang dan tidak setuju terhadap masalah atau kejadian yang sedang aktual.

3. Bersifat netral, disini media hanya sekedar memberi informasi tentang peristiwa yang sedang bergulir, tanpa memberikan penilaian ataupun

(8)

penghakiman, tidak juga memberikan sikap dan pandanganya terhadap masalah tersebut.

2.3 Unsur Tajuk Rencana

Kemudian Suherman dalam Santana (2005:48) menjelaskan beberapa unsur penting dalam tajuk rencana.

1. Fakta.

Fakta merupakan unsur utama dalam suatu pemberitaan tak terkecuali tajuk rencana. Fakta menjadi acuan wartawan dalam mengutarakan opini atau pandangan dari media tersebut. Tanpa adanya fakta, maka argumen atau opini yang ditampilkan media dalam teksnya tidak bisa dipertanggungjawabkan, bahkan bisa dikatakan sebagai fitnah belaka. Lalu dampak yang ditimbulkan dari tajuk tersebut bukan hanya terhadap subjek yang diberitakan, tapi akan berpengaruh terhadap kepercayaan publik dan kredibilitas media itu sendiri.

2. Interpretasi.

Interpretasi menjadi proses penting lainnya, interpretasi merupakan keseluruhan dari proses kegiatan yang dilakukan oleh wartawan dari mulai memahami suatu fenomena sampai dengan pemroduksian fenomena tersebut menjadi suatu pesan yang siap untuk dikomunikasikan kepada khalayak.

3. Opini.

Opini merupakan pernyataan-pernyataan terhadap suatu persoalan yang tengah bergulir, dan dari pernyataan-pernyataannya bisa terlihat sikap media tersebut.

(9)

2.4 Model Tajuk Rencana

Rizal Mallarangeng dalam Panuju (2005:65) membagi tajuk rencana ke dalam tiga model, yakni model jalan tengah (MJT), model angin surga (MAS), dan model anjing penjaga (MAP). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Tajuk MJT, tajuk model lebih terkesan ingin menghindari konfrontasi langsung dengan pihak yang sedang diulas atau dikritisi. Bentuk pemberitaannnya cenderung berputar-putar, sehingga mengaburkan pesan yang akan disampaikan.

2. Tajuk MAS, tajuk model ini dibuat dengan tulisan yang didalamnya mengandung imbauan serta harapan.

3. Tajuk MAP. Tajuk model ini kebalikan dari tajuk MJT. Disini penulis dengan lugas, berani, tajam dan kritis terhadap suatu peristiwa, sekalipun kritik itu ditujukan kepada pemangku kekuasaan. Tajuk seperti itulah yang betulbetul menjalankan perannya sebagai media pers sekaligus sebagai lembaga kontrol dan pemberi informasi yang mendidik dan mencerdaskan pembaca.

2.5 Fungsi Tajuk Rencana

Menurut Pinkerton (2008) fungsi dari tajuk rencana di anataranya: 1. Menjelaskan berita-berita yang dianggap penting

2. Menjelaskan latar belakang terjadinya suatu masalah atau peristiwa

3. Meramalkan masa depan berdasarkan masalah atau peristiwa yang sedang terjadi

(10)

4. Menyampaikan pertimbangan moral berdasarkan kebenaran yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat.

2.6 Kekohesifan Penggunaan Sarana Kohesi

Untuk mewujudkan sebuah tajuk rencana yang kohesif membutuhkan sarana-sarana kohesi yang digunakan secara tepat. Menurut Chaer (2007:267) “kekohesifan yaitu adanya keserasian hubungan unsur-unsur yang ada dalam tajuk rencana tersebut”. Dengan kata lain tanjuk rencana dapat dipahami maksudnya karena adanya bentuk bahasa yaitu apa yang dituliskan dan adanya situasi luar bahasa yaitu penafsiran pembaca. Apabila isi tajuk rencana dengan mudah ditafsirkan maknanya oleh pembaca, maka tajuk rencana itu kohesif.

