• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Kata Elaeis berasal dari kata Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani dan guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika). Kata Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin (Lubis, 2008).

Jacquin mengklasifikasikan tanaman kelapa sawit Afrika sebagai Elaeis guineensis. Berikut klasifikasi tanaman kelapa sawit :

Divisi : Embryophyta Shiponagama atau Spermatophyte Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa sawit tumbuh tegak lurus dapat mencapai ketinggian 15-20 meter. Akar kelapa sawit merupakan akar serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder, tertier, dan kuwarter. Akar primer tumbuh 45° vertikal ke bawah, bertugas mengambil air dan makanan. Dari akar primer tumbuh akar sekunder yang tumbuh horizontal dan dari akar sekunder ini tumbuh akar tertier dan akar kuwarter yang berada dekat permukaan tanah. Akar tertier dan akar kuwarter sangat aktif dalam mengambil air dan hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh menyamping sampai lebih dari 6 m dan paling banyak berada pada 2-2.5 m dari pangkal tanaman dengan diameter akar primer 5-10 mm. Akar primer hanya dapat mencapai kedalaman tanah 1.5 m.

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dibungkus oleh pelepah daun. Batang berbentuk silindris berdiameter 0.5 m pada tanaman dewasa.

(2)

Pertambahan tinggi batang dapat mencapai 35-75 cm per tahun, tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu rachis (basis Folii), tangkai daun atau petiola (petiolus) dan duri (spine), helai anak daun (lamina), ujung daun (apex folii), lidi (nervatio), tepi daun (margo folii), dan daging daun (tervenium). Filotaksis atau pola susunan daun kelapa sawit memiliki rumus 3/8, artinya setiap mengelilingi 3 (tiga) kali spiral terdapat sebanyak 8 (delapan) daun (tidak termasuk daun pertama) (Pahan, 2008). Lingkaran daun atau spiral dapat berputar ke kiri dan kanan. Produksi pelepah daun dalam setahun dapat mencapai 20-30 pelepah kemudian dapat berkurang menjadi 18-25 pelepah, tergantung pada umur tanaman. Pada satu pohon dewasa dapat terdiri dari 40-50 pelepah dengan berat kering 4.5 kg/pelepah, sedangkan jumlah anak daun pada tiap sisi dapat mencapai 125-200 helai (Lubis, 2008).

Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu) yaitu bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-24 bulan dan baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun. Setelah mengalami penyerbukan, bunga akan menjadi buah yang akan diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya.

Buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe secara botani. Buah terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), lapisan tengah (mesocarp), dan lapisan dalam atau cangkang (endocarp) yang membungkus 1-4 inti/kernel (Pahan, 2008). Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat, dan sebuah embrio.

Syarat Tumbuh

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan katulistiwa dengan kelas iklim Af dan Am menurut sistem klasifikasi Koppen dan kelas iklim A, B, dan C menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson pada elevasi 0-500 m di atas permukaan laut (dpl) (Lubis, 2008). Jumlah curah

(3)

hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 2 000-2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, dan penyebaran hujan merata sepanjang tahun. Suhu harian optimal untuk tanaman kelapa sawit pada kisaran 24-28° C dengan

kelembaban udara berkisar 75-80 % dan lama penyinaran matahari rata-rata 5.5-6 jam/hari. Kecepatan angin yang baik untuk membantu proses penyerbukan

adalah 5-6 km/jam.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, organosol, dan aluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah solum tebal (80 cm), tekstur ringan dengan kandungan pasir 20-60 %, debu 10-40 % dan liat 20-50 %. Perkembangan struktur tanah baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. Kandungan unsur hara dalam tanah tinggi dengan pH 5-5.5 dan C/N rasio mendekati 10 dimana C 1 % dan N 0.1 % (Lubis, 2008).

Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit telah dikembangkan secara luas di Indonesia baik di kawasan barat Indonesia maupun di kawasan timur. Daerah-daerah pengembangan tersebut memiliki kondisi iklim dan tanah dengan tingkat keragaman yang tinggi. Perkembangan produktivitas aktual dari beberapa kebun di Indonesia yang mewakili beberapa wilayah pengembangan kelapa sawit menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan produktivitas potensial lahannya (Harahap, Winarna, dan Sutarta, 2007). Produktivitas potensial setiap areal berbeda sesuai dengan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit.

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik tanah, topografi, iklim, dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Karakteristik tanah baik sifat fisik maupun sifat kimia tanah yang berbeda pada setiap wilayah pengembangan kelapa sawit menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit. Status kesuburan tanah di Indonesia pada areal

(4)

pengembangan kelapa sawit dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu status tinggi, agak tinggi, sedang, agak rendah, dan rendah.

Hubungan antara tingkat kesuburan tanah dengan produktivitas kelapa sawit menurut Adiwiganda et al. (1991) adalah 1) tingkat kesuburan agak tinggi sampai tinggi yang meliputi tanah-tanah hapludand, haplaquand, dan Andaquept, dengan tingkat produktivitas >24 ton TBS/ha/tahun; 2) Tingkat kesuburan sedang yang meliputi tanah-tanah Eutropept, Dystropept, Hapludult, dan

Tropopsamment, dengan tingkat produktivitas 21-24 ton TBS/ha/tahun; 3) Tingkat kesuburan agak rendah yang meliputi tanah-tanah Haplohumult,

Haplaquult, dan Tropofluvent dengan tingkat produktivitas 18-21 ton TBS/ha/tahun; 4) tingkat kesuburan rendah yang meliputi tanah-tanah

Paleaquult, Palehumult, dan Kandiudult serta tanah gambut dengan produktivitas < 18 ton TBS/ha/tahun. Potensi produksi kelapa sawit umur 3-25 tahun pada setiap kelas kesesuaian lahan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1.

Topografi merupakan salah satu komponen lahan yang secara langsung berpengaruh terhadap karakteristik tanah. Tanaman kelapa sawit telah dikembangkan di Indonesia pada areal dengan topografi datar, berombak, bergelombang, dan berbukit. Pengembangan kelapa sawit tidak disarankan pada topografi bergunung dengan tingkat kemirigan lereng > 36%.

Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit adalah radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan. Produktivitas yang tidak tercapai berhubungan erat dengan kondisi iklim wilayah dengan musim yang berfluktuasi dan perlakuan kultur teknis tanaman kelapa sawit yang belum optimal. Kondisi musim kering dan penghujan merupakan penyebab utama terjadinya fluktuasi yang berpengaruh terhadap penyebaran produksi yang merupakan komponen penting dalam peramalan produksi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap terhadap pengaruh unsur-unsur cuaca dan ketersediaan air tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit sangat diperlukan sebagai dasar untuk memprediksi dan menganalisis pengaruh kekeringan terhadap produktivitas kelapa sawit (Harahap et al., 2007).

(5)

Siregar et al. (2006) menyatakan bahwa jumlah curah hujan tahunan untuk pertanaman kelapa sawit di Indonesia (terutama Sumatera dan Kalimantan) cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman kelapa sawit, namun penyebaran curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun sering menjadi masalah sebagai faktor pembatas.

Penyebaran hujan sering menjadi pembatas untuk perkebunan kelapa sawit terutama pada kebun-kebun yang terletak di selatan katulistiwa. Kebun-kebun yang sering mengalami masalah penyebaran hujan umumnya dijumpai di Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Jumlah curah hujan tahunan pada kebun-kebun tersebut cukup yaitu berkisar 2 000-3 000 mm/tahun, namun terdapat peluang bulan kering dengan curah hujan

kurang dari 60 mm/bulan pada musim kemarau atau 2-4 bulan kering per tahun (Siregar et al., 2006).

Pengaruh curah hujan rendah selama musim kemarau merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan hasil kelapa sawit karena mengakibatkan cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan menyebabkan penutupan stomata pada siang hari, meningkatkan temperatur daun, mengurangi transpirasi dan fotosintesis. Selain itu, cekaman kekeringan juga meningkatkan aborsi bunga betina dan mengurangi seks rasio yakni jumlah bunga betina berkurang dan meningkatkan jumlah bunga jantan. Penurunan hasil sewaktu musim kemarau disebabkan kematangan buah tidak normal atau dipercepat. Penurunan hasil setelah musim kemarau disebabkan gugurnya tandan bunga yang sudah mekar dan berpengaruh terhadap penentuan jenis kelamin bunga. Penurunan hasil atau produksi TBS kelapa sawit umumnya berkisar antara 5-45%. Corley dan Gray (1976), menyatakan bahwa terdapat fase-fase perkembangan bunga kelapa sawit yang peka terhadap curah hujan rendah atau kekeringan yaitu : 1) inisiasi pembentukan bakal bunga yang terjadi 27-42 bulan sebelum matang panen; 2) pembentukan perhiasan bunga yang terjadi 32-36 bulan sebelum matang panen; 3) penentuan kelamin bunga yang terjadi 14.5-22 bulan sebelum anthesis; 4) peka aborsi bunga yang terjadi 10-14 bulan sebelum matang panen ; 5) anthesis yang terjadi 5-9 bulan sebelum matang panen.

(6)

Ketinggian tempat di atas permukaan laut berpengaruh terhadap suhu udara, penyinaran matahari, dan kelembaban udara. Pertumbuhan optimum kelapa sawit pada suhu udara 28°C dan pada suhu di bawah 22°C dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi produktivitas kelapa sawit.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit adalah kultur teknis atau kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya ini meliputi pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman, konservasi tanah dan air, serta kegiatan pemeliharaan tanaman lainnya. Ketepatan pemupukan meliputi tepat cara, tepat waktu, tepat dosis, dan tepat jenis (4T) penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Kultur teknis kelapa sawit yang baik dapat memaksimalkan potensi produksi kelapa sawit. Berdasarkan data pengamatan di lapang yang berhasil dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) terdapat beberapa faktor kultur teknis (Tabel Lampiran 2) yang mempengaruhi produksi tandan buah segar kelapa sawit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit baik kondisi iklim, kelas kesesuaian lahan, dan kultur teknis tanaman inilah yang selanjutnya merupakan parameter agronomi yang dapat digunakan untuk membuat taksasi atau peramalan produksi kelapa sawit.

Peramalan Pengertian Peramalan

Peramalan merupakan bagian penting bagi setiap perusahaan atau organisasi bisnis dalam setiap pengambilan keputusan manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan jangka panjang perusahaan. Dalam area fungsional finansial, peramalan memberikan dasar dalam proyeksi pendapatan, penentukan anggaran dan pengendalian biaya. Sementara itu, pada bagian produksi dan operasi data-data peramalan dapat digunakan untuk perencanaan kapasitas produksi, sarana produksi, dan penjadwalan.

Peramalan dapat diartikan sebagai penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabel untuk mengestimasikan nilai di masa yang akan

(7)

datang. Untuk membuat peramalan dimulai dengan mengeksplorasi data dari waktu yang lalu dengan mengembangkan pola data dengan asumsi bahwa pola data waktu yang lalu itu akan berulang lagi pada waktu yang akan datang, misalnya berdasarkan data dan pengalaman pada 12 bulan yang terakhir, produksi kelapa sawit dalam setiap bulan September-Desember terjadi penurunan bila dibandingkan dengan delapan bulan sebelumnya. Berdasarkan pola tersebut perusahaan dapat meramalkan bahwa pada bulan September berikutnya akan terjadi penurunan produksi.

Jenis Peramalan

Jenis Peramalan dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu, ruang lingkup dan metode yang digunakan. Berdasarkan jangka waktu, peramalan dapat dibedakan menjadi peramalan jangka panjang dan peramalan jangka pendek Peramalan jangka panjang biasa dilakukan oleh pemimpin perusahaan yang bersifat umum, berfungsi sebagai dasar untuk membuat peramalan jangka panjang. Peramalan jangka pendek biasanya dilakukan pimpinan pada tingkat menengah maupun bawah dan lebih bersifat operasional. Berdasarkan ruang lingkupnya, peramalan dibedakan menjadi peramalan mikro yaitu peramalan kondisi perusahaan dalam lima tahun yang akan datang dan peramalan makro yaitu peramalan kondisi perekonomian dalam lima tahun yang akan datang.

Berdasarkan Metode yang digunakan, peramalan dibedakan menjadi peramalan dengan metode kualitatif (non-statistik) dan metode kuantitatif (statistik). Peramalan dengan metode kualitatif (non-statistik) didasarkan pada individu-individu penilaian orang yang melakukan peramalan dan tidak tergantung pada data-data yang akurat (pengolahan dan analisis data historis yang tersedia). Metode ini digunakan untuk peramalan produk baru dimana tidak ada data historis. Teknik model peramalan kualitatif berusaha untuk menggunakan penilaian (judgement) atau faktor subyektif individu dalam peramalan. Model ini sangat berguna terutama ketika faktor subyektif diharapkan sangat penting atau ketika data kuantitatif yang akurat sulit didapatkan.

(8)

Peramalan dengan metode kuantitatif (statistik) berdasarkan pada rekayasa atas data historis yang ada secara memadai tanpa intuisi dan penilaian subyektif oleh orang yang melakukan peramalan. Menurut Makridakis, Wheelwright, dan Mc.Gee (1995), pada umumnya peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi yaitu tersedia informasi tentang masa lalu (data historis), informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk numerik dan dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang. Teknik peramalan kuantitatif sangat beragam, dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu dan untuk berbagai tujuan. Setiap teknik yang akan dipilih memiliki sifat, ketepatan, tingkat kesulitan dan biaya tersendiri yang harus dipertimbangkan. Metode kuantitatif dapat dibagi dalam deret berkala dan Metode Kausal.

Referensi

Dokumen terkait

Jika Carry Flag = 0, maka program akan melompat ke alamat yang disebutkan dalam perintah; jika tidak, maka program akan melanjutkan ke baris berikutnya (tidak terjadi

bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nornor 23 Tahun 2011 ten tang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nornor 2 Tahun 2008 tentang

Imam Syafi’i adalah seorang Ulama’ besar yang pernah menjadi guru Imam Hambali berkata kepada muridnya itu. Jazuli, Ilmu Fiqih: Penggalian, Perkembangan dan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Bauran Promosi (X) Periklanan (X1) Promosi Penjualan (X2)

Adapun sistem pelayanan sarana air bersih di Kapuas Hulu hingga tahun 2004 tercatat baru dilayani dan dikelola oleh 1 (satu) perusahaan Air Minum (PDAM) dengan sumber air baku

Dalam usaha untuk menemukan marka molekuler atau segmen DNA yang berkaitan dengan fenotipe tertentu, penelitian untuk mengkaji asosiasi polimorfisme lokus

Ungkapan informan di atas menyatakan bahwa sebagian besar ajaran agama hindu di pelajari setelah masuk ke agama hindu. Hal tersebut dilakukan melalui belajar

Definisi 2.9 (Kusumadewi, 2002) Proses defuzzifikasi merupakan suatu bentuk inferensi sistem fuzzy dengan inputnya adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi