• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah. MEDIA LITERASI dan DIGITAL LITERASI. Oleh: JULI WULAN DARI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah. MEDIA LITERASI dan DIGITAL LITERASI. Oleh: JULI WULAN DARI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

MEDIA LITERASI dan DIGITAL LITERASI

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

JULI WULAN DARI

110709003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI S1

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah tentang “media dan digital literasi Saya menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ini, namun demikian saya telah berupaya untuk menyelasaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin.

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita mau pun bagi masyarakat bagi yang membacanya .

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Media massa adalah Media yang digunakan secara massal untuk menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Informasi itu bisa berupa hiburan, atau pendidikan. Media massa terdiri media cetak dan media elektronik. Yang termasuk media cetak adalah koran, majalah, tabloid, newsletter, dan lain-lain. Sedangkan media elektronik adalah televisi dan film (media audiovisual),juga radio(mediaaudio).

Fungsi Media massa setidaknya ada empat, yaitu menginformasikan (to inform),

mendidik (to educate), membentuk opini atau pendapat (to persuade), dan menghibur (to entertain). Media literacy muncul didorong kenyataan bahwa fungsi media massa lebih dominan dalam hal menghibur, dan mengabaikan fungsi mendidik.

Saat kita bangun pagi, setelah shalat subuh biasanya kita akan menyetel televisi menyaksikan berita terkini, atau bagi sebagian orang berlangganan surat kabar, sudah dapat membaca dan menikmatinya di pagi hari. Bergegas mandi, sebahagian dari kita terbiasa bernyanyi sambil mengikuti lagu dari radio atau tape. Duduk menikmati

hidangan sarapan, mata kita tidak lepas dari surat kabar atau televisi. Berangkat ke kantor, di dalam kendaraan anda pun menyetel kaset berisi lagu kesayangan atau memutar

saluran radio kesayangan. Sampai di kantor, kita sibuk di depan komputer, mengakses data melalui internet hingga sore hari. Pulang ke rumah, kita pun duduk santai di depan televisi menikmati tayangan sore hari atau membaca majalah yang dibeli. Terakhir, saat malam hari menjelang tidur kita pun menyempatkan diri untuk mengecek pekerjaan lewat komputer, membalas email teman dan sebagainya. Bahkan bagi beberapa orang, tidur akan semakin nyenyak jika diiringi dengan musik instrumentalia yang syahdu.

Namun fakta bicara, tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan kepentingan pemilik/pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Media literacy bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya.

1.2Rumusan Masalah

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

MEDIA LITERASI

A. Pengertian media Literasi

Media Lietarsi adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.

Salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.

Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media seringkali dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. Karena pekerja media bebas untuk merekonstruksikan fakta keras dalam konteks untuk kepentingan publik (pro bono publico) dan merupakan bagian dalam kebebasan pers (freedom of the press) tanggung jawab atas suatu hasil rekonstruksi fakta adalah berada pada tangan jurnalis, yang seharusnya netral dan tidak dipengaruhi oleh emosi dan pendapatnya akan narasumber, dan bukan pada narasumber.

B. Pentingnya Melek Media (literasi Media)

Kehadiran televisi memang layak diperhitungkan. Bisa kita lihat hampir setiap rumah ada televisi. Tidak peduli apakah pemiliknya kaya maupun miskin. Tanpa kita sadari televisi dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi kita. Tidak dapat dihindari lagi bahwa pengaruh televisi yang tidak bisa lagi dipisahkan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan menonton televisi merupakan rutinitas sehari-hari bagi sekelompok orang. Sudah sering kita

(5)

dengar banyak kampanye tentang melek media oleh KPI atau pun masyarakat yang sadar bahwa pentingnya literasi media, dan cukup banyak pula perguruan tinggi berperan dalam mengembangkan isu ini. Program studi Ilmu Komunikasi tentunya memiliki relevansi yang tinggi untuk masalah literasi media karena jurusan ilmu komunikasi lebih banyak mengenal media beserta isinya.

Dapat kita lihat sendiri isi cara-acara televisi yang sering meresahkan masyarakan karena berdampak buruk bagi anak-anak atau audiens yang belum bisa memilih tayangan yang layak untuk di tonton, seperti kekerasan (violence), seks dan pornografi, perlindungan terhadap anak-anak dan remaja, gossip/infotainment , mistik, reality show yang terkesan lebay. Banyak pula persepsi yang salah berkembang karena media terus mengekspos pelanggaran etika, sebagai contoh, program berita kriminal yang terlalu menonjolkan sensasionalisme dan sadisme, juga informasi tentang selebritis yang melanggar privasi. Yang lebih parah adalah banyak masyarakat yang belajar dari acara televisi seperti cara mencemooh orang, memaki, dan sejuta umpatan lainnya saat orang itu tidak ada di depannya. Apalagi banyaknya acara baru di televisi yang cenderung tidak memberi solusi, lebih banyak bergosip ria, memaki dan mengumpat.

Satu hal yang harus terus ditunggu adalah munculnya penyedia materi-materi tayangan televisi yang baik bagi anak-anak dan orang dewasa. Komitmen dari production house yang membuat acara televisi atau film yang bernilai dan berkualitas serta mengandung nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan moral, walaupun sudah ada yang memulai tapi amatlah sedikit. Walau pun demikian sangatlah disayangkan, acara-acara atau tontonan yang mengandung nilai moral malah kurang di minati oleh masyarakat, sedangkan tontonan yang kurang baik malah menjadi acara yang paling digemari masyarakat.

Perlu sebuah kejujuran diri kita untuk mengatakan TIDAK kepada tontonan yang tidak bermanfaat bagi kita. Sebaliknya, sangat baik merekomendasikan tontonan TV yang layak di konsumsi masyarakat kesadaran pribadi ini memang diperlukan agar secara bersama-sama sikap kita bisa secara jujur di tiru oleh orang lain. Bayangkan saja jika sikap kita itu bisa ditiru oleh orang lain dan ditiru oleh banyak orang , maka para produser acara TV yang kurang bermutu juga akan gentar. Lambat laun jika tidak mampu meraih penonton, acara2 TV nya juga akan bangkrut.

(6)

Sudah saatnya berbagai instansi pemerintah melakukan langkah nyata bagi perlindungan masyarakat dari dampak media, mengoptimalkan media sebagai salah satu sumber belajar, dan berupaya mengurangi jumlah waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi media dengan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat bukan malah mendukung para pemilik media untuk terus mengambil keuntungan dari perusakan moral bangsa.

C. Perkembangan Literasi Media di Indonesia

Di Indonesia, kegiatan literasi media lebih didorong oleh kekhawatiran bahwa media dapat menimbulkan pengaruh negatif. Mereka yang prihatin dengan pola interaksi anak dengan media dan prihatin dengan isi media yang tidak aman dan tidak sehat biasanya berasal dari kalangan orangtua, guru, tokoh agama, LSM yang peduli dengan perlindungan anak, perguruan tinggi, kelompok mahasiswa, dan sebagainya. Mereka berusaha keras menemukan cara-cara yang bisa diterapkan dalam mengurangi jam anak menonton TV, memilih tayangan, melakukan pendampingan yang benar, dan melakukan sosialisasi melalui berbagai forum.

Periode 1990 – 2000: Periode Mencari Bentuk

Untuk menyederhanakan, perkembangan literasi media di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode, yakni periode 1990-2000 dan periode 2000-2010.

Tahun 1991, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan sebuah workshop tingkat Asia-Pasific, tentang anak dan televisi di Cipanas. Dalam salah satu pasal deklarasinya, dinyatakan bahwa “Untuk maksud baik ataupun buruk, televisi ada di sekeliling jutaan anak. Mereka menonton apa saja yang ada di televisi, dan televisi akan terus menerus menimbulkan pengaruh dalam kehidupan anak di Asia baik fisik, mental, emosi, dan perkembangan spiritualnya.”

Deklarasi itu juga mengakui peran penting yang seharusnya dimainkan oleh televisi dalam membantu tumbuh kembang anak yang baik, dan perlunya dikembangkan media literacy di kalangan anak-anak.

Berbagai forum seminar lainnya, lebih menekankan pada dampak televisi pada anak dan bagaimana orangtua harus bersikap. Seminar-seminar ini banyak diselenggarakan

(7)

oleh berbagai institusi, sekolah, perguruan tinggi, dan lain-lain. Forum seminar tersebut biasanya diselenggarakan selama satu sesi atau setengah hari dengan tema-tema populer yang dibutuhkan oleh orangtua dan guru. Pembahasan dalam forum tersebut dapat dikatakan merupakan sepenggal dari kegiatan literasi media yang utuh.

Periode 2000 – 2010: Periode Pematangan

Pada periode ini, masih banyak bentuk kegiatan literasi media seperti dalam periode sebelumnya. Namun ada variasi berupa kegiatan kampanye literasi media yang dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa. Kegiatan tersebut dilakukan melalui seminar pendek dan road show dengan melibatkan anak-anak. Sayangnya, gerakan tersebut dilakukan secara insidental dan kurang memikirkan bagaimana agar materi yang dikampanyekan bisa berjalan terus.

Selain itu, pada tahun 2002 untuk pertama kalinya dilakukan penerapan literasi media melalui jalur sekolah yang menjadi mata pelajaran tersendiri. Ujicoba ini dilaksanakan di SDN Percontohan Johar Baru 01 Pagi Jakarta Pusat oleh YKAI.

Selanjutnya, Yayasan Pengembangan Media Anak sejak 2006 hingga 2010 secara serius melakukan ujicoba dan pengembangan literasi media dengan dukungan UNICEF. Dalam ujicoba tahun 2008, dilakukan evaluasi program melalui pre and post-test yang dilakukan oleh Tim Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Diponegoro.

Perkembangan Yang Lambat

Tidak adanya forum ilmiah yang membahas masalah literasi media, barangkali menjadi penyebab mengapa pemahaman terhadap konsep menjadi sangat beragam, dan hal itu kemudian tercermin dalam program/kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga.

Hal lain yang cukup menarik adalah absennya perguruan tinggi dalam mengembangkan isu ini. Program studi Ilmu Komunikasi tentunya memiliki relevansi yang tinggi untuk masalah literasi media ini. Akibatnya, perkembangan literasi media di Indonesia terasa sangat lambat baik dalam pemahaman konsep, ragam kegiatan, maupun cakupannya. Sementara itu, akses anak-anak terhadap media menjadi semakin tinggi dan isi media tetap tidak aman dan tidak sehat.

Sudah saatnya berbagai instansi pemerintah melakukan langkah nyata bagi perlindungan anak dari dampak media, mengoptimalkan media sebagai salah satu sumber belajar, dan berupaya mengurangi jumlah waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi media dengan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

(8)

DIGITAL LITERASI

A. Pengertian Digital Literasi

Istilah literasi digital mulai popular sekitar tahun 2005 (Davis & Shaw, 2011)Literasi digital bermakna kemampuan untul berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan takberurut berbantuan komputer. Istilah literasi digital pernah digunakan tahun 1980 an,(Davis & Shaw, 2011), secara umum bermakna kemampuan untuk berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti membaca non-sekuensial atau nonurutan berbantuan komputer (Bawden, 2001). Gilster (2007) kemudian memperluas konsep literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital.; dengan kata lain kemampuan untuk membaca, menulis dan berhubungan dengan informasi dengan menggunakan teknologi dan format yang ada pada masanya.

Literasi digital adalah himpunan sikap, pemahaman, an ketramnpilan

menangani dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format. Ada definisi yang menyertakan istilah hubung,

berhubungan (coomunicating); mereka yang perspektisi manajemen rekod atau manajemen arsip dinamis menyebutkan istilah penghapusan (deleting) dan pelestarian (preserving). Kadang-kadang istilah penemuan (finding) dipecah-pecah lagi menjadi pemilihan sumber, penemuan kembali dan pengakaksesan (accessing) (Davis & Shaw, 2011). Walau pun literasi digital merupakan hal penting dalam abad tempat informasi berwujud bentuk digital, tidak boleh dilupakan bagian penting lainnya dari literasi digital ialah mengetahui bila menggunakan sumber non digital.

(9)

B. Kompetensi utama

Dalam literasi digital, yang menjadi kompetensi utama mencakup :

a. Pemahaman format digital dan nondigital; b. Penciptaann dan komunikasi informasi digital; c. Evaluasi informasi;

d. penghimpunan atau perakitan pengetahuan; e. Literasi informasi dan

f. Literasi media (Davis & Shaw, 2011).

Kesemuanya itu merupakan ketrampilan dan kompetensi, dibuat pada tonggak (nomor i) yang merupakan landasan literasi digital. Ketramnpilan dan kompetensi tersebut memiliki jangkauan luas dan mungkin berbeda antara satu negara dengan negara lain. Di sini dapat juga ditambahkan kompetensi dimensi etis dalam arti pemakai mengetahui bagaimana mnsitat buku, jurnal, laporan teknis dalam format kertas, melainkan juga tahu menyitat dokumen yang diterbitkan di Web.

Ada yang menambahkan pada kompetensi utama itu kompetensi penerbitan n artinya kompetensi menghasilakn swaterbitandi situs pribadi Web. Kompetensi ini menggunakan berbagai kompetensi yang telah ada sebelumnya seperti mengunduh dan mengunggah berbagai jenis berkas digital 9citra, audio, teks dsb) dengan harapan seseorang menerbitkan informasi bermutu dengan tetap menghormati hak cipta.

C. Perkembangan digital literasi

Media massa adalah Media yang digunakan secara massal untuk menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Informasi itu bisa berupa hiburan, atau pendidikan. Media massa terdiri media cetak dan media elektronik. Yang termasuk media cetak adalah koran, majalah, tabloid, newsletter, dan lain-lain. Sedangkan media elektronik adalah televisi dan film (media audiovisual), juga radio (media audio). Fungsi Media massa setidaknya ada empat, yaitu menginformasikan (to inform),

(10)

mendidik (to educate), membentuk opini atau pendapat (to persuade), dan menghibur (to entertain). Media literacy muncul didorong kenyataan bahwa fungsi media massa lebih dominan dalam hal menghibur, dan mengabaikan fungsi mendidik. Saat kita bangun pagi, setelah shalat subuh biasanya kita akan menyetel televisi menyaksikan berita terkini, atau bagi sebagian orang berlangganan surat kabar, sudah dapat membaca dan menikmatinya di pagi hari. Bergegas mandi, sebahagian dari kita terbiasa bernyanyi sambil mengikuti lagu dari radio atau tape. Duduk menikmati hidangan sarapan, mata kita tidak lepas dari surat kabar atau televisi. Berangkat ke kantor, di dalam kendaraan anda pun menyetel kaset berisi lagu kesayangan atau memutar saluran radio kesayangan. Sampai di kantor, kita sibuk di depan komputer, mengakses data melalui internet hingga sore hari. Pulang ke rumah, kita pun duduk santai di depan televisi menikmati tayangan sore hari atau membaca majalah yang dibeli. Terakhir, saat malam hari menjelang tidur kita pun menyempatkan diri untuk mengecek pekerjaan lewat komputer, membalas email teman dan sebagainya. Bahkan bagi beberapa orang, tidur akan semakin nyenyak jika diiringi dengan musik instrumentalia yang syahdu.

Namun fakta bicara, tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan kepentingan pemilik/pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Media literacy bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya.

(11)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Literasi Media/ Media Literacy terdiri dari dua kata, yakni literasi dan media. Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis atau dengan kata lain melek aksara sedangkan media dapat diartikan sebagai suatu perantara baik dalam wujud benda, manusia, peristiwa. Dari kedua macam definisi sederhana tadi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mencari, mempelajari, dan memanfaatkan berbagai sumber media dalam berbagai bentuk. Istilah literasi media juga dapat disamakan dengan istilah ’melek media’. Empat Faktor Utama dalam Model Media Literacy yaitu Struktur Pengetahuan, Personal Locus, Kemampuan dan Ketrampilan, dan Proses Informasi.

Adapun sebagai indikator bahwa secara individu seseorang atau suatu masyarakat sudah melek media adalah sebagai berikut :

 Mampu memilih (selektif) dan memilah (mengkategori/mengklasifikasi) media, mana yang manfaat mana yang mudarat.

 Memahami bahwa Radio, terutama televisi merupakan lembaga yang ‘syarat’ dengan kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya dll

 Memahami bahwa Radio dan Televisi bukan menampilkan realitas dan kebenaran satu-satunya, namun bisa merupakan ‘rekayasa’ dari pelaku-pelakunya.

 Mampu bersikap dan berperilaku kritis pada siaran radio dan televisi.

 Menyadari bahwa sebagai konsumen media, khalayak semua mempunyai Hak dan Kewajiban atas isi siaran radio dan televisi.

 Menyadari tentang dampak yang ditimbulkan media dan mengidentifikasi hal-hal yang harus dilakukan ketika menggunakan media.

 Selektif, pandai memilih dan memilah media yang akan digunakan;

 Hanya mempergunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu.

 Mampu membangun filter yang kokoh, baik bagi dirinya maupun terhadap orang-orang di lingkungannya, sehingga secara personal tidak mudah dipengaruhi media

(12)

DAFTAR PUSTAKA  http://www.kidia.org/news/tahun/2011/bulan/02/tanggal/09/id/187/  http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/09/25/pentingnya-melek-media-literasi-media-490190.html  http://id.wikipedia.org/wiki/Literasi_media  http://ahmadriza.com/  http://sulistyobasuki.wordpress.com/2013/03/25/literasi-informasi-dan-literasi-digital/#more-136  http://farelbae.wordpress.com/catatan-kuliah-ku/literasi-media/

Referensi

Dokumen terkait

murid %.. Rencana pembelajaran membaca permulaan menggunakan metode SAS mampu direncanakan guru dengan baik, terlihat dari peningkatan skor kinerja yaitu 3,27 meningkat menjadi

Dalam menentukan pasangan, Islam menganjurkan untuk melakukan shalat istikharah dengan tujuan memantapkan tujuan pernikahan dan menyakinkan bahwa calon pasangan yang

Berdasarkan hasil penelitian produksi ramnolipid teknik kultivasi umpan curah, diperoleh hasil bahwa perolehan ramnolipid tertinggi sebesar 8,5 g/l didapat dari penambahan

 #egagalan pascarenal, adalah jenis gagal ginjal akut yang terjadi akibat kondisi yang #egagalan pascarenal, adalah jenis gagal ginjal akut yang terjadi akibat kondisi

Gideon, Sidang Majelis Jemaat Khusus GPIB Gideon Kelapadua Depok akan diselenggarakan pada :. Hari/Tanggal : Sabtu, 16 Januari 2021 Waktu :

Penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau sebagai pengajar di bagian Pulmonologi yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan saran yang baik selama

Dalam melakukan penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan,

digunakan dalam penelitian ini, misalnya faktor lingkungan kerja, promosi dll, ataupun mengkombinasikan salah satu variabel dalam penelitian ini dengan variabel