Untuk mewujudkan keserasian hubungan antara unsur dalam tajuk rencana maka diperlukan alat kohesi. “Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang yang satu dengan unsur yang lain sehinga tercipta pengertian yang apik atau koheren” (Muslich, 1990:164). Gutwinsky dalam Tarigan (1987:96) bahwa “Kohesi adalah hubungan antar kalimat didalam sebuah wacana, baik secara strata gramatikal maupun strata leksikal tertentu”. Begitu pula pendapat Arifin (2010:24) kohesi merupakan kepaduan bentuk (bahasa), yang secara struktural berbentuk ikatan sintaktis”. Hubungan antar kalimat dapat berupa endofora dan eksofora. Bila interpretasi itu terletak di luar teks, yaitu pada konteks situasi maka realisasi itu dinamakan eksofora. Bila interpretasi itu terletak di dalam, realisasi itu dinamakan endofora

(11)

2.7 Jenis-Jenis Alat Kohesi

Menurut Halliday dan Hasan dalam Arifin (2010:24) “Kohesi dapat dibagi menjadi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal terdiri atas referensi, konjungsi, substitusi, dan elipsis. Kohesi leksikal terdiri atas reiterasi dan kolokasi”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Kushartanty dkk (2009:96) mengklasifikasi kohesi ke dalam dua bentuk, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal terdiri dari pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Sedangkan kohesi leksikal terdiri dari reiterasi, repitisi, antonim, sinonim, hiponim, metonimi dan kolokasi.

2.7.1 Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal atau alat-alat gramatikal yang digunakan untuk membuat wacana menjadi kohesif. Alat kohesi yang masuk ke dalam kategori gramatikal yaitu pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi.

2.7.1.1 Pronomina

“Pronomina adalah kata benda yang menyatakan orang sering kali diganti kedudukannya di dalam pertuturan dengan sejenis kata” (chaer, 1994:115). “pronomina atau kata ganti terdiri dari 1) kata ganti diri, 2) kata ganti penanya, 3) kata ganti empunya, 4) kata ganti penunjuk, 5) kata ganti penghubung, 6) kata ganti tak tentu” (tarigan, 1987:100).

Kata ganti diri dalam bahasa indonesia dikelompokkan menjadi tiga. Pertama kata ganti orang pertama misalnya saya, aku. Dan kata ganti orang

(12)

pertama jamak yakni kami, kita. Kedua kata ganti orang kedua miasalnya kamu, anda, kalian, kau, engkau. Ketiga kata ganti orang ketiga misalnya mereka, dia. Penggunaan kata ganti diri sebagai sarana kohesi dapat dilihat dalam contoh berikut.

Ani,sila, dan yuni sedang duduk-duduk di beranda depan rumah pak madi. Mereka sedang asik berbincang-bincang. Sebenarnya mereka sedang menunggu saya dan erwin untuk belajar bersama-sama. Saya tiba dan menyapa mereka dengan ucapan selamat sore. Gondo belum juga tiba mungkin ia terlambat datang karena mobilnya mogok. Sebentar kemudian dia pun tiba. (tarigan, 1987:98-99)

Kata ganti penanya dalam bahasa indonesia adalah apa, siapa, dan mana. Kata ganti penanya sebagai sarana kohesi dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Apa yang kamu cari disini? Siapa yang kamu pilih menjadi teman hidupmu? Pikirkanlah baik-baik hal ini. Supaya jangan menyesal dikemudian hari. Apakah kamu menyadari untuk apa dan untuk siapa kamu bekerja keras. Mana yang kamu pilih, kekayaan atau ketentraman hidup? Atau keduanya? (Tarigan, 1987:99).

Kata ganti empunya dalam bahasa indonesia adalah -ku, -mu, -nya, kami, kamu, kalian, mereka. Berikut ini merupakan contoh kata ganti empunya.

Anakku, anaknya melanjutkan pelajaran ke jakarta. Anakmu kuliah dimana? Anak kami sama-sama kuliah di Universitas Indonesia. Kita

(13)

semua tentu menginginkan agar anak kita menjadi orang kelak. Bagaimana dengan teman-teman kita, dimana anak mereka belajar sekarang? Anak mereka ada yang belajar di sumatra, ada yang di jawa, bahkan ada yang telah bekerja dan berumah tangga. (Tarigan, 1987:99)

kata ganti penunjuk dalam bahasa indonesia adalah ini, itu, sini, disana disini, disitu, kesana, kesini, kesitu. Pemakaian kata ganti penunjuk sebagai sarana kohesi dapat dilihat pada contoh berikut.

Ini rumah kami. Kami tinggal disini sejak tahun 1992. Tamu-tamu dari Sumatra sering datang kesini dan menginap beberapa lama disini. itu rumah si Ela. Disitu ia tinggal bersama mertuanya. Kami sering bertemu kesitu. Disebelah sana ada pasar. Disana di jual segala kebutuhan sehari-hari kami selalu berbelanja kesana. Disana banyak barang-barang agak murah (Tarigan, 1987:99).

Kata ganti penghubung dalam bahasa indonesia adalah yang, seperti. terlihat dalam contoh berikut ini.

Kita hidup bermasyarakat, hidup tolong menolong ,yang pintar mengajari yang bodoh, yang kaya menolong yang miskin, yang melek mimpin yang buta, yang kuat melindungi yang lemah, masyarakat yang berpedoman pancasila tentu hidup rukun dan tentram (Tarigan,1987:100)

Kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau menunjuk benda atau orang dalam keadaan tidak tentu atau tidak umum kata ganti tak tentu

(14)

dxalam bahasa indonesia antara lain: siapa-siapa, masing-masing sesuatu dan para. Pemakaian kata ganti tak tentu sebagai sarana kohesi dapat dilihat pada contoh berikut.

Siapa-siapa yang turut berdamawisata ke pantai pangendaran di tentu oleh kepala sekolah kami. Kepada para pengikut di berikan sesuatu yang sangat menggembirakan. Selain tidak dipungut bayaran, kepada masing-masing pengikut di beri uang saku sepuluh ribu rupiah. Sesuatu yang diharap dari seseorang selama ini telah menjadi kenyataan (Tarigan,

1987:100)

2.7.1.2 Konjungsi

Menurut Kridalaksana dalam Arifin (2010:36) “Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau kata satuan kebahasaan yang berfungsi untuk menyambung, merangkai, atau menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya”. Karena perananya sebagai kata penghubung, kata sambung atau konjungsi disebut juga dengan istilah konjungtor.

Alwi (2003:296) menerangkan bahwa kunjungtor, adalah “kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa sederajat, kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa”.

“Dilihat dari perilaku sintaksisnya dalam kalimat konjungtor dibagi menjadi empat kelompok: (1) Konjungtor koordinatif, (2) Konjungtor korelatif, (3) Konjungtor subordinatif. Selain itu ada pula (4) Konjungtor antar kalimat, yang berfungsi pada tataran wacana” (Alwi, 2003:297).

(15)

2.7.1.2.1 Konjungtor Koordinatif

“Konjungtor koordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya atau memiliki status yang sama” (Alwi 2003:297). Kata-kata yang termasuk dalam konjungtor koordinatif antara lain: dan, serta, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.

Contoh: (1) Dia mencari saya dan adik saya.

(2) dia terus saja berbicara, tetapi istirnya hanya diam (Alwi, 2003:298). 2.7.1.2.2 Konjungtor Korelatif

“Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata frase atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama” (Alwi 2003:298). Partikel yang digunakan dalam konjungtor korelatif antara lain: baik..., maupun..., tidak hanya..., tetapi juga..., bukan hanya..., melainkan juga..., apa(kah)..., atau..., Alwi (2003:299) memberi contoh sebagai berikut.

(1) Baik pak Anwar maupun istrinya tidak suka merokok. (2) Kita tidak hanya setuju tetapi juga harus patuh.

(3) Apa(kah) anda setuju atau tidak, kami akan jalan terus. 2.7.1.2.3 Konjungtor Subordinatif

Alwi (2003:299) menjelaskan bahwa “Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama”. Konjungtor subordinatif menurut Alwi (2003:299-300) terbagi atas tiga belas kelompok.

(1) Konjungtor subordinatif waktu: sejak, semenjak, sewaktu ketika, tatkala, seraya selagi, selama, setelah, sesudah, sebelum, sesuai, hingga, sampai.

(2) Konjungtor subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.

(16)

(3) Konjungtor subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.

(4) Konjungtor subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.

(5) Konjungtor subordinatif konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun). (6) Konjungtor subordinatif perbandingan: seakan-akan, seolah-olah,

sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih. (7) Konjungtor subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh

sebab.

(8) Konjungtor subordinatif hasil: sehingga, sampai, maka(nya). (9) Konjungtor subordinatif alat: dengan, tanpa.

(10) Konjungtor subordinatif cara: dengan, tanpa. (11) Konjungtor subordinatif komplementasi: bahwa. (12) Konjungtor subordinatif atribut: yang

(13) Konjungtor subordinatif perbandingan: sama..., dengan. lebih...dari(pada)

Penggunaan konjungtor subordinatif Alwi (2003:299-300) memberikan contoh sebagai berikut.

(1) Pak Buchori sudah meninggal ketika dokter tiba. (2) Saya akan naik haji jika tanah saya laku.

(3) Saya pasti memaafkan seandainya ia mengakui kesalahannya. (4) Narto harus belajar giat agar naik kelas.

(5) Pembangunan tetap berjalan terus meskipun dana semakin menyempit.

(6) Dia takut pada saya seolah-olah saya ini musuhnya. (7) Hari ni ia tidak masuk kantor karena sakit.

(8) Ayah belum mengirim uang sehingga kami belum dapat membayar uang sekolah.

(9) Ali tidak mau membayar hutangnya padahal ia mempunya uang. (10) Orang yang mendatanginya bermuka seram, maka ia jadi takut. (11) Mereka berkata bahwa mereka akan berkunjung besok.

(17)

2.6.1.2.4 Konjungtor Antar Kalimat

Alwi (2003:300) menjelaskan bahwa “Konjungtor antar kalimat menghubungkan satu kalimat dengan kaliamt yang lain”. Kata atau frase yang digunakan dalam konjungtor ini di antaranya adalah: biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, meski demikian/begitu, sesudah itu, setelah itu, dengan demikian, oleh karena itu, sebaiknya. Penggunaan konjungtor antar kalimat, Alwi (2003:301) memberi contoh sebagai berikut.

(1) a. Kami tidak sependapat dengan dia, kami tidak akan menghalanginya.

b. Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan menghalanginya.

(2) a. Mereka berbelanja ke Glodok. Mereka pergi ke rumah saudaranya di Ancol.

b. Mereka berbelanja ke Glodok. Sesudah itu, mereka pergi ke rumah saudaranya di Ancol.

(3) a. Pak Darto terkena kencing manis. Dia juga mengidap tekanan darah tinggi.

b. Pak Darto terkena kencing manis. Selain itu, dia juga mengidap tekanan darah tinggi.

2.6.1.3 Substitusi

Menurut Kridalaksana (dalam Arifin 2010:37) “Subsitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu”. Penggantian itu dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau untuk menjelaskan struktur tertentu. Arifin (2010:37) menjelaskan

(18)

“Substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna”.

Contoh: Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak A dan Bapak B yang telah telah menolong saya ketika dalam kesulitan. Atas bantuan beliau berdua (Bapak berdua), saya dapat menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik (Arifin, 2010:37).

Frase beliau berdua (Bapak berdua) pada kalimat itu merupakan bentuk yang menggantikan unsur lain yang telah disebutkan, yaitu Bapak A dan Bapak B. Penggantian itu menyebabkan kalimat tersebut berkaitan secara kohesif.

Contoh: Kami berjanji untuk bertanding dengan jujur dan sungguh-sungguh. Pertandingan yang ... akan sangat memuaskan hati para pihak yang bertanding.

“Penggantian dilakukan dengan mengganti atau menominalkan verba bertanding menjadi pertandingan” (Arifin, 2010:37).

2.6.1.4 Elipsis

Menurut Kridalaksana dalam Arifin (2010:37) “Elipsis (pelesapan) adalah proses pelesapan kata atau satuan kebahasaan lainnya. Bentuk atau unsur yang dilesapkan itu dapat diperkirakan wujudnya, melalaui konetks bahasa atau konetks luar bahasa”. Sebenarnya elipsis ini juga merupakan penggantian unsur kosong, yaitu unsur yang sebenarnya ada, tetapi sengaja dihilangkan atau dilesapkan. Sudaryat (2009:155) menberi contoh sebagai berikut.

Contoh: Tebak-tebakan:

Aa : “Di, kita tebak-tebakan yu! KB singkatan dari apa?” Adi : “Gampang. Keluarga Berencana.”

Aa : “Kalau RCTI?.”

Adi : “Rajawali Citra Televisi Indonesia.” Aa : “Bukan, Ah.”

Adi : “Ah masa.”

Aa : “Rangkaian Cerita Terhalang Iklan.” Adi : “Ah, kamu ini, ada-ada aja.”

(19)

Ujaran “bukan ah” sebenarnya pernyataan yang ahanya sebagian saja. Artinya, ada unsur yang dilesapkan. Ujaran lengkapnya “Bukan Rajawali Citra Televisi Indonesia”. Begitu juga “Ah masa”. Tidak lengkap karena ada yang dilesapkan. Ujaran “ah masa, bukan Rajawali Citra Televisi Indonesia”.

2.6.2 Kohesi Leksikal

Rani dkk (2004:129) menyatakan bahwa “secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frase bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau yang mengikuti”. Sedangkan Kushartanty dkk (2009:98) berpendapat bahwa “Kohesi leksikal adalah hubungan sematik antar unsur pembentuk wacana dengan memanfaatkaan unsur leksikal atau kata. Kohesi leksikal dapat diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi”.

2.6.2.1 Reiterasi

“Reiterasi (pengulangan) adalah cara menciptakan hubungan yang kohesif” (Rani dkk, 2004:130). Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Reiterasi adalah pengulangan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk memberikan penekanan bahwa kata-kata tersebut merupakan fokus pembicaraan. Reiterasi dapat berupa repetisi, sinonim, hiponim, metonimi, antonim dan kolokasi”.

2.6.2.1.1 Repitisi (Pengulangan)

Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Repetisi adalah pengulangan yang sama”.

Contoh: Komisi pemberantasan korupsi menetapkan Sumardi sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi di perusahaan besar itu. Tersangka saat ini ditahan di rumah tahanan Salemba (Kushartanty dkk, 2009:99).

(20)

Rani dkk (2004:130) mengungkapkan bahwa:

Repetisi atau pengulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan kohesif antar kalimat. Pengulangan yang berlebihan dapat membosankan. Pengulangan itu berarti mempertahankan ide atau topik yang dibicarakan. Dengan mengulang, berarti terkait antara topik yagn dibicarakan. Dengan mengulang, berarti terkait antara topik kalimat yang satu dengan kalimat yang sebelumnya diulang.

Macam-macam ulangan atau repitisi berdasarkan pemakaian bahasa Indonesia (Rani dkk, 2004:130), sebagai berikut.

a) Ulangan penuh

Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk. Pengulangan tersebut dapat berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang diulang.

Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti kerendahan hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini (Rani dkk, 2004:130).

b) Ulangan dengan bentuk lain

Ulangan bentuk lain terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama.

Contoh: Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa yang belum kita tahu (Rani dkk, 2004:131).

Kata filsafat pada contoh termasuk kata benda. Kata itu diulang dengan konstruksi berfilsafat. Kata berfilsafat termasuk kata kerja yang mengalami nomilisasi sebagai subjek termasuk pengulangan dengan bentuk kata lain. Ulangan dengan bentuk lain itu dapat berupa ulangan dengan kata yang benar-benar lain, tetapi acuan yang dimaksud tetap berkaitan.

(21)

Contoh: Seseorang dengan gagasan wicara akibat kerusakan di area broca kehilangan daya untuk mengungkapkan pikiran dan perasaaan dalam bahasa yang biasa ia gunakan sehari-hari disebut afasia motorik tetapi tetap mengerti bahasa yang diucapkan orang lain. Pasien dengan gangguan wicara yang diteliti oleh Wenicke dapat berbicara meskipun dengan kesalahan, tetapi daya untuk mengerti wicara orang lain terganggu (Rani dkk, 2004:131).

Pada contoh 2, kata pasien pada kalimat kedua merupakan ulangan bentuk lain kata seseorang. Kata pasien merupakan bentuk yang lain sama sekali, tetapi acuan yang dimaksud oleh kata itu tetap sama “seseorang yang menderita gangguan wicara”.

c) Ulangan dengan penggantian

Ulangan dengan penggantian sama dengan penggunaan kata ganti (subsitusi). Untuk menghubungkan kalimat dapat dilakukan mengulang bagian kalimat. Namun pengulangan itu dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti.

Contoh: Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau, lebih sedih lagi, seorang ilmuwan memandang rendah pada pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama, dan nilai estetika (Rani dkk, 2004:132).

2.6.2.1.2 Sinonim

Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Sinonim adalah hubungan antar kata yang memiliki sama makna”.

Contoh: Setelah 34 tahun memendam cinta membara, akhirnya pangeran Charles dan Camila Parker remi menjadi suami-isteri. Pasangan pengatin ini menikah pada Sabtu, 9 April 2005 (Kushartanty dkk, 2009:99).

Sinonim yang menciptakan kepaduan wacana dalam contoh tersebut terjadi pada suami-isteri dan pasangan pengantin. Dengan dinonimi, penggunaan kata dalam wacana lebih bervariasi dan menarik.

(22)

2.6.2.1.3 Hiponim

Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Hiponim adalah hubungan antara kata yang bermakna spesifik dan kata yang bermakna generik”.

Contoh: Mamalia mempunyai kelenjar penghasil susu. Manusia menyusui anaknya. Paus pun demikian (Kushartanty dkk, 2009:99).

Dalam contoh tersebut manusia dan paus merupakan anggota (hiponim) dari kelas (hiperonim) mamalia. Hubungan hiponim ini hiperonim tidak perlu disebutkan di depan hiponimnya, seperti mamalia manusia dan mamalia paus. Penggunaan hiponim membuat tajuk rencana efisien.

2.6.2.1.4 Metonimi

Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Metonimi adalah hubungan antara nama untuk benda yang lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya”. Contoh: Maskapai penerbangan Garuda meningkatkan frekuensi penerbangan

untuk rute tertentu. Garuda Jakarta-Batam sekarng akan terbang enam kali sehari (Kushartanty dkk, 2009:99).

Dari contoh tersebut, yang dimaksud garuda bukanlah burung garuda, melainkan nama pesawat (atau maskapai penerbangan) yang berasosiasi dengan burung garuda karena kemiripan sifat, misalnya, yaitu dapat terbang. Metomini membuat wacana lebih menarik dan efisien.

2.6.2.1.5 Antonim

Menurut Kushartanty dkk (2009:100) “Antonim adalah hubungan antar kata yang beroposisi makna”.

(23)

Contoh: saatnya menyaksikan pelaku kejahatan yagn ebrasal dari kalangan miskin dalam berita di televvisi kadang-kadang muncul perasaaan simpati. Namun, pada saat yang lain muncul perasaaan antipati (Kushartanty dkk, 2009:100).

Kohesi dari contoh tersebut tercipta dengan pemakaian kata simpati dan antipati yang berantonimi. Kata-kata beroposisi dengan selaras membuat pemahaman mitra tutur atau pembaca lebih cepat memahami wacana atau tajuk.

2.6.2.1.6 Kolokasi

“Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering diasosiasikan membentuk satu kesatuan. Kalau ada ikan selalu ada air. Kalau keadaan begitu, secara psikologis, akan ditarik suatu kesimpulan kolokasi” (Rani dkk, 2004:133). Menurut Kushartanty dkk (2009:99) “Kolokasi adalah hubungan antar kata yang berada pada lingkungan atau bidang yang sama”.

Contoh: Petani di Palembang terancam gagal panen padi. Sawah yang mereka garap terendam banjir selama dua hari (Kushartanty dkk, 2009:100). Dalam contoh tersebut, petani berkolokasi secara tepat dengan padi dan sawah sehingga tercipta kohesi wacana.

2.7 Surat Kabar Jambi Independent

Pada awalnya surat kabar ini bernama independet saja. Sebagai koran lokal yang baru terbit, independent dicetak secara manual, menggunakan mesin stensil. Waktu terbitnya pun tidak menentu, kadang sekali seminggu, kadang sekali sebulan.

(24)

Empat tahun kemudian, perusahaan keluarga ini berupaya melebarkan sayap dengan melakukan kerja sama dengan PT. Kamener Jaya Ltd., yang bergerak dibidang percetakan. Independent berpindah kantor ke jalan kapten pattimura KM 8 no. 35 kecamatan kota baru, kota jambi setelah sebelumnya menempati kantor di jalan pwlapa (sekarang KH samanhudi) perumahan wartawan NO. 37 RT 02 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi.

Setelah kerja sama itu barulah independent bisa terbit setiap hari secara kontinu. Independent juga pernah kerja sama dengan PT Riau Pos Mandiri selama satu tahun, sejak 1993, dan kantrornya pindah ke Jalan Slamet Riyadi, Kota Jambi. Namun , satu setelahnya, tahun 1994 hingga 1995, Independent hilang dari peredaran.

Dalam perjalananya jambi independent mengalami beberapa kali pemimpin redaksi. Setelah Agus Dahlan meninggal dunia, jabatannya dipegang sementara H.Suparno Wonokromo, lalu Sakti Alam Watir dan Drs. Ali Fauzi. Independent kembali muncul setelah bergabung dengan Jawa Pos News Network (JPNN) pada 1 juni 1995. Berkantor kembali di jalan pattimura No. 8, independent terbit rutin setiap hari. Pada tahun 1996 Nama Independent pun berganti menjadi Jambi Independent. Penambahan nama jambi untuk menunjukan lokalitasnya sekaligus menghilangkan kesan sebagai majalah luar Negeri, karena nama Independent memberi kesan kebarat-baratan. Pada tahun 2004 Jambi Independent pindah dan menetap di kantor Jalan Jendral Sudirman No. 100 Thehok Jambi.

(25)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode deskritif-kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan gejala yang ada pada data tanpa memberikan perlakuan khusus dalam bentuk apa pun pada subjek yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan mendeskripsikan data sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Menurut Djajasudarman (2006:11) bahwa “Penelitian kualitatif merupakan prosedur yang mengahsilkan data deskriptif berupa data tulisan atau lisan di masyarakat”. Sejalan dengan Bogdan dan Taylor dalam Moelong (2006:4) yang mendeskripsikan bahwa “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dari perilaku yang diamati”.

Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan secara objektif jenis-jenis alat kohesi yang digunakan dalam tajuk rencana surat kabar Jambi Independen dan kekohesifan penggunaan alat kohesi masing-masing tajuk rencana surat kabar Jambi Independen.

3.2 Data dan Sumber Data

Data menurut Arikunto (2006:96) adalah “Segala fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi, sedangkan informasi adalah hasil penjumlahan data yang dipakai untuk suatu keperluan”. Data dalam penelitian ini

(26)

yaitu tajuk rencana berupa kata-kata dan kalimat. Sumber data menurut Arikunto (2006:129) adalah “Subjek dari mana data dapat diperoleh”. Sumber data dalam penelitian ini adalah teks tajuk rencana surat kabar Jambi Independent edisi Desember 2017.

3.3 Instrumen Penelitian

Moleong (2010:168) bahwa “Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penfasir data, serta pelapor hasil penelitiannya”. Kedudukan peneliti tersebut menjadikan peneliti sebagai instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan kriteria-ktriteria yang dipahami.

Instrumen pendukung dalam penelitian ini adalah catatan dan tabel dalam mengumpulkan data. Catatan data berupa lembaran yang berisi kode tajuk rencana dan alat-alat kohesi yang terdapat dalam tajuk rencana. Tabel data berupa kolom-kolom yang berisi, kode tajuk rencana, jenis alt kohesi, jumlah alat kohesi seluruhnya, jumlah alat yang kohesif dan jumalah alat yang tidak kohesif dari masing-masing tajuk rencana. Format catatan dan tabel data adalah sebagai berikut:

(27)

Tabel 3.1 Tabel data Judul Tajuk Rencana :

Kode Tajuk Rencana : Alat-alat Kohesi : Kode tajuk rencana Jenis alat kohesi Jumlah alat kohesi seluruhnya Jumlah alat kohesi yang kohesif Jumlah alat kohesi yang tidak kohesif

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Arikunto (2006:158) menerangkan bahwa “Dalam mengadakan penelitian yang bersumber dari tulisan inilah kita telah menggunakan motode dokumentasi, di dalam metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis sperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notule rapat, catatan harian dan sebagainya”. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka yang diamati dalam teknik dokumnetasi merupakan benda mati dan bukan benda hidup. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebai berikut.

1) Mengumpulkan tajuk rencana yang terdapat dalam surat kabar Jambi Independen edisi Desember 2017.

(28)

2) Membaca dengan teliti setiap tajuk rencana yang terdapat dalam surat kabar Jambi Independen edisi Desember 2017.

3) Menandai teks tajuk rencana surat kabar Jambi Independen edisi Desember 2017 yang menghubungkan dengan masalah penelitian yaitu kekohesifan. 4) Mengelompokan data yang sudah ditandai sesuai dengan lingual alat kohesi. 5) Menganalisis data sesuai dengan lingual alat kohesi berupa kata-kata, frasa,

klausa dan kalimat paragaf yang akan dijadikan data pendukung ke catatan data. Catatan data digunakan sebagai sarana untuk mengecek data yang sudah terkumpul.

3.5 Analisis Data

Peneliti dalam menganalisis data melakukan beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut.

1) Mengklasifikasikan jenis alat kohesi menurut jenisnya serta menganalisis penggunaan setiap jenis alat kohesi menggunakan teori yang sudah ada yang berkaitan dengan tajuk rencana.

2) Mendiskripsikan kekohesifan penggunaan alat kohesi dalam kalimat dan paragraf, jumlah alat kohesi yang kohesif dan alat kohesi yang tidak kohesif dideskripsikan dengan menggunakan tabel data.

3) Menentukan yang dominan kohesif atau tidak kohesif.

3.6 Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Moleong (2010:330) menyatakan bahwa “teknik triangulasi adalah

(29)

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik triangulasi diterapkan dengan meminta saran dan bantuan dosen pembimbing, sehingga pengecekan data dilakukan secara berulang-ulang dan berkesinambungan selama proses penelitian berlangsung agar hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Gambar

Tabel 3.1 Tabel data  Judul Tajuk Rencana :

Referensi

Dokumen terkait

Website E-Learning saat ini sudah banyak digunakan pada dunia pendidikan, baik sekolah tingkat atas hingga perguruan tinggi.

Hasil SEM memperlihatkan bahwa porositas pada biochar cangkang jambu mete yang ukuran partikel kecil lebih tinggi dan seragam dibandingkan dengan ukuran besar pada

Tanggal Cetak 13/03/2020 09:14:46 WIB Dicetak Oleh ahmad.fazhar@idn.ccb.com dari 4 Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Bulanan1. Aplikasi Pelaporan Online

Dalam hal ini Mikroskop adalah sebuah alat optik yang dapat membesarkan suatu benda atau pun bentuk makluk hidup berupa organisme yang sangat kecil di temukanya lensa

Dari tahapan yang panjang dan dengan biaya yang cukup besar, pada setiap kegiatan pemugaran terdapat cerita yang sangat menarik untuk diungkapkan, cerita tersebut bagian dari

Keparcayaan ini (Tung Piong) pada zaman dahulu diyakini sebagai agama masyarakat Sikka. Ketika agama Katolik masuk ke wilayah daratan Flores harus melalui proses

Kemampuan pembangkit listrik berbasis flywheel pada kondisi tanpa suplai cadangan motor keadaan berbeban mampu membangkitkan daya hingga 708,75 W selama 18 detik setelah sumber

Digunakan proses pengolahan citra dengan contour finding dan region of interest yang terpadu dalam sebuah sistem yang terdiri dari Raspberry Pi dan Arduino Mega dalam memandu