ANALISIS RANCANGAN FAKTORIAL TIGA FAKTOR UNTUK OPTIMALISASI
PRODUKSI BIOETANOL DARI MOLASES TEBU
Factorial Design with Three Factors for Optimization of Bioethanol Production from Sugar
Cane Molasses
Abdullah Bin Arif, Wahyu Diyono, Agus Budiyanto dan Nur Richana
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl Tentara Pelajar 12 Bogor 16114, Indonesia Telp. (0251) 8321762, Fax: (0251) 8350920
E-mail: ab.arif.pascapanen@gmail.com (Makalah diterima, 16 Maret 2016 – Disetujui, 3 Juni 2016)
ABSTRAK
Bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang berpotensi sebagai bahan alternatif untuk substitusi bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi starter Saccharomyces cerevisiae, konsentrasi urea, dan waktu fermentasi yang optimal untuk produksi bioetanol. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor pada bulan Mei-September 2015. Bahan baku yang digunakan adalah molases. Penelitian menggunakan rancangan faktorial tiga faktor. Faktor pertama, perlakuan waktu fermentasi (1, 2 dan 3 hari). Faktor kedua, perlakuan penambahan urea (0, 2 dan 4 g). Faktor ketiga, penambahan
S. cerevisiae (1; 1,5 dan 2 g). Setiap perlakuan diulang dua kali. Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik bahan
baku (kadar gula total, kadar abu dan kadar kalsium) dan produk yang dihasilkan (kadar gula total, kadar alkohol dan rendemen). Hasil data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan penambahan starter S. cerevisiae dan urea masing-masing 2 g dapat
menghasilkan rendemen alkohol tertinggi dengan waktu fermentasi tiga hari. .
Kata kunci: bioetanol, fermentasi, Saccharomyces cerevisiae
ABSTRACT
Bioethanol is a plant-based fuels potential as alternative materials to substitute fossil fuels which are non-renewable. The aim of this study is to get the optimal dose of Saccharomyces cerevisiae as starer, concentration of nitrogen (urea) and fermentation time for the production of bioethanol effectively and efficiently. This study was conducted at the Laboratory of Postharvest Research and Development Institute, Bogor from May to September 2015. The materials used are molasses of sugar cane. The experimental design used was a factorial design with 3 factors. The first factor was the treatment of fermentation time (1, 2 and 3 days). The second factor was the nitrogen concentration (0, 2 and 4 grams). The thirtd factor was the Saccharomyces cerevisiae concentration (1, 1.5 and 2 grams). Each treatment was repeated twice. Observations were made on the characteristics of the raw materials (total sugar content, ash content and calcium content) and the resulting product (total sugar content, alcohol content and yield). Data were analyzed using analysis of variance and Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the addition of starter Saccharomyces cerevisiae and treatment of urea 2 grams each produced the highest yield alcohol with a fermentation time of 3 days.
PENDAHULUAN
Bioetanol merupakan bahan bakar berbasis nabati yang berpotensi sebagai alternatif untuk mensubstitusi bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui. Bioetanol banyak diteliti karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi karbon monoksida dari asap kendaraan bermotor. Bioetanol dapat menyempurnakan pembakaran dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara dan menghemat bahan bakar fosil. Campuran bioetanol 3% mampu menurunkan emisi karbon monoksida menjadi hanya 1,35% (Prihandana, 2007). Menurut Bustaman (2008), penggunaan etanol mempunyai beberapa keunggulan, antara lain kandungan oksigen yang tinggi mencapai 35% sehingga jika dibakar sangat bersih, ramah lingkungan karena tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer. Bioetanol dapat menjadi campuran bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor dengan keunggulan nilai angka oktan dan panas penguapan (Chen et al., 2010).
Bahan baku bioetanol dapat berupa sumber gula, sumber pati, dan sumber serat (lignoselulosa). Molases tebu merupakan produk samping dari industri gula yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber gula. Ketersediaan molases tebu yang berlimpah berpeluang mendatangkan keuntungan pada biokonversi menjadi etanol. Molases memiliki kadar gula yang sangat tinggi, lebih dari 50%. Pembuatan bioetanol dari molases hanya perlu melewati dua tahap, yakni fermentasi dan destilasi karena molases merupakan jenis bahan sukrosa, glukosa, dan fruktosa.
Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi bioetanol adalah S. cerevisiae. Spesies ini akan memecah
gula menjadi etanol dan karbon dioksida. Penggunaan
S. cerevisiae untuk proses fermentasi memerlukan
pengkondisian kadar gula awal. Kadar gula sampel yang akan difermentasi tidak boleh lebih dari 20% karena dapat menghambat aktivitas khamir dan tidak sempurnanya produksi bioetanol. Kadar gula yang terlalu tinggi mengakibatkan waktu fermentasi lebih lama dan kemungkinan tidak seluruh gula diubah menjadi alkohol (Wardani dan Pertiwi, 2013).
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bioetanol sudah banyak dilakukan, namun masih terbatas mengenai pengaruh masing-masing faktor tersebut, tanpa melihat pengaruh interaksi dari semua faktor. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses fermentasi gula menjadi alkohol, yaitu jenis dan jumlah mikroba, lama fermentasi dan media tumbuh mikroba. Jenis mikroba berpengaruh terhadap lama fermentasi dan kadar alkohol yang akan dihasilkan. Dalam fermentasi alkohol pada umumnya digunakan khamir karena efektif mengkonversi
gula menjadi alkohol secara optimal. S. cerevisae
memerlukan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Unsur-unsur utama yang dibutuhkan adalah nitrogen, fosfor, karbon, hidrogen, zat besi dan magnesium. S. cerevisae menggunakan garam amonium,
asam amino, dan sejumlah peptida sebagai sumber nitrogen. Lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar alkohol/etanol yang akan dihasilkan (Azizah et al., 2012;
Hasanah et al., 2012; Usmana et al., 2012; Hawusiwa et al., 2015). Semakin lama waktu fermentasi, semakin
besar kemampuan S. cerevisae untuk memecah gula/
glukosa menjadi alkohol (Utama et al., 2013; Raudah
dan Ernawati, 2012). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian optimalisasi konsentrasi urea, waktu fermentasi, dan konsentrasi starter S. cerevisiae yang
digunakan pada saat fermentasi dan pengaruh interaksi dari masing-masing faktor tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi starter S. cerevisiae, konsentrasi urea dan
waktu fermentasi yang optimal bagi produksi bioetanol melalui rancangan faktorial tiga faktor.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, pada bulan Mei-September 2015. Bahan baku yang digunakan adalah molases dan bahan lain berupa starter S. cerevisiae, pupuk urea, aquades, dan lain-lain.
Persiapan Molases Tebu
Pada penelitian ini kandungan total gula molases tebu yang digunakan yaitu 51,44% dengan total padatan terlarut (TPT) molases tebu 70-710Brix. Molases tebu
tersebut kemudian, diencerkan dengan penambahan aquades yang bertujuan untuk menurunkan TPT dalam molases menjadi 150Brix, pH molases yang sudah
diencerkan diatur pada pH 5 dengan penambahan NaOH untuk mengoptimalkan pertumbuhan S. cerevisiae. Molases tebu yang sudah diencerkan dianalisis kadar abu dan kadar kalsiumnya untuk mengontrol kandungan logam dan zat pengotor.
Fermentasi dan Destilasi Etanol dari Molases Tebu Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter S. cerevisiae digunakan ragi roti komersial dengan merk
Fermipan, dimana 1 g mengandung total plate count
(TPC) 1,6 x 107 CFU/g dan sumber nitrogen (urea)
produksi etanol adalah molases tebu, starter S. cerevisiae
1; 1,5 dan 2 g diinokulasikan pada molases tebu dengan ditambahkan urea dengan konsentrasi 0, 2 dan 4 g.
(Abdullah Bin Arif, Wahyu Diyono, Agus Budiyanto dan Nur Richana)
Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 1, 2 dan 3 hari. Setelah itu dilakukan destilasi selama 3 jam. Sebelum destilasi, dilakukan pengamatan kadar gula total, dan sesudah destilasi dilakukan pengamatan jumlah kadar gula total, kadar, volume dan rendemen alkohol yang dihasilkan.
Tahapan penelitian atau proses pembuatan bioetanol disajikan pada Gambar 1.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian menggunakan rancangan faktorial tiga faktor dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Faktor pertama yaitu lama fermentasi yang terdiri atas tiga taraf (1, 2 dan 3 hari). Faktor kedua yaitu penambahan urea (0, 2 dan 4 g). Faktor ketiga yaitu konsentrasi starter
S. cerevisae (1; 1,5 dan 2 g). Setiap perlakuan diulang dua
kali sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik bahan baku dan produk sebelum dan sesudah detilasi. Pengamatan terhadap karakteristik bahan baku meliputi kadar gula total, kadar abu, dan kadar kalsium. Pengamatan terhadap produk sebelum destilasi kadar gula total. Pengamatan terhadap alkohol hasil proses destilasi meliputi kadar gula total sisa proses destilasi, kadar dan volume alkohol.
Pengujian bahan baku tetes meliputi analisis kadar gula total dengan metode DNS (Wardani dan Pertiwi, 2013), total abu (Wardani dan Pertiwi, 2013), kadar kalsium menggunakan AAS. Pengujian produk hasil fermentasi molases tebu meliputi kadar gula total menggunakan metode DNS (Wardani dan Pertiwi, 2013), kadar alkohol menggunakan gas kromatografi.
Model aditif dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
Yijkl = µ + αi + βj + ɣk + ơl + (βɣ)jk + (βơ)jl + (ɣơ)kl +
(βɣơ)jkl + εijkl
Yijkl = Pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan lama fermentasi ke-j, perlakuan penambahan urea ke-k dan perlakuan konsentrasi starter S. cerevisae ke-l µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh ulangan ke-i
βj = Pengaruh perlakuan lama fermentasi ke-j ɣk = Pengaruh perlakuan penambahan urea
ke-k
ơl = Pengaruh perlakuan konsentrasi Fermipan
ke-l
(βɣ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan lama fermentasi ke-j dan penambahan urea ke-k
(βơ)jl = Pengaruh interaksi perlakuan lama fermentasi ke-j dan konsentrasi starter S. cerevisae ke-l
(ɣơ)kl = Pengaruh interaksi perlakuan penambahan
urea ke-k dan konsentrasi starter S. cerevisae ke-l
(βɣơ)jkl = Pengaruh interaksi perlakuan lama fermentasi ke-j, penambahan urea ke-kk, dan konsentrasi starter S. cerevisae ke-l εijkl = Galat Percobaan
Jika hasil analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut duncan multiple range test (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui beda
nilai tengah. Analisis uji lanjut DMRT untuk pengaruh interaksi mengikuti analisis yang dilakukan oleh Arif et al. (2014) dan Amiarsi et al. (2015). Rumus nilai kritikal
untuk uji DMRT sebagai berikut: Rp = q α; p, db (KT galat/r)1/2
Rp = nilai kritikal untuk p-nilai tengah yang
dibandingkan q α = abel Duncan Gambar 1. Proses pembuatan bioetanol dari molasses
p = banyaknya nilai tengah untuk dua peringkat nilai tengah yang dibandingkan
db = derajat bebas galat KT = kuadrat tengah r = banyaknya ulangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Molases Tebu
Molases tebu mempunyai kandungan logam dan zat pengotor lainnya akibat proses pembuatan gula pasir. Kadar logam yang tinggi dapat menyebabkan kerak pada alat menghambat fermentasi (Wardani dan Pertiwi, 2013). Oleh karena itu, kadar abu dan kalsium yang merupakan indikator kandungan logam dan zat pengotor perlu diketahui dan diminimalisir dalam molases tebu yang akan digunakan sebagai bahan baku etanol. Kandungan gula dalam molases berperan sebagai substrat yang digunakan oleh S. cerevisiae untuk dikonversi menjadi
etanol. Hasil analisis kadar abu, kalsium, dan gula molases tebu disajikan pada Tabel 1. Molases tebu yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kadar abu 9,87% (Tabel 1). Spesifikasi utama molases tebu sebagai bahan baku alkohol (termasuk etanol) tidak mengandung abu lebih dari 10% (Wardani dan Pertiwi, 2013).
Kandungan gula molases tebu yang digunakan untuk pembuatan bioetanol pada penelitian ini yaitu 51,44%, potensial dijadikan sebagai bahan baku bioetanol. Hal ini sesuai dengan Wardani dan Pertiwi (2013) yang menyatakan bahwa molases tebu dengan kandungan gula 50-60% potensial untuk pembuatan bioetanol. Menurut Asli (2009), konsentrasi gula awal mempengaruhi konsentrasi etanol dan konversi gula dalam proses fermentasi. Pada konsentrasi terendah sumber gula 15% menunjukkan produksi etanol paling maksimal, dimana mikroba akan tumbuh dan mengkonversi substrat menjadi etanol tanpa inhibisi substrat yang menyebabkan sel mengalami stres dan metabolisme sel menurun (Neelakandan dan Usharani, 2009; Mariam et al., 2009). Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin
meningkat tekanan osmotik yang dapat mengganggu metabolisme sel dan efisiensi proses fermentasi (Gaur, 2006). Pertumbuhan S. cerevisiae meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi gula hingga 20% dalam medium, tetapi jika lebih 20% menghambat
pertumbuhan sel terhambat (Gaur, 2006). Pada konsentrasi sumber gula 25%, tingkat pertumbuhan sel sangat rendah karena tingginya kandungan sumber gula yang mengakibatkan viskositas dan tekanan osmotik dalam medium meningkat, sehingga sel mengalami stres dan metabolisme sel menurun. Oleh karena itu, kandungan gula yang sangat tinggi perlu pengenceran untuk menurunkan kadar gula hingga menjadi 12-15% atau kadar TPT 150Brix .
Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses fermentasi gula menjadi alkohol, yaitu jenis dan jumlah mikroba, lama fermentasi, dan media tumbuh mikroba. Jenis mikroba berpengaruh terhadap lama fermentasi dan kadar alkohol yang akan dihasilkan. Dalam fermentasi alkohol umumnya digunakan khamir karena efektif mengkonversi gula menjadi alkohol secara optimal. Menurut Ghaly et al. (2003),
mikroorganisme yang dapat mengubah glukosa menjadi bioetanol adalah jenis khamir. Pada penelitian ini digunakan S. cerevisae yang termasuk jenis khamir.
Rubio dan Texeira (2005) menyatakan S. cerevisae
akan menggunakan glukosa sebagai sumber karbon dalam proses produksi bioetanol. Firdausi et al. (2013)
menyatakan semakin tinggi penambahan S. cerevisae
semakin meningkat rendemen alkohol yang dihasilkan dari pati ubi jalar. Hasil penelitian Wardani dan Pertiwi (2013) menunjukkan produksi etanol meningkat dengan meningkatnya konsentrasi inokulum yang ditambahkan pada medium tetes yang mengandung sumber gula 20% dan 25%. Agbogbo et al. (2007) menyatakan
penambahan inokulum dengan konsentrasi yang rendah mengakibatkan laju fermentasi menjadi lambat, tetapi dapat menghasilkan etanol yang lebih tinggi karena setelah sel memperbanyak diri akan mengkonversi gula menjadi etanol secara perlahan. Maka selama fermentasi tidak akan terjadi akumulasi etanol yang bisa menjadi racun bagi sel dan masih tetap bisa menghasilkan etanol hingga akhir fermentasi. Mukhtar et al. (2010)
menyatakan bahwa dalam pembuatan etanol, inokulasi
yeast yang terlalu tinggi menyebabkan proses melemah
lebih cepat dan menurunkan viabilitas sel setelah fase pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan dan metabolisme pada populasi sel yang tinggi tidak diharapkan, karena mengganggu akses nutrisi, keterbatasan ruang, dan interaksi antarsel.
Lama fermentasi juga merupakan faktor penting dalam produksi bioetanol. Hal ini karena S. cerevisae
membutuhkan waktu yang cukup untuk dapat menghidrolisis gula menjadi etanol. Lama fermentasi Tabel 1. Kadar abu, kalsium dan kandungan gula molases tebu
Parameter Hasil analisis
Kadar abu (%) 9,87
Kadar kalsium (%) 11,78
(Abdullah Bin Arif, Wahyu Diyono, Agus Budiyanto dan Nur Richana)
berpengaruh terhadap kadar alkohol/etanol yang akan dihasilkan (Azizah et al., 2012; Hasanah et al., 2012;
Usmana et al., 2012; Hawusiwa et al., 2015). Semakin
lama waktu fermentasi, semakin besar kemampuan S. cerevisae untuk memecah gula/glukosa menjadi alkohol
(Utama et al., 2013; Raudah dan Ernawati, 2012).
Wardani dan Pertiwi (2013) menyatakan semakin lama waktu fermentasi, semakin berkurang konsentrasi gula dalam tetes tebu dan semakin bertambah konsentrasi sel. Terjadinya penurunan kadar gula pada bahan selama fermentasi dari hari ke hari karena gula diubah menjadi etanol oleh S. cerevisae (Khak et al., 2014).
S. cerevisae memerlukan media dan lingkungan yang
sesuai untuk pertumbuhannya. Unsur-unsur utama yang dibutuhkan adalah nitrogen, fosfor, karbon, hidrogen, zat besi dan magnesium. S. cerevisae menggunakan
garam amonium, asam amino, dan sejumlah peptida sebagai sumber nitrogen. Untuk alasan ekonomis, biasanya digunakan urea sebagai sumber nitrogen. Hasil penelitian Maghfiroh dan Agustini (2013) memperoleh biohidrogen yang dihasilkan dari penambahan urea 1-3 g mengalami peningkatan, namun menurun setelah penambahan 4 dan 5 % urea. Penelitian Rasyid et al. (2014) juga menunjukkan penambahan zat aditif urea dapat meningkatkan rendemen biodiesel melalui proses transesterifikasi.
Masing-masing faktor tunggal dan interaksi ketiga faktor tunggal secara umum berpengaruh terhadap beberapa parameter yang diamati (Tabel 2). Sumber keragaman hasil analisis ragam dengan rancangan petak tersarang sangat berbeda dengan rancangan percobaan yang lainnya. Rancangan petak tersarang hanya mempunyai 1 galat dan sumber keragaman pada ulangan merupakan sumber keragaman dimana ulangan tersarang pada perlakuan.
Pengaruh Faktor Interaksi Konsentrasi Starter S.
cerevisae, urea, dan Lama Fermentasi terhadap
Produksi Bioetanol
Penambahan starter S. cerevisae sebanyak 2 g
menunjukkan kadar gula sebelum destilasi cenderung lebih rendah dibanding perlakuan starter S. cerevisae lainnya
(Tabel 3). S. cerevisae membutuhkan nutrisi untuk
pertumbuhannya, khususnya gula dan nitrogen. Pada penelitian ini, penambahan urea 4 g menunjukkan pertumbuhan S. cerevisae yang optimum pada waktu
fermentasi 1 dan 2 hari. Hal ini ditunjukkan oleh kadar gula sebelum destilasi yang cenderung lebih rendah, yaitu 3,10 dan 1,59% (Tabel 3). Pada waktu fermentasi 3 hari, kecenderungan kadar gula terendah sebelum destilasi ditunjukkan oleh perlakuan penambahan starter
S. cerevisae 2 g yang diinteraksikan dengan perlakuan
penambahan urea 2 g. Penurunan kadar gula menunjukkan
S. cerevisae dapat mengubah gula menjadi alkohol secara
optimal. Produksi etanol dipengaruhi oleh konsumsi gula
S. cerevisiae pembentuk flok dan pertumbuhan inokulum
selama fermentasi (Wardani dan Pertiwi, 2013). Tinggi atau rendahnya produksi etanol dapat dilihat berdasarkan bersarnya konsumsi gula dan pertumbuhan yeast selama fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi, semakin berkurang konsentrasi gula dalam tetes tebu dan konsentrasi sel akan semakin bertambah (Wardani et al., 2013). Gula sederhana yang ada tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh S. cerevisiae. S. cerevisiae hanya dapat
menggunakan glukosa, fruktosa, maltosa dan galaktosa, sedangkan gulalain yang tidak dapat dimanfaatkan oleh khamir tertinggal dalam larutan.
Jumlah dan kadar alkohol yang dihasilkan dari proses destilasi dipengaruhi oleh suhu dan alat yang Tabel 2. Rekapitulasi analisis ragam dengan rancangan nested design tiga faktor pada beberapa parameter
Sumber keragaman
Kadar gula Destilasi I Volume
alkohol (kadar
99%)
Rendemen Sebelum
destilasi Sisa setelah destilasi Volume alkohol alkoholKadar
Ulangan tn * tn * tn tn
Lama fermentasi ** ** tn ** ** **
Urea ** tn ** ** ** **
S. cerevisae ** ** ** tn * *
Lama fermentasi * urea ** * tn * ** **
Lama fermentasi * S. cerevisae ** ** tn * tn tn
Urea * S. cerevisae ** tn tn tn ** **
Lama fermentasi * urea * S. cerevi-sae
** ** * * * *
digunakan. Alkohol yang dihasilkan merupakan hasil dari aktivitas dari S. cerevisiae yang menggunakan gula
sederhana menjadi alkohol. Pada waktu fermentasi 1 dan 2 hari, perlakuan starter S. cerevisae 2 g dan urea
4 g menghasilkan kadar alkohol cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4). Namun hal yang berbeda ditunjukkan oleh waktu fermentasi 3 hari, dimana penambahan starter S. cerevisae 1,5 g tanpa penambahan
urea menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4). Volume aklohol yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kadar alkohol
Tabel 3. Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cerevisae, urea dan lama fermentasi terhadap kadar gula sebelum
destilasi Urea (g) S. cerevisae (g) 1 1,5 2 …….%... Hari I 0 9,95 a (A) 4,27 b (B) 4,15 b (A) 2 3,21 b (B) 11,12 a (A) 3,44 b (B) 4 3,12 b (B) 4,92 a (B) 3,10 b (B) Hari II 0 5,83 a (A) 3,12 b (C) 3,17 b (A) 2 1,75 b (B) 10,11 a (A) 2,07 b (A) 4 2,33 b (B) 4,28 a (B) 1,59 b (B) Hari III 0 1,72 b (B) 2,04 b (B) 2,73 a (A) 2 1,90 b (B) 2,64 a (B) 1,60 b (B) 4 2,81 b (A) 4,65 a (A) 1,85 a (B)
Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
hasil proses destilasi tahap I (Tabel 4 & 5). Berdasarkan volume alkohol yang dihasilkan, penambahan urea 2 g dan 2 g starter Saccharomyces cerevisae pada waktu
fermentasi 1, 2 dan 3 hari menghasilkan volume alkohol yang cenderung lebih tinggi (Tabel 5). Perbedaan kadar dan volume alkohol yang dihasilkan tersebut diduga karena terdapat perbedaan dalam temperatur yang digunakan pada saat proses destilasi tahap I.
Rendemen alkohol yang dihasilkan diperoleh dari perhitungan volume alkohol yang dihasilkan pada kadar alkohol 99% dibagi dengan volume bahan baku (molases)
Tabel 4. Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cerevisae, urea dan lama fermentasi terhadap kadar alkohol yang
dihasilkan dari proses sestilasi tahap I
Urea (g) S. cerevisae (g)
1 1,5 2
……..%... Hari I
0 14,50 a (B) 14,50 a (A) 20,00 a (B)
2 41,50 a (A) 30,50 a (A) 33,00 a (A)
4 40,00 a (AB) 23,50 a (A) 41,85 a (A)
Hari II
0 24,50 a (C) 31,50 a (A) 33,00 a (A)
2 37,00 a (B) 36,50 a (A) 37,00 a (A)
4 42,00 a (A) 38,50 a (A) 50,00 a (A)
Hari III
0 38,00 a (A) 45,00 a (A) 27,50 b (B)
2 44,50 a (A) 40,50 a (A) 25,50 b (B)
4 35,00 a (A) 41,00 a (A) 37,00 a (A)
Keterangan: angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
(Abdullah Bin Arif, Wahyu Diyono, Agus Budiyanto dan Nur Richana)
Tabel 6. Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cerevisae, urea dan lama fermentasi terhadap volume alkohol yang
dihasilkan dengan kadar alkohol 99%
Urea (g) S. cerevisae (g)
1 1,5 2
……….ml……… Hari I
0 11,24 b (B) 19,92 ab (B) 29,50 a (B)
2 46,20 a (A) 62,15 a (A) 61,23 a (A)
4 63,71 a (A) 46,90 a (A) 64,04 a (A)
Hari II
0 27,93 c (B) 42,37 b (A) 49,88 a (B)
2 67,70 a (A) 67,23 a (A) 68,04 a (A)
4 65,05 a (A) 60,71 a (A) 65,37 a (A)
Hari III
0 40,66 a (B) 55,71 a (B) 48,61 a (B)
2 63,85 a (A) 60,01 a (AB) 71,32 a (A)
4 63,82 a (A) 61,25 a (A) 65,59 a (A)
Keterangan: angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tabel 5. Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cerevisae, urea dan lama fermentasi terhadap volume alkohol yang
dihasilkan setelah proses destilasi tahap I
Urea (g) S. cerevisae (g) 1 1,5 2 …….ml……. Hari I 0 77,50 b (B) 139,00 ab (A) 151,00 a (A) 2 110,50 a (B) 214,00 a (A) 197,00 a (A)
4 167,50 a (A) 205,00 a (A) 164,00 a (A)
Hari II
0 115,00 a (A) 141,00 a (A) 162,50 a (A)
2 210,00 a (A) 193,00 a (A) 249,50 a (A)
4 153,00 a (A) 137,00 a (A) 168,00 a (A)
Hari III
0 106,50 a (A) 122,50 a (A) 180,00 a (B)
2 156,00 b (A) 149,00 b (A) 276,80 a (A)
4 182,00 a (A) 152,00 a (A) 182,00 a (B)
Keterangan: angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
yang digunakan. Secara umum perlakuan penambahan starter Saccharomyces cerevisae 2 g dan urea 2 g
menghasilkan volume dan rendemen alkohol dengan kadar 99% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya pada beberapa waktu fermentasi (Tabel 6 & 7). Namun secara umum volume dan rendemen alkohol tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan starter
Saccharomyces cerevisae 2 g dan urea 2 g dengan lama
fermentasi 3 hari yaitu 71,32 ml dan 42,79% (Tabel 6 & 7). Produksi etanol dipengaruhi oleh konsumsi gula oleh Saccharomyces cerevisiae pembentuk flok dan
pertumbuhan inokulum selama fermentasi. Tinggi atau rendahnya produksi etanol dapat dilihat berdasarkan besarnya konsumsi gula dan pertumbuhan yeast selama fermentasi. Tingginya rendemen yang diperoleh menyatakan bahwa proses fermentasi pada penelitian ini
Tabel 7. Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cerevisae, urea dan lama fermentasi terhadap rendemen alkohol yang
dihasilkan dengan kadar 99%
Urea (g) S. cerevisae (g)
1 1,5 2
………%... Hari I
0 6,73 b (B) 11,93 ab (B) 17,66 a (B)
2 27,66 a (A) 37,22 a (A) 36,66 a (A)
4 38,14 a (A) 28,08 a (A) 38,35 a (A)
Hari II
0 16,73 c (B) 25,37 b (A) 29,87 a (B)
2 40,53 a (A) 40,25 a (A) 40,74 a (A)
4 38,95 a (A) 36,36 a (A) 39,15 a (A)
Hari III
0 24,35 a (B) 33,36 a (B) 29,11 a (B)
2 38,24 a (A) 35,94 a (AB) 42,79 a (A)
4 38,22 a (A) 36,68 a (A) 39,28 a (A)
Keterangan: angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf kapital yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tara 5%.
telah efisien. Wardani dan Pertiwi (2013) menyatakan
yield maximum etanol oleh yeast sebesar 0,51 g
etanol/g glukosa atau 51% yang dihitung melalui reaksi stoikiometri. Reaksi fermentasi keseluruhan melibatkan produksi masing-masing 2 mol etanol, tetapi hasil dicapai dalam fermentasi praktis biasanya tidak melebihi 90 - 95% dari yield teori. Namun, Demain et al. (2005)
menyatakan bahwa yield etanol dapat melebihi dari
92-95% dari yield teori.
Jumlah dan kadar alkohol yang dihasilkan dari proses destilasi dipengaruhi oleh suhu dan alat yang digunakan. Alkohol yang dihasilkan merupakan hasil dari aktivitas S. cerevisiae yang menggunakan gula
sederhana menjadi alkohol. Pada waktu fermentasi 1 dan 2 hari, perlakuan starter S. cerevisae 2 g dan
urea 4 g menghasilkan kadar alkohol cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4). Namun hal yang berbeda ditunjukkan oleh waktu fermentasi 3 hari, dimana penambahan starter S. cerevisae 1,5 g
tanpa penambahan urea menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4). Volume aklohol yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kadar alkohol hasil proses destilasi tahap I (Tabel 4 & 5). Berdasarkan volume alkohol yang dihasilkan, penambahan urea 2 g dan 2 g starter S. cerevisae pada
waktu fermentasi 1, 2, dan 3 hari menghasilkan alkohol cenderung lebih tinggi (Tabel 5). Perbedaan kadar dan volume alkohol tersebut diduga karena terdapat
perbedaan dalam temperatur yang digunakan pada proses destilasi tahap I.
Rendemen alkohol diperoleh dari perhitungan volume alkohol yang dihasilkan pada kadar alkohol 99% dibagi dengan volume bahan baku (molases) yang digunakan. Secara umum penambahan starter S. cerevisae 2 g dan
urea 2 g menghasilkan volume dan rendemen alkohol dengan kadar 99% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada beberapa waktu fermentasi (Tabel 6 & 7). Namun secara umum volume dan rendemen alkohol tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan starter S. cerevisae 2 g dan urea 2 g dengan
lama fermentasi 3 hari, yaitu 71,32 ml dan 42,79% (Tabel 6 & 7). Produksi etanol dipengaruhi oleh konsumsi gula
S. cerevisiae pembentuk flok dan pertumbuhan inokulum
selama fermentasi. Tinggi atau rendahnya produksi etanol dapat dilihat berdasarkan besarnya konsumsi gula dan pertumbuhan yeast selama fermentasi. Tingginya
rendemen yang diperoleh menunjukkan proses fermentasi pada penelitian ini telah efisien. Wardani dan Pertiwi (2013) menyatakan yield maksimum etanol
oleh yeast adalah 0,51 g etanol/g glukosa atau 51% yang
dihitung melalui reaksi stoikiometri. Reaksi fermentasi keseluruhan melibatkan produksi masing-masing 2 mol etanol, tetapi hasil yang dicapai dalam fermentasi biasanya tidak melebihi 90-95% dari teori. Namun, Demain et al. (2005) menyatakan bahwa yield etanol dapat melebihi 92-95% dari yield teori.
(Abdullah Bin Arif, Wahyu Diyono, Agus Budiyanto dan Nur Richana)
KESIMPULAN
Semakin lama fermentasi semakin tinggi rendemen alkohol. Lama fermentasi yang optimum yaitu fermentasi selama 3 hari. Penamabahan urea yang optimum adalah 2 g. Penambahan starter S. cerevisae yang dapat
menghasilkan rendemen alkohol yang optimum juga 2 g. Rancangan petak tersarang dapat memberikan informasi bahwa optimalisasi produksi bioetanol dapat dilakukan pada perlakuan interaksi penambahan starter S. cerevisae
dan urea masing-masing 2 g dengan waktu fermentasi 3 hari.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Ibu Pia Lestina, Bapak Danuwarsa, Bapak M. Gousul Adom dan Eldora yang telah banyak membantu menganalisis di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Agbogbo, F.K., G. C. Kelly., M.T. Smith., K. Wenger dan T.W. Jeffries. 2007. The effect of initial cell concentration on xylose fermentation by Pichia stipitis. Journal of Applied Biochemistry and Biotechnology 41: 2331-2336.
Amiarsi, D., A.B. Arif, W. Diyono dan A. Budiyanto. 2015. Analisis paramaterik dan non parametrik pengaruh konsentrasi sukrosa dan amonium sulfat terhadap mutu nata de melon. Jurnal Informatika Pertanian 24(1): 101-108.
Arif, A.B., W. Diyono., E. Syaefullah, Suyanti dan Setyadjit. 2014. Optimalisasi cara pemeraman buah cempedak (Artocarpus champeden). Jurnal Informatika Pertanian 23(1): 35-46.
Asli, M.S. 2009. A study on some efficient parameters in batch fermentation of ethanol using Saccharomyces cerevesiae SC1 extracted from fermented siahe sardasht pomace. African Journal of Biotechnology 9: 2906-2912.
Azizah, N., A.N. Al-Baarri, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol, pH dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1(2): 72-77.
Bustaman, S. 2008. Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Bioetanol) Di Maluku. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 17: 89-106.
Chen, H dan W. Qiu. 2010. Key Technologies for bioethanol production from lignocellulose. Biotechnology Advances 28: 556 – 562.
Demain, A.L., M. Newcomb. dan J.H.D. Wu. 2005. Cellulase, clostridia, and ethanol. Microbiology and Molecular Biology Reviews 69: 124-154.
Firdausi, N.Z., N.B. Samodra dan Hargono. 2013. Pemanfaatan pati singkong karet untuk produksi bioetanol fuel grade melalui proses destilasi-dehidrasi menggunakan zeolit alam. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(3): 76-81.
Gaur, K. 2006. Process Optimization for The Production of Ethanol via Fermentation. Dissertation (Master of Science). Department of Biotechnology and Env. Science. Thapar Institute of Engg and Technology. Patiala
Ghaly, A.E., M.A. Kamal and A. Avery. 2003. Influence of temperature rise kinetic parameters during batch propagation of kluyveromyces fragilis in cheese whey under ambient conditions.World Journal Microbiology and Biotechnology 19: 741-749. Hasanah, H., A. Jannah dan A.G. Fasya. 2012. Pengaruh
lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape singkong. Alchemy 2(1): 68-79.
Hawusiwa, E.S., A.K. Wardani dan D.W. Ningtyas. 2015. Pengaruh konsentrasi pasta singkong dan lama fermentasi pada proses pembuatan minuman wine singkong. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1): 147-155.
Jeon, B.Y. 2007. Development of a serial bioreactor system for direct ethanol production from starch using Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae. Biotechnology and Bioprocess Engineering 12: 566-573.
Khak, M., R.N. Rohmatiningsih dan Purwito. 2014. Optimalisasi fermentor untuk produksi etanol dan analisis hasil fermentasi menggunakan gas chromatografi. Jurnal Matematika, Saint dan Teknologi 15(1): 12-20.
Lin, Y., W. Zhang., C. Li., K. Sakakibara., S. Tanaka., and H. Kong. 2012 . Factors affecting ethanol fermentation using Saccharomyces cerevisiae BY4742. J Biomass and Bioenergy 47: 395-401.
Maghfiroh, L dan R. Agustini. 2013. Pengaruh konsentrasi onggok industri tapioka dan urea pada produksi biohidrogen melalui fermentasi gelap. Journal of Chemistry 2(3): 112-119.
Mariam, I.K.M., A. Sikander, dan U.H. Ikram. 2009. Enhanced production of ethanol from free and immobilized Saccharomyces cerevisiae under stationary culture. Pakistan Journal of Botany 41: 821-833.
Mukhtar, K., M. Asgher., S. Afghan., K. Hussain dan Z. U. Hussnain. 2010. Comparative study on two commercial strains of Saccharomyces cerevisiae for optimum ethanol production on industrial scale. Journal of Biomedicine and Biotechnology 2010: 1-5.
Usmana, A.S., S. Rianda dan Novia. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu fermentasi terhadap kadar etanol (bahan baku tandan kosong kelapa sawit dengan pretreatment alkali). Jurnal Teknik Kimia 18(2): 17-25.
Utama, A.M., A.W. Legowo dan A.N. Al-Baarri. 2013. Produksi alkohol, nilai pH, dan produksi gas pada bioetanol dari susu rusak dengan campuran limbah cair tapioka. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(2): 93-100.
Wardani, A.K., dan F.N.E. Pertiwi. 2013. Produksi etanol dari tetes tebu oleh Saccharomyces cereviciae pembentuk flok (NRRL-Y 265). Agritech 33 (2): 131-139.
Neelakandan, T. dan G. Usharani 2009. Optimization and production of bioethanol from cashew apple juice using immobilized yeast cells by Saccharomyces cerevisiae. American-Eurasian Journal of Scientific Research 4: 85-88.
Prihadana, R. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa depan. Agromedia. Jakarta. 75 hal.
Rasyid, R., U. Kalsum., R. Malik., D. Priyono dan A. Albar. 2014. Pengaruh zat aditif urea terhadap kuantitas biodiesel pada reaksi transesterifikasi. Valensi 4(1): 25-29.
Raudah dan Ernawati. 2012. Pemanfaatan kulit kopi arabika dan proses pulping untuk pembuatan bioetanol. Jurnal Reaksi 10(21): 12-21.
Rubio and M.A. Texeira. 2005. Comparative analysis of the gal genetic switch between not-so-distant cousins, Saccharomyces cerevisiae versus kluyveromyces lactis. FEMS yeast Res 5: 1115-1128.