• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pekerja seks komersial (PSK) adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk dengan istilah WTS atau wanita tunasusila (Kartono, 2009).

Pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartono, 2009). Definisi tersebut sejalan dengan Koentjoro (2004) yang menjelaskan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan seks dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.

Koentjoro (2004) mengatakan bahwa secara umum terdapat lima alasan yang paling mempengaruhi dalam menuntun seorang perempuan menjadi seorang pekerja seks komersial diantaranya adalah materialisme, modeling, dukungan orangtua,

(2)

lingkungan yang permisif, dan faktor ekonomi. Mereka yang hidupnya berorientasi pada materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang dikumpulkan dan kepemilikan sebagai tolak ukur keberhasilan hidup. Banyaknya pekerja seks komersial yang berhasil mengumpulkan banyak materi atau kekayaan akan menjadi model pada orang lain sehingga dapat dengan mudah ditiru. Di sisi lain, seseorang menjadi pekerja seks komersial karena adanya dukungan orangtua atau suami yang menggunakan anak perempuan/istri mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi. Jika sebuah lingkungan yang permisif memiliki kontrol yang lemah dalam komunitasnya maka pelacuran akan berkembang di dalam komunitas tersebut. Selain karena alasan di atas, terdapat juga orang yang memilih menjadi pekerja seks komersial karena faktor ekonomi, yang memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Seperti yang disampaikan oleh seorang remaja yang bernama Tika (nama samaran) yang berusia 18 tahun:

“awak jadi kek gini karna buat biaya keluarga mbak buat kebutuhan hidup. Mau nggak mau dengan cara gini yang bisa. Dulu sempat juga sih kerja di pabrik roti tapi nggak cukup buat hidup sekarang ini. Sekali kerja ginian lumayan yang didapat, kerjanya juga nggak capek dan cepet dapatin duitnya.”

(Komunikasi Personal, 10 Maret 2011)

Hutabarat,dkk (2004) dalam penelitiannya menambahkan dua faktor penyebab seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu, faktor pendorong internal dan faktor pendorong eksternal. Faktor pendorong internal berasal dari individu seperti, rasa sakit hati, marah dan kecewa karena dikhianati pasangan. Sedangkan faktor

(3)

pendorong ekternal berasal dari luar individu yaitu tekanan ekonomi dan ajakan teman yang sudah lebih dahulu menjadi pekerja seks komersial.

Pada umumnya pekerja seks komersial rata-rata berasal dari kalangan remaja putri atau sering disebut Anak Baru Gede (ABG) yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia prostitusi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor permintaan sebagai faktor yang menarik dan faktor perantara sebagai faktor yang mendorong (Koentjoro, 2004). Banyaknya permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual yang dilakukan pada remaja putri sehingga semakin banyak pula tingkat penawaran yang ditawarkan. Para perempuan biasanya lebih mudah menjadi pekerja seks komersial karena adanya motif berkuasa, budaya atau kepercayaan seperti hegomoni laki-laki diatas perempuan.

Beberapa kota di Indonesia memiliki banyak panggilan khusus untuk pekerja seks perempuan ABG, seperti di Taksimalaya dikenal dengan sebutan “anyanyah”, di Yogyakarta dikenal dengan ciblek atau cilikan betah melek sedangkan di Medan dikenal dengan istilah bronces atau onces. Di kalangan pekerja seks remaja sendiri, dikenal istilah ‘tubang’ (tua bangka) atau ‘om senang’ yaitu laki-laki yang umumnya memiliki uang dan mencari jasa palayanan atau service dari pekerja seks (Radar berita, 2011). Di Medan para pekerja seks komersial biasanya dapat dijumpain di sejumlah diskotik, karaoke, tepi-tepi jalan yang menjadi tempat lokalisasai serta di pusat perbelanjaan (Sumut Pos, 2011).

Kajian cepat yang dilakukan ILO-IPEC pada tahun 2007 memperkirakan jumlah pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta,

(4)

Bandung 2.511, Yogyakarta 520, Surabaya 4.990, dan Semarang 1.623. Namun jumlah ini dapat menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat banyaknya pekerja seks komersial bekerja di tempat-tempat tersembunyi, ilegal dan tidak terdata (Topix news, 2008). Berdasarkan hasil survey di Sumatera Utara ditemukan sebanyak 2.000 anak yang mengalami eksploitasi seksual sejak 2008 hingga 2010. Jumlah anak-anak yang terjun dalam bisnis pelacuran, semakin lama terus mengalami peningkatan. Bahkan, yang terjun dalam praktik pelacuran, 30 persen di antaranya pelajar SLTP dan 45 persen SLTA (Waspada Online, 2011).

Masa remaja berada pada rentang usia 13-18 tahun dengan pembagian 13 hingga 16 atau 17 tahun masa remaja awal dan16 atau 17 sampai 18 tahun masa remaja akhir (Hurlock, 2004). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.

Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar baik secara fisik, kognitif, emosi maupun sosial (Hurlock, 2004). Rangkaian perubahan fisik yang dialami remaja nampak jelas pada perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada masa awal remaja. Seperti pertumbuhan yang pesat pada anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa, dimana perubahan yang terjadi pada masa remaja terjadi pada tinggi, berat badan serta organ seksual (Hurlock, 2004). Pada remaja putri ditandai dengan menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan mimpi basah (Santrock, 2002).

(5)

Organ-organ seksual yang matang pada remaja akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual (Santrock, 2002). Dorongan seksual dimulai dari adanya rasa ketertarikan, berkencan, bercumbu dan bersenggama (Sarwono, 2010). Remaja mulai tertarik terhadap lawan jenis yang sifatnya kodrat dialami oleh remaja. Remaja pun mulai ingin berkenalan, bergaul dengan teman-temannya dari jenis kelamin lain dan mengenal pacaran. Dalam kondisi demikian, remaja merupakan sosok yang mudah untuk terjerumus kedalam situasi yang kurang menguntungkan bagi remaja sendiri. Salah satunya adalah ketika remaja terjebak dunia seks bebas.

Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa dari 100 remaja terdapat 51 remaja telah melakukan hubungan seksual dilakukan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Selain di Jabotabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia seperti, di Surabaya remaja yang melakukan hubungan seks mencapai 54 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (Kompas, 2010). Dari hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKN) tahun 2010 menunjukkan bahwa 52 persen remaja di Medan sudah tidak perawan. Itu artinya, lebih separuh remaja di ibukota Propinsi Sumatera ini melakukan seks bebas sebelum menikah (Waspada Online, 16 Februari 2011).

Remaja yang terlibat dengan seks bebas tidak menutup kemungkinan remaja akan dikecewakan oleh pasangannya. Hal ini sering dialami oleh remaja putri dimana mereka akan merasa sakit hati karena ditinggal pasangannya dan hilangnya keperawannya menjadi salah satu penyebab seseorang menjadi pekerja seks

(6)

komersial (Hutabarat dkk, 2004). Seperti yang dikemukakan pekerja seks komersial remaja yang bernama Cici (nama samaran) 17 tahun:

“sebenernya sih aku kayak gini karna dari pacar aku yang dulu kak. Aku ngasih apa yang dia minta ampe kehormatan ku aku kasih, rupanya setelah dapat, dia ninggalin aku gitu aja tanpa ada kata putus. Tapi ya semua uda terlanjur, sekali basah langsung basah sekalian toh dengan gini kita bisa dapat banyak uang.” (Komunikasi Personal, 11 Maret 2011)

Remaja hampir selalu mengalami luapan emosi yang tinggi dalam kesehariannya. Hal ini yang kemudian menjadikan kehidupan remaja dipenuhi dengan gejolak kehidupan. Hurlock (2004) menyebut gejolak tersebut dengan istilah ‘badai dan tekanan’, yang terjadi sebagai akibat dari perubahan fisik, kelenjar, serta munculnya tekanan sosial dan kondisi-kondisi baru yang harus dihadapi remaja. Pergolakan remaja yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bemacam-macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja identik dengan lingkungan sosial tempat beraktifitas, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.

Lingkungan sosial remaja umumnya berada pada kelompok teman sebaya dimana remaja menghabiskan lebih banyak waktu dengan kelompok teman sebaya daripada dengan keluarganya (Monks dkk, 2002). Hal ini dikarenakan remaja lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah dengan teman sebaya. Dengan demikian, teman sebaya memberikan pengaruh yang kuat pada diri remaja seperti sikap, pembicaraan, minat, dan perilaku.

(7)

Kelompok teman sebaya tidak menjadi hal yang berbahaya, jika remaja dapat mengarahkannya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, remaja merasa kebutuhannya dipenuhi, seperti kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan rasa aman yang belum tentu diperoleh remaja di rumah maupun di sekolah (Zulkifli, 2005). Namun kelompok teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada remaja seperti meminum minuman keras, merokok maupun melakukan seks bebas (Hurlock, 2004). Hal ini disebabkan karena kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam berperilaku (Papalia & Olds, 2008). Seperti yang dikemukan oleh Desy (nama samaran) yang berusia 13 tahun:

“aku datang ke medan buat sekolah kak, tapi ortu nggak tau aku kerja kayak gini. Aku liat teman ku punya banyak uang, barang-barang yang mereka punya mewah-mewah, makanya aku ikut-ikut sama mereka. Aku juga pengen punya sesuatu kayak mereka, minta dari orangtua nggak mungkin. Dengan gini bentar aja aku uda ada duit, kerjanya juga nggak capek.”

(Komunikasi personal, 11 Maret 2011).

Menginjak masa ini, remaja mengalami perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapat tidak langsung diterima begitu saja ke dalam kognitif mereka (Jahja, 2011). Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasional formal (Papalia & Olds, 2008). Pada tahap ini, remaja juga sudah mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang

(8)

terjadi pada masa remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja berpikir lebih logis. Remaja sudah mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai tujuan di masa depan (Santrock, 2002).

Perubahan yang dialami seorang remaja dapat mempengaruhi seorang remaja dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari berbagai alternatif atau pilihan yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang memungkinkan (Terry dalam Syamsi, 1995). Hal ini didukung oleh pernyataan Janis dan Mann (1987) bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan dari masalah agar terhindar dari faktor-faktor situasional.

Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek dan sangat jarang satu pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkan (Eysenck & Keane, 2001). Hal ini dikarenakan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap individu pada dasarnya merupakan hasil dari fungsi berpikir yang dilakukan oleh individu tersebut. Sebagian besar orang membuat keputusan-keputusan yang lebih baik ketika mereka dalam suasana tenang, tidak dalam keadaaan emosional. Hal tersebut juga berlaku bagi para remaja. Hal ini yang menghambat remaja dalam pengambilan keputusan yang tepat karena pada masa remaja sebagian besar dari mereka masih bersifat emosional yang kuat. Remaja yang membuat keputusan bijaksana pada saat tenang bisa saja membuat keputusan yang cukup menekan, emosi-emosi para remaja dapat

(9)

melemahkan kemampuan pengambilan keputusan mereka (Santrock, 2002). Seperti yang dikemukan oleh Intan (nama samaran) yang berusia 18 tahun:

“aku cuma nemani tamu karaoke kak, nemani karaoke aja kita bisa dapat tiga ampe empat ratus. Aku juga pernah layani tamu hubungan seks, itupun cuma satu kali karena buat bayar ongkos pulang kampung. Aku takut kak kalo hamil, karenakan aku ngekost di Medan, kalo misalnya lah aku hamil pasti kena juga ama orangtuaku. Itupun aku tau nemani karaoke ini dari kawan. Lagian kan kak kita udah jelek diliat orang lain buat nemani karaoke apalagi sampe masuk hotel gitu.”

(Komunikasi personal, 29 Maret 2012).

Berdasarkan ungkapan diatas, menjelaskan bahwa Intan mengetahui bagaimana mendapatkan uang dengan mudah dari temannya tanpa harus menjadi pekerja seks komersial, yaitu dengan menemani tamu karaoke. Namun Icha pernah melakukan hubungan seksual hanya satu kali, hal ini dilakukannya untuk biaya Intan pulang ke kampung halamannya. Intan tidak mau melakukan hubungan seksual dengan tamu-tamunya karena ia masih mempertimbangkan akan risiko kehamilan serta anggapan negatif orang lain baik pada dirinya maupun pada orangtuanya.

Pengambilan keputusan dapat diaplikasikan dalam berbagai variasi keputusan, termasuk menyangkut masalah pribadi (Janis dan Mann, 1987). Latar belakang yang berbeda dapat menyebabkan seseorang mengambil sebuah keputusan. Janis dan Mann (1987) mengemukakan ada lima tahapan dalam pengambilan keputusan yaitu menilai masalah, melihat alternatif-alternatif yang ada, mempertimbangkan alternatif, membuat komitmen, dan bertahan meskipun ada feedback negatif. Karakteristik yang ditunjukkan dari tiap tahapan pengambilan keputusan yang dijalani berbeda-beda pada setiap orang dan hal ini tergantung pada pola seseorang dalam menghadapi

(10)

masalah (Janis dan Mann, 1987). Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Mia (nama samaran) remaja berusia 17 tahun:

“Aku kak, kerja kayak gini karena kemauan sendiri. Aku liat teman aku punya banyak uang dari kerjaan ini. Aku malu nanya mereka, makanya aku nyari dari google, facebook, chatting buat nyari informasi tetang pekerja seks. Nyari tamu pun awalnya aku dari dunia maya ini. Aku udah jalanin kerjaan ini aku suka kak. Nih aja kak aku mau ke Malaysia buat nyari tubang. Tubang disini kere-kere semua, udah kere-kere pelit lagi.”

(Komunikasi personal, 19 Maret 20112).

Berdasarkan ungkapan diatas menjelaskan bahwa Mia menjadi pekerja seks komersial karena meniru teman-temannya yang memiliki barang-barang mewah dengan bekerja sebagai pekerja seks komersial. Hal inilah yang akhirnya membuat Mia berkeinginan sendiri menjadi pekerja seks komersial. Ia pun mencari informasi mengenai pekerja seks komersial dari media elektronik karena ia malu bertanya kepada teman-temannya. Mia pun mendapatkan tamu dari dunia maya. Mia merasa senang dengan pekerjaannya sekarang, ia dapat membeli apa saja yang ia sukai. Mia juga termasuk materialisme dimana ia berencana menjadi pekerja seks komersial di negara Malaysia untuk mendapatkan uang yang banyak.

Banyak hal yang melatabelakangi seorang remaja putri menjadi pekerja seks komersial. Hal inilah yang akhirnya mempengaruhi seorang mengambil keputusan menjadi pekerja seks komersial. Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin melihat bagaimana tahapan pengambilan keputusan menjadi pekerja seks komersial yang dilakukan oleh remaja putri.

(11)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Faktor apa saja yang melatarbelakangi seorang remaja putri menjadi pekerja seks komersial.

2. Bagaimana tahapan pengambilan keputusan seorang remaja putri menjadi pekerja seks komersial.

3. Apa saja yang menjadi pertimbangan-pertimbangan remaja putri dalam mengambil keputusan menjadi pekerja seks komersial.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah adalah untuk mengetahui bagaimana tahapan pengambilan keputusan menjadi pekerja seks komersial yang dilakukan remaja putri.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan untuk perkembangan ilmu Psikologi, khususnya ilmu Psikologi Perkembangan dalam mengembangkan teori mengenai tahapan pengambilan keputusan menjadi pekerja seks komersial pada remaja putri.

(12)

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian-penelitian lanjutan yang sama atau berhubungan denganpengambilan keputusan menjadi pekerja seks komersial pada remaja putri.

2. Manfaat praktis a. Pada remaja

Memberikan wacana dan informasi kepada remaja dengan tujuan agar remaja lebih berwaspada dengan pergaulan bebas yang dapat mempengaruhi remaja dalam mengambil sebuah keputusan untuk menjadi pekerja seks komersial. b. Pada orangtua

Memberikan informasi pada orangtua agar menyadari perannya sebagai orangtua dan orangtua memberikan perhatian yang cukup pada anak agar anak-anak tidak mudah terpengaruh dari orang lain yang memberikan dampak negatif pada anak.

c. Pada sekolah

Memberikan informasi pada pihak sekolah dimana pihak sekolah dapat memberikan pendidikan tambahan mengenai seksual agar remaja memperoleh informasi yang benar.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut:

(13)

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tentang pengambilan keputusan yang terdiri dari definisi, tahapan pengambilan keputusan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Teori tentang pekerja seks komersial yang terdiri dari definisi pekerja seks komersial dan faktor penyebab menjadi pekerja seks komersial. Teori remaja yang meliputi definisi remaja dan aspek perkembangan remaja.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan dipergunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas penelitian dan prosedur penelitian serta metode analisis data.

(14)

BAB IV : Hasil Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menguraikan menegenai hasil analisa data dan pembahasan berisi pendeskripsian data responden, analisa data responden dan pembahasan yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran mengenai tahapan pengambilan keputusan menjadi pekerja seks komersial. Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan, dan saran berisikan saran-saran praktis sesuai dengan masalah-masalah penelitian serta saran-saran metodologis untuk penyempurnaan penelitian lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam. lembar ini yang juga membantu memberikan semangat

Hasil penilaian organoleptik yang telah dilakukan panelis terlatih pada uji kenampakan mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur ikan bandeng yang telah diberi ekstrak

Beban kerja mengajar didistribusikan dua kali setahun di dalam pertemuan staf pengajar sebelum dimulai semester baru. Tidak ada mekanisme yang jelas

Berbeda dengan keempat penelitian sebelumnya, penelitian ini akan membandingkan kebijakan luar negeri AS terhadap Irak – Iran dalam menyelesaikan dugaan

Dari uji beda penggunaan kadar perekat 6% dan 12% pada berbagai campuran ukuran panjang partikel serutan rotan menunjukkan pening katan nilai keteguhan patah (MOR) pada

Keempat, dengan fungsi penetapan agenda ( agenda setting ) yang dimilikinya, media massa memiliki kesempatan yang luas untuk memberitakan ide atau karya

satu cara paling mudah yang bisa kita lakukan untuk melestarikan budaya batik pada. siswa adalah dengan memakainya di

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada tugas akhir ini akan dirancang dan direalisasikan Prototipe Penggerak Atap Kanopi Otomatis Menggunakan Sensor Cahaya,