17 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juli 2013 yang terdiri dari beberapa tahap seperti terlampir pada lampiran 3. Lokasi penelitian berada di sekitar perairan Pulau Sawah dan Lintea, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pulau Sawah dan Lintea terletak diperairan kepulauan Wakatobi pada posisi 1230 53’ 29,8” Bujur Timur dan 50 43’ 9,3” Lintang Selatan (Gambar 6).
Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Sawah dan Lintea yang terbagi dalam 8 stasiun ( Tabel 1).
Tabel 1. Posisi geografis stasiun penelitian Stasiun Pengamatan Posisi Geografis LS BT 1 050 46’ 28.3” 1230 51’ 42.1” 2 050 48’ 27.8” 1230 52’ 08.9” 3 050 48’ 39.0 1230 50’ 41.8” 4 050 47’ 21,9” 1230 53’ 3.6” 5 050 49’ 32.6” 1230 49’ 39.3” 6 050 50’ 39.59” 1230 51’ 15.8” 7 050 49’ 11.38” 1230 53’ 15.9” 8 050 50’ 6.09” 1230 55’ 17.66”
3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. Peralatan scuba diving untuk menyelam saat mengamati terumbu karang dan Megabentos.
2. Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi. 3. Kamera Under water untuk dokumentasi bawah air.
4. Sabak dan pensil 2B untuk alat tulis bawah air. 5. Rollmeter untuk dibentangkan sebagai garis transek. 6. Termometer untuk mengukur suhu.
7. Refraktometer untuk mengukur salinitas 8. Secchi disk untuk mengukur kecerahan.
9. Flouting droudge untuk mengukur kecepatan arus. 10.Perahu motor untuk transportasi
11.Seperangkat komputer, software IBM SPSS Statistics Version 17.0 for Window, Arcgis 10.1 dan Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lifeform karang untuk identifikasi bentuk pertumbuhan karang yang mengacu pada English et al. (1997)
2. Buku Identifikasi Megabentos yang dilindungi mengacu pada IUCN dan SK Menteri Kehutanan No. 12/KPTS-II/Um/1987
3. Peta tematik Pulau Sawah dan Lintea
4. Data kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan mega bentos dilindungi
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini yaitu metode survey dengan mendapatkan data terumbu karang, megabentos dilindungi serta parameter fisik-kimia melalui pengamatan dan pengukuran langsung yang terdiri dari 8 stasiun yang telah direncanakan serta dilakukan pada 2 kedalaman yang berbeda yaitu 3-5 meter mewakili perairan dangkal dan 7-10 meter mewakili perairan dalam dengan panjang transek 50 meter.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Pengamatan Terumbu Karang
Pengamatan terumbu karang didasarkan pada kode pencatatan pada transek permanen pada tabel 2, dalam kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang versi CRITC-COREMAP (Manuputty dan Juwariyah 2009) menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT) dengan menghitung persen tutupan karang keras hidup (% cover ) substrat secara acak, dengan menggunakan tali bertanda di setiap jarak 0,5 meter atau juga dengan pita berskala (roll meter) pada gambar 7. Kedalaman ditentukan antara 3-5 meter, transek ditarik sejajar garis pantai, dan pulau atau bagian daratan berada di sebelah pengamat.
Gambar 7. Skema cara pencatatan data koloni karang (sumber: Manuputty dan Juwariyah, 2009)
Tabel 2. Kode pencatatan data transek permanen dalam kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang (Reef Health Monitoring) versi CRITC-COREMAP
Kode Kategori Biota Keterangan
AC Acropora Karang Acropora
NA Non-Acropora Karang Non-Acropora
DC Death Coral Karang mati masih berwarna putih
DCA Death Coral Algae Karang mati yang warnanya berubah
karena ditumbuhi alga filamen
SC Soft Coral Jenis-jenis Karang Lunak
FS Fleshy Seaweed Jenis-jenis makro alga : Sargassum, Turbinaria, Halimeda dll.
R Rubble Patahan karang bercabang (mati)
RK Rock Substrat dasar yang keras (cadas)
S Sand Pasir
SI Silt Pasir lumpuran yang halus
3.4.2. Pengamatan Mega Bentos
Pengambilan data mega bentos dilakukan pada titik pengamatan terumbu karang, pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode Belt Transect yang digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu jenis biota laut dilindungi (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di daerah terumbu karang yang mengacu pada SK Menteri Kehutanan No.12/KPTS-II/Um/1987 yang terdaftar pada tabel 3. Panjang transek tiga puluh meter dan lebar dua meter (satu meter sisi kiri dan satu meter sisi kanan) untuk mencatat keberadaan biota laut (Johan 2003)
Tabel 3. Daftar Pencatatan data Mega bentos dilindungi berdasarkan (SK Menteri Kehutanan No. 12/KPTS-II/Um/1987 dan IUCN)
No. Nama Indonesia Nama Latin Nama Inggris 1 Kima raksasa Tridacna gigas Giant clam
2 Kima selatan Tridacna derasa Southern giant clam 3 Kima cina Hippopus porcellanus China clam
4 Kima lubang Tridacna crocea Saffron-coloured boring clam
5 Kima sisik Tridacna squamosa Scaly clam 6 Kima kecil Tridacna maxima Small giant clam 7 Kima tapak kuda/
kima kuku beruang
Hippopus hippopus Horse hoof/ bear paw clam
8 Triton terompet Charonia tritonis Triton’s trumpet 9 Kepala Kambing Cassis cornuta Giant helmet shell
10 Lola Trochus niloticus Top shells
11 Nautilus berongga Nautilus pompilus Pearly/ chambered nautilus
12 Batu laga, siput hijau Turbo marmoratus Green snail Sumber : Ditjen PHPA, 1993.
3.4.3. Pengamatan Parameter Fisik-Kimia
Parameter fisik-kima di perairan Pulau Tomia dilakukan pengukuran di setiap stasiun penelitian. Pengukuran dilakukan pada saat pengambilan data kelimpahan Mega bentos dan terumbu karang seperti arus, suhu, salinitas, kecerahan dan kedalaman.
3.5. Pengolahan Data
3.5.1. Presentase Tutupan Karang dan Indeks Mortalitas
Nilai presentase penutupan terumbu karang keras hidup dan mati diperoleh dari hasil pengukuran Point Intercept Transek, yang kemudian diolah dengan menggunakan formula ( Manuputty dan Juwariyah 2009) :
= ℎ 1 100%
Untuk menduga tingkat kesehatan atau kondisi dari ekosistem terumbu karang terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati dapat diketahui melalui indeks kematian karang dengan perhitungan (Fachrul 2008) :
! = % % + % ℎ
Keterangan:
MI = Mortality Index (Indeks Mortalitas)
Nilai MI mempunyai kisaran antara 0 – 1, apabila nilai MI mendekati 0, berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi. nilai MI mendekati 1 berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian yang besar atau memiliki kesehatan yang rendah (Fachrul 2008).
Penilaian kondisi ekosistem terumbu karang ditentukan berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dengan kriteria CRITC-COREMAP LIPI berdasarkan (Gomez & Yap 1988 dalam Manuputty dan Juwariyah 2009) :
• Sangat baik = 75%-100%
• Baik = 50%-74,9%
• Sedang = 25%-49,9%
• Buruk = 0%-24,9%
Indikator kesehatan ekosistem terumbu karang terdiri dari kondisi fisik ekologi terumbu karang (dalam bentuk “persen tutupan karang batu hidup”/HC) dan biota asosiasi terumbu karang yang mempungaruhi karang batu hidup. Kondisi fisik ekosisitem terumbu karang juga dipengaruhi oleh substrat dasar terumbu karang lain seperti DC ( karang mati yang ditumbuhi algae dan karang mati yang berwarna putih), MA (makro alga / Fleshy Seaweed), SC (Karang lunak), dan kondisi Abiotik (Sand, Silt, Rubble dan Rock).
3.5.2. Kelimpahan Mega Bentos
Kelimpahan Mega bentos adalah jumlah individu tiap satuan luas dan waktu tertentu dan berdasarkan dengan dengan rumus berikut (Zar dan Brower 1987) :
# = $
Keterangan :
D = kelimpahan Megabentos ind.(m2)-1 Ni = Jumlah individu species Megabentos A = luas (m2)
3.5.3. Indeks Keanekaragaman Mega Bentos
Keanekaragaman suatu biota air dapat ditentukan dengan menggunakan teori Shannon-Wienner yang menunjukan kekayaan spesies dalam suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per individu per spesies. Untuk melihat keanekaragaman Mega bentos maka digunakan rumus Shannon-Wiener (Krebs 1989) dengan menggunakan persamaan : H'=- ( Pi ln Pi S i=1 Keterangan : H’= indeks keanekaragaman Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total S = jumlah spesies
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) adalah sebagai berikut : H’ ≤ 1.6 : Keanekaragaman rendah
1.6 <H’< 2.3 : Keanekaragaman sedang H’≥ 2.3 : Keanekaragaman tinggi
3.5.4. Indeks Similaritas Bray Curtis
Menurut Handojo (2006) pola pengelompokan habitat terumbu karang dilihat dengan analisis cluster berdasarkan indeks similaritas Bray Curtis yang menggunakan data komposisi habitat (parameter biologis). Data komposisi habitat yang digunakan untuk pengelompokan tersebut yaitu nilai presentase tutupan karang hidup berdasarkan life form (Dartnal dan Jones 1986 dalam Handojo 2006) dengan rumus indeks similaritas Bray Curtis :
Keterangan :
B : Disimilaritas Bray Curtis S : Similaritas Bray Curtis
Xij, Xik : Jumlah jenis ke-I dalam setiap sampel j dan k n : Jumlah jenis dalam sampel
Indeks similaritas Bray Curtis berkisar antara 0-1. Nilai S = 0 menunjukan tingkat kesamaan yang paling rendah dan nilai S = 1 menunjukan kesamaan yang paling tinggi. Kumpulan indeks similaritas Bray Curtis digunakan untuk membuat matriks similaritas dan kemudian dikombinasikan untuk membentuk dendogram berdasarkan metode keterkaitan (ikatan) rata-rata antar kelompok. Dari nilai tingkat keterkaitan dibuat hirarki kelompok statiun pengamatan (habitat).
3.6. Analisis Data
Data yang dihasilkan ditampilkan secara spasial, untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan dan keanekaragaman mega bentos dengan kondisi terumbu karang maka digunakan korelasi dan analisis regresi.
3.6.1. Analisis Spasial
Visualisasi data spasial menampilkan dimensi dari data yang telah dikelompokan yang melalui beberapa proses seperti pada gambar 8. Data tersebut diolah menggunakan software Arcgis 10.1 yang dapat merepresentasikan data dalam bentuk peta secara spasial dengan teknik interpolasi yang bertujuan untuk memprediksi nilai yang tidak diketahui untuk setiap data titik geografis dan dapat menggambarkan distribusi mega bentos dan habitatnya pada daerah penelitian (Georgakarakos dan Kitsiou 2008). Selanjutnya hasil analisis yang berupa grafik, tabel dan peta dibahas secara deskriptif.
Gambar 8. Proses penyajian data spasial Survey Mega bentos dan Terumbu
Karang
Kondisi lapangan Dunia nyata
Model data nyata
Pengolahan Data Spasial
Visualisasi Data Spasial Kelimpahan, Keanekaragaman,
dan Similaritas Habitat
Sistem Koordinat Data Konversi sistem
3.6.2. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mencari arah dan hubungan antara kelimpahan dan keanekaragaman mega bentos dengan presentase tutupan karang keras hidup atau mortalitas yang didukung parameter fisik-kimia perairan. Kuatnya hubungan antara variabel yang dihasilkan dari analisis korelasi dapat diketahui berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi yang harganya antara minus satu (-1) sampai dengan plus satu (+1). Bila koefisien (r) tinggi, pada umumnya koefisien regresi (b) tinggi, maka pada umumnya koefisien regresi juga minus (-), maka pada umumnya koefisien regresi juga minus (-) dan sebaliknya (Sugiyono 2011)
Analisis korelasi dalam regresi linier digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi menunjukan berapa besar perubahan pada variabel dependen (y) yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (x). Data yang dianalisis disajikan secara deskriptif komparatif
3.6.3. Analisis Regresi Mega Bentos dan hubungannya dengan Terumbu Karang
Analisis regresi digunakan untuk melihat keterkaitan antara berbagai macam species mega bentos dengan tutupan karang hidup dimana variabel independen sebagai faktor prediktor lebih dari satu variabel. Variabel yang diprediksi disebut variabel dependen yang umumnya ditulis dengan lambang y kelimpahan jenis megabentos/ keanekaragaman mega bentos sedangkan variabel yang memprediksi disebut variabel independen, yang ditulis dengan x yaitu tutupan karang hidup atau mortalitas, serta parameter fisik-kimia pendukung ekosistem terumbu karang seperti salinitas, kedalaman dan suhu. Formula yang dihasilkan sebagai berikut (Sudjana 2005) :
3 4= a + b
1x
1+ b
2x
2+ b
3x
3+ b
4x
4Keterangan :
5 4
= Kelimpahan Jenis mega bentos / Keanekaragaman mega bentos a,b = Koefisien regresiX1 = tutupan karang hidup atau mortalitas X2 = Salinitas
X3 = Kedalaman X4 = Suhu
Dalam menginterpretasi model regresi linier ganda digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi menunjukkan berapa besar perubahan pada variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh seluruh variabel independen.