1 BAB I
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Linguistik merupakan disiplin ilmu yang mengkaji semua aspek dan komponen bahasa secara umum (Soeparno, 2002:21). Kajian linguistik terdiri dari beberapa hierarki yang disebut hierarki linguistis (Soeparno, 2002:79). Hierarki linguistis tersebut ialah (a) hierarki fonologikal, (b) hierarki gramatikal, dan (c) hierarki referensial (Soeparno, 2002:79).
Hierarki gramatikal merupakan hierarki kajian linguistik pada lingkup bentuk gramatik yang objek kajiannya berupa morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, alinea, dialog, monolog, percakapan, dan wacana (Soeparno, 2002:91). Istilah lain dari hierarki gramatikal adalah hierarki tata bahasa. Dalam hal tata bahasa, ada yang disebut dengan tata bahasa kasus. Tata bahasa kasus merupakan sebuah pendekatan tata bahasa yang memberikan penekanan pada hubungan-hubungan semantik dalam suatu kalimat (Tarigan, 2009:61).
Dalam kajian tata bahasa kasus, Tarigan (2009:70) mengemukakan bahwa bahasa Indonesia memiliki sembilan macam kasus, yakni agentif, benefaktif, komitatif, datif, faktitif, objektif, ergatif, instrumental, dan lokatif. Bahasa Inggris memiliki jumlah kasus yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Tarigan (2009:59) mengemukakan bahwa bahasa Inggris memiliki delapan macam kasus, yakni agentif, benefaktif, komitatif, datif, faktitif, objektif, instrumental, dan lokatif. Baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris, beberapa di antara
kasus-kasus tersebut ada yang ditandai dengan preposisi-preposisi tertentu (Tarigan, 2009:61-70). Contoh dari hal tersebut ialah kasus agentif dan kasus benefaktif yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kasus agentif ditandai dengan preposisi oleh sedangkan kasus benefaktif ditandai dengan preposisi buat,
bagi, demi dan untuk (Tarigan, 2009:70). Begitu pula dengan kasus agentif dan
kasus benefaktif dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, kasus agentif ditandai dengan preposisi by sedangkan kasus benefaktif ditandai dengan preposisi
for (Tarigan, 2009:59).
Terkait kasus-kasus yang ada dalam bahasa Arab, peneliti menemukan kekayaan kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H}awwa>`a karya Faraj Jubra>n. Novel tersebut merupakan novel berbahasa Arab yang diterjemahkan dari novel berbahasa Inggris dengan judul The Diaries of Adam and Eve karya Mark Twain. Temuan-temuan tersebut antara lain sebagai berikut:
1
هموطرخب ينعفري وه
(Jubra>n, 2014:38)هموطرخ
ب
ين
عفري
وه
Instrumental Objektif Agentif
Huwa yarfa'uni> bikhart}u>mihi
‘Dia mengangkatku dengan belalainya’
2
ىرخُأ ٌناويح ِّ خفلا يف ْتطقس دقل
(Jubra>n, 2014:17)ىرخُأ ٌناويح
ِّ خفلا
يف تطقس دقل
Datif Lokatif
Laqad saqat}at fi> al-fakhkhi h}ayawa>nun ukhra>
‘Sesungguhnya hewan yang lain telah jatuh dalam perangkap itu’ Penelitian ini akan membahas kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n beserta preposisi yang menandainya menggunakan analisis tata bahasa kasus model Tarigan. Penelitian ini dilakukan karena dua
alasan. Pertama, adanya perbedaan antara jumlah kasus dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dikemukakan oleh Tarigan memunculkan kegelisahan akademik peneliti terkait kasus-kasus dalam bahasa Arab. Kedua, adanya preposisi-preposisi tertentu yang dianggap oleh Tarigan sebagai penanda kasus memunculkan kegelisahan akademik peneliti terkait preposisi-preposi penanda kasus dalam bahasa Arab. Dalam penelitian ini, novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a dipilih sebagai objek material karena novel tersebut kaya akan kasus. Bukti bahwa novel tersebut kaya akan kasus adalah temuan-temuan peneliti yang telah dipaparkan sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kasus-kasus apa sajakah yang ada dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n dan preposisi apa sajakah yang menjadi penanda bagi kasus-kasus bersangkutan?
2. Bagaimanakah i’ra>b kasus-kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa pembatasan penelitian. Pembatasan tersebut meliputi:
1. Penelitian ini hanya akan membahas mengenai penanda kasus yang berupa preposisi. Adapun penanda kasus yang bukan merupakan preposisi tidak menjadi bagian dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitian ini peneliti menggunkan teori tata bahasa kasus model Tarigan. Tarigan mengemukakan bahwa dalam tata bahasa kasus terdapat kasus-kasus tertentu yang ditandai dengan preposisi (Tarigan, 2009:70).
2. Preposisi penanda kasus yang diteliti dalam penelitian ini hanya terbatas pada preposisi yang bukan merupakan bagian struktur idiomatik verba. Preposisi yang menjadi bagian struktur idiomatik verba tidak masuk dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan preposisi yang menjadi bagian struktur idiomatik verba dikhawatirkan tidak memiliki konsistensi untuk menjadi penanda bagi kasus-kasus tertentu.
3. Data yang digunakan dalam peniltian ini adalah kalimat yang di dalamnya terdapat jumlah ber-musnad fi’l ta>mm. Kalimat yang di dalamnya tidak terdapat jumlah ber-musnad fi’l ta>mm tidak menjadi bagian dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti karena kalimat yang di dalamnya terdapat jumlah ber-musnad fi’l ta>mm sudah dipastikan memiliki verba yang sempurna. Dalam tata bahasa kasus, verba merupakan bagian kalimat yang penting dan memiliki hubungan semantik dengan berbagai frasa nominal (Tarigan, 2009:61).
4. Verba yang digunakan dalam penelitian ini adalah verba tindakan dan verba keadaan. Verba yang bukan merupakan verba tindakan atau verba keadaan tidak menjadi bagian dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan nomina atau frasa nominal dinyatakan memiliki kasus tertentu apabila berhubungan dengan verba tindakan atau verba keadaan (Tarigan, 2009:61-70).
5. Pada pembahasan i’ra>b kasus-kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a, tidak dibahas apakah i’ra>b tersebut berklasifikasi i’ra>b mah}alliy, i’ra>b taqdiriy, i’ra>b z}a>hir, ataukah i’ra>b ‘ala> al-h}ika>yah. Pembatasan ini dilakukan karena varian data dalam penelitian ini memilki keterbatasan untuk dapat digunkan dalam pembahasan tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan macam-macam kasus yang terdapat dalam novel
Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n beserta preposisi-preposisi yang menjadi penanda bagi kasus-kasus bersangkutan.
2. Mendeskripsikan i’ra>b kasus-kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam sebuah penelitian, tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana objek sasaran yang akan diteliti pernah dibahas atau diteliti oleh peneliti yang lain. Berikut ini dipaparkan beberapa penilitian yang berkaitan dengan
kasus, preposisi, dan teori tata bahasa kasus dengan tujuan menghindari adanya plagiasi dan ketumpangtindihan dalam penilitian ini.
Rahmawati (2003) pernah meneliti tentang Analisis Semantik Verba Proses
dalam Bahasa Indonesia: Pendekatan Tata Bahasa Kasus Model Chafe (1970).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmawati, verba proses memiliki ciri semantik berupa jawaban dari pernyataan “Apa yang terjadi pada S?” dan ciri sintaksis [+progresif,-imperatif]. Tipe semantik verba proses ada lima. Masing-masing tipe tersebut dihubungkan dengan kasus-kasus tertentu, yakni kasus objektif, objektif-objektif, pengalam, penerima dan lokatif. Struktur semantik verba proses merupakan pembubuhan unit semantik seleksi, leksikal dan infleksi yang kemudian diubah menjadi struktur lahir melalui proses pos-semantik. Derivasi inkhoatif dan kausatif merupakan proses derivasi pada verba proses dalam kaitannya dengan verba lain.
Lazaro (2009) telah meneliti tentang Kasus Lokatif Bahasa Tagalog dan
Bahasa Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut ialah tata
bahasa kasus model Fillmore. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lazaro, ditemukan bahwa bahasa Tagalog dan bahasa Indonesia menggunakan sistem afiksasi dan adposisi dalam merealisasikan kasus lokatif. Bahasa Tagalog menggunakan preposisi SA ‘untuk’ untuk menandai nomina yang berlabel lokatif sedangkan bahasa Indonesia mempunyai sejumlah preposisi yang relatif banyak dan cukup mendeskripsikan orientasi spasial secara detail. Bahasa Tagalog adalah bahasa yang memiliki pendekatan topik-fokus, yaitu afiks yang melekat pada verba yang berhubungan dengan argumen dan ditandai oleh ANG ‘itu’. Argumen yang
ditandai ANG ‘itu’ tersebut dilabelkan sesuai dengan makna semantis afiks yang melekat pada verba. Dalam hal ini, afiks –AN dalam bahasa Tagalog disebut afiks berfokus lokatif. Adapun beberapa afiks lainnya yang menyatakan tempat terjadinya suatu tindakan atau perbuatan antara lain ialah KA…-AN, PANG…-AN dan PAG…-AN. Di sisi lain, bahasa Indonesia mempunyai afiks me…-i atau –i yang disebut sebagai afiks bermakna semantis lokatif. Dalam bahasa Indonesia afiks me…-i berkorespondensi pada preposisi tertentu.
Artana (2011) pernah meneliti tentang Klasifikasi dan Peran Semantis
Argumen Verba Bahasa Jepang. Penelitian tersebut menggunakan analisis tata
bahasa kasus model Cook (1979). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: pertama, berdasarkan ciri-ciri semantisnya, verba bahasa Jepang dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe verba dasar, yaitu (1) statif, (2) proses, dan (3) aksi. Kedua, terdapat tiga tipe verba tambahan, yaitu (1) verba pengalam (2) verba benefaktif, dan (3) verba lokatif. Ketiga, tiga tipe verba dasar dapat dikombinasikan dengan tiga tipe verba tambahan sesuai dengan kasus-kasus yang diperlukan oleh verba yang bersangkutan. Berdasarkan kombinasi tersebut, ditemukan dua belas tipe semantis verba bahasa Jepang secara keseluruhan. Adapun dua belas tipe semantis verba yang dimaksud adalah (1) Verba Statif, yaitu (a) Dasar (b) Pengalam, (c) Benefaktif, (d) Lokatif; (2) Verba Proses, yaitu (a) Dasar (b) Pengalam, (c) Benefaktif, (d) Lokatif; dan (3) Verba Aksi, yaitu (a) Dasar (b) Pengalam, (c) Benefaktif, (d) Lokatif. Selain itu, ditemukan juga Peran Kasus Modal dan Peran Kasus Tak Teraga. Peran kasus modal meliputi: kasus non-inti verba statif, kasus non-inti verba proses, dan kasus non-inti verba aksi. (1) kasus
non-inti verba statif, yaitu (a) waktu; (b) alat; (c) akibat; (d) lokatif luar; (2) kasus non-inti verba proses, yaitu (a) waktu; (b) cara; (c) alat; (d) sebab; (e) maksud; (f) akibat; (g) lokatif luar; (3) kasus non-inti verba aksi, yaitu (a) waktu; (b) cara; (c) alat; (d) sebab; (e) maksud; (f) akibat; (g) benefaktif luar; (h) lokatif luar. Peran kasus tak teraga meliputi (1) kasus koreferensial, (2) kasus terkandung, dan (3) kasus leksikalisasi.
Siregar (2013) pernah meneliti tentang Struktur Idiomatik Verba
Berpreposisi dalam Novel Yauma Qutila Az-Za>’i>m Karya Naji>b Mah}fu>z}: Analisis Semantik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar, idiom verba
berpreposisi dalam objek material penelitian tersebut ditemukan sebanyak 105 data dengan rincian, (1) idiom verba berpreposisi min berjumlah 7 data (2) idiom verba berpreposisi ila> berjumlah 21 data (3) idiom verba berpreposisi ‘an berjumlah 12 data (4) idiom verba berpreposisi ‘ala> berjumlah 30 data (5) idiom verba berpreposisi fi> berjumlah 9 data (6) idiom verba berpreposisi ba>` berjumlah 23 data, dan (7) idiom verba berpreposisi lam berjumlah 3 data. Selain itu, dari hasil analisis data yang berjumlah 25 dari 105 data objek material ditemukan sebanyak 21 idiom penuh dan tidak ditemukan idiom sebagian.
Penelitian ini memiliki kekhasan yang membedakannya dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas. Pertama, penelitian-penelitian ini difokuskan pada pembahasan kasus-kasus dalam bahasa Arab beserta preposisi yang menandainya. Kedua, analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tata bahasa kasus model Tarigan. Ketiga, objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a.
1.6 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tata bahasa kasus model Tarigan. Menurut Tarigan (2009:61), tata bahasa kasus merupakan sebuah pendekatan terhadap tata bahasa yang memberikan penekanan pada hubungan-hubungan semantik dalam sebuah kalimat. Dalam tata bahasa kasus, verba merupakan bagian kalimat terpenting dan memiliki sejumlah hubungan semantik dengan berbagai frasa nominal yang disebut kasus (Tarigan, 2009:61). Kasus ada sembilan macam, yakni agentif, benefaktif, komitatif, datif, faktitif, objektif, ergatif, instrumental dan lokatif (Tarigan, 2009:61-70). Berikut ini penjelasan dari masing-masing kasus tersebut disertai dengan contoh-contohnya.
a. Kasus Agentif
Kasus agentif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada orang atau binatang yang melakukan atau memprakarsai tindakan verba (Tarigan, 2009:62). Misalnya, dalam kalimat :
Tom memangkas mawar.
Tom berada dalam kasus agentif (Tarigan, 2009:62).
b. Kasus Benefaktif
Kasus benefaktif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada orang atau binatang yang memperoleh atau dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan dari tindakan verba (Tarigan, 2009:62). Misalnya, dalam kalimat :
Dia bekerja keras untuk keluarganya.
c. Kasus Komitatif
Kasus komitatif adalah kasus dari frasa nominal yang menanggung sebuah hubungan konjungtif dengan frasa nominal lain dalam kalimat (Tarigan, 2009:63). Misalnya, dalam kalimat:
Amir menjual rumah itu bersama Ludin.
Ludin berada dalam kasus komitatif (Tarigan, 2009:63).
d. Kasus Datif
Kasus datif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada orang atau binatang yang dipengaruhi oleh keadaan atau tindakan verba (Tarigan, 2009:64). Kasus datif disebut juga kasus experiences
case atau kasus pengalami (Richard dalam Tarigan, 2009:64). Misalnya,
dalam kalimat :
Saya membujuk Tom pergi.
Tom berada dalam kasus datif (Tarigan, 2009:64).
e. Kasus Faktitif
Kasus faktitif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada sesuatu yang dibuat atau diciptakan oleh tindakan atau aksi verba (Tarigan, 2009:65). Misalnya, dalam kalimat:
Toni membangun bangsal.
bangsal masuk dalam kasus faktitf (Tarigan, 2009:65).
f. Kasus Objektif
Kasus objektif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada siapa saja atau apa saja yang memiliki hubungan netral
terhadap tindakan atau keadaan verba (Tarigan, 2009:66). Misalnya, dalam kalimat :
Mereka mengiris sosis itu dengan pisau.
sosis itu berada dalam kasus objektif (Tarigan, 2009:67).
g. Kasus Ergatif
Kasus ergatif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang menjadi penyebab tindakan atau perbuatan (Lyon dan Palmatier dalam Tarigan, 2009:67-68). Menurut Tarigan (2009:125), kasus ergatif memiliki sifat kausatif yang mengacu kepada hubungan sintaksis yang terjalin dengan suatu kalimat lain. Misalnya, dalam kalimat :
John menjalankan mobil itu. (Mobil itu berjalan).
John berada dalam kasus ergatif (Tarigan, 2009:125).
h. Kasus Instrumental
Kasus instrumental adalah kasus mengenai instrumen yang tidak bernyawa dan merupakan penyebab suatu tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba (Tarigan, 2009:68). Misalnya, dalam kalimat:
Dia menggali lubang dengan sekop.
sekop berada dalam kasus instrumental (Tarigan, 2009:69).
i. Kasus Lokatif
Kasus lokatif adalah kasus dari nomina atau frasa nominal yang mengacu pada lokasi atau tempat tindakan atau keadaan verba (Tarigan, 2009:69). Misalnya, dalam kalimat :
Irene menaruh majalah di (atas) meja.
meja berada dalam kasus lokatif (Tarigan, 2009:69).
Menurut Tarigan (2009:53-54), beberapa di antara kasus-kasus yang telah disebutkan di atas ada yang berpenanda preposisi dan ada pula yang tidak (zero). Preposisi dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ada>tu jarrin dan didefinisikan sebagai h}arf jarr yang mendahului nomina ber-i’ra>b jarr (Khuli, 1991:224). H}arf jarr yakni min, ila>, ‘an, ‘ala, fi>, ba>` dan la>m (Ja>rim dan Mus}t}afa>, 1999:78).
Nomina atau frasa nominal dinyatakan memiliki kasus tertentu apabila berhubungan dengan verba tindakan atau verba keadaan (Tarigan, 2009:61-70). Verba tindakan ialah verba yang menjadi jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan oleh subjek pada klausa tertentu (Chaer, 2009:154-155). Adapun verba keadaan ialah verba yang menjadi jawaban dari pertanyaan bagaimana keadaan subjek dalam klausa tertentu (Chaer, 2009:154-155).
Dalam teori tata bahasa kasus dikenal istilah proposisi dan modalitas (Tarigan, 2009:72). Proposisi adalah seperangkat hubungan-hubungan antara verba dan nomina yang bukan merupakan “frasa” dan terpisah dari apa yang disebut unsur sedangkan modalitas meliputi negasi, kala, modus, dan aspek (Tarigan, 2009:72). Proposisi dan modalitas ditemukan dalam setiap struktur dasar kalimat (Tarigan, 2009:72). Pengertian dari kalimat ialah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri dan memiliki intonasi akhir serta terdiri dari klausa (Cook dalam Tarigan, 1984:8). Klausa adalah sekelompok kata yang hanya memiliki satu predikat (Cook dalam Tarigan, 1984:74). Padanan dari istilah klausa dalam bahasa Arab adalah jumlah (Ma’ruf, 2004:38). Jumlah adalah susunan yang terdiri atas
musnad dan musnad ilaih (Al-Gala>yaini,> 2010:26). Musnad adalah padanan istilah dari predikat (Khuli, 1991:223). Adapun musnad ilaih adalah padanan istilah dari subjek (Khuli, 1991:271). Dalam bahasa Arab jumlah ada dua macam, yakni jumlah fi’liyyah dan jumlah ismiyyah (Ni’mah, 1973:19).
Jumlah fi’liyyah adalah jumlah yang terdiri dari unsur fi’l ta>mm (realisasi musnad) dan fa>’il (realisasi musnad ilaih) atau fi’l na>qis} (qaid) dan ism-nya (realisasi musnad ilaih) serta khabar-nya (realisasi musnad) (Ma’ruf, 2004:39). Jumlah fi’liyyah yang menjadi bagian dalam penelitian ini adalah jumlah fi’liyyah yang unsur-unsurnya terdiri dari fi’l ta>mm (realisasi musnad) dan fa>’il (realisasi musnad ilaih). Fi’l ta>mm atau verba sempurna adalah verba yang mengandung makna peristiwa dan waktu (Ma’ruf, 2004:451). Adapun fa>’il ialah musnad ilaih yang berada setelah fi’l ta>mm ma’lum (Al-Gala>yaini>, 2010:393). Fi’l ta>mm ma’lum adalah verba yang merupakan fi’l ta>mm sekaligus fi’l ma’lum. Padanan dari istilah fi’l ma’lum adalah verba aktif (Khuli, 1991:4). Berikut ini contoh dari jumlah fi’liyyah yang terdiri dari unsur fi’l ta>mm (realisasi musnad) dan fa>’il (realisasi musnad ilaih).
جل ثلا طقسي
(Ja>rim dan Mus}t}afa>, 1999:04) Yasqut}u as}-s}alju‘Salju sedang turun’
جل ثلا
طقسي
Musnad ilaih Musnad
Fa>’il Fi’l ta>mm ma’lum
Adapun jumlah ismiyyah adalah jumlah yang terdiri dari unsur mubtada` (realisasi musnad ilaih) dan khabar (ralisasi musnad) (Ma’ruf, 2004:39). Mubtada` adalah nomina ber-i’ra>b rafa’ yang berada di permulaan jumlah dan merupakan
sesuatu yang dihukumi oleh khabar (‘Abdul-‘Ali>m, 2004:472). Adapun yang dimaksud dengan khabar ialah perkataan yang dijadikan sebagai hukum atas mubtada` (‘Abdul-‘Ali>m, 2004:289). Khabar ada dua macam, yakni khabar mufrad dan khabar gairu mufrad (Ar-Ra’i>niy, tt:45). Khabar mufrad adalah khabar yang bukan merupakan jumlah atau syibhul-jumlah (Al-Fa>kihiy, tt:45). Sementara khabar gairu mufrad adalah khabar yang berupa jumlah ismiyyah, jumlah fi’liyyah, atau syibhul-jumlah (Al-Fa>kihiy, tt:46). Jumlah ismiyyah yang menjadi bagian dalam penelitian ini adalah jumlah ismiyyah yang unsur-unsurnya terdiri dari mubtada` (ralisasi musnad) dan khabar gairu mufrad yang berupa jumlah fi’liyyah ber-musnad fi’l ta>mm (realisasi musnad ilaih). Berikut ini contoh dari jumlah ismiyyah yang terdiri dari unsur mubtada` (realisasi musnad) dan khabar gairu mufrad yang berupa jumlah fi’liyyah ber-musnad fi’l ta>mm (realisasi musnad ilaih).
هوبأ ماق ديز
(Ar-Ra’i>niy, tt:04) Zaidun qa>ma abu>hu‘Zaid ayahnya telah berdiri’
هوبأ ماق
ديز
Musnad Musnad ilaih
Khabar gairu mufrad yang berupa
jumlah fi’liyyah ber-musnad fi’l ta>mm Mubtada`
Di samping pembahasan kasus-kasus dalam novel Yaumiyya>>tu A<dama wa H{awwa>`a, dalam penelitian ini juga dilakukan pembahasan i’ra>b dari kasus-kasus tersebut. I’ra>b adalah penjelasan tentang keadaan yang dimiliki oleh kata bersama dengan fungsi yang dimilikinya (‘Abdul-‘Ali>m, 2004:86). Dalam tata bahasa kasus, kasus terdapat pada nomina atau frasa nominal (Tarigan, 2009:61-69). Nomina
memiliki 3 macam i’ra>b, yakni rafa’, nas}ab, dan jarr (Ar-Ra’i>niy, tt:7-8). Padanan istilah dari ketiga i’ra>b tersebut ialah nominatif untuk rafa’, akusatif untuk nas}ab, dan genetif untuk jarr (Khuli, 1991:350).
Nomina yang ber-i’ra>b rafa’ yakni al-fa>’il, na>`ibul fa>’il, mubtada` dan khabar, ism dari ka>na beserta teman-temannya, ism dari al-af’a>l al-muqa>rabah, ismul-h}uru>f al-musyabbahati bilaisa, khabar dari inna beserta teman-temannya, khabar dari la> linafyil-jinsi, dan ism yang mengikuti ism yang dibaca rafa’ (Ar-Ra’i>ni>y, tt:38). Adapun nomina yang ber-i’ra>b nas}ab yakni maf’u>l bihi, maf’u>lu mut}laqu, maf’u>l fi>hi, maf’u>l liajlihi, maf’u>lu ma’ahu, al-musyabbah bil-maf’u>li bihi, al-h}a>lu, at-tamyi>z, al-mustas|na>, khabar dari ka>na beserta teman-temannya, khabarul-h}uru}fi al-musyabbahati bilaisa, khabar dari af’a>l al-muqa>rabah, ism dari inna beserta teman-temannya, ism dari la> linafyil-jinsi, dan ism yang mengikuti ism yang ber-i’ra>b nas}ab (Ar-Ra’i>ni>y, tt:62-63). Sedangkan nomina yang ber-i’ra>b ja>rr yakni ism yang didahului oleh h}arful-jarri, ism yang dibaca jarr akibat adanya proses id}a>fi>, dan ism yang mengikuti ism ber-i’ra>b jarr (Ar-Ra’i>ni>y, tt:75).
1.7 Metode Penelitian
Menurut Sudaryanto (1993:5), ada tiga tahapan strategis dalam penelitian bahasa yang harus dilakukan secara berurutan, yakni tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Dalam penelitian ini, ketiga tahapan tersebut merupakan tahapan-tahapan yang dipilih oleh peneliti. Berikut ini dipaparkan tahapan-tahapan dalam penelitian ini.
Tahap pertama adalah tahap penyediaan data. Pada tahap ini, novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a karya Faraj Jubra>n diperoleh peneliti dari situs www.hindawi.org dalam format pdf dengan cara diunduh lalu dicetak. Setelah dicetak, novel tersebut dibaca dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia.
Langkah berikutnya adalah pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kalimat yang di dalanya terdapat jumlah ber-musnad fi’l ta>mm. Dalam proses pengumpulan data, kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat jumlah ber-musnad fi’l ta>mm diberi garis bawah oleh peneliti menggunkan pena berwarna merah. Setelah itu nomina dan frasa nominal yang ada dalam kalimat tersebut diidentifikasi kasusnya dan diberikan tanda berupa singkatan. Singkatan tersebut ialah A untuk agentif, B untuk benefaktif, K untuk komitatif, D untuk datif, F untuk faktitif, O untuk objektif, E untuk ergatif, I untuk instrumental, dan L untuk lokatif. Setelah itu, data-data tersebut diklasifikasin berdasarkan kasus yang ada di dalamnya menggunkan lembar kerja microsoft excel 2013. Dalam lembar kerja
microsoft excel 2013 tersebut dibuatlah 9 sheet yang masing-masing digunakan
untuk 1 klasifikasi kasus.
Apabila dalam sebuah data terdapat lebih dari satu kasus, maka data tersebut dimasukkan ke dalam klasifikasi dari masing-masing kasus yang ada pada data. Misalnya dalam sebuah data terdapat kasus A dan O, maka data tersebut akan dimasukkan ke dalam klasifikasi kasus A dan juga klasifikasi kasus O. Akan tetapi, dalam klasisifikasi kasus A, data tersebut hanya difokuskan untuk pembahasan kasus A, begitu pula sebaliknya.
Setelah semua data dimasukkan ke dalam lembar kerja microsoft excel 2013, data yang ada dalam masing-masing sheet diklasifikasikan kembali ke dalam dua klasifikasi. Klasifikasi yang pertama ialah klasifikasi data yang kasusnya tidak didahului oleh preposisi sedangkan klasifikasi yang kedua ialah klasifikasi data yang kasusnya didahului preposisi. Dalam proses pengklasifikasian tersebut, digunakanlah Kamus Idiom Arab-Indonesia Pola Aktif karya Basuni Imamuddin dan Nashiroh Ishaq agar diketahui mana preposisi yang merupakan bagian dari struktur idiomatik verba dan mana yang bukan. Apabila preposisi yang mendahului kasus tertentu merupakan bagian dari struktur idiomatik verba, maka kasus tersebut dianggap sama dengan kasus yang tidak didahului oleh preposisi.
Setelah semua data yang ada dalam setiap sheet diklasifikasikan ke dalam klasifikasi pertama dan kedua, data yang ada dalam klasifikasi pertama dan kedua diklasifikasikan kembali berdasarkan preposisi yang mendahului kasus, fungsi kasus, lalu i’ra>b kasus. Langkah selanjutnya, dari masing-masing varian data yang ada, diambillah satu buah data yang nantinya akan diakumulasikan sebagai data penelitian. Data-data tersebut kemudian ditransliterasikan ke dalam tulisan latin berdasarkan pedoman transliterasi yang dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Setelah ditranslite- rasikan, data tersebut diterjemahkan ke dalam bentuk terjemahan terikat dan juga terjemahan bebas. Selanjutnya lembar kerja microsoft excel 2013 yang berisi data tersebut dismpan dan dicetak ke dalam kertas HVS.
Langkah-langkah penyediaan data yang telah dipaparkan di atas merupakan penerapan metode simak dengan teknik dasar sadap dan teknik lanjutan catat.
Metode simak adalah sebuah metode yang dilakukan dengan cara mengamati atau menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Teknik sadap merupakan teknik dasar metode simak (Sudaryanto, 1993:133). Teknik sadap dilakukan dengan cara menyadap penggunaan bahasa sesorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993:133). Salah satu teknik lanjutan dari metode simak ialah teknik catat (Sudaryanto, 1993:135). Teknik catat dilakukan dengan cara mencatat data ke dalam kartu data yang diikuti dengan proses pengklasifikasian (Sudaryanto, 1993:135).
Tahap kedua adalah tahap analisis data. Pada tahap ini, data dibagi berdasarkan unsur klausa yang berada di dalamnya. Setelah itu, ditentukanlah klausa mana yang nantinya akan dijadikan sebagai fokus pembahasan. Akan tetapi, hal tersebut hanya dilakukan pada data-data yang di dalamnya terdapat lebih dari satu klausa. Selanjutnya, data yang hanya diisi oleh satu klausa dan klausa yang dijadikan sebagai fokus pembahasan dalam data dibagi unsur-unsurnya berdasarkan fungsi, kategori, kasus, dan i’ra>b yang ada di dalamnya. Langkah berikutnya, dilakukanlah pengamatan secara morfologis dan sintaksis terhadap markah-markah yang diperlukan dalam menentukan fungsi, kategori, kasus, dan i’ra>b dari nomina atau frasa nominal yang kasusnya dijadikan sebagai fokus pembahasan dalam setiap data.
Langkah-langkah analisis data yang telah dipaparkan di atas merupakan penerapan metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung (BUL) dan dilanjutkan dengan teknik baca markah. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti
(Sudaryanto, 1993:15). Teknik bagi unsur langsung (BUL) merupakan teknik dasar metode agih (Sudaryanto, 1993:31). Teknik bagi unsur langsung (BUL) dilakukan dengan cara membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur yang dipandang sebagai pembentuk satuan lingual data tersebut (Sudaryanto, 1993:31). Adapun teknik baca markah dilakukan dengan cara melihat pemarkah yang menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu (Sudaryanto, 1993:95).
Tahap ketiga adalah tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap ini, hasil analisis data diuraikan dengan kata-kata. Cara tersebut merupakan penerapan dari metode penyajian informal. Metode penyajian informal adalah cara penyajian hasil analisis data dengan menggunkan kata-kata (Sudaryanto, 1993:145).
1.8 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab kedua berisi kasus dan preposisi penanda kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a. Bab ketiga berisi i’ra>b kasus-kasus dalam novel Yaumiyya>tu A>dama wa H{awwa>`a. Bab keempat berisi kesimpulan penelitian.
1.9 Pedoman Transliterasi
Transliterasi huruf Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nomor: 158/ 1987 dan 0543b/U/1987.
1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf serta tanda sekaligus.
Huruf Arab Nama Huruf Latin
ا
Alif tidak dilambangkanب
Bā’ Bت
Tā’ Tث
Ṡā’ Ṡج
Jim Jح
Ḥā’ Ḥخ
Khā Khد
Dāl Dذ
Żāl Żر
Rā’ Rز
Zai Zس
Sīn Sش
Syīn Syص
Ṣād Ṣض
Ḍād Ḍط
Ṭā Ṭظ
Ẓā Ẓع
‘Ain ‘_غ
Gain Gف
Fā Fق
Qāf Qك
Kāf Kل
Lām Lم
Mīm Mن
Nūn Nو
Wāwu Wه
Hā Hء
Hamzah ’_ي
Yā Y 2. VokalVokal Tunggal Vokal Rangkap Vokal Panjang
Tanda Huruf Latin Tanda dan Huruf Gabungan Huruf Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda
ﹷ
Aي
ﹷ
Aiا
ﹷ
Āﹻ
Iو
ﹷ
Auي
ﹻ
Īﹹ
Uو
ﹹ
ŪContoh :
َلَكَا
Akalaٌتْيَ ب
Baitunلاق
qa>la3. Ta>` marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta’ marbūtah ada dua, yaitu:
a. Ta>`marbu>t}ah yang hidup atau ber-harakah fath}ah, kasrah, dan d}ammah ditransliterasikan dengan t.
b. Ta>`marbu>t}ah yang mati atau ber-harakah suku>n ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
ُةَرَوَ نملا ُةَنيدَملا
al-madīnah al-munawwarah Atauُةََ
al-madīnatul-munawwarah4. Syaddah (tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d dilambangkan dengan huruf yang sama, baik ketika berada di awal atau di akhir kata.
Contoh :
اَنَّ بَر
rabbana>َل زَ ن
Nazzala 5. Kata Sandang “لا”Kata sandang “لا” ditransliterasikan dengan al dan diikuti oleh tanda penghubung (-) ketika bertemu huruf syamsiyyah. Akan tetapi, apabila bertemu dengan huruf qamariyyah, maka l pada al digantikan dengan huruf yang sama dengan huruf qamariyyah yang mengikuti kata sandang tersebut.
Contoh :
ُلُجَّرلا
ar-rajuluُمَلَقلا
al-qalamuبتاكلا
al-ka>tibu 6. HamzahHamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah atau di akhir kata. Apabila terletak di awal kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.
Contoh :
ذخأي
ya`khuz|uأرق
qara`aنإ
Inna 7. Penulisan KataPada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh :
نيقزارلا ريخ وهل هللا نإو
Wa innalla>ha lahuwa khairu ar-ra>ziqi>na Atau8. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Contoh :