• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sinilah kemudian kerajinan anyaman itu menjadi sebuah langkah konkrit untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sinilah kemudian kerajinan anyaman itu menjadi sebuah langkah konkrit untuk"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerajinan anyaman merupakan sebuah hal yang menyangkut kreatifitas dan bakat seseorang atau sekelompok orang yang seiring dengan perkembangannya dapat menjadi sebuah industri kerajinan. Hasil kerajinan itu memiliki nilai tambah, bukan saja untuk memenuhi aksesoris di dalam rumah sendiri, tetapi juga memiliki nilai ekonomis. Dari sinilah kemudian kerajinan anyaman itu menjadi sebuah langkah konkrit untuk membebaskan diri dari tekanan yang ada, sekaligus mengisi waktu senggang dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dapat dilihat beraneka kerajinan muncul dengan berbagai macam bentuk. Bahan-bahan yang dipakai pun bermacam-macam bergantung kepada sumber-sumber kekayaan alam yang ada baik itu hasil hutan maupun tidak.

Industri kecil di Indonesia mulai muncul pada tahun 1950-an. Sebelumnya, industri skala kecil hanya disebut-sebut secara tidak langsung oleh Mohammad Hatta (almarhum), mantan wakil presiden Republik Indonesia pertama, sebagai industri rakyat. Dikatakan industri rakyat karena apa yang dihasilkan merupakan hasil kerajinan rakyat, pengelolahan dengan tingkat sederhana serta tidak mengandalkan modal besar. Kegiatan yang dijalankan rakyat ini kemudian diminati oleh masyarakat banyak karena dapat mendukung peningkatan ekonomi.

(2)

Industri kecil di Indonesia sangat cepat berkembang. Terlebih-lebih setelah era tahun 1980-an. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan ekonomi yang secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya peningkatan pada kebutuhan barang produksi kerajinan. Kebutuhan akan barang produksi yang semakin besar berarti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Jumlah industri skala kecil dan industri rumah tangga telah menyerah tenaga kerja yang cukup besar. Tentu hal ini dapat membantu mengurangi pengangguran.

Unit-unit perusahaan industri skala kecil sangat bervariasi misalnya dalam bidang industri kerajinan, jasa, pangan dan lain-lain. Beberapa jenis industri lainnya seperti sulaman, batik, pahatan dan beberapa jenis anyaman produk-produk jerami seperti keranjang, bambu, dan rotan 1

Industri kerajinan menjadi sebuah hal yang menjanjikan bagi para pekerjanya karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Inilah yang menjadi sasaran industri kecil. Semakin meningkat kesejahteraan hidup manusia maka kebutuhannya akan semakin meningkat pula. Hal ini sesuai dengan faktor perkembangan jaman. Perhatian terhadap industri (usaha kecil dan menengah) memang sudah ada dan itu dibuktikan sejak mulai pelita ke IV yang mana pemerintah membentuk berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas masyarakat (pelaku industri) seperti membentuk kredit Investasi kecil (KIK) yang kemudian berkembang seiring dengan munculnya reformasi yang mendukung sistem ekonomi kerakyatan.2

1

Loekman Sutrisno, Aspek-Aspek Financial Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S), 1993, hal. 19

2

Tulus Tambunan, Perkembangan Industri Sekala Kecil Di Indonesia, Jakarta: PT Mutiara Sumber Wijaya (Cet. I), 1999, hal. 9

(3)

Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam rangka pemberdayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Industri kerajinan merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang berfungsi untuk menyerap tenaga kerja dan lebih jauh hasil produksi kerajinan dapat dijadikan sumber devisa negara. Bermodalkan keterampilan, ketekunan, dan keuletan, industri kerajinan yang mengelola dari bahan-bahan alam akan menjadi suatu kegiatan usaha profesional.

Dengan dukungan peralatan yang sederhana dan keterampilan yang terbatas, maka industri kerajinan tidak akan mencapai kualitas maupun kuantitas yang diharapkan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam menciptakan peralatan dan desain-desain yang diinginkan pasar sangat diharapkan. Sangat perlu adanya pelatihan-pelatihan maupun kursus-kursus ketrampilan kerajinan tangan secara profesional.

Pada tahun 1990-an, krisis yang melanda Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang bangkrut mengakibatkan menjamurnya pengangguran. Maka mau tidak mau para buruh yang di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut mencari jalan keluar untuk dapat bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan menekuni sebuah bidang yang membutuhkan kreatifitas dan bakat, tanpa modal yang besar serta tidak berada pada tekanan seperti yang dialami ketika masih berada dalam perusahaan. Walaupun modal usaha tidak terlalu besar namun tidak semudah apa yang dipikirkan. Yang mana muncul sebuah persoalan yang dialami secara menyeluruh yaitu kesulitan mendapatkan modal usaha. Apalagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi yang lemah dan untuk memperoleh pinjaman pun mereka mengalami kesulitan. Tetapi di era krisis ekonomi tersebut, di tengah banyaknya perusahaan yang tutup, maka industri kecil dan menengah dapat membuktikan eksistensinya dan dapat bertahan hingga kini

(4)

sekalipun krisis ekonomi melanda. Hasil dari usaha tersebut kita bisa melihatnya sampai pada saat ini bahwa pasar industri kecil di Indonesia sangat menjanjikan dan terus mengalami peningkatan tidak hanya dalam negeri tetapi juga sampai ke mancanegara.

Demikianlah peranan industri kecil di Indonesia bukan hanya sebagai pendongkrak sistem prekonomian tetapi juga sebagai lapangan pekerjaan alternatif ketika terjadi krisis dimana banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya.

Namun perlu diperhatikan bahwa pelaku industri kecil juga banyak mengalami kesulitan dalam hal mendapatkan bahan baku, pengelolaan, permodalan dan sampai kepada proses pemasaran hasil-hasil industri yang kurang. Hal ini dikarenakan minimnya promosi dan juga sulitnya untuk pengiriman barang karena alat pengangkutan yang minim serta sulitnya mendapatkan perjanjian usaha industri perdagangan dan perolehan hak milik usaha (hak paten). Sementara itu tidak dapat dipungkiri bahwa industri kecil sangat penting bagi prekonomian di samping sebagai lapangan pekerjaan yang bisa menampung tenaga kerja.

Demikian juga halnya di wilayah Medan, industri kecil mempunyai peranan yang menonjol. Dalam hal ini yaitu kerajinan anyaman rotan yang terletak di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei Sikambing D. Asal mula kerajinan rotan ini berawal dari penduduk pendatang yang berasal dari Jawa Barat (Lebih Tepatnya Wilayah Cirebon Desa Tegalwangi) pada tahun 1958. Mereka datang ke Medan untuk jalan-jalan dan menambah pengetahuan tentang kota Medan. Disamping itu mereka juga bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat Medan secara umum dan masyarakat Kelurahan Sei Sikambing secara khusus tentang keahlian mereka yang dibuktikan dengan hasil karyanya yaitu kerajinan rotan. Kemudian di Medan mereka bekerjasama dengan Dinas Perindustrian

(5)

dan Perdagangan di Jalan Iskandar Muda. Di sana mereka mengundang masyarakat sekitar untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang kerajinan rotan karena di Cirebon kerajinan rotan sangat berkembang dan merupakan hal yang membudaya.

Awalnya kerajinan rotan tersebut merupakan usaha keluarga dan kebanyakan memakai tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga sendiri yaitu memanfaatkan anggota rumah tangga sebagai tenaga kerja. Dalam satu rumah tangga, semua anggota rumah tangga seperti suami, istri dan anak-anak, bekerja pada usaha kerajinan rumah tangga yang dimilikinya. Pembuatan kerajinan anyaman rotan ini pada mulanya masih merupakan kegiatan sampingan untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga.

Industri rotan ini sudah ditekuni mulai dari tahun 1960 dengan cara kecil-kecilan yaitu menggunakan peralatan tradisional dan masih berupa kerajinan tangan. Hasil kerajinan pertama yang mereka buat yang dipasarkan ke masyarakat adalah tas dari rotan. Pemasarannya masih dengan cara tradisional yaitu dengan berkeliling menjajakan barang-barang kerajinan. Selain itu barang-barang tersebut juga ditawarkan ke pasar-pasar yang ada di Medan seperti Pasar Petisah, Pasar Sentral juga Pasar Sei Sikambing. Para pengrajin tersebut juga mengikuti pameran-pameran yang dicanangkan pemerintah.3

Peranan sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini sangat penting bagi perkembangan ekonomi dan usaha pemerataan pendapatan, serta upaya pemecahan masalah tenaga kerja dan modal. Hal ini juga yang membuat penduduk sekitar ikut serta dalam

3

Wawancara dengan Tuminah, Jalan Pertahanan Lingkungan X Sei Sikambing D, tanggal 29 Juni 2010

(6)

pelatihan itu. Setelah mahir masyarakat kemudian berkeinginan untuk membuka usahanya sendiri di sekitar Sei Sikambing Medan tahun 1965.

Dengan semangat yang kuat dan sikap optimis, lambat laun industri kerajinan rotan ini mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan tepatnya pada tahun 1980. Hal itu dibuktikannya dengan banyaknya permintaan dari para konsumen yang mempengaruhi jumlah penjualan produk. Hal tersebut menyebabkan pihak pengrajin mengalami kesulitan modal, terutama untuk pembelian bahan baku serta penambahan tenaga kerja. Awalnya yang direkrut adalah anak-anak usia produktif yang tidak bersekolah serta mau dan giat dalam menekuni kerajinan menganyam. Kebanyakan dari mereka adalah anak laki-laki.

Toko yang pertama membuka usaha kerajinan rotan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Km. 4 No. 81 Sei Sikambing adalah toko Lisma Rattan Handicraft yang dibuka pada tahun 1965. Toko itu menjual segala furniture-furniture dari rotan dengan modifikasi dan disain yang baru. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak usaha rotan di sekitar Jalan Jenderal Gatot Subroto. Hal ini juga diiringi dengan bertambahnya jumlah pengrajin yang mengola anyaman rotan sebagai usaha sampingan. 4

Industri kerajinan rotan di Kelurahan Sei Sikambing D ini juga melakukan pembagian kerja. Pembagian kerja tersebut antara lain pengupasan rotan, pembuatan rangka

Industri kerajinan di Sei Sikambing D merupakan sentral industri kerajinan rotan dengan jumlah pengrajin sebanyak 66 unit usaha dengan 335 orang pekerja yang terdiri dari 260 laki-laki dan 75 perempuan. Jenis industri yang ditekuni yaitu dalam hal pembuatan kursi, tas dan anyaman rotan lainnya. Usaha ini merupakan atas prakarsa masyarakat itu sendiri.

4

(7)

rotan, penganyaman, dan pewarnaan rotan yang telah dianyam. Sistem penggajiannya juga berbeda-beda, ada yang menggunakan sistem penggajian borongan, mingguan dan harian. Anggota pekerjanya bekerja dari hari Senin s.d. Sabtu dan dimulai dari pukul 08.00 s.d. pukul 17.00 WIB. Anggota pekerjanya kebanyakan berasal dari wilayah Kapten Muslim, Sunggal, Binjai, Amplas, Batang Kuis dan juga orang sekitar yang memiliki atau menjiwai kerajinan menganyam.

Rotan yang dipergunakan tersebut diperoleh dari daerah Aceh, Pekanbaru, Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Awalnya para pengrajin datang ke daerah itu untuk mendapatkan rotan yang mau mereka olah. Namun setelah itu mereka mencari langganan agar dikemudian hari mereka tidak susah-susah lagi datang hanya khusus membeli rotan.

Kerajinan tradisional merupakan suatu usaha produktif. Baik dalam bentuk mata pencaharian maupun sampingan. Oleh karena itu, kerajian tradisional adalah kerajinan ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai usaha industri kecil. Industri kecil selalu ditunjukkan sebagai sektor kunci dalam upaya membuka kesempatan kerja yang diciptakan oleh pelaku industri kecil dan lebih besar pada efek sejenis yang dihasilkan oleh industri besar. Selain dari besarnya efek dan keterkaitannya yang erat dengan sektor pertanian, industri kecil juga sangat potensial untuk mendorong kemajuan desa atau wilayah.5

Kasus yang diangkat merupakan studi sejarah lokal, yang bercirikan atas dasar geografi, administrasi, maupun budaya alam kehidupan suatu masyarakat daerah yang dapat menggambarkan keunikan tentang apa yang terjadi di alam masyarakat tersebut.6

5

Hendrawan Supratika, Perkembangan Industri kecil di Indonesia, Prisma, Jakarta: LP3S, 1994, hal. 21

6

(8)

Studi-studi mikro dalam tingkat lokal merupakan sumbangan bagi pemahaman sejarah lokal.

Dari berbagai masalah yang muncul maka penelitian ini diberi judul “Pengrajin Rotan di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan Tahun 1980-2000”. Adapun alasan penulis melakukan penelitian ini dikarenakan kerajinan rotan merupakan barang antik yang bahan dasarnya terbuat dari rotan dan objek ini belum pernah diteliti dari sudut pandang historis secara mendalam.

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih mudah memahami penelitian yang dilakukan diperlukan adanya rumusan masalah terhadap hal-hal yang diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai pengrajin rotan di Kelurahan Sei Sikambing D Medan dengan kurun waktu dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2000. Batas waktu penelitian ini dimulai tahun 1980 atas dasar tahun tersebut mulai terlihat perkembangannya dan batas akhir penelitian ini pada tahun 2000 atas dasar dalam 20 tahun tersebut sudah dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan pengrajin.

Untuk lebih memperjelas dan mengarahkan penelitian ini, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah pengrajin rotan sebelum tahun 1980?

2. Bagaimana gambaran umum pengrajin di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000 ?

3. Bagaimana dampak kerajinan rotan terhadap kehidupan masyarakat di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Semua rencana yang dilakukan oleh manusia memiliki tujuan dan manfaat yang tersendiri. Demikian juga halnya dalam penelitian, adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah keadaan pengrajin rotan sebelum tahun 1980.

2. Untuk mengetahui gambaran umum pengrajin rotan di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000.

(10)

3. Untuk mengetahui dampak kerajinan rotan terhadap kehidupan masyarakat di Lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi masyarakat maupun pengrajin, penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi yang berguna secara praktis supaya tetap memberdayakan rotan untuk hasil komoditi.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa para pelaku industri kecil sangat membutuhkan modal untuk pengembangan usaha dan juga sistem pemasaran.

3. Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa ilmu sejarah, penelitian ini di harapkan dapat menambah khasanah baca dalam bidang sejarah kerajinan tradisional.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan buku-buku sebagai bahan telaah studi pustaka. Adapun buku-buku yang berkaitan dengan kerajinan rotan yang di harapkan dapat mendukung penulis terhadap penelitian ini adalah:

Buku pertama yang digunakan penulis yaitu J. Gultom dalam buku yang berjudul Pengrajin Tradisional Tenun Ulos di Desa Lumbansianjulu. Buku ini memberikan gambaran bahwa di Desa Lumbansianjulu yang terdiri atas 134 keluarga atau sekitar 69% (93 orang) istrinya bekerja sebagai pengrajin ulos. Sedangkan sekitar 31% bekerja sebagai petani, berdagang, buruh tani dan lain sebagainya. Kerajinan bertenun ulos merupakan usaha keluarga, dan sebagai tenaga ahlinya adalah ibu-ibu rumah tangga. Berdasarkan catatan yang ada di Desa Lumbansiajulu, sebanyak 93 orang ibu rumah tangga, 52 orang

(11)

remaja putri dan 109 anak-anak ikut terlibat di dalam kegiatan bertenun ulos. Tugas kaum ibu sebagai tenaga ahli utama dalam kerajinan ulos adalah menentukan dan merancang jenis ulos yang akan di tenun, menaksir jumlah bahan baku dan bahan penolong yang diperlukan. Sedangkan para remaja putri berperan sebagai pembantu utama pada semua tahapan penenunan.

Penghasilan pengrajin dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan permintaan hasil tenunan di pasar, dan keadaan musim turun ke ladang/sawah. Ini berarti penghasilan pengrajin tidak dapat dipastikan berapa jumlah penghasilan setiap hari maupun setiap bulan.

Cara penyaluran hasil produksi para pengrajin dilakukan dengan dua cara yaitu pengrajin secara langsung menjual kepada pedagang ulos di pasar Tarutung atau kepada tengkulak serta menjual kepada koperasi.

Buku kedua yang digunakan penulis yaitu Pengrajin Tradisional Daerah Timor-Timur karangan Munasir Jufri. Buku ini menceritakan di wilayah Timor-Timor-Timur masih mengenal adanya berbagai bentuk hasil kerajinan tradisional, misalnya kain tilas, benda-benda gerabah, dan anyaman-anyaman. Keberadaan para pengrajin tersebut biasanya terpusat pada suatu daerah tertentu. Contohnya yaitu Desa Babulu sebagai salah satu daerah penghasil tenun tas, Desa Ailili yang terkenal sebagai penghasil gerabah, dan Desa Vavikinia yang terkenal sebagai penghasil anyam-anyaman. Walaupun ketiga desa tersebut letaknya saling berjauhan serta memiliki hasil seni kerajinan yang berbeda, tetapi memiliki beberapa persamaan yang sifatnya mendasar.

Buku ketiga yang digunakan penulis yaitu Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah yang ditulis oleh Hartati Prawironoto. Jawa Tengah dikenal sebagai daerah agraris

(12)

yang berarti mata pencarian di sektor pertanian lebih dominan dari mata pencaharian yang lain. Karena Jawa Tengah sebagai daerah agraris, maka banyak bahan yang dihasilkan atau banyak bahan yang dibutuhkan dalam usahanya memantapkan hasil pertanian tersebut. Demikian pula beberapa tumbuh-tumbuhan, apakah ia berupa rumput, bambu, pandan, kayu, dan sebagainya, yang ada di sekitar tata kehidupan petani, dan juga tidak luput dari perhatian manusia untuk menciptakan nilai tambah sehingga menghasilkan berbagai bentuk kerajinan. Lingkungan hidup sebagai sumber hajat bersama ternyata juga memiliki berbagai kelebihan, sebab lingkungan hidup juga dapat menghasilkan batu-batuan dan mungkin logam-logam mulia, yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Maka melalui kreativitas dan inovativitas, didasari bahwa baik batu-batuan maupun logam yang ada dalam lingkungan kehidupan dapat dijadikan wahana untuk menopang hidup dan memberikan kekuatan hidup, maka pemanfaatannya yang berupa produk kerajinan tangan sangat besar artinya bagi tata kehidupannya sendiri.

Buku keempat yang digunakan penulis yaitu Rotan: Pembudidayaan dan Prospek Perkembangannya karangan Hadi Sutarno. Menceritakan tentang berbagai jenis rotan serta jenis yang biasa digunakan untuk kerajinan.

(13)

1.5 Metode Penelitian

Penulisan merupakan suatu puncak dalam suatu penelitian ilmiah. Di dalam suatu penelitian sejarah ada berbagai tahapan yang harus dilakukan untuk menulis dan menemukan hasil yang diteliti. Adapun tahap itu di antaranya:

Tahap pertama adalah tahap heuristik. Tahap pengumpulan data-data yang relevan, baik dari perpustakaan dan juga dari pihak pengrajin itu sendiri. Untuk mencari sumber tersebut maka penulis akan melakukan study kepustakaan (Library Research), dan juga studi lapangan (Field Research) dengan cara melakukan wawancara secara mendalam terhadap pengrajin yang telah dipilih menurut kriteria tertentu baik itu pemilik usaha maupun karyawan serta lingkungan di sekitar lokasi usaha.

Tahap kedua adalah tahap verifikasi. Dalam hal ini penulis melakukan kritik terhadap sumber yang telah ditemukan untuk sebuah kebenaran dengan kritik internal dan eksternal.

Tahap ketiga adalah tahap interpretasi yaitu tahap menafsirkan dan menganalisis peristiwa sejarah setelah mengumpulkan sumber dan mengkritiknya.

Tahap terakhir adalah tahap historiografi. Tahap ini merupakan tahap puncak. Dalam tahap ini semua informasi yang sudah ditemukan baik secara lisan maupun secara tertulis yang telah diproses lebih lanjut akan dirangkaikan menjadi sebuah karya ilmiah sejarah.7

7

Louis Gotschalk, Understanding History, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 143

Referensi

Dokumen terkait

Adapun maksud dan tujuan kami melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit DM serta meningkatkan

Produktivitas ternak kambing dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan rumput lapangan dengan bahan pakan lainnya yang mengandung nutrien lebih tinggi, agar nutrien

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu

Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan toilet training itu adalah proses pengajaran untuk mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)

AICS - Inventori Bahan Kimia Australia; ASTM - Persatuan Amerika untuk Pengujian Bahan; bw - Berat badan; CERCLA - Akta Tindakan, Pampasan dan Liabiliti Alam Sekitar Komprehensif,

Perbedaan insang ikan mas pada kontrol dengan insang yang telah diberikan bahan toksik terlihat dari warnanya, pada insang kontrol terlihat insang berwarna

sendiri merujuk pada pengertian komunitas yang berusaha mencintai Rosul (Muhammad) dengan cara memperbanyak bersholawat agar bisa membawa manfaat bagi kehidupan

Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu