• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Dimensi Kepuasan Pelanggan

Ratminto & Winarsih (2013:28) berpendapat bahwa ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan/jasa ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Dengan demikian derajat kepuasan pelanggan merupakan tingkat keterpenuhan harapan pelanggan yang diperoleh dari penyedia layanan. Ini berarti bahwa semakin terpenuhi harapan siswa dalam menerima layanan pembelajaran semakin tinggi kepuasn siswa atas layanan pembelajaran. Semakin tinggi harapan siswa semakin tinggi pula usaha yang harus dilakukan sekolah dalam memenuhi kepuasan siswa.

Menurut teori consumer behavior (Naomi,2013), kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisi menyatakan bahwa kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan tidak akan puas, apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum

(2)

ter-14 penuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Pendapat yang sama dikemukakann oleh Supranto (2012:233) ,”tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasaakan dengan harapan.” Jadi jika dikaitkan dengan layanan pembelajaran kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa siswa yang muncul akibat kesenjangan/gap antara harapan dengan kenyataan pembelajaran yang dirasakan.

Ditinjau dari sisi mutu pembelajaran sebagai proses pemberian layanan, indikator kinerja guru sebagaimana termaktub dalam Permenpan & RB tersebut merupakan komponen mutu yang telah distandarkan (quality in fact) dan sekaligus menjadi kewajiban guru dalam memberikan layanan pembelajaran kepada pelanggan/siswa. Dengan demikian mutu pembelajaran dapat diukur dari pemenuhan indikator kegiatan guru dalam pembalajaran dan kadar kepuasan pelanggan yaitu seberapa puas siswa sebagai pelanggan utama menerima layanan pembelajarn guru.

Dalam konteks pembelajaran kepuasan siswa sebagai pelanggan utama ditentukan oleh kesesuaian antara layanan yang diharapkan dengan layanan

(3)

15 yang diterimanya. Bila siswa memiliki persepsi bahwa layanan pembelajaran yang diterima sesuai atau melampaui harapannya siswa akan merasa puas atau sangat puas. Sebaliknya jika layanan pembelajaran yang diterima dipersepsikan tidak sesuai atau dibawah harapannya berarti siswa tersebut tidak puas atau sangat tidak puas. Ini juga berarti bahwa layanan pembalajaran yang diberikan guru tidak memuaskan atau sangat tidak memuaskan.

Untuk dapat memenuhi harapan pelanggan Tjiptono (2005:128) memberikan tiga kunci dalam memberikan layanan pelanggan yang unggul yaitu, (1) kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan termasuk tipe-tipe pelanggan, (2) pengembangan database yang lebih akurat mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan, dan (3) pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh melalui riset dalam suatu kerangka strategik.

Guru sebagai komponen penyedia dan pelaku layanan pembelajaran harus memiliki kemampuan memahami karakteristik siswa, kebutuhan siswa, kemampuan siswa, termasuk gaya dan kemampuan

(4)

16 belajarnya. Dengan data dan informasi yang lengkap tentang siswa guru akan mampu memberi layanan secara efektif sesuai harapan siswa. Dengan demikian siswa akan merasa puas menerima layanan pembelajaran tersebut.

Berkait gagasan di atas Gojali & Umiarso (2011:256) menguatkan bahwa dalam menentukan keberhasilan suatu strategi pembelajaran faktor karakteristik siswa juga merupakan hal penting yang harus diperhataikan dan dijadikan pertimbangan oleh pendidik. Oleh karenanya, strategi pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik adalah dengan memperhatikan kecenderungan cara berpikir siswa dalam pembelajaran.

Ini membawa implikasi pentingnya perencanaan dan praktik pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik, kondisi fisik, dan psikologis siswa yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Guru harus memiliki kemampuan memahami karakter dan kondisi siswanya agar pembelajaran yang dilaksanakan bisa efektif dan bermakna.

Sebagai layanan jasa pembelajaran memiliki empat karakteristik , yaitu 1) intangibility; 2)

(5)

17 inseparability; 3) variability; dan 4) Perishability (Tjiptono, 2011; Gojali, 2012).

1. Intagibility

Jasa merupakan sesuatu yang nirraga namun tidak nirrasa. Artinya jasa tidak bersifat ragawi/kebendaan yang bisa disentuh namun bisa dirasakan melalui persepsi penggunanya. Di samping itu jasa tidak bisa dimiliki sebelum dibeli serta tidak mudah didefinisikan, dirumuskan, dan dinilai sebelum dirasakan. Meski demikian dalam pelaksanaannya sebagian besar layanan jasa memerlukan dukungan yang berujud fisik sebagai sarana penunjangnya. Demikian juga dengan layanan jasa pembelajaran. Di era sekarang ini tidak mungkin pembelajaran melepaskan diri dari sarana prasarana dan media, termasuk keberadaan fisik guru. Hal yang bersifat kebendaan itu meski bukan esensi dari jasa pembelajaran namun kehadirannya sangat berhubungan pada kualitas jasa baik menurut standar maupun menurut persepsi pelanggannya.

2. Inseparability

Layanan jasa pembelajaran tidak bisa dipisahkan dari komponen pendukungnya. Pembelajaran dapat diikuti dan dirasakan secara

(6)

18 simultan yang melibatkan interaksi antarkomponen. Pembelajaran tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan. Pendidikan tidak bisa terlepas dari lembaga pendidikan sebagai wadahnya. Dengan demikian pembelian jasa layanan pembelajaran juga tidak dapat dilakukan tanpa melibatkan pendidikan dan lembaga pendidikan.

3. Variability

Jasa pembelajaran adalah kejadian/layanan sesaat. Artinya proses pembelajaran itu tidak bisa berulang dengan kondisi yang sama pada waktu dan situasi yang berbeda. Proses maupun hasil pembelajaran ditentukan oleh siapa, kapan, bagaimana, dan dalam situasi apa berlangsung. Untuk mengantisipasi ketidakstabilan ini sekolah perlu merumuskan standar-standar komponen yang berhubungan dalam pembelajaran.

4. Perishability

Jasa pembelajaran merupakan jasa yang mudah musnah. Jasa ini tidak dapat disimpan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu jika jasa pembelajaran tidak dilaksanakan secara berkelanjutan dalam pelaksanaannya akan mengalami kendala. Fluktuasi permintaan layanan

(7)

19 pembelajaran akan menyulitkan persiapan yang harus dilakukan.

Sebagai layanan jasa pembelajaran melibatkan lima dimensi layanan sebagaimana diutarakan Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (dalam Supranto, 2011:13; Tjiptono, 2005:14; Gojali, 2011:129). Dimensi tersebut adalah tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty.

1. Tangibles

Yaitu meliputi fasilitas fisik, tata ruang kelas, perabot, perlengkapan, guru meliputi penampilan fisik dan tata pakaian, dan sarana maupun media pembelajaran.

2. Reliability

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera atau cepat, akurat dan memuaskan. Misalnya, mata pelajaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, pembelajaran sesuai jadwal, proses pembelajaran yang akurat, penilaian yang objektif, bimbingan dan penyuluhan, serta aktivitas lain yang semuanya untuk memperlancar proses pembelajaran

3. Responsivness

Yaitu kemampuan/kesediaan guru untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tangap. Misalnya guru pembimbing mudah ditemui untuk konsultasi. Proses pembelajaran interaktif sehingga memungkinkan peserta didik lebih memperluas wawasan berpikir dan kreativitasnya, tanggapan positif guru terhadap masalah yang muncul dalam pembelajaran, informasi pembelajaran mudah diakses.

4. Assurance

Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kualifikasi pendidikan , kesopanan, respek

(8)

20

terhadap peserta didik,serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan.

5. Empathy

Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya. Misalnya guru mengenali dan memahami kondisi siswanya yang mengikuti proses pembelajaran, guru bisa benar-benar berperan sesuai fungsinya, perhatian yang tulus diberikan kepada para siswanya berupa kemudahan mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, serta kemampuan memahami kebutuhan siswa.

2.2 Prestasi Belajar

Harahap menyatakan bahawa prestasi merupakan penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid berkait dengan penguasaan bahan ajar yang telah disajikan sesuai isi kurikulum. Tersirat dalam pernyataan tersebut bahwa prestasi dapat diketahui melalui proses penilaian yang sebelumnya dilakukan pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku (dalam Djamarah, 2012:21).

Selanjutnya Djamarah (2012:23) memberi batasan tentang prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan yang mengakibatkan perubahan perilaku atas aktivitas belajar yang telah dilakukan. Kesan dan perilaku sabagai prestasi belajar adalah yang merupakan dampak langsung

(9)

21 dari proses pembelajaran yang melibatkan berbagai komponen.

Pendapat senada diungkapkan Haryani (2012:22) yaitu hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh pembelajaran setelah dilaksanakan proses pembelajaran.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari proses pembelajaran. Hasil tersebut berupa perubahan perilaku sebagai akumulasi aaspek afektif, kognitif, dan psikomotor. Pretasi tersebut dapat diketahui berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Dalam Kurikulum indikator ketercapaian tujuan ditentukan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM tersebut ditentukan berdasarkan intake (kemampuan awal siswa), kompleksitas mata pelajaran, dan daya dukung yang tersedia baik sarana prasana maupun kemampuan guru mata pelajaran. Ketiga komponen tersebut diberi skor kemudian dirata-rata. Hasil rerata tersebut menjadi kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran tertentu.

(10)

22 Sebagaimana taksonomi Bloom prestasi belajar mencakup ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Prestasi belajar dapat diketahui dengan evaluasi. Sedang evaluasi sendiri memiliki berbagai teknik dan instrumen untuk mengukur prestasi belajar. Teknik tersebut misalnya tes dan nontes. Teknik tes dapat berupa tes tertulis, lisan, penugasan, unjuk kerja, dan sebagainya.

Apapun teknik yang digunakan dalam mengukur prestasi belajar siswa harus berpedoman pada kompetensi yang akan diukur. Kompetensi tersebut diterjemahkan ke dalam kisi-kisi yang akan menjadi pedoman penyusunan instrumen soal dan pedoman penilaiannya.

Dengan demikian prestasi belajar merupakan angka dan atau predikat yang menunjukkan kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dalam RPP. Berdasarkan KKM prestasi siswa dapat dibedakan menjadi tuntas dan tidak tuntas. Tuntas berarti hasil belajar seorang siswa telah mencapai atau melebihi KKM yang ditetapkan. Tidak tuntas berarti seorang siswa mencapai nilai di bawah KKM yang ditentukan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan

(11)

23 Pendidikan (KTSP) tidak ada pemeringkatan hasil belajar antarsiswa.

Dalam penelitian ini prestasi belajar sebagai variabel penelitian adalah hasil belajar siswa pada jenjang sekolah sebelumnya yaitu SMP atau MTs terutama berupa nilai Ujian Nasional dan prestasi lain yang dipandang memiliki hubungan terhadap tingkat kepuasan pembelajaran.

2.3 Penggunaan Teknologi Informasi Komunikaasi bagi Siswa

Susanto (2002) berpendapat bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah sebuah media atau alat bantu yang digunakan untuk transfer data baik itu untuk memperoleh suatu data / informasi maupun memberikan informasi kepada orang lain serta dapat digunakan untuk alat berkomunikasi baik satu arah ataupun dua arah.

Senada dengan itu Deeson (2006) Teknologi informasi dan Komunikasi adalah kebutuhan manusia didalam mengambil dan memindahkan , mengolah dan memproses informasi dalam konteks sosial yang menguntungkan diri sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.

Mencermati batasan-batasan yang dijelaskan sebelumnya dapat diambil pengertian secara umum

(12)

24 bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan segala bentuk perangkat lunak maupun keras yang mendukung terjadinya penyimpanan, penyebarluasan, dan penerimaan informasi. Perangkat tersebut dapat berupa alat-alat serta program yang meyebabkan proses pengkomunikasian informasi dapat berlangsung dengan baik.

Komunikasi akan berlangsung dengan baik jika didukung beberapa komponen. Diantaranya adalah pelaku, alat, program, materi/informasi, serta situasi yang melingkupi. Pelaku komunikasi adalah orang baik individu maupun kelompok sebagai pengolah dan pengirim informasi serta yang berperan sebagai penerima dan perespon informasi.

Alat komunikasi berkaitan dengan benda hasil teknologi seperti perangkat komputer, radio, tape recorder, televisi, telepon, dan perangkat pendukung alat-alat lain. Perangkat komunikasi adalah perangkat keras (hardware) yang dalam pengoperasiannya membutuhkan adanya perangkat lunak (software). Perangkat tersebut dapat berupa program-program aplikasi komputer, pita kaset, VCD, DVD, dan perangkat teknologi sebagai

(13)

25 penyimpan data, pesan, maupun informasi baik audio, visual, maupun audiovisual.

Komponen komunikasi tidak akan berfungsi dengan baik tanpa didukung dengan situasi komunikasi yang kondusif. Oleh karena yang diperlukan agar proses komunikasi informasi dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Artinya para pelaku komunikasi akan dapat mengolah, mengirim, dan menerima informasi serta meresponnya dengan baik (tepat) jika komunikasi tersebut berlangsung dalam situasi yang mendukung.

Teknologi komunikasi yang melibatkan perangkat komputer dan telepon genggam pada era sekarang menjadi kebutuhan hampir sebagian besar manusia. Harian TI, Nov 15th, 2013 menyatakan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Dari sekian banyak pengguna internet tersebut menurut majalah online tekno berusia pasa kisaran 12 – 34 tahun sebanyak 64 persen (Harian TI, Nov 15th, 2013)

Dengan demikian para siswa termasuk dalam dominasi pengguna TIK. Tidak terkecuali siswa SMA. Apalagi beberapa pembelajaran

(14)

26 menuntut keterlibatan perangkat tersebut untuk mendukung penguasaan materi tertentu. Media internet dan jejaring sosial lainnya turut memacu minat para siswa untuk mengakses informasi lintas wilayah dan waktu dengan biaya dan teknik yang cukup terjangkau.

2.4 Penghasilan

Sumardi dan Evers (2002) menyatakan bahwa “ penghasilan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan jalan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu,” dengan bahasa yang lain Hasman (2009) menyatakan ,” tingkat penghasilan orang tua adalah range penghasilan orang tua, berupa upah, bunga, sewa dan laba, sebagai akibat dari jasa-jasanya atau aktivitas produktif. Dari penghasilan, orang tua dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya” (Rustriyarso, 2012).

Dua pendapat di atas menunjukkan adanya kesamaan tentang wujud penghasilan yaitu berupa uang dan atau barang yang dapat diukur/dinilai dengan uang dan merupakan hak atas usaha-usaha produktifnya. Secara umum penghasilan dapat

(15)

27 diukur keseluruhan penerimaan dalam rentang waktu hari, pekan, bulan, tahun atau rentang lainnya.

Gilarso (1992: 63) berpendapat bahwa “Pendapatan keluarga adalah segala bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi”. Selain itu Slameto (2010: 63) berpendapat bahwa: “Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, minum, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika orang tua mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi sehingga belajar anak terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan temannya, hal ini juga pasti akan mengganggu belajar anak”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan/penghasilan orang

(16)

28 tua adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh seseorang baik yang berasal dari keterlibatan langsung dalam proses produksi atau tidak, yang dapat diukur dengan uang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan pada suatu keluarga dalam satu bulan.

2.5 Mutu Pendidikan

Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi –potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendididkan juga berarti lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita – cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan . Lembaga – lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (Ihsan Fuad, 2005).

Mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan

(17)

29 melebihi harapan konsumen (Garvi dan Davis, dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:86).Dalam pandangan Zamroni ( 2007:2 ) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara sfesifik dilihat dari persfektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional dan rendahnya sumber daya manusia (Hadis dan Nurhayati, 2010:2). Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal ( sekolah ). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang.

Adanya perubahan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun Tahun 2005 tentang

(18)

30 Standar Nasional Pendidikan Adapun pengganti PP 19 Tahun 2005 tersebut adalah PP Nomor 32 Tahun 2013 yang diterbitkan pada tanggal 7 Mei 2013. Adapun mengenai penjelasan dari PP Nomor 32 Tahun 2013 adalah sebagai berikut : Peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya manusia Indonesia hasil pendidikan telah menjadi komitmen nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014: ”menyebutkan bahwa salah satu substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah penataan ulang kurikulum sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumberdaya manusia untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah”. Dengan demikian pemantapan Standar Nasional Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting dan mendesak dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Standar Nasional Pendidikan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan globalguna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar

(19)

31 Proses, dan Standar Penilaian; yang bersama-sama membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum dirasakan penting untuk dikembangkan secara komprehensif dan diatur secara utuh pada satu bagian tersendiri.

2.5 Dimensi Layanan Pembelajaran

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah, termasuk komponennya, tidak terlepas dari regulasi standar nasional pendidikan di atas. Dengan demikian keterpenuhan delapan standar tersebut akan berhubungan pada mutu proses pembalajaran. Majid,(2011:11) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara lebih rinci Permenpan & RB No. 16 Th. 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menerangkan bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan guru dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik.

(20)

32 Menguatkan adanya aktivitas yang terencana dalam pembelajaran Darmadi (2009:139) menyatakan, ”Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan”. Pendapat ini menyiratkan bahwa pembelajaran menjadi kunci terwujudnya layanan pendidikan kepada siswa sebagai pelanggan utama. Kurikulum yang telah disusun dengan berbagai pertimbangan tidak akan bisa terlaksana tanpa pembelajaran yang nyata.

Di dalam pembelajaran terjadi interaksi positif antara guru, siswa, sarana, dan lingkungan yang dikelola dengan strategi dan metode tertentu. Sebagaimana Dunkin dan Biddle (dalam Majid,2011:111-112) mengemukakan bahwa proses pembelajaran berada dalam empat variabel interaksi, yaitu: 1) variabel pertanda berupa pendidik; 2) variabel konteks; 3) variabel proses; dan 4) variabel produk berupa perkembangan peserta didik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses yang melibatkan berbagai komponen untuk mewujudkan perubahan perilaku sebagai

(21)

33 hasil pengalaman. Hal ini senada dengan pernyataan Maples dan Webster,” pembelajaran bisa diajarkan sebagai „sebuah proses yang dengannya perubahan perilaku terjadi sebagai hasil dari pengalaman (dalam Smith,2010:39). Menurut Tjiptono (2005:28) proses didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan bersama-sama untuk mentransformasi input yang disediakan pemasok menjadi output yang diterima pelanggan. Dalam pembelajaran aktivitas yang berulang dan dilakukan bersama-sama tersebut melibatkan yaitu guru, siswa, materi, metode, sarana, lingkungan, dan tahapan.

Pengalaman intelektual dalam belajar oleh Bloom diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu, kognitif, psikomotor, dan afektif. Pembelajaran pada domain kognitif mengandung enam tingkatan yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi(Smith,2010:24-25).

Dalam pembalajaran guru dan siswa merupakan pelaku utama yang didukung dengan tersedianya sarana, sumber belajar, lingkungan belajar dan metode. Guru adalah kunci keberhasilah pendidikan dan pengajaran. Tanpa pengajaran yang baik, pendidikan tidak akan berhasil

(22)

34 (Asmani,2009:66). Dengan demikian keefektifan pembelajaran dalam mewujudkan perubahan perilaku/tujuan dalam kurikulum bergantung pada kompetensi guru dalam melayani siswa dan kesiapan serta keterlibatan siswa secara fisik maupun intelektual. Kompetensi guru sangat diperlukan agar dapat mewujudkan perannya dalam proses pembelajaran.

Berkait dengan kompetensi Surachmad menyarankan kecakapan dan pengetahuan dasar yang harus dimiliki guru antara lain; (1) mengenal peserta didik yang dipercayakan kepadanya, (2) memiliki kecakapan memberi bimbingan, (3) memiliki dasar pengetahuan yang jelas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan, (4) memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmi yang diajarkan(dalam Darmadi, 2009:38).

2.6 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Haryadi (2008) berjudul “Analisis Hubungan Pembelajaran dan Kualitas. Pelayanan terhadap Kepuasan Mahasiswa dan. Loyalitas Mahasiswa.” Dari analisis kepuasan dapat diketahui

(23)

35 aspek-aspek layanan yang perlu dan masih bisa ditingkatkan;

Dari tingkat kepuasan pelanggan (mahasiswa jurusan manajemen UBM) total menunjukan bahwa mayoritas pelanggan belum merasa puas atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran secara e – learning. Dari analisis Gap terlihat bahwa pelanggan (mahasiswa jurusan manajemen UBM) memiliki harapan yang tinggi atas kinerja perusahaan, hal ini berarti bahwa kinerja perusahaan masih dapat ditingkatkan untuk mencapai kepuasan pelanggan yang lebih tinggi lagi. Gap terbesar terdapat faktor Dosen malas menggunakan e-learning dalam proses belajar mengajar (indikator 7), sehingga indikator ini dinilai paling tidak sesuai dengan harapan pelanggan (http://www.ubm.ac.id) .

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar siswa. Hubungan positif tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antarvariabel penelitian.

Wicaksono (2011) dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Penghasilan Orang Tua dan Kebiasaan Belajar Terhadap hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Kelas VIII di SMP Negeri 2 Sumberpucung Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2010/2011” menunjukkan simpulan bahwa “Secara parsial hasil data yang diperoleh menunjukkan ada

(24)

36 hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua terhadap hasil belajar,” (http://karya-ilmiah.um.ac.id).

Nastuti dan Ariadi (2010) memperkuat dengan pernyataan bahwa kondisi ekonomi pada umumnya berhubungan positif terhadap hasil belajar siswa (http://ejournal.umm.ac.id). Kondisi ekonomi tersebut misalnya kemampuan orang tuan dalam menyediakan biaya pendidikan bagi anaknya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, Genjik, Rustriyarso tahun 2013 yang berjudul “Hubungan Penghasilan Orang Tua terhadap Pendidikan Anak”, menyatakan terdapat hubungan penghasilan orang tua terhadap pendidikan anak pada masyarakat nelayan di Desa Penjajap Kecamatan Pemangkat

Senada dengan simpulan di atas Nurisqi (2012) dalam penelitiannya “Hubungan Penghasilan Orang Tua, Uang Saku, dan Minat Belajar terhadap Pengetahuan Dasar Ekonomi (Economic Literacy) (Studi Kasus pada Siswa Kelas X Reguler SMA Negeri 1 Malang).” menyatakan bahwa “Ada hubungan positif dan signifikan ketika penghasilan orang tua, uang saku, dan minat belajar tinggi mengakibatkan pengetahuan dasar ekonomi (economic literacy) siswa

(25)

37 kelas X reguler SMA Negeri 1 Malang juga tinggi atau menerima Ha dan menolak Ho”.

Penelitian-penelitian di atas tidak ada yang mengukur hubungan kepuasan siswa tingkat penghasilan orang tuanya. Penelitian ini bermaksud mengetahui hubungan penghasilan orang tua, prestasi, belajar, dan kesempatan mengakses TIK terhadap kepuasan siswa atas layanan pembelajaran yang diterimanya.

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasar kajian teori di atas hipotesis penelitian ini adalah

1. Ada hubungan yang signifikan antara prestasi belajar siswa dengan tingkat kepuasan siswa dalam pembelajaran di SMAN I Pringsurat,

2. Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan TIK dengan tingkat kepuasan siswa dalam pembelajaran di SMAN I Pringsurat,

3. Ada hubungan yang signifikan antara prestasi belajar, penggunaan TIK, dan penghasilan orang tua secara simultan dengan tingkat kepuasan siswa dalam pembelajaran di SMAN I Pringsurat.

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen yang digunakkan untuk mengukur kelincahan menggunakkan tes Sit and Reach (Ismaryati, 2006: 102) untuk anak usia 5 tahun ke atas yang memiliki tingkat validitas 0,926

Orang tua mempelai harus membayar sejumlah uang, sedangkan sanksi untuk anaknya yang melakukan perkawinan eksogami tidak hanya diusir, tetapi juga kehilngan semua hak-haknya

Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyatakan bahwa pendaftaran

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya perencanaan komunikasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(9) Dalam hal surat izin Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (8)

Lembar jawaban SR01 pada soal nomor 3 diketahui bahwa subjek kurang memahami soal dengan baik, pemahaman soal dan pemikiran suatu rencana siswa belum memahaminya.

Tingkat signifikansi yang digunakan adalah α = 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang seringkali digunakan dalam penelitian).. Jika t hitung

Pengujian yang dilakukan dalam sistem pakar diagnosis penyakit pada kambing menggunakan metode Dempster Shafer yaitu pengujian validasi kebutuhan fungsional,