• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN SALT REPLACER DI PT. KEMANG FOOD INDUSTRIES SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN SALT REPLACER DI PT. KEMANG FOOD INDUSTRIES SKRIPSI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

1

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS DAGING

SAPI DENGAN PENAMBAHAN SALT REPLACER DI PT. KEMANG

FOOD INDUSTRIES

SKRIPSI

SETIYO WURYASTUTY

F24080129

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

1

CHEMISTRY AND SENSORY CHARACTERISTICS OF BEEF SAUSAGE

USING A SALT REPLACER IN PT. KEMANG FOOD INDUSTRIES

Setiyo Wuryastuty, Budi Nurtama, and Martinus Rachmat

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 856 55343920, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Sausage is a processed meat product made by grinding, added with salt and spices and then wrapped in the casing to form a cylinder. But, the increased awareness of health led people tend to reduce the intake of salt from the diet because high salt consumption can trigger the onset of hypertension. Therefore, it is important to find a substance that can replace the function of salt in the producing of sausage. In this research the substance that is added is a salt replacer. The purpose of this research is to find out how high in concentrations of salt can be replaced with the addition of salt replacer but the sausage characteristics still can be accepted by consumers. The research stages consist of the determination formula sausage, making sausage, organoleptic tests, and quality analysis. The result of this research showed that used salt replacer could reduced moisture content, fat content, Nacl content, natrium content, and cooking loss of beef sausage. The quality analysis results show that beef sausage contains 164.39% (db) water, 4.06% (db) ash, 32.91% (db) protein, 61.93% (db) fat, 1.10% (db) carbohydrates, 8.42% NaCl, 0.41% natrium, and 4.79% cooking loss. The hedonic test showed that the most panelist accepted the beef sausage.

(3)

1

SETIYO WURYASTUTY. F24080129. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Salt Replacer Di PT. Kemang Food Industries. Di bawah bimbingan Budi Nurtama dan Martinus Rachmat. 2012.

RINGKASAN

Sosis merupakan salah satu produk daging olahan yang banyak disukai oleh masyarakat karena kepraktisannya. Sosis adalah produk daging olahan yang dibuat dengan cara digiling serta ditambah dengan garam dan bumbu-bumbu kemudian dibungkus dalam selongsong sehingga berbentuk silinder yang simetris. Penambahan garam pada pembuatan sosis berfungsi sebagai pengawet, pembentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan, serta sebagai pembentuk emulsi. Namun, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, kecenderungan untuk mengurangi asupan garam dari makanan juga semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan konsumsi garam yang berlebihan dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu zat yang dapat menggantikan fungsi garam pada pembuatan sosis. Zat yang ditambahkan dapat berupa salt replacer. Salt replacer atau pengganti garam adalah suatu zat selain natrium, yang memiliki rasa asin. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dan organoleptik sosis sapi dengan penambahan salt replacer.

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu (1) penetapan formula sosis, (2) pembuatan sosis, (3) uji organoleptik, (4) analisis mutu dan cooking loss. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan formula terbaaik yang dapat diterima secara sensori oleh konsumen dan diharapkan nantinya dapat dikembangkan di PT. Kemang Food Industries.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis dengan pengurangan garam dan penambahan salt

replacer dapat menurunkan kadar air, kadar lemak, kadar NaCl, kadar natrium, dan cooking loss.

Namun, penambahan salt replacer dapat meningkatkan kadar abu dan kadar protein pada sosis. Berdasarkan hasil penelitian, formula sosis yang terpilih untuk selanjutnya dikembangkan adalah sosis dengan pengurangan garam sebesar 60% dengan penambahan 0.4% salt replacer. Sosis ini memiliki

cooking loss yang rendah, yaitu sebesar 4.79% . Sosis terpilih memiliki kadar air sebesar 164.39%

(bk), kadar abu sebesar 4.06% (bk), kadar protein sebesar 32.91% (bk), kadar lemak sebesar 61.93% (bk), kadar karbohidrat sebesar 1.10% (bk), kadar NaCl sebesar 8.42%, dan kadar natrium sebesar 0.41%. Kadar NaCl dan natrium yang terkandung di dalam sosis terpilih lebih rendah dibandingkan dengan reference, namun memiliki rasa asin yang disukai oleh panelis pada uji sensori.

(4)

1

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS DAGING

SAPI DENGAN PENAMBAHAN SALT REPLACER DI PT. KEMANG

FOOD INDUSTRIES

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SETIYO WURYASTUTY

F24080129

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

1

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr.) NIP. 19590415 198601 1 001

Pembimbing II,

(Martinus Rachmat, STP)

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526 199303 1 004

Judul Skripsi : Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan

Salt Replacer di PT. Kemang Food Industries

Nama : Setiyo Wuryastuty

NIM : F24080129

Menyetujui,

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Salt Replacer Di PT. Kemang Food Industries adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

Setiyo Wuryastuty F24080129

(7)

© Hak Cipta milik Setiyo Wuryastuty, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(8)

BIODATA PENULIS

Setiyo Wuryastuty lahir di Palembang, 4 Juni 1990 dari pasangan ayah Oktobrisman Sudjarwo dan ibu Sumartinah sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Banjaran V Kediri pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Kediri dan selesai pada tahun 2005. Penulis mengikuti pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Kediri dan lulus pada tahun 2008. Bulan Juli 2008, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman (2008), anggota Paduan Suara FATETA IPB (2009), dan anggota Divisi Medis Masa Perkenalan Departemen ITP “Baur” (2009).

Penulis juga mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM-M) pada tahun 2012 dengan judul “Battle Asik Media Edukasi dalam Pelatihan Dokter Kecil di SDN 5 Dramaga”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Salt Replacer Di PT. Kemang Food Industries”.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Kimia dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Salt Replacer Di PT. Kemang Food Industries”. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Dr. Ir . Budi Nurtama, M.Agr. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan selama kegiatan magang, penulisan, dan penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi.

3. Direktur PT. Kemang Food Industries yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan magang.

4. Bapak Martinus Rachmat, STP selaku pembimbng lapang yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu Sri Ciptaningsih dan Bapak Ismoyo yang telah memberikan arahan dan masukan selama kegiatan magang.

6. Keluargaku tercinta, Ayahanda Ir. Oktobrisman Sudjarwo, Ibunda Sumartinah, kakak-kakakku Setiyo Wibowo, ST, dr. Setiyo Widyaningrum, Ripka Syalia Tonasu, SE, dan Mickael Crisbanten Setiabudi Estiarso, ST, serta keponakan-keponakanku Azka, Alizkha, dan Reyhan yang telah memberikan dorongan baik berupa do’a, motivasi, dan materi yang tak terhingga kepada penulis. Kalian adalah hal terbaik dalam hidupku.

7. Budi Hari Sulaksono, yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian, dan do’a selama penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Ati, Sarah, Anggi, Angel, Harum, Rendy, dan Sofian yang setia menemaniku dengan sabar dalam suka dan duka selama 4 tahun ini. Hidup penulis jadi bermakna karena kalian.

9. Teman satu bimbingan dan magang, Cindy dan Arum yang selalu memberi motivasi.

10. Teman-teman”Malea Atas”, Leli, Fitri, Echa, Putri, Caca, Sella, Eka, Sofi, Nova, Mbak Kiki, Mbak Nurul, Mbak Rina, dan Mbak Indri, atas bantuan, do’a, dan kebersamaan yang telah diberikan.

11. Tim R&D PT. Kemang Food Industries, Mas Dimas, Retno, Mbak Puspa, dan Bu Endang yang telah membantu penulis selama kegiatan magang.

12. Teman-teman ITP 45 atas persahabatan, kebersamaan, bantuan, do’a, dan canda tawa yang diberikan.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, Juli 2012 Setiyo Wuryastuty

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 3

B. LOKASI PERUSAHAAN ... 3

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 3

1. Presiden Direktur ... 3 2. Marketing... 4 3. Finance ... 4 4. Operasional ... 4 D. KETENAGAKERJAAN ... 5 E. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN ... 5

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. DAGING ... 6

B. SOSIS ... 6

C. SALT REPLACER ... 8

IV. ASPEK PRODUKSI ... 9

A. BAHAN BAKU PRODUKSI ... 9

1. Bahan Baku Utama ... 9

2. Bahan Baku Pembantu ... 9

B. PROSES PRODUKSI SOSIS ... 12

1. Persiapan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pembantu ... 12

2. Penggergajian Daging (Sawing) ... 12

(11)

4. Penggilingan Daging (Mincing) ... 13

5. Curing ... 13

6. Pencampuran (Mixing) ... 13

7. Pengisian (Filling) ... 13

8. Penyiraman Awal (Showering) ... 15

9. Pemanasan Awal (Renderning) ... 15

10.Pengeringan (Drying) ... 15

11Pengasapan (Smoking). ... 15

12.Pemasakan (Cooking) ... 15

13.Penyiraman Akhir (Showering) ... 15

14.Pendinginan (Cooling) ... 16

15.Pelabelan dan Pengemasan... 16

16.Penyimpanan dan Penggudangan ... 16

17.Distribusi ... 16

V. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. BAHAN DAN ALAT ... 17

1. Bahan ... 17

2. Alat ... 17

B. METODE PENELITIAN ... 17

1. Observasi Lapang ... 17

2. Penetapan Formula Sosis ... 17

3. Pembuatan Sosis ... 19

4. Uji Organoleptik ... 19

5. Analisis Mutu ... 21

a. Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC 1995) ... 21

b. Kadar Abu Total dengan Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995) ... 22

c. Kadar Protein dengan Metode Kjehdahl-mikro (AOAC 1995) ... 22

d. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC 1995) ... 22

e. Kadar Karbohidrat dengan Metode By Difference (AOAC 1995)... 23

f. Analisis Kadar NaCl (Metode Modifikasi Mohr) ... 23

g. Analisis Natrium dengan AAS ... 23

h. Cooking loss (Modifikasi dari Soeparno 2005) ... 24

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 24

(12)

A. OBSERVASI LAPANG ... 26 B. UJI ORGANOLEPTIK ... 27 C. ANALISIS MUTU ... 28 1. Kadar Air ... 28 2. Kadar Abu... 30 3. Kadar Protein ... 31 4. Kadar Lemak ... 32 5. Kadar Karbohidrat ... 32

6. Analisis Kadar NaCl ... 33

7. Analisis Kadar Natrium ... 34

8. Cooking Loss ... 35

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. SIMPULAN ... 37

B. SARAN ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat Mutu Daging Menurut SNI 01-3820-1995 ... 7

Tabel 2. Formulasi Bahan dan Bumbu ... 18

Tabel 3. Formulasi Perbandingan Garam dan Salt Replacer ... 18

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Beberapa Contoh Produk PT. Kemang Food Industries ... 5

Gambar 2. Proses Produksi Sosis di PT Kemang Food Industries ... 14

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis ... 20

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Emulsi ... 21

Gambar 5. Rancangan Diagram Alir Penelitian ... 25

Gambar 6. Histogram Nilai Rata-rata Uji Rating Hedonik ... 27

Gambar 7. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Air ... 29

Gambar 8. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Abu ... 30

Gambar 9. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Protein ... 31

Gambar 10. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Lemak ... 32

Gambar 11. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Karbohidrat ... 33

Gambar 12. Histogram Nilai Rata-rata Kadar NaCl... 34

Gambar 13. Histogram Nilai Rata-rata Kadar Natrium ... 35

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. variasi produk sosis di PT. Kemang Food Industries ... 42

Lampiran 2. Variasi produk baso di PT. Kemang Food Industries ... 43

Lampiran 3. Variasi produk burger di PT. Kemang Food Industries ... 44

Lampiran 4. Variasi produk delicatessen dan lainnya di PT. Kemang Food Industries ... 45

Lampiran 5. Spesifikasi Kemira Provian®... 46

Lampiran 5. Spesifikasi Kemira Provian® (lanjutan) ... 47

Lampiran 6. Scoresheet uji rating hedonik ... 48

Lampiran 6. Scoresheet uji rating hedonik (lanjutan) ... 49

Lampiran 7. Rekapitulasi dan hasil uji rating hedonik pada parameter rasa asin ... 50

Lampiran 7. Rekapitulasi dan hasil uji rating hedonik pada parameter rasa asin (lanjutan) ... 51

Lampiran 7. Rekapitulasi dan hasil uji rating hedonik pada parameter rasa asin (lanjutan) ... 52

Lampiran 8. Analisis statistik uji rating hedonik pada parameter rasa asin ... 53

Lampiran 9. Uji lanjut LSD rating hedonik pada parameter rasa asin ... 54

Lampiran 9. Uji lanjut LSD rating hedonik pada parameter rasa asin (lanjutan) ... 55

Lampiran 9. Uji lanjut LSD rating hedonik pada parameter rasa asin (lanjutan) ... 56

Lampiran 10. Rekapitulasi data uji kadar air ... 57

Lampiran 11. Analisis statistik uji kadar air ... 58

Lampiran 12. Uji lanjut Duncan kadar air ... 58

Lampiran 13. Rekapitulasi data uji kadar abu ... 59

Lampiran 14. Analisis statistik uji kadar abu ... 60

Lampiran 15. Uji lanjut Duncan kadar abu ... 60

Lampiran 16. Rekapitulasi data uji kadar protein ... 61

Lampiran 17. Analisis statistik uji kadar protein ... 62

Lampiran 18. Uji lanjut Duncan kadar protein ... 62

Lampiran 19. Rekapitulasi data uji kadar lemak ... 63

Lampiran 20. Analisis statistik uji kadar lemak ... 64

Lampiran 21. Uji lanjut Duncan kadar lemak ... 64

Lampiran 22. Rekapitulasi data uji kadar karbohidrat ... 65

Lampiran 23. Analisis statistik uji kadar karbohidrat... 66

(16)

Lampiran 25. Analisis statistik uji kadar NaCl ... 66

Lampiran 26. Uji lanjut Duncan kadar NaCl ... 67

Lampiran 27. Rekapitulasi data larutan mineral standar natrium ... 68

Lampiran 28. Kurva larutan mineral standar natrium ... 68

Lampiran 29. Rekapitulasi data uji kadar natrium ... 69

Lampiran 30. Analisis statistik uji kadar natrium ... 69

Lampiran 31. Uji lanjut Duncan kadar natrium ... 70

Lampiran 32. Rekapitulasi data cooking loss ... 70

Lampiran 33. Analisis statistik cooking loss ... 71

Lampiran 34. Uji lanjut Duncan cooking loss ... 71

Lampiran 35. Tata letak PT. Kemang Food Indusrtries ... 72

Lampiran 36. Struktur organisasi PT. Kemang Food Industries ... 73

Lampiran 37. Sosis sapi dengan penambahan salt replacer ... 74

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri daging olahan saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Mobilitas masyarakat yang semakin meningkat menyebabkan produk-produk pangan yang praktis dan mudah disajikan sangat diminati. Salah satu produk daging olahan yang banyak disukai oleh masyarakat karena kepraktisannya adalah sosis. Sosis merupakan produk daging olahan yang dibuat dengan cara digiling serta ditambah dengan garam dan bumbu-bumbu kemudian dibungkus dalam selongsong sehingga berbentuk silinder yang simetris. Penambahan garam pada pembuatan sosis berfungsi sebagai pengawet, pembentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan, serta sebagai pembentuk emulsi.

Namun, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, kecenderungan untuk mengurangi asupan garam dari makanan juga semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan konsumsi garam yang berlebihan dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Kandungan garam yang tinggi di dalam tubuh akan mengganggu kerja ginjal. Garam harus dikeluarkan oleh tubuh melalui ginjal, namun garam bersifat menarik air. Masuknya air dalam jumlah besar ke dalam pembuluh darah menyebabkan volume darah yang ada dalam sistem peredaran darah bertambah sehingga berakibat tekanan darah menjadi tinggi.

Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap mengenai hipertensi. Namun beberapa sumber, yakni Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia di atas 35 tahun adalah lebih dari 15.6%. Hipertensi juga menempati peringkat ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2005 dengan prevalensi sebesar 2.93 % (Depkes RI 2007) dan menempati meningkat menjadi peringkat ke-2 pada tahun 2006 dengan prevalensi sebesar 4.67% (Depkes RI 2008) . Data Riset Kesehatan Dasar (2007) menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31.7%. Data Riskesdas tahun 2007 juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6.8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2005 yaitu sebesar 1.62% (Depkes RI 2007) dan pada tahun 2006 yaitu sebesar 2.1% (Depkes RI 2008) dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.

PT. Kemang Food Industries merupakan salah satu produsen daging olahan di Indonesia. Olahan daging yang diproduksi oleh PT. Kemang Food Industries antara lain sosis, burger, bakso, dan delicatessen. Sosis merupakan produk unggulan dari PT. Kemang Food Industries. Berkembangnya kebutuhan konsumen yang semakin beragam membuat PT. Kemang Food Industries terus berusaha melakukan inovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan selalu berusaha meningkatkan mutu produk yang dihasilkan.

Melihat adanya potensi bahaya jika asupan garam terlalu tinggi mendorong PT. Kemang Food Industries mengembangkan produk sosis dengan kandungan garam yang rendah. Pengurangan jumlah garam pada pembuatan sosis sangat berpengaruh pada cita rasa, tekstur, dan keawetannya. Selain itu, penambahan garam juga berpengaruh terhadap cooking loss atau susut masak produk karena memengaruhi daya mengikat airnya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu zat yang dapat menggantikan fungsi garam pada pembuatan sosis. Zat yang ditambahkan dapat berupa

(18)

salt replacer. Diharapkan, penambahan zat tersebut dapat menggantikan fungsi garam tanpa

memengaruhi karakteristik produk akhir sosis yang dihasilkan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari kegiatan magang di PT. Kemang Food Industries adalah :

1. Menambah wawasan dan pengalaman, serta memberikan gambaran nyata dari aplikasi ilmu yang diperoleh selama kuliah.

2. Menjalin kerjasama antara mahasiswa perguruan tinggi dengan masyarakat industri melalui praktek kerja nyata di lapangan.

Tujuan khususnya adalah melakukan penelitian untuk :

1. Membuat produk sosis dengan kandungan garam yang rendah.

2. Mengetahui konsentrasi salt replacer yang dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis. 3. Mengetahui karakteristik organoleptik dan nilai gizi yang terkandung dalam sosis sapi

(19)

II.

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT. Kemang Food Industries didirikan oleh Bob Sadino pada tahun 1970. Bob Sadino memulai usahanya dengan menjual telur dan daging segar di Kelurahan Kemang. Kemudian Bob Sadino mengembangkan usahanya dengan mulai menjual daging olah. PT. Kemang Food industries didirikan berdasarkan akta nomor 38, dihadapan notaris Abdul Latief, SH. pada tanggal 16 Januari 1975. Pada awalnya, lokasi PT. Kemang Food Industries adalah di Jalan Villa Drop, Kelurahan Kemang, Jakarta Selatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menghendaki pengalokasian industri pada suatu kawasan khusus, PT. Kemang Food Industries pindah ke Kawasan Industri Pulo Gadung pada tahun 1977. Pada tahun 1979 PT. Kemang Food Industries mulai beroperasi kembali seiring selesainya pendirian pabrik baru di kawasan industri tersebut. Pada tahun 1982 dilakukan beberapa pembenahan pabrik, mesin, tenaga kerja, dan manajemen. Pada bulan Maret tahun 2008 terjadi pergantian kepemilikan perusahaan sesuai dengan akta nomor 25. Pemilik PT. Kemang Food Industries saat ini adalah Bapak Reza sebagai komisaris, Bapak Nugroho sebagai Direktur Utama, Bapak Iwan sebagai Direktur Operasional dan Bapak Hendra sebagai Direktur Pemasaran dan Keuangan.

Audit HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) di PT. Kemang Food Industries dilakukan setiap dua tahun sekali. Audit HACCP terakhir dilakukan pada tahun 2008. PT. Kemang Food Industries juga telah memiliki Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 9 Juli 2009 untuk semua jenis produknya. PT. Kemang Food Industries hingga saat ini telah membuka cabang di lima kota besar di Indonesia yaitu Bandung, Surabaya, Solo, Denpasar, dan Palembang.

B. LOKASI PERUSAHAAN

PT. Kemang Food Industries terletak di Jalan Pulo Kambing nomor 11, Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta (Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung/ JIEP), Jakarta Timur. PT. Kemang Food Industries menempati area tanah seluas 5000 m2 dengan luas bangunan 4000 m2. Area bangunan pabrik meliputi kantor, ruang produksi, laboratorium, ruang penerimaan bahan baku dan bahan pembantu, gudang bahan baku dan bahan pembantu, gudang produk jadi, ruang

maintenance, ruang makan, musholla, ruang distribusi produk, pos satpam, tempat parkir, taman,

dan tempat pengolahan limbah.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

1. Presiden Direktur

Presiden direktur merupakan pemegang wewenang tertinggi dalam perusahaan yang bertanggung jawab atas kegiatan perusahaan baik internal maunpun eksternal. Presiden direktur bertugas untuk memastikan ketersediaan sumber-sumber produksi utama yang

(20)

diperlukan dalam operasional secara berkesinambungan, menunjuk dan menetapkan personil yang dianggap cakap dan memenuhi persyaratan untuk mengisi jabatan secara struktural di masing-masing departemen, dan menetapkan kebijaksanaan dan penanganan terhadap keputusan yang memerlukan persetujuan presiden direktur. Selain itu, presiden direktur juga berwenang penuh untuk melakukan perjanjian kepada pihak pelanggan atau calon pelanggan dalam upaya menjaga kelangsngan hidup perusahaan dan kepuasan pelanggan, memberi persetujuan atas usulan-usulan pembiayaan yang diajukan oleh masing-masing bagian, dan mengambil langkah-langkah dalam pengendalian perusahaan.

2. Marketing

Divisi marketing terdiri dari 5 sub divisi, yaitu direct saling, distribusi, sales office,

national sales, dan promosi. Kegiatan yang dilakukan oleh divisi ini antara lain membantu

kegiatan direktur utama untuk meraih pelanggan baru, melakukan analisa kecenderungan pasar, menangani keluhan konsumen, dan menangani penarikan produk jika terjadi penyimpangan. Selain itu, divisi marketing juga mengatur dan melaksanakan penjualan pada setiap daerah.

3. Finance

Divisi finance bertugas untuk melakukan perencanaan keuangan baik pemasukan atau pengeluaran perusahaan.

4. Operasional

Divisi operasional terdiri dari divisi produksi, teknik, P&C, R&D, dan QC. Divisi produksi dan P&C bertugas melakukan pengaturan perencanaan produksi atas dasar permintaan pelanggan dan memastikan ketersediaan bahan dasar untuk produksi. Divisi teknik bertugas melakukan perawatan pada semua mesin produksi dan tempat produksi.

Divisi R&D bertanggung jawab dalam pengembangan produk dan formulasi bahan untuk mendapatkan variasi jenis produk baru serta mempertahankan konsistensi formula atau melakukan perubahan formula bahan yang diinginkan. Bagian ini juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan trial baik dalam skala laboratorium maupun skala produksi, penetapan komposisi bahan-bahan serta metode kerja yang harus dilakukan terhadap produk baru, dan memberi pelatihan kepada pekerja untuk peningkatan mutu produk

Divisi QC bertanggung jawab dalam pengawasan kualitas produk dan keamanan produk sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu dan keamanan pangan. Pengawasan dilakukan mulai dari pemilihan bahan baku hingga produk siap dipasarkan. Selain itu QC juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya proses produksi mula mulai dari persiapan hingga penyimpanan produk sesuai dengan HACCP, mengatur penataan bahan baku sesuai persyaratan sistem HACCP, mengontrol dokumen, menyiapkan hal-hal yang terkait dengan urusan registrasi halal dan departemen kesehatan serta melakukan pengawasan terhadap sanitasi lingkungan pabrik, peralatan dan para pekerja pabrik.

(21)

D. KETENAGAKERJAAN

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting yang mendukung kelancaran proses produksi. PT. Kemang Food Industries memiliki 253 karyawan yang terdiri dari 225 orang laki-laki dan 28 orang wanita. Tingkat pendidikan karyawan berbeda-beda sesuai dengan bidangnya masing-masing, namun sekitar 70% karyawan adalah lulusan SMA. Karyawan di PT. Kemang Food Industries bekerja selama 6 hari mulai hari Senin sampai Sabtu dengan total 40 jam kerja/minggu. Karyawan bagian produksi mulai bekerja pukul 07.00-15.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 jam pada pukul 11.30-12.30 WIB. Karyawan bagian produksi pada hari Sabtu bekerja mulai pukul 07.00-12.00 WIB. Jam kerja staf kantor berbeda dengan karyawan bagian produksi. Staf kantor mulai bekerja pada pukul 08.00-16.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 12.00-13.00 WIB.

E. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN

Produk yang diproduksi oleh PT. Kemang Food Industries digolongkan ke dalam tujuh kelompok, yaitu sosis, burger, daging asap, mayonaise, bakso, daging kebab, dan smoke beef

tongue. Semua jenis produk ini telah bersertifikat halal dari MUI. Beberapa contoh produk PT.

Kemang Food Industries dapat dlihat pada Gambar 1.

Selain produk internal, PT. Kemang Food Industries juga menjadi telah menjalin kerjasama dengan Carrefour sebagai pemasok produk olahan daging. Berbagai variasi produk olahan daging PT. Kemang Food Industries dapat dilihat pada Lampiran 1-4.

(22)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. DAGING

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 2005). Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, (6) daging olahan (Soeparno 2005).

Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest et al. 1975; Frankel 1983). Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 3.5% substansi non protein yang larut, dan 2.5% lemak (Lawrie 2003).

Daging terdiri dari tiga komponen utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu lemak bawah kulit (subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam otot (intramuskular) dan lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Protein daging sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman 1983).

Protein sarkoplasma berkisar 6% dari berat daging segar dan bersifat larut dalam air, tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan menganggu cross-linked miosin selama pembentukan matriks gel serta daya ikat airnya rendah. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dari jaringan yakni sekitar 9.5%, larut dalam larutan garam, terdiri dari aktin, miosin dan protein regulasi seperti tropomiosin, troponin, dan aktinin. Protein ini berperan dalam pembentukan gel terutama fraksi aktomiosin. Miosin mempunyai kemampuan gelasi selama pemanasan (Suzuki 1981). Protein stroma berkisar 3% dan tidak larut dalam larutan garam.

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat memengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral) serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang memengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasik enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan (Soeparno 2005).

B. SOSIS

Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah dan dibumbui serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder yang simetris (Kramlich 1971). Menurut BSN (1995), sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan sistem United State Department of Agriculture (USDA), sosis dapat dikategorikan menjadi sosis mentah, sosis asap belum masak, sosis asap masak, sosis masak, sosis

(23)

fermentasi dan meat loaf. Sosis mentah dibuat dari daging segar atau beku yang belum mengalami pemasakan, contohnya adalah bratwurst dan breakfast sausage. Sosis asap belum dimasak pada dasarnya sama seperti sosis mentah tetapi dalam pembuatannya diaplikasikan pengasapan untuk mengembangkan warna dan cita rasa, contohnya kielbasa dan metwurst. Sosis asap masak contohnya frankfurters, bologna dan cotto salami. Sosis fermentasi dibuat dari daging segar yang difermentasi dengan penambahan starter bakteri, contohnya cervelat, salami dan summer sausage.

Meat loaf dibuat dari daging giling dan dibentuk ke dalam wadah untuk diproses dengan oven

(Claus et al. 1994).

Tabel 1. Syarat Mutu Daging Menurut SNI 01-3820-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

1.4 Tekstur - Bulat panjang

2 Air % b/b Maks 67.0

3 Abu % b/b Maks 3.0

4 Protein % b/b Min 13.0

5 Lemak % b/b Maks 25.0

6 Karbohidrat % b/b Maks 8

7 Bahan Tambahan Makanan

Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 7.1 Pewarna

7.2 Pengawet 8. Cemaran logam :

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2.0

8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20.0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0

8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0 (250.0)*

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.03

9. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0.1

10. Cemaran mikroba :

10.1 Angka total lempeng koloni/g Maks. 105

10.2 Bakteri bentuk koli APM/g Maks. 10²

10.3 Eccherichia coli APM/g < 3

10.4 Enterococci koloni/g 10²

10.5 Clostridium perfringens - Negatif

10.6 Salmonella - Negatif

Staphilococcus aureus koloni/g Maks. 10²

*) Kemasan kaleng

Soeparno (2005) membagi sosis menjadi beberapa jenis, yaitu (1) sosis segar yang dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong sarta harus dimasak sebelum dimakan, (2) sosis masak yang dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap, dan setelah dibuat harus segera

(24)

dimakan, (3) sosis spesialis daging masak yang dibuat dari daging khusus, dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf, dan biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus, dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin, (4) sosis kering dan agak kering yang dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan, serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah dimasak. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Kramlich 1971)

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu (Soeparno 2005).

Struktur dasar emulsi adalah campuran dari bagian-bagian daging halus yang tersebar sebagai emulsi lemak dalam air (Pomeranz 1991). Tiga tipe protein yang berperan dalam pembentukan emulsi sosis yaitu (1) protein sarkoplasma yang larut air, namun kurang larut dalam larutan garam, (2) aktin dan miosin yang sangat larut dalam garam, namun tidak larut dalam air, dan (3) protein lainnya,misalnya mioglobin yang larut dalam air dan garam (Wilson et al. 1981).

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak, pH, jumlah dan tipe protein yang larut, viskositas emulsi (Kramlich 1971), jumlah penambahan air (Morrison et al. 1971), daya mengikat air daging, garam serta perlakuan mekanik (Pomeranz 1991).

C. SALT REPLACER

Salt replacer atau pengganti garam adalah suatu zat selain natrium, yang memiliki rasa asin

(Kilcast 2008). Salt replacer yang paling sering digunakan adalah kalium klorida (KCl), sodium asetat (C2H3NaO2), atau Sodium laktat (C3H5NaO3). Sodium asetat (C2H3NaO2) adalah garam

organik dengan berat molekul rendah yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba, meningkatkan atribut sensori, dan memperpanjang umur simpan berbagai produk olahan daging (Maca et al. 2004 dan Samejima 2004), unggas (Williams dan Phillips 1998), dan ikan (Williams et al. 1995; Boskou dan Debevere 2000; Sallam 2007). Selain menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, garam organik dari sodium asetat memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen pada makanan, yaitu Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolita,

Listeria monocytogenes, Escherichia coli, dan Clostridium Botulinum (Lee et al. 2002). Sodium

asetat tersedia secara luas, ekonomis, dan aman digunakan (Sallam 2007). Sodium laktat (C3H5NaO3) ditambahkan pada produk daging untuk memperpanjang masa simpan, mengontrol

(25)

IV.

ASPEK PRODUKSI

A. BAHAN BAKU PRODUKSI

1. Bahan Baku Utama

a. Daging sapi

Daging sapi yang digunakan merupakan daging impor yang berasal dari Australia dan New Zealand serta daging lokal dari Indonesia. Daging sapi tersebut diterima dalam keadaan beku dan terbungkus plastik di dalam kotak karton. Petugas QC bertugas menerima dan mengecek kualitas serta kuantitas daging impor yang datang dari suplier. Petugas harus mengisi form yang berisi tanggal dan jam penerimaan, nama suplier, nama bahan baku, merek, asal, jumlah yang datang, kode produksi, expired date, organoleptik (aroma dan warna), suhu, benda asing, pH, ada tidaknya sertifikat halal dan CoA (Certificate of Analysis), dan keputusan yang diambil (terima atau tolak). Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6.2-6.8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikatnya airnya masih bagus (Xiong dan Mikel 2001).

2. Bahan Baku Pembantu

a. Garam

Penambahan garam yang cukup bersifat sebagai pengawet, pembentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan (Soeparno 2005). Selain itu, garam berfungsi sebagai pembentuk emulsi, dimana protein daging yang berupa miosin dilarutkan dan dikeluarkan melalui serat-serat daging sehingga dapat meningkatkan daya ikat partikel daging. Larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya (Wilson et al. 1981). Menurut Kramlich (1971), tanpa penambahan garam, tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1-5% atau 3%.

Garam dapat memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan (1) mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis, misalnya penghancuran daging, (2) berinteraksi dengan protein otot selama pemanasan sehingga protein membentuk matriks yang kuat, mampu menahan air dan menentukan derajat tekstur daging, (3) memberi citarasa asin pada produk-produk yang mengalami penggaraman, dan (4) bekerjasama dengan senyawa fosfat untuk meningkatkan daya mengikat air dan meningkatkan kelarutan protein daging (Trout dan Schmidt 1986).

Menurut Winarno (1997), makanan yang mengandung garam kurang dari 0.3% akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Pemakaian garam dengan konsentrasi rendah (1-3%) tidak bersifat membunuh bakteri, melainkan hanya memberikan cita rasa. Garam berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat mikroorganisme tertentu. Selain itu, pemakaian garam juga dapat memengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan,

(26)

proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel bakteri berkurang, sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan bakteri mati) (Moeljanto 1992).

b. Air/es

Penambahan air atau es berfungsi untuk: (1) meningkatkan keempukan dan jus daging, (2) menggantikan sebagian air yang hilang selama prosesing terutama selama prosesing panas, (3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, (4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, (5) melayani fase kontinu dari emulsi daging, (6) menjaga temperatur produk, dan mempermudah penetrasi ingredien curing, misalnya ke bagian dalam daging asap (Kramlich 1971; Forrest et al. 1975). Selain itu, air atau es berfungsi untuk melarutkan protein miosin yang merupakan pembentuk emulsi sehingga dihasilkan emulsi yang stabil (Lawrie 2003). Menurut Kramlich et al. (1973) protein miosin hanya larut pada suhu 4-5 °C. Kandungan air di dalam sosis sekitar 45-55% dari berat total sosis, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno 2005).

c. Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi

Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air-daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno 2005). Maksud penambahan bahan pengisi dan pengikat pada sosis adalah untuk: (1) meningkatkan stabilitas emulsi, (2) meningkatkan daya ikat produk daging, (3) meningkatkan flavor, (4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, (5) meningkatkan karakteristik irisan produk, dan (6) mengurangi biaya formulasi (Kramlich 1971; Forrest et

al. 1975).

Bahan pengikat yang umum digunakan pada pembuatan sosis adalah isolat protein.

Isolat Soy Protein (ISP) dengan nama lain isolat protein kedelai merupakan produk dari

protein kedelai yang berlemak rendah, protein ini diolah sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan protein yang tinggi. Kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95%. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat kedelai dan tepung kedelai (Koswara 1992).

Tepung tapioka merupakan bahan pengisi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sosis. Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan. Pati merupakan komponen utama tepung tapioka yang tidak memiliki rasa dan bau sehingga dapat dipergunakan untuk modifikasi rasa. Tapioka sering digunakan dalam pembuatan sosis karena selain harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis. Keberadaan granula pati yang mengembang selama gelatinisasi pati tidak meningkatkan elestisitas gel.

(27)

d. Fosfat

Fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging, menghambat ransiditas oksidatif bersama-sama asam askorbat, dan dapat memperbaiki tekstur. Fosfat meningkatkan kadar keempukan dan kadar jus daging

cured, meningkatkan daya terima warna, uniformitas dan stabilitas produk, dan melindungi

dari kemungkinan pencoklatan selama penyimpanan (Soeparno 2005).

Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Soeparno 2005). Menurut Wilson et al. (1981), penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata- rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fungsi penambahan alkali fosfat pada produk daging adalah (1) meningkatkan pH daging dan mengakibatkan meningkatnya daya mengikat air, (2) fosfat dan garam mempunyai fungsi sinergis sehingga memengaruhi daya mengikat air, (3) dapat menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan, (4) meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan, (5) menstabilkan warna dan keseragaman, (6) menghambat ketengikan karena fosfat memiliki sifat sebagai antioksidan, dan (7) selain dapat meningkatkan mutu produk daging, harganya juga relatif murah (De Freitas et al. 1997; Ockerman 1983).

e. Lemak

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk sosis yang kompak, empuk, dan lezat. Lemak yang ditambahkan pada sosis dapat berupa lemak nabati maupun lemak hewani, dengan kadar berkisar antara 5-25%. Keuntungan dari lemak nabati yaitu, linoleat, oleat, dan linolenat yang lebih besar dibandingkan lemak hewani (Dotulong 2009). Sosis yang baik dapat dihasilkan dengan menggunakan penambahan lemak hewani. Dengan lemak hewani, tekstur sosis akan menjadi lebih baik. Sedangkan lemak nabati yang biasanya cair pada suhu kamar akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Erdiansyah 2006).

f. Bumbu-bumbu

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis bertujuan untuk menambah citarasa produk agar sesuai dengan selera konsumen. Bumbu-bumbu yang dipakai dalam pembuatan sosis adalah bawang putih, bawang merah, biji pala, gula, jahe, merica, MSG, dan lain-lain. Penambahan bahan penyedap dan bumbu ditujukan terutama untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda (Soeparno 2005).

Fungsi MSG hanyalah sebagai pemberi rasa. Menurut Pisula (1984), dalam bentuk murninya MSG tidak memiliki rasa, akan tetapi bila dicampurkan dengan suatu bahan dapat meningkatkan rasa alami produk. Fungsi MSG sebagai pembangkit rasa tidak begitu berpengaruh pada produk yang memiliki bagian protein daging dalam jumlah besar, tetapi

(28)

pada produk yang hanya memiliki sejumlah kecil protein daging, MSG dapat memperbaiki rasa produk (Pearson dan Tauber 1984).

g. Casing

Casing merupakan wadah produk sosis yang berfungsi untuk menentukan bentuk

dan ukuran sosis serta pelindung dari kerusakan fisik, mikrobiologi maupun kimia. Casing untuk sosis ada dua tipe, yaitu casing alami dan casing buatan. Casing alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Casing alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami.

Casing buatan terdiri dari empat kelompok, yaitu: (1) selulosa, (2) kolagen yang

dapat dimakan, (3) kolagen yang tidak layak dimakan, dan (4) plastik. Casing buatan mempunya kekuatan yang lebih besar dibandingkan casing alami (Soeparno 2005).

B. PROSES PRODUKSI SOSIS

Proses produksi sosis yang dilakukan oleh PT. Kemang Food Industries terdiri dari beberapa persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu, penggergajian daging, pencabikan daging, penggilingan daging, curing, pencampuran, pengisian, pemasakan, pendinginan, pengemasan, dan distribusi. Skema proses produksi sosis di PT. Kemang Food Industries dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Persiapan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pembantu

Persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu dilakukan satu hari sebelum proses produksi dilakukan. Daging beku yang akan digunakan akan diberi perlakuan thawing terlebih dahulu untuk memudahkan proses penggergajian. Penimbangan bumbu-bumbu juga dilakukan sebelumnya sehingga pada saat proses produksi semua bahan telah tersedia.

2. Penggergajian Daging (Sawing)

Daging yang digunakan oleh PT. Kemang Food Industries sebagai bahan baku merupakan daging beku yang berbentuk balok sehingga perlu dilakukan penggergajian untuk mempermudah proses berikutnya yaitu pengecilan ukuran daging. Penggergajian daging dilakukan dengan menggunakan Bandsaw. Bandsaw adalah alat yang terdiri dari gergaji yang digerakkan oleh motor dan meja sebagai tempat untuk meletakkan daging yang akan diperkecil ukurannya. Potongan daging kemudian ditampung dalam meat car sebelum dilanjutkan pada proses pencabikan.

(29)

3. Pengecilan Ukuran Daging (Cubbing)

Proses pencabikan daging dilakukan dengan cubber meat. Cubber meat terdiri dari sebuah tabung horizontal dengan 10 bagian pisau yang berputar cepat. Cubber meat berfungsi untuk mengecilkan ukuran daging beku yang telah digergaji sehingga mempermudah proses berikutnya.

4. Penggilingan Daging (Mincing)

Daging yang telah diperkecil ukurannya kemudian diproses lebih lanjut dengan menggunakan mincer. Mincer terdiri dari sebuah ulir yang berputar, tiga buah piringan (plate), dan dua buah pisau. Daging yang telah dimasukkan ke dalam mincer akan bergerak dengan cara didorong oleh ulir yang berputar searah jarum jam. Daging mula-mula akan melawati piringan (plate) yang pertama yang terdiri dari tiga buah lubang berdiameter 5 cm. Lubang pada piring tersebut memiliki sisi-sisi yang tajam sehingga dapat memperkecil ukuran daging. Kemudian daging menuju ke pisau berputar yang memiliki empat buah mata pisau yang tajam. Selanjutnya daging masuk ke piringan kedua yang terdiri dari 12 lubang berdiameter 20 mm. Daging lalu menuju pisau yang kedua untuk diperkecil kembali ukurannya dan terakhir masuk ke piringan ketiga. Setelah keluar dari piringan ketiga, daging akan berbentuk silinder dengan diameter 3 mm.

5. Curing

Daging giling hasil penggilingan menggunakan mincer kemudian dimasukkan ke dalam ruang curing selama 24 jam dengan suhu 0 °C. Curing dilakukan dengan cara menambahkan NPS (Nitrit Pocalt Salt) ke dalam daging giling. Curing bertujuan untuk menstabilkan warna merah pada daging, mengawetkan, dan menghasilkan flavour khas dari daging tersebut.

6. Pencampuran (Mixing)

Proses mixing dilakukan dengan bowl cutter yang terdiri dari sebuah mangkok berputar yang memiliki diameter 1 meter dan pada bagian dalamnya terdapat sebuah pisau yang memiliki enam buah mata pisau.

7. Pengisian (Filling)

Proses filling atau pengisian adonan ke dalam casing dilakukan dengan menggunakan mesin filler yang bentuk corong pada bagian atas. Mula-mula daging masuk dari corong kerucut, bergerak ke bawah dengan dibantu oleh sebuah pengaduk dengan arah putaran berlawanan jarum jam, kemudian adonan dimasukkan ke dalam casing.

(30)

Gambar 2. Proses Produksi Sosis di PT Kemang Food Industries Persiapan bahan baku utama dan bahan

baku pembantu

Penggergajian daging (Sawing)

Pengecilan ukuran daging (Cubbing)

Penggilingan daging (Mincing)

Curing

Pencampuran (Mixing)

Penyiraman Awal (Showering) Sosis

Pengisian (Filling)

Pendinginan (Cooling)

Pelabelan dan Pengemasan

Penyimpanan dan Penggudangan

Distribusi

Pemanasan Awal (Renderning)

Pengeringan (Drying)

Pengasapan (Smoking)

Pemasakan (Cooking)

(31)

8. Penyiraman Awal (Showering)

Sebelum sosis dimasak dilakukan penyiraman dengan air selama 10 menit. Penyiraman awal bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lemak pada permukaan sosis. Penyiraman dilakukan dengan kran yang dapat berputar dan terletak di atas sehingga penyiraman air dapat merata dan mengenai seluruh permukaan sosis

9. Pemanasan Awal (Renderning)

Renderning merupakan pemanasan awal produk dengan suhu 85ºC selama 5 menit agar

produk tidak rusak karena perubahan suhu yang mendadak.

10. Pengeringan (Drying)

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sosis dengan suhu 90ºC selama 35-45 menit. Ciri sosis yang sudah kering apabila dipegang tidak terasa lengket dan basah. Apabila proses pengeringan tidak sempurna akan menyebabkan warna sosis tidak seragam.

11. Pengasapan (Smoking)

Tahap pengasapan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 65 °C. Pengasapan akan menimbulkan warna, rasa, dan aroma yang spesifik pada sosis karena asap yang dihasilkan dari serbuk gergaji yang dipanaskan akan memiliki efek bakteriostatik yang akan berfungsi sebagai pengawet. Asap tersebut membentuk zat antioksidan (fenol, fenol aldehid, asam fenol) dan zat anti mikroba (formaldehid, asam formalat), serta akan terjadi pengerasan sosis.

12. Pemasakan (Cooking)

Tahap pemasakan dilakukan pada suhu 90 °C selama 30 menit. Pemasakan bertujuan untuk membunuh mikroba, mempertahankan warna, dan menambah cita rasa. Sosis yang telah matang kemudian diberi perlakuan showering akhir yang bertujuan untuk mendinginkan produk sosis dan memudahkan pengupasan casing.

13. Penyiraman Akhir (Showering)

Penyiraman akhir dilakukan dengan cara mengalirkan air dari pipa yang berputar searah jarum jam sehingga kotoran sisa pembakaran serbuk gergaji dapat dihilangkan dan suhu produk akan mencapai 25 ºC-30 ºC. Penyiraman ini dilakukan selama 30 menit. Tujuan dari penyiraman ini adalah menyesuaikan kelembaban sosis dengan suhu ruangan dan untuk mempertahankan kadar air sosis agar tidak keriput oleh penguapan sehingga memudahkan pengupasan casing non edible sebelum dilakukan pengupasan. Standar produk yang matang adalah produk tidak keriput, tidak gosong, dan warna merata ( tidak belang ).

(32)

14. Pendinginan (Cooling)

Sosis yang telah matang kemudian didinginkan dahulu sebelum dikemas di dalam ruang pendingin sementara (anteroom) dengan suhu 0 °C- 5 °C. Waktu minimal yang diperlukan untuk pendinginan adalah 5 jam dan maksimal 24 jam.

15. Pelabelan dan Pengemasan

Pelabelan dilakukan sebelum proses pengemasan. Keterangan yang tercantum di dalam label antara lain nama produk, komposisi, ukuran berat, No. Depkes, tanggal kadaluarsa, cara penyimpanan dan penyajian, kode produksi serta kode halal.

Pengemasan dilakukan menggunakan vacuum packed. Prinsip kerja vacuum packed adalah mengeluarkan dan menyedot udara dari dalam kemasan sekaligus merekatkan kemasan (seal) sehingga produk menjadi hampa udara.

16. Penyimpanan dan Penggudangan

Sosis yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam gudang. Terdapat dua jenis gudang yang digunakan, yaittu gudang penyimpanan dingin (chiller) dan gudang penyimpanan beku (frozen). Gudang penyimpanan dingin (chiller) yang memiliki suhu 0 °C-5 °C digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan tiga bulan. Sedangkan gudang penyimpanan beku (frozen) yang bersuhu -18 °C- (-20 °C) digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan enam bulan.

17. Distribusi

Distribusi produk ke berbagai kota dilakukan menggunakan mobil pengangkut (container) yang dilengkapi dengan pendingin yang dapat diatur suhunya untuk mempertahankan suhu produk selama proses distribusi agar tidak mengalami kerusakan.

(33)

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi sebagai bahan baku pembuatan sosis. Bahan tambahan dalam pembuatan sosis daging terdiri dari garam, salt

replacer (Kemira Provian®), tapioka, Isolate Soy Protein (ISP), minyak nabati, air/es, sodium

tripolyphosphate (STPP), casing, serta bumbu-bumbu seperti bawang putih, gula, jahe, lada

putih, lada hitam, pala, dan MSG. Seluruh bahan pembuatan sosis diperoleh dari suplier yang telah ditentukan oleh PT. Kemang Food Industries. Proses pembuatan sosis juga dilakukan di pabrik PT. Kemang Food Industries. Sedangkan analisis dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, K2CrO4 5%, AgNO3, indikator H3BO3, indikator

(campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol), HCl, dan air destilata.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor, hand stuffer, panci,

refrigerator, dan smoke house. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas (labu

Kjehdahl, labu Soxhlet, pipet tetes dan volumetrik, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, buret), oven, tanur listrik, desikator, timbangan analitik, cawan, penjepit cawan, pemanas listrik (hot plate), Atomic Absorpsion Spektrofotometer (AAS).

B. METODE PENELITIAN

1. Observasi Lapang

Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap keseluruhan aspek produksi sosis sapi serta melakukan pengamatan proses produksi sosis sapi dan kondisi produk yang dihasilkan. Observasi lapang dilakukan dalam satu sampai dua minggu yang juga dilakukan dengan terjun langsung dalam kegiatan produksi, Quality Control (QC), dan Research and Development (R&D).

2. Penetapan Formula Sosis

Tahap penetapan formula meliputi penetapan bumbu, garam, sodium tripolyphosphate (STPP), es, tapioka, dan emulsi, serta penentuan konsentrasi garam yang akan dikurangi dan

salt replacer yang akan ditambahkan dalam pembuatan sosis sapi.

Tahap penetapan bumbu dilakukan untuk mengetahui komposisi bumbu-bumbu yang dapat ditambahkan pada sosis sapi. Bumbu-bumbu meliputi bawang putih, lada putih, lada

(34)

hitam, pala, jahe, dan MSG. Tahap penetapan bumbu ini dilakukan secara trial and error. Formula bahan dan bumbu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi Bahan dan Bumbu Bahan dan bumbu Jumlah (%)

Daging 55 STPP 0.2 Garam 1.8 Emulsi 20 Tapioka 5 Es 14.59 Gula 1.3 Lada Putih 0.6 Lada Hitam 0.3 Pala 0.2 Bawang Putih 0.7 Jahe 0.2 MSG 0.11 Total 100

Tahap penetapan garam dilakukan untuk memperoleh konsentrasi optimum garam yang ditambahkan pada pembuatan sosis agar menghasilkan sosis dengan rasa yang dapat diterima oleh panelis. Jumlah garam yang ditambahkan adalah sebesar 1.8%. Kemudian konsentrasi garam tersebut digunakan sebagai reference untuk menentukan seberapa besar pengurangan garam yang akan dilakukan pada perlakuan berikutnya, yaitu pengurangan garam sebanyak 50% dan 60%. Formula reference yang digunakan merupakan formula baru yang belum pernah digunakan di PT. Kemang Food Industries sehingga belum diketahui karakteristik kimia, fisik, maupun organoleptiknya.

Tabel 3. Formulasi Perbandingan Garam dan Salt Replacer Bahan-bahan Jumlah (%) Reference A B C D E F G H Garam 1.8 0.9 0.72 0.9 0.75 0.9 0.75 0.9 0.75 Salt replacer 0 0.2 0.2 0.4 0.4 0.6 0.6 0.8 0.8 Es 14.59 15.29 15.47 14.89 15.07 14.89 14.87 14.49 14.67 Keterangan :

A : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.2% Salt replacer B : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.2% Salt replacer C : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.4% Salt replacer D : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.4% Salt replacer E : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.6% Salt replacer F : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.6% Salt replacer

(35)

G : Pengurangan garam 50 % dan penambahan 0.8% Salt replacer H : Pengurangan garam 60 % dan penambahan 0.8% Salt replacer

Tahap penetapan salt replacer dilakukan untuk memperoleh kisaran maksimum dan minimum salt replacer yang dapat ditambahkan untuk menghasilkan sosis dengan rasa yang masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi salt replacer yang ditambahkan adalah sebesar 0.2%, 0.4%, 0.6%, dan 0.8%. Salt replacer yang digunakan adalah Kemira Provian® . spesifikasi Kemira Provian® dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. Pembuatan Sosis

Proses pembuatan sosis sapi terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pembuatan emulsi dan tahap pembuatan sosis. Tahap pembuatan emulsi dan sosis secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3-4.

Tahap pembuatan emulsi dimulai dengan memasukkan air es dan isolat protein kedelai ke dalam cutter pada suhu 25 ºC-30 ºC selama 3 menit atau sampai campuran tersebut menjadi kalis. Kemudian minyak nabati dituang sedikit demi sedikit ke dalam campuran hingga membentuk emulsi yang homogen.

Pembuatan sosis sapi dilakukan berdasarkan formula yang telah diperoleh pada tahap penentuan formula. Pembuatan sosis dimulai dengan menyiapkan bahan baku yang diperlukan. Mula-mula daging dimasukkan ke dalam cutter hingga daging cukup halus. Kemudian bahan-bahan lain dimasukkan sesuai dengan urutan, yaitu STPP, setengah bagian es, garam, salt

replacer, emulsi, bumbu-bumbu, setengah bagian es, dan tapioka. Proses cutting dilakukan

hingga bahan tercampur dan membentuk pasta dengan suhu di bawah 10 ºC.

Adonan sosis kemudian dimasukkan ke dalam casing menggunakan stuffer. Selanjutnya dilakukan penyiraman awal (showering) sebelum sosis dimasukkan ke dalam smoke house untuk dimasak dan dilakukan pula penyiraman akhir (showering) setelah sosis dikeluarkan dari

smoke house . Sosis yang telah selesai dimasak, didinginkan terlebih dahulu sebelum dilakukan

pengupasan casing.

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Uji rating hedonik dipakai bila uji sensori bertujuan menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi diantara sejumlah contoh. Uji rating hedonik menggunakan skala pengukuran berupa skala kategori atau skala garis. Menurut American Standard Testing Material (ASTM), jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 70 panelis tidak terlatih, sedangkan menurut Meilgard et al. (1999), jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 30 panelis tidak terlatih.

Sampel yang akan diuji adalah seluruh formula yang diperoleh dari tahapan penentuan formula. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 70 panelis tidak terlatih. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Pengujian dilakukan terhadap satu atribut sensori, yaitu rasa asin. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala garis. Skala garis berupa garis horisontal dengan panjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas kesukaan.

(36)

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis .

Daging Sapi Beku

Pencairan Kembali (thawing)

Penyiraman Awal (showering) Pengisian dalam Selongsong (filling)

Penggilingan (mincing)

Pencampuran (cutting-mixing)

Pengupasan Casing Penyiraman Akhir (showering)

menit Pendinginan (cooling) Pengasapan (smoking) - STPP - ½ bagian es - Garam - Salt Replacer - Emulsi - Bumbu - ½ bagian es - Tapioka Sosis Sapi Pemasakan (cooking) Pengeringan (drying) Pemanasan Awal (renderning)

(37)

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Emulsi

5. Analisis Mutu

a. Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC 1995)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar Air (%bb) = a-(b-c)

a

x100%

Kadar Air (%bk) = a-(b-c)

(b-c)

x100%

Keterangan : a = bobot sampel awal (g)

b = bobot sampel akhir dan cawan (g) c = bobot cawan (g)

Air es

Pencampuran (cutting)

Isolate Soy Protein (ISP)

Pencampuran (cutting) hingga adonan menjadi kalis

Minyak Nabati (sedikit demi sedikit)

Emulsi Pencampuran (cutting)

(38)

b. Kadar Abu Total dengan Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap, sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550 °C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera setelah mancapai suhu ruang. Cara perhitungan kadar abu total :

Kadar Abu (%bb) = Bobot abu g

Bobot sampel (g)

x100%

Kadar Abu (%bk) = Kadar Abu %bb

100 – Kadar Air (%bb)

x100%

c. Kadar Protein dengan Metode Kjehdahl-mikro (AOAC 1995)

Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1.5

jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil

destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml indikator H3BO3 dan 2-4 tetes

indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus :

Kadar Protein (%bb) = ml HCl - ml Blanko N HCl x 14.007 x 100 x 6.25 mg sampel

Kadar Protein (%bk) = Kadar Protein %bb

100 – Kadar Air (%bb)

x100%

d. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam

Gambar

Gambar 1. Beberapa Contoh Produk PT. Kemang Food Industries
Tabel 1. Syarat Mutu Daging Menurut SNI 01-3820-1995
Gambar 2. Proses Produksi Sosis di PT Kemang Food Industries Persiapan bahan baku utama dan bahan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis  .
+4

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG AGAR RUMPUT LAUT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA (KADAR PROTEIN,.. KADAR LEMAK DAN SERAT KASAR) SOSIS

Penambahan tepung tulang ikan bandeng 1,2% sampai 4,8% dalam formulasi food bar dapat meningkatkan kadar abu, dan parameter kekerasan pada produk food bar ubi jalar, namun menurunkan