• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ulva SP. Sebagai Suplemen Pakan Terhadap Performa Pertumbuhan Dan Respon Imun Non-spesifik Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Ulva SP. Sebagai Suplemen Pakan Terhadap Performa Pertumbuhan Dan Respon Imun Non-spesifik Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN

Ulva

sp. SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN

TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN DAN RESPON IMUN

NON-SPESIFIK IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

STUDY OF Ulva sp. AS FEED SUPPLEMENT TOWARDS GROWTH

PERFORMANCES AND NON-SPECIFIC IMMUNE

RESPONSE OF TILAPIA (Oreochromis niloticus)

Esti Harpeni, Limin Santoso, Winda Rohaila Sari,

dan Duma Oktorina Purba

Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Indonesia Email: edypeni@yahoo.com

Registrasi: 17 Maret 2015; Diterima setelah perbaikan: 18 April 2015; Disetujui terbit: 11 Juni 2015

ABSTRAK

Peningkatan produksi melalui intensifikasi sistem budidaya menyebabkan peningkatan penggunaan pakan buatan. Pakan buatan yang baik harus memiliki kecukupan nutrisi bagi pertumbuhan optimum ikan selain juga meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Penggunaan suplemen pakan menjadi penting dilakukan untuk memperoleh panen yang maksimal. Penggunaan algae sebagai suplemen pakan telah diketahui cukup potensial sebagai sumber protein dan metabolit sekunder melawan patogen. Namun, pengaruh pakan dengan penambahan algae terhadap pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan mungkin bervariasi tergantung pada jenis algae dan ikannya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemberian suplemen pakan Ulva sp. terhadap performa pertumbuhan dan respon imun non-spesifik ikan nila. Penelitian dilakukan dengan perlakuan 5 perlakuan dan 3 ulangan, A: Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B: 4% pakan; C: 8% pakan; D: 12 % pakan; dan E: 16% pakan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan performa pertumbuhan dan respon imun non spesifik. Perubahan level jaringan ke level berat terjadi seiring dengan peningkatan dosis suplementasi Ulva sp. pada pakan. Suplementasi dengan dosis 4% pakan merupakan perlakuan terbaik. KATA KUNCI: Nila, pertumbuhan, respon imun non-spesifik,suplementasi, Ulva sp.

ABSTRACT

Increasing of production through intensification of aquaculture system has caused increase in the utilization of artificial feed. The good quality of artificial feed should have enough nutrition for optimal growth of fish, besides increasing its resistance against pathogens. Use of feed supplement being important to do for maximazing products. Use of algae as feed supplement has been known as a source of protein dan secondary metabollites against pathogens. However, the effect of feed by adding algae towards growth and immunity of fish could be varies depend on species of the algae and fish. Therefore, this research was conducted to study the effect of feed supplementation of Ulva sp. towards growth performance and non-specific immune response of tilapia. This study was using 5 treatments in triplicate, i.e. A: Ulva sp. Supplementation 0% of feed; B: 4% of feed; C: 8% of feed, D: 12% of feed; and E: 16% of feed. The result showed that there were increase of growth performance and non-specific immune response of tilapia. The changes of histology to heavy

(2)

66

level was happened as increaseing doses of Ulva sp. supplementation into the feed. The best supplementation doses was 4% of feed.

KEYWORDS: growth, non-specific immune respons, supplementation, tilapi , Ulva sp.

1.PENDAHULUAN

Budidaya ikan secara intensif yang banyak dilakukan di Indonesia, sangat tergantung pada pakan untuk

meningkatkan produksi ikan.

Kebutuhan nutrisi ikan sebagai faktor

penentu pertumbuhan sangat

tergantung pada pakan. Pada sistem budidaya intensif, pakan buatan sangat berperan penting daripada pakan alami karena ketersediaannya yang memadai. Pakan buatan dengan nilai nutrisi yang baik didapatkan dari suplemen pakan. Suplemen pakan pada pakan buatan diketahui mampu meningkatkan daya

dukung sistem budidaya (Devaraj et al.,

1976) sekaligus mempersingkat waktu

budidaya (Sahzadi et al., 2006).

Beberapa suplemen pakan (faktor nutrisi) juga diketahui memiliki fungsi

sebagai imunostimulan (Cook et al.,

2003). Imunostimulan dalam budidaya ikan memungkinkan upaya pencegahan penyakit infeksi yang lebih hemat waktu, biaya dan tenaga dibandingkan vaksinasi. Upaya pencegahan dengan

imunostimulan juga lebih efektif

daripada pengobatan, seperti

pengobatan dengan antibiotik, yang

beresiko tingginya kematian dan

akumulasi residu dalam jaringan ikan. Berbagai jenis algae diketahui mampu dijadikan sebagai alternatif sumber

protein selain sebagai sumber

komponen bioaktif yang memproduksi metabolit sekunder melawan patogen

pada ikan (Mahasneh et al., 1995; De

Val et al., 2001; Liao et al., 2003). Penggunaan algae sebagai suplemen pakan ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pencernaan

pakan, selain itu juga untuk

meningkatkan resistensi terhadap

penyakit.

Ulva sp. merupakan algae merah

yang cukup potensial digunakan

sebagai suplemen pakan karena Ulva

sp. dilaporkan mengandung protein kasar 10-26% dari berat kering (Fleurence, 1999). Penelitian Wong and Cheung (2000) menunjukkan bahwa

Ulva lactuca juga mengandung semua

asam amino esensial kecuali

tryptophan. Asam amino esensial

diketahui sangat penting bagi

pertumbuhan ikan, peningkatan respon imun dan resistensi ikan terhadap sejumlah patogen secara simultan

(Burrells et al., 2001). Namun,

pengaruh pakan dengan penambahan

algae terhadap pertumbuhan dan

ketahanan tubuh ikan pada jenis algae dan ikan mungkin bervariasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemberian

suplemen pakan Ulva sp. terhadap

performa pertumbuhan dan respon imun non-spesifik ikan nila.

2.BAHAN DAN METODE

Sebanyak 15 unit akuarium (5 perlakuan dan 3 ulangan) berukuran 50 x 40 x 40 cm digunakan dalam penelitian ini. Air sebanyak 60 liter diisi ke dalam akuarium tersebut dengan aerasi terus menerus. Ikan nila GIFT ukuran sekitar 10 cm yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari BBI Probolinggo, Lampung Timur. Ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama satu minggu. Masing- masing akuarium berisi 5 ekor ikan. Selama masa aklimatisasi, ikan uji diberi pakan

(3)

67 berupa pellet yang diberikan pada pagi

dan sore hari.

Ulva sp. yang banyak ditemukan

menempel di bebatuan di sekitar Pantai Tebaka, Pesisir Barat, Lampung Barat, dikumpulkan untuk kemudian dibilas

dengan air tawar mengalir. Ulva sp.

kemudian dibungkus dengan plastik bening lalu dijemur di bawah sinar

matahari hingga kering. Ulva sp. juga

dioven pada suhu 60-700 C untuk

memastikan bahwa Ulva sp. kering

sempurna. Jika Ulva sp. sudah kering

sempurna, Ulva sp. digiling dan diayak

sampai halus (diameter ayakan 0,6 mm) untuk kemudian disimpan sampai waktu akan digunakan.

Berbagai sumber bahan pakan komersial (Tabel 1) digunakan dalam penelitian ini yaitu tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, tepung gandum, minyak ikan, minyak jagung dan

premix. Lima tingkat perlakuan Ulva sp.

yang digunakan yaitu 0% (kontrol), 4, 8, 12 dan 16% dari formulasi pakan.

Bubuk Ulva sp. yang telah dipersiapkan

sebelumnya, dicampurkan ke dalam pakan hingga merata. Air dimasukkan ke dalam campuran pakan sebanyak 20% dari jumlah pakan lalu diaduk untuk membentuk pakan menjadi pelet.

Tabel 1. Komposisi pakan pada

berbagai tingkatan perlakuan

Ulva sp. yang digunakan

dalam Penelitian Bahan Perlakuan 0% 4% 8% 12% 16% Tepung ikan 35 34 31 28 25 Tepung kedelai 27 28 29 30 31 Ulva sp. 0 4 8 12 16 Tepung jagung 22 18 16 14 12 Tepung gandum 10 10 10 10 10 Minyak ikan 3 3 3 3 3 Minyak jagung 2 2 2 2 2 Premix 1 1 1 1 1 Total 100 100 100 100 100

Isolat Streptococcus iniae

diperoleh dari Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Semarang. Sebelum proses infeksi dilakukan, isolat dikultur kembali selama 48 jam untuk mendapatkan isolat dengan kepadatan

108 CFU/ml.

Ikan diberi pakan dua kali sehari pukul 09.00 dan 16.00 WIB disesuaikan

dengan feeding rate (FR) 5% dari bobot

ikan. Pakan yang diberikan serta kotoran dan sisa pakan ditimbang setiap hari, sedangkan bobot ikan ditimbang setiap dua minggu sekali. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 8 minggu.

Sampel darah diambil melalui

vena caudalis sebanyak 1,5 ml lalu

ditampung dalam microtube yang telah

dibilas dengan larutan EDTA 10%.

Pengambilan sampel darah ikan

dilakukan pada hari ke-0 (sebelum suplementasi Ulva sp.), hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-43. Pada hari ke-37

pemberian suplemen pakan Ulva sp.,

hewan uji diuji tantang dengan

menyuntikkan S. iniae secara

intramuscular dengan dosis 0,1 ml/ikan.

Perhitungan Specific Growth Rate

(SGR) sesuai Schram et al. (2009) yang

mengukur bobot hari ke-1 (awal pemeliharaan) dan bobot hari ke-t (akhir pemeliharaan).

õ =: : ;« : Ú;;

ÚÙÙ

SGR = % bobot per hari; Wt = rerata bobot pada hari ke-t; W1 = rerata bobot pada hari ke-1; t = jumlah hari.

Penghitungan Feeding Conversion

Ratio (FCR) pada penelitian ini

mengacu pada Sahzadi et al. (2006).

ôñ = ô

(4)

68

F = berat persediaan pakan yang disiapkan selama waktu pemeliharaan; Wo = bobot ikan pada awal masa pemeliharaan; Wt = bobot ikan pada akhir masa pemeliharaan.

Survival Rate (SR) dihitung berdasarkan rumus Effendi (2002) sebagai berikut :

:%;=lø

ø pž

ÚÙÙ%

Pengukuran kadar hematokrit

darah dilakukan dengan memasukkan

darah ke dalam capillary tube

berheparin kemudian disentrifuse pada

7000 rpm selama 5 menit (Hosseini et

al., 2011). Pengukuran dilakukan

dengan membandingkan volume sel darah merah terhadap seluruh volume darah.

Total leukosit dihitung

menggunakan Standard Neubauer

Haemocytometer. Semua peralatan

dibersihkan terlebih dahulu dengan sodium citrate lalu dikeringkan. Sampel darah diambil menggunakan pipet sampai skala 0,5 kemudian diencerkan dengan larutan Turk sampai skala 11,0. Darah kemudian dihomogenisasi dan dibuang beberapa tetes pertama. Darah

lalu diteteskan ke dalam

haemocytometer. Setelah darah

mengendap, darah pada 4 kotak besar haemocytometer dihitung di bawah mikroskop (Afaq and Rana, 2009). Jenis-jenis leukosit meliputi limfosit, monosit dan neutrofil dihitung dengan

cara membuat ulas darah yang

diwarnai dengan larutan Giemsa dan dihitung di bawah mikroskop (Tierney

et al., 2004).

Aktivitas fagosit (AF) dalam

persen ditentukan dengan menghitung 100 sel fagosit per preparat ulas darah yang telah diwarnai dengan safranin di

bawah mikroskop (Ispir et al., 2009):

ïô:%;=lø

ø pžÚÙÙ%

Sampel jaringan (hati, ginjal dan otak) dari ikan nila semua perlakuan

diambil kemudian difiksasi

menggunakan larutan ƒ˜‹†•‘•ï

fixative. Pewarnaan dilakukan menggunakan larutan hematoxylin dan

eosin (H&E) (Filho et al., 2009).

Pengujian histopatologi sampel

dilakukan di Laboratorium Penguji, Balai Veteriner Lampung.

Parameter kualitas air yang

diamati adalah suhu, pH, DO dan

amoniak (NH3) yang diukur pagi dan

sore hari. Selama masa pemeliharaan, penyiponan dan pergantian air sampai mendekati 50% dilakukan setiap pagi sebelum pemberian pakan.

Data hasil pengamatan meliputi

•ƒ†ƒ” Š‡•ƒ–‘•”‹–á –‘–ƒŽ Ž‡—•‘•‹–ö differensial leukosit, dan aktivitas fagositosis dianalisis ragam melalui ANOVA pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS. Apabila hasil uji perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji BNT pada selang kepercayaan 95%. Jika data tidak

homogen maka dianalisa statistik

dengan uji Kruskal-Wallis, apabila hasil uji perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji Mann-Whitney pada selang kepercayaan 95%. Data SGR, FCR, SR, histopatologi dan kualitas air dianalisa secara deskriptif.

3.HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, suplementasi Ulva

sp. mampu meningkatkan bobot ikan nila (Tabel 2). Penambahan bobot dan SGR antar perlakuan (Tabel 2)

menunjukkan bahwa suplementasi Ulva

sp. tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Namun demikian, FCR pada

perlakuan suplementasi Ulva sp.

(perlakuan B, C, D, dan E) lebih tinggi dari perlakuan A, tanpa suplementasi

(5)

69

Ulva sp. (Tabel 2). Artinya suplementasi

Ulva sp. belum mampu meningkatkan

akseptabilitas (acceptability) pakan

dibandingkan perlakuan tanpa

suplementasi Ulva sp. Walaupun

demikian, semua perlakuan masih lebih efisien memanfaatkan pakan sehingga mempengaruhi beban limbah yang dikeluarkan dan masuk ke perairan jika dibandingkan nilai FCR sebesar 1,70

oleh Rakocy et al., (2006). Performa

pertumbuhan terbaik dari semua

perlakuan suplementasi Ulva sp.

ditunjukkan oleh perlakuan B,

suplementasi Ulva sp. 4% pakan.

Perlakuan ini menunjukkan rerata penambahan bobot dan SGR tertinggi serta FCR yang cukup baik, tanpa kematian ikan selama pemeliharaan.

Tabel 2. Rerata Bobot Awal dan Akhir Ikan Nila, Rerata Penambahan Bobot,

Specific Growth Rate (SGR), Feed Conversion Ratio (FCR) dan Survival

Rate (SR) tiap perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B:

Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp. 8% pakan; D :

Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva sp. 16% pakan)

Perlakuan Rerata Bobot Awal (g) Rerata Bobot Akhir (g) Rerata Penambahan Bobot (g) SGR (%Body Weight (BW)/hari) FCR SR (%) A 2,87±0,15 15,40±0,10 12,53 4,20 1,36±0,04 100 B 2,83±0,21 15,77±0,71 12,94 4,29 1,39±0,09 100 C 2,80±0,26 14,53±0,38 11,73 4,12 1,52±0,13 100 D 2,67±0,15 14,27±0,23 11,60 4,19 1,72±0,08 100 E 2,60±0,10 15,37±0,21 12,77 4,44 1,55±0,02 100

Kisaran kadar hematokrit pada semua perlakuan hari ke-0 sebelum ikan diberi perlakuan yakni 28,17 hingga 30,81% (Tabel 3). Kisaran ini masih tergolong normal menurut Hardi (2011) yang menyatakan bahwa nilai hematokrit pada ikan teleostei berkisar 27,3-37,8%. Pada pengamatan hari ke-7

semua perlakuan mengalami

penurunan, penurunan terbesar terjadi pada perlakuan A yang berada dibawah kisaran normal yaitu 18,05% (Tabel 3). Apabila dibandingkan dengan hari ke-7, kadar hematokrit pada hari ke-14 juga menurun pada perlakuan A, C dan D, nilai yang tetap pada perlakuan B dan terjadi peningkatan pada perlakuan E. Berdasarkan hasil uji BNT pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan B dan E berbeda nyata terhadap A. Kadar hematokrit yang mengalami penurunan yang disebabkan ikan stres akibat

perubahan lingkungan, sehingga

menyebabkan selama 2 minggu setelah

perlakuan nilai hematokrit cenderung mengalami penurunan.

Kadar hematokrit setelah

perlakuan pada awalnya mengalami penurunan, namun setelah uji tantang

(hari ke-43) kadar hematokrit

mengalami peningkatan pada sebagian besar perlakuan. Berdasarkan hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan E berbeda nyata terhadap A. Penurunan nilai hematokrit perlakuan B (Tabel 3) setelah uji tantang mengindikasikan bahwa tingkat infeksi pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang diuji tantang

dengan bakteri S. iniae. Sesuai pendapat

Woo (1979) menurunnya kadar

hematokrit dapat dijadikan petunjuk ikan mendapatkan infeksi. Penurunan nilai hematokrit tersebut diimbangi dengan peningkatan total leukosit yang berfungsi untuk memfagosit bakteri

dan mensintesis antibodi (Abbas et al.,

(6)

70

Nilai hematokrit dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya anemia dan ikan terkena penyakit yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai hematokrit. Pada hari ke-43 perlakuan B memiliki nilai kadar hematokrit terendah, diduga disebabkan oleh

bakteri S. iniae yang masuk ke dalam

tubuh ikan sehingga terjadi perubahan pola nafsu makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anderson (1992) bahwa berkurangnya nilai hematokrit pada ikan dapat mengindasikan ikan tidak makan dan infeksi penyakit.

Tabel 3. Kadar Hematokrit Ikan Nila (%) Tiap Perlakuan (A : Suplementasi Ulva

sp. 0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva

sp. 8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi

Ulva sp. 16% pakan) Kadar Hematokrit (%) Perlakuan H-0 H-7 H-14 H-43 A 30,24 ± 7,24a 18,05 ± 5,66a 1545 ± 1,66c 23,74 ± 1,70b B 29,18 ± 6,09a 21,7 ± 5,25a 21,74 ± 1,78b 20,66 ± 1,70b C 28,17 ± 4,10a 25,02 ± 1,47a 18,82 ± 2,52bc 27,70 ± 1,26ab D 30,82 ± 8,21a 23,44 ± 2,80a 21,53 ± 3,53bc 27,75 ± 2,64ab E 30,68 ± 0,55a 25,83 ± 6,78a 26,99 ± 3,64a 29,03 ± 1,04a Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Jumlah total leukosit pada

sebagian perlakuan rendah namun berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan Rukyani dkk., (1997) yang menyatakan bahwa jumlah sel darah putih (leukosit) pada ikan normal

berkisar antara 20.000 sel/mm3 hingga

150.000 sel/mm3. Pada perlakuan E

jumlah total leukosit sedikit berada di bawah kisaran normal (Tabel 4). Hal ini diduga ketika diambil darahnya ikan mengalami stress akibat perubahan

lingkungan. Jumlah total leukosit

berhubungan dengan kadar hematokrit, apabila kadar hematokrit meningkat maka total leukosit menurun dan sebaliknya. Kadar hematokrit pada hari

ke-0 cenderung tinggi sehingga

mengakibatkan total leukosit

cenderung rendah.

Pada pengamatan hari ke-7

jumlah leukosit sebagian besar

perlakuan mengalami peningkatan

(Tabel 4). Uji Kruskal-Wallis (Non Parametrik) dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan yang

nyata pada hari ke-7, selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney yang menunjukkan bahwa perlakuan C, E dan D berbeda nyata terhadap A. Pada pengamatan hari ke-14 jumlah total leukosit juga mengalami peningkatan pada semua perlakuan berdasarkan hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan E berbeda nyata terhadap A. Pasca uji tantang (hari ke-43) sebagian besar perlakuan mengalami penurunan

sedangkan pada perlakuan B

mengalami peningkatan jumlah total leukosit yang sangat signifikan yaitu

144.000 sel/mm3 (Tabel 4), hasil uji

BNT menunjukkan bahwa perlakuan B,

D dan E berbeda nyata terhadap A.

Kresno (2001) menyatakan bahwa indikasi terpacunya respon imunitas seluler (non spesifik) ikan ditandai

dengan adanya peningkatan sel

leukosit. Hal ini didukung oleh

pernyataan Griffin (1984) dan Sharp et

al. (1992) bahwa karakteristik respon

(7)

71 migrasi leukosit dari dalam sel menuju

jaringan yang mengalami infeksi.

Jumlah total leukosit disetiap pengamatan perlakuan B mengalami peningkatan hal ini diduga perlakuan B mudah direspon oleh ikan sehingga lebih efektif dibandingkan perlakuan

lainnya. Hal yang sama juga

ditunjukkan oleh perlakuan

menggunakan rumput laut Ulva sp.

yang dapat meningkatkan jumlah total

hemosit udang (Selvine et al., 2004).

Selain itu, terlihat bahwa dosis

suplementasi Ulva sp. yang semakin

meningkat mengakibatkan jumlah total leukosit yang semakin menurun, dosis suplementasi yang tinggi memberikan efek negative terhadap ikan nila, salah

satunya adalah mengganggu

kesetimbangan media pemeliharaan ikan nila sehingga ikan mengalami stress, kondisi ini membuat ikan menjadi lemah dan mudah terserang

penyakit. Hal ini didukung oleh

pernyataan Couso et al., (2003) bahwa

dosis pemberian imunostimulan yang tinggi dalam jangka waktu lama, dapat menekan mekanisme pertahanan.

Tabel 4. Jumlah Total Leukosit Ikan Nila (sel/mm3) Tiap Perlakuan (A :

Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C:

Suplementasi Ulva sp. 8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E

: Suplementasi Ulva sp. 16% pakan)

Total Leukosit (sel/mm3)

Perlakuan H-0 H-7 H-14 H-43 A 26000 ± 2645,75a 35000 ± 6244,99b 75000 ± 1000,00ab 72000 ± 2598,08b B 24000 ± 2645,75a 39000 ± 2645,75b 81300 ± 3411,74a 144000 ± 5766,28a C 23000 ± 1000,00a 20000 ± 4358,90a 73000 ± 3000,00b 45000 ± 5650,66bc D 22000 ± 2645,75a 27000 ± 1000,00d 72000 ± 1732,05b 42000 ± 7073,90c E 19000 ± 2645,75a 21000 ± 1732,05c 22000 ± 6873,86c 24000 ± 4044,75d Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pada hari ke-0 sebelum diberi perlakuan kisaran persentase neutrofil ikan nila berkisar antara 14,67 hingga 21,33% (Tabel 5). Nilai ini tergolong normal karena ikan nila memiliki rerata persentase neutrofil 22,73% (Utami dkk, 2013). Pada hari ke-7 setelah diberi perlakuan, persentase neutrofil

pada sebagian besar perlakuan

mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan A dan B. Hasil uji BNT pada

hari ke-7 menunjukkan bahwa

perlakuan B berbeda nyata terhadap A.

Pada pengamatan hari ke-14

persentase neutrofil mengalami

penurunan disemua perlakuan, sama halnya dengan pengamatan hari ke-43

meskipun begitu nilai persentase

neutrofil masih berada dalam kisaran normal.

Neutrofil mempunyai fungsi

utama yaitu menghancurkan antigen asing melalu proses fagositosis. Pada penelitian ini penurunan persentase

neutrofil diimbangi dengan

peningkatan persentase limfosit

(Gambar 4 dan 5), sehingga sistem imun non spesifik terbentuk oleh limfosit. Penurunan jumlah sel neutrofil yang selalu terjadi disetiap pengamatan diperkirakan ketika bakteri disuntikkan kedalam tubuh ikan sel neutrofil diproduksi dalam jumlah banyak, namun saat dilakukan pengamatan persentase neutrofil pasca uji tantang (hari ke-43) sel sel neutrofil tadi jumlahnya menurun akibat akitivitas serangan antigen yang dilakukan pada hari sebelumnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Suzuki and Iida, (1992)

(8)

72

yang menyatakan bahwa neutrofil akan bekerja secara aktif ketika ada bakteri yang masuk ke dalam tubuh, namun

keaktifan neutrofil tersebut tidak

bertahan lama. Selain itu, Abbas et al.

(2007) menyatakan bahwa setelah

proses infeksi jumlah sel neutrofil dapat ditekan, sel sel mati dan jaringan

nekrotik yang salah satunya

mengandung neutrofