BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan lambang sebagai sarana interaksi sosial dan sebagai sarana penyampai pesan. Seiring dengan perkembangan di berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam bidang teknologi di era globalisasi, bentuk bentuk komunikasi dalam realita kebahasan ternyata juga sangat terpengaruh. Munculnya aplikasi Youtube, PodCast, Instagram sebagai bukti, bahwa dalam pembelajaran bahasa tidak bisa berhenti, karena realita kebahasan tidak dapat terlepas dari kontek secara utuh, diantaranya adalah sarana dalam penyampaian pesan.
Berita pada dasarnya merupakan bentuk penyampaian pesan kepada publik, sehingga berita merupakan realita kebahasaan yang berperan penting dalam membangun peradaban manusia, agar manusia tetap merasa eksis di zamannya. Pentingnya informasi tidak terlepas dari aspek kebahasaan itu sendiri, sedangkan bahasa dapat dilihat dari sudut pandang ragam, struktur, gaya bahasa, diksi dan lainya. Adapun kajian bahasa sebagai sarana penyampaian informasi berkaitan dengan kepentingan publik yang dikenal dengan kajian jurnalistik.
Ragam lisan dan ragam tulis secara baku merupakan wujud dari bahasa itu sendiri yang keduanya memiliki perbedaan. Berita dalam ragam tulis yang disampaikan pada publik di era transformasi secara dominan menempati ruang media massa baik di koran, majalah, tabloid dan lainnya. maka proses pembelajaran di SMP berita merupakan materi penting, yang diimplementasikan dalam KD serta indikator indikatornya.
Era Globalisasi hampir semua sarana komunikasi telah melibatkan berbagai perangkat dalam pemenuhan dunia one line. Pengaruh perkembangan sarana komunikasi yang berbasis IT tak bisa dihindari dan terlihat pada realita kebahasaan yang beralih pada ragam lisan, berita ragam tulis secara berangsur- angsur akan ditinggalkan. Youtube merupakan Channel yang bisa menyajikan berbagai fungsi bahasa diantaranya adalah berita, hiburan dan sebagainya.
Melalui Youtube berita bisa disajikan dengan bahasa verbal maupun nonverbal tanpa menghilangkan style aspek kebahasaan itu sendiri. dan bisa diterima secara cepat serta akurat. Gambar sebagai wakil realitas yang
disampaikan melalui bahasa sebagai obyek berita dapat menyertai berita dalam gambar, sehingga lebih menarik khalayak. Smartphone di era globalisasi merupakan sarana komunikasi di hampir setiap orang, sehingga aplikasi Youtube bisa dijadikan sarana andalan dalam mencari, mendengarkan informasi berita dengan berbagai ragam secara cepat.
Berita investigasi yang tadinya struktur wacananya disajikan secara linier membangun paragraf pada ragam tulis pada media massa nampak berubah menjadi potongan-potongan kalimat pendek dalam ragam lisan, dan memiliki struktur wacana dengan gaya bahasa serta diksi yang khas. Berita investigasi yang disampaikan secara lisan mampu dipahami oleh pendengar secara baik semua isi berita yang ada karena disajikan secara kohesif dan koheren meski kadang-kadang harus menggunakan analogi pendengar.
Investigasi memiliki ciri yang agak berbeda dengan berita lainnya karena isi yang disampaikan bisa melibatan rahasia pihak-pihak lain yang dapat merugikan baik dari perusahaan atau suatu badan. Pada satu sisi isi berita harus disampaikan secara lugas mudah dimengerti dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Investigasi dalam kecelakaan pesawat pihak yang bisa dirugikan adalah maskapai penerbangan yang menyangkut pemodal besar, pengemasan yang tidak hati-hati bisa digugat secara hukum. Untuk menghindari yang tidak diinginkan oleh reporter bagian investigasi justru dimunculkan bagian akhir karena bagian ini pada dasarnya merupakan bagian yang bisa mengungkap penyebab kecelakaan, apakah human error atau alat teknisi yang rusak.
Keterbatasan pembelajaran dalam memahami struktur berita akan mengalami kesulitan, hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan kekoherenan pada wacana berita secara utuh, maupun tidak terjawabnya 5 W+1 H sebagai unsur berita. Sebagaimana dikatakan oleh Haris Sumadiria bahwa penggunaan kosakata yang tidak dimengerti maknanya baik secara leksikal maupun secara konteks akan menyulitkan dalam menemukan peta konsep, yang pada gilirannya berdampak pada pemahaman struktur wacana berita itu sendiri. Pada berita Investigasi kecelakaan pesawat jatuh merupakan berita yang berkaitan dengan mekanisme kerja mesin pesawat, code code yang digunakan oleh kru pesawat saat darurat atau detik-detik pesawat akan jatuh, sehingga istilah teknis masing-masing alat baik
secara digital maupun mekanik harus dimengerti. Untuk mempelajari konsep berita di sekolah di masa era globalisasi topik-topik yang diangkat harus disesuaikan dengan perkembangan transformasi, teknologi, dan Telekomunikasi atau Tiga T.
Seiring dengan perkembangan zaman ciri kemajuan IPTEK proses pembelajaran yang melibatkan media maupun materi tidak terlepas dari bentuk dan variasi alat-alat elektronik seperti laptop, komputer, smartphone, serta tablet, (Oktavia dkk 2015). Nampaknya modul yang inovatif dan kreatif, secara tidak langsung juga akan melibatkan materi bahasa yang tadinya hanya disampaikan secara tertulis akan berubah menjadi bahasa lisan yang dianggap lebih efisien dan menarik. Aplikasi-aplikasi baru seperti youtube menyebabkan generasi muda zaman sekarang lebih sering berinteraksi dengan dunia maya (Lidyawati, 2015:98), melalui smartphone maupun laptop menjadikan media cetak atau berita- berita dalam bentuk tulisan mulai ditinggalkan.
Penulis meneliti materi Teks berita investigasi berkaitan dengan struktur dan aspek kebahasaan sebagai salah satu variasi materi berita yang dapat digunakan dalam menunjang pembelajaran yang telah ditetapkan pada Kompetensi Inti (KI) 3, yakni Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata, dan Kompetensi Dasar (KD) 3.2, yakni Menelaah struktur dan kebahasaan teks berita (membanggakan dan memotivasi) yang didengar dan dibaca.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana bagian-bagian yang membentuk struktur investigasi secara utuh pada channel youtube Tamara Delv?
2. Bagaimana koherensi antara vwrbal dan nonverbal pada struktur investigasi secara utuh pada channel Tamara Delv?
3. Bagaimana gambar pada struktur investigasi secara utuh pada channel Tamara Delv?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian yang diangkat dalam penelitian sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bagian-bagian yang membentuk struktur investigasi secara utuh pada channel youtube Tamara Delv.
2. Mendeskripsikan koherensi antara vwrbal dan nonverbal pada struktur investigasi secara utuh pada channel Tamara Delv.
3. Mendeskripsikan gambar pada struktur investigasi secara utuh pada channel Tamara Delv.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian yang diangkat sebagai berikut.
1. Secara teori, hasil penelitian ini bermanfaat dapat menambah wawasan tentang struktur wacana berita.
2. Bisa memperjelas hubungan bahasa lisan dengan gambar-gambar yang muncul bagi peminat yang ingin mengembangkan berita-berita yang bercorak investigasi.
3. Dapat mendesain struktur dan konteksnya dalam pembuatan berita investigasi.
BAB 2
TIJUAN PUSTAKA 2.1 Wacana
Wacana adalah bentuk bahasa di atas kalimat yang mengandung sebuah tema. satuan bentuk yang mengandung tema biasanya terdiri atas alenia-alenia, anak-anak bab, bab-bab, atau karangan-karangan utuh, baik yang terdiri atas bab- bab maupun tidak (Sobur, 2009: 11). Eriyanto (2001: 3) mengatakan bahwa wacana merupakan rangkaian kalimat yang serasi, yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lain, kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. Pakar lain mengemukakan hal yang sama dengan pendapat di atas, bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kali mat-kalimat itu. Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan yang dinamakan wacana Alwi dkk (2010: 41, 431).
Wang dan Guo (2014: 460) menyatakan ―Discourse is used as a coherent combination of sentences or sentence fragments that is the result of communication interacted between participants, whether speaker and listener or writer and reader”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa wacana merupakan kombinasi beberapa kalimat atau bagian-bagian kalimat yang koheren yang merupakan hasil komunikasi berupa interaksi antar peserta, baik pembicara dan pendengar maupun penulis dan pembaca. Jadi, wacana terbentuk karena adanya gabungan kalimat yang memiliki kepaduan makna yang merupakan hasil dari komunikasi.
Lebih jelas Chaer (2012: 267), menyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Selanjutnya, dikemukakan bahwa wacana sebagai satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Hal serupa juga dijelaskan oleh Tarigan (2009: 26), menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Dalam realisasinya wacana dapat berbentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh yang membawa amanat yang lengkap. (Kridalaksana dalam Tarigan, 2009: 24)
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai wacana tersebut, maka wacana dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) rentetan kalimat yang membentuk makna yang serasi, (2) suatu satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar, (3) satuan bahasa di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, satuan bahasa yang lebih luas di atas kalimat dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan serta mengandung makna yang serasi.
2.2 Klasifikasi Wacana
Menurut Mulyana (2005: 47), pembagian wacana sangat tergantung pada aspek dan sudut pandang yang digunakan. Wacana setidaknya dapat dipilih atas dasar beberapa segi, yaitu: (1) bentuk, (2) media, (3) jumlah penutur, dan (4) sifat.
1. Berdasarkan bentuk, wacana terbagi atas enam jenis, yaitu: (a) wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah, (b) wacana prosedural, (c) wacana ekspositori, (d) wacana hortatori, (e) wacana epistoleri, (f) wacana dramatik, (g) wacana epistoleri, (h) wacana seremonial
2. Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (a) wacana tulis, dan (b) wacana lisan.
3. Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dikelompokan menjadi dua, yaitu: (a) wacana monolog, dan (b) wacana dialog
4. Berdasarkan sifatnya, wacana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (a) wacana fiksi, dan (b) wacana nonfiksi.
Dalam penelitian ini penulis hanya akan menganalisis wacana berdasarkan bentuk, yaitu wacana ekspositori. Wacana ekspositori merupakan wacana yang bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional. Mulyana (2005: 4), menyatakan yang termasuk dalam wacana ekspositori ialah ceramah ilmiah dan artikel di media massa. Oleh sebab itu, wacana edukasi dalam media massa online kompas.com dapat dikategorikan dalam jenis wacana ekspositori, karena wacana tersebut memuat berbagai macam informasi, khususnya mengenai dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan pembaca.
2.3 Keutuhan Wacana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), keutuhan berarti hal (keadaan) utuh. Kata keutuhan tersebut mengalami bentuk konfiks ke-an yang semula memiliki kata dasar utuh. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, kata ―keutuhan‖ dari segi linguistik diartikan sebagai taraf keterikatan antara berbagai unsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana.
Sebelum dipaparkan apa itu keutuhan wacana, Tarigan (2009: 92) menyatakan bahwa di dalam kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan, dan pada kata koherensi terkandung pertalian hubungan. Sedangkan, wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, satuan bahasa yang lebih luas di atas kalimat dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan serta mengandung makna yang serasi. Oleh sebab itu, dari dua pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keutuhan wacana merupakan tingkat keterikatan antar unsur dalam satuan bahasa terlengkap, satuan bahasa yang
lebih luas di atas kalimat, mengandung makna yang serasi serta didukung dengan adanya kohesi dan koherensi yang berkesinambungan.
Tarigan (2009: 65), menyatakan bahwa sarana pengutuh utama wacana adalah kohesi (yang mengacu pada bentuk) dan koherensi (mengacu pada makna).Berangkat dari pengertian tersebut, maka untuk membentuk sebuah wacana yang utuh atau padu diperlukan beberapa aspek sebagai pendukung terbentuknya keutuhan wacana. Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yang mengandung aspek- aspek yang terpadu dan menyatu (Mulyana; 2005: 25).
2.4 Aspek Keutuhan Wacana
Menurut Mulyana (2005: 26) aspek-aspek yang berperan dalam membentuk keutuhan wacana, antara lain adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantik.
Beberapa aspek pengutuh wacana yang telah disebutkan oleh Mulyana tersebut dikelompokkan ke dalam dua unsur, yaitu unsur kohesi dan unsur koherensi.
Unsur kohesi meliputi aspek-aspek leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan unsur koherensi mencakup aspek semantik, dan aspek topikalisasi (Mulyana, 2005: 26).
Selanjutnya Lubis (2015: 104), mengatakan bahwa ada beberapa aspek yang menjadikan sebuah wacana itu utuh. Antara lain: 1) Aspek semantik, leksikal, gramatikal, dan fonologis. Dari dua pendapat ahli mengenai aspek- aspek yang turut membentuk keutuhan wacana tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses membentuk wacana yang utuh diperlukan beberapa aspek.
Dari beberapa penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa suatu wacana dapat dikatakan utuh ketika memiliki unsur kohesi yang meliputi leksikal dan gramatikal, unsur koherensi yang meliputi aspek semantik atau hubungan semantik dan topikalisasi atau erat kaitannya dengan kesatuan gagasan. Ketiga aspek tersebut dirasa cukup untuk menentukan apakah wacana dapat dikatakan utuh atau tidak.
1. Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moeliono (1988:34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi ke dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonim, repetisi, kolokasi (Halliday, 1976:21).
Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana. Sehubungan dengan hal tersebut, HG Tarigan (1987:96) mengemukakan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa. Oleh karenanya, organisasi dan struktur kewacanaannya juga berkonsentrasi dan bersifat sintaktik-gramatikal.
Menurut Anton M. Moeliono, dkk (1988:34), untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat diinterpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran pemarkah (penanda) khusus yang bersifat lingual-formal. Selanjutnya, Halliday dan Hassan (1976:4) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi), substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan collocation (kolokasi).
2. Koherensi
Istilah "koherensi" mengandung makna 'pertalian'. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (HG Tarigan, 1987:32).
Koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:38). Sejalan dengan itu HS Wahjudi (1989:6) berpendapat bahwa hubungan koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh.
Wacana yang koheren memiliki ciri-ciri: susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diinterpretasikan (Samiati, 1989:5).
Brown dan Yule (1983:224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batin antara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan- hubungan makna yang terjadi antar unsur (bagian) secara semantis. Hubungan tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.
Lebih lanjut Halliday dan Hassan (1976:2) menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri. Hanya atas dasar hubungan koherensi inilah, seperangkat kalimat tersebut dapat diterima sebagai suatu keseluruhan yang relatif lengkap. Uraian ini sekaligus menggarisbawahi keberadaan koherensi sebagai salah satu aspek wacana paling penting, mendasar, dan sangat menentukan (Gunawan Budi Santosa, 1998:39).
Keberadaan unsur koherensi sebenarnya tidak pada satuan teks semata (secara formal), melainkan juga pada kemampuan pembaca/ pendengar dalam menghubungkan makna dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Jadi, kebermaknaan unsur koherensi sesungguhnya bergantung kepada kelengkapan yang serasi antara teks (wacana) dengan pemahaman petutur/pembaca (Brown dan Yule, 1986:224). Labov (dalam Soeseno Kartomihardjo, 1996:41) secara jelas menyatakan bahwa suatu wacana bersifat koheren, bukan hanya karena hubungan antarbagian, melainkan juga karena adanya reaksi tindak ujar yang signifikan dari pembaca atau pendengar. Jadi koherensi pada dasarnya memberi ukuran seberapa jauh kebermaknaan suatu teks.
Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara
implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Di samping itu, pemahaman ihwal hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu.
Beberapa bentuk atau jenis hubungan koherensi dalam wacana telah dideskripsikan oleh para ahli. D'Angelo (dalam HG Tarigan, 1987:105) misalnya, menyatakan bahwa yang termasuk unsur-unsur koherensi wacana di antaranya mencakup: unsur penambahan, repetisi, pronomina, sinonim, totalitas-bagian, komparasi, penekanan, kontras, simpulan, contoh, paralelisme, lokasi-anggota, dan waktu.
2.5 Jenis Wacana
Klasifikasi diperlukan untuk memahmi, mengurai, dan menganalisis wacana secara tepat. Ketika analisis dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu jenis wacana yang dihadapi. Pemahaman ini sangat penting agar proses pengkajian, pendekatan dan teknik-teknik analisis wacana yang digunakan tidak keliru. Jenis-jenis wacana berdasarkan pendapat Mulyana (2005:51-55) dapat diklasifikasikan menurut jumlah penutur, media penyampaian, dan berdasarkan sifatnya, sebagai berikut:
1. Berdasarkan jumlah penutur
Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat di kelompokan menjadi dua, pertama wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang, wacana dialog adalah wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih.
Uraiannya sebagai berikut:
1) Wacana monolog
Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang.
Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Penuturannya bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Beberapa bentuk wacana monolog antara lain adalah pidato, pembacaan puisi, khotbah jumat, pembacaan berita, dan sebagainya.
2) Wacana Dialog
Wacana dialog adalah wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini biasanya berbentuk tulis ataupun lisan. Wacana dialog tulis memiliki bentuk yang sama dengan wacana drama (dialog skenario, dialog ketoprak, lawakan, dan sebagainya).
2. Berdasarkan Media Penyampaian
Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dapat dipilih menjadi dua yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan, sedangkan wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal.
Uraiannya sebagai berikut yaitu:
1) Wacana Tulis
Wacana tulis (Written discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Wacana tulis sering dianggap sama dengan teks atau naskah. Di dalam kajian wacana, teks atau naskah kurang diperhatikan dan kedudukannya sering dianggap hanya berkaitan dengan huruf (grafem). Padahal, gambar, tabel, lukisan, dan ilustrasi lainnya juga menjadi bagian dari wacana tulis karena wacana dapat diwujudkan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh yang berisikan amanat yang lengkap Kridalaksana (1984: 208).
Contoh: artikel, surat, novel, karya ilmiah, poster, dsb.
2) Wacana Lisan
Wacana lisan (Spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan (Speech) atau ujaran (utterance). Sebagai contoh sebuah informasi yang disampaikan oleh pembawa berita melalui siaran radio.
2.6 Berita
Setiap orang mendefinisikan berita menurut sudut pandangnya masing- masing. Secara etimologis, berita berasal dari bahasa sansekerta vrit yang berarti ada atau terjadi atau vritta yang berarti kejadian atau peristiwa. Sementara itu,
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan berita merupakan sebuah laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
Menurut Romli dalam Mahi Hikmat (2018:148) mengemukakan makna dasar berita yakni laporan peristiwa atau peristiwa yang dilaporkan melalui media massa. Sejalan dengan pemikiran Dja’far H. Assegaff yang mendefinisikan berita adalah laporan tentang fakta atau ide terkini, yang dipilih oleh wartawan untuk disiarkan serta dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya, karena akibat yang ditimbulkannya, atau entah karena mencakup segi segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan (Barus, 2010:26).
Berita merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh media kepada masyarakat atau khalayak. Secara sosial, dapat dikatakan bahwa berita merupakan segala hal atau peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Berita juga kerap menyajikan berbagai fakta. Menurut Tom Clarke yang dikutip oleh Barus (2010:25) mengatakan bahwa NEWS (berita) berasal dari suatu akronim yaitu:
N(orth) atau Utara, E(ast) atau Timur W(est) atau Barat S(outh) atau Selatan Dari akronim tersebut Clarke menggambarkan bahwa berita dimaknai sebagai suatu hal yang dapat memenuhi keingintahuan manusia dengan memberikan informasi dari segala arah penjuru dunia. Clarke juga ingin menekankan bahwa, betapa luasnya lapangan pemberitaan dalam jurnalisme.
Berita juga merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh media kepada khalayak. Secara sosial, dapat dikatakan bahwa berita merupakan segala hal atau peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Berita juga kerap menyajikan berbagai fakta, namun tidak semua fakta mampu menjadi berita. Ada sebuah pernyataan oleh Northcliffe, “if a dog bites a man, that’s not news; if a man bites a dog, that’s news”. (Kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita;
kalau orang menggigit anjing, itu baru berita). (Kusumaningrat, 2005:33). Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa berita merupakan suatu kejadian, peristiwa, atau fakta yang menarik perhatian pembaca, untuk selanjutnya dikemas menjadi sebuah berita dan dimuat atau disampaikan oleh media kepada khalayak.
2.7 Jenis-jenis Berita Investigasi
Menurut bill Kovach dan Tom Resenstiel terdapat tiga jenis berita investigasi, yakni:
1. Investigasi
Orisinal Ini merupakan bentuk pelaporan investigatif, yang sering berujung pada investigasi publik secara resmi, tentang subjek atau aktivitas yang semula diselidiki dan diungkap oleh jurnalis. Ini adalah contoh klasik, di mana pers mendesak lembaga publik (pemerintah), atas nama publik. (Bill Kovach, 2003: 145).
2. Investigasi Interpretasi
Pelaporan interpretatif ini biasanya melibatkan seperangkat fakta dan isu- isu yang lebih kompleks, ketimbang sekadar pengungkapan biasa. Pelaporan interpretatif ini menyajikan cara pandang yang baru terhadap sesuatu, serta informasi baru tentangnya. (Bill Kovach, 2003: 147) Menurut Saur Hutabarat dalam buku Mursito. BM, Teori dan Praktek Jurnalistik Dasar, pemisahan investigative dan interpretative dapat dilihat dari fungsinya yang interdependensi.
Interpretative reporting lebih berurusan untuk “menggali” apa yang di bawah permukaan. Sedangkan dengan investigative reporting, diniatkan untuk membongkar atau “mengangkat” apa yang disembunyikan.
Pelaporan terhadap investigasi adalah perkembangan terbaru dari jurnalisme investigatif, yang semakin biasa dilakukan. Pelaporan terhadap investigasi bisa terjadi, manakala penyelidik resmi sedang bekerja. Penyelidik dari pihak pemerintah bekerjasama secara aktif dengan jurnalis pada kasus-kasus tertentu, karena sejumlah alasan. (Bill Kovach, 2003: 149)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah yaitu menafsirkan fenomena yang terjadi dengan cara melibatkan berbagai metode yang ada (Moleong, 2013; 5).
Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti adalah instrumen kunci. Menurut sugiyono 2005, penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu, yang ada dalam kehidupannyata (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena yang berupa : apa yang terjadi? Mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya? Jadi penelitian kualitatif berbasis pada konsep going eksploring yang melibatkan in-depyh dan case-oriented study atas sejumlah kasus. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable).
Dalam prosess pembentukannya, penelitian kualitatif ini dikemas dengan bentuk deskriptif. Sifat penelitian deskriptif bertujuan membuat skripsi secara sistematis, faktual, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi objek tertentu (Kriyantono, 2007;69).
Data yang dikumpulkan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti, data tersebut bisa jadi berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, photo, video, catatan atau memo, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2013; 11).
3.2 Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan bersumber dari youtube channel Tamara Delv berjumlah 93 video dari tanggal 21 September 2020 sampai 14 Oktober 2021. Adapun data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, artinya menjelaskan data yang ingin diperoleh melalui dokumen, teknik yang digunakan perekaman dan pengkartuan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, metode dan teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengumpulkan data. Dengan menentukan alat data yang tepat dan sesuai, maka data yang diperoleh akan lebih
`akurat, lengkap, dan representatif untuk diolah dan dianalisis. Jadi dalam penelitian ini proses pengumpulan datanya peneliti menggunakan metode simak dengan menggunakan teknik catat sebagai teknik lanjutannya.
Metode simak dilakukan untuk menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berupa teknik sadap, maksudnya adalah menyadap penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun secara tertulis. Dalam praktiknya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan, yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat.
Metode simak dalam penelitian ini menggunakan teknik lanjutan berupa catat. Teknik catat digunakan sebagai teknik dalam pengumpulan data. Teknik catat adalah mencatat beberapa bentuk yang relevan dari penggunaan bahasa secara lisan. Selanjutnya langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data, yaitu menentukan sumber data. Penelitian ini menggunakan sumber dari channel youtube Tamara Delv.
Langkah selanjutnya adalah mendengarkan dan memberi ciri makna pada topik peristiwa yang terdapat dalam sumber data yang telah disebutkan. Langkah terakhir setelah mendengarkan data-data tersebut adalah mencatat data-data tersebut yang selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan topik peristiwa.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik data adalah pengolahan data. Data kualitatif yang ada dalam penelitian ini dianalisis meliputi pengelompokan, reduksi, paparan, hal ini bisa
dijabarkan sebagai berikut. Secara umum identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian.
Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat coding.
Membuat coding berarti memberikan kode pada setiap satuan, supaya tetap dapat ditelusuri data/satuannya. Tiga tahapan dalam analisis ini dapat diawali dengan menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Setiap kategori diberi nama yang disebut label. Tahap kedua mensintesiskan yang berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi nama/label lagi. Yang ketiga adalah Menyusun Hipotesis Kerja. Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proposisional.
Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori substantif (yaitu teori yang berasal dan masih terkait dengan data), disebut juga dengan metode analisis perbandingan tetap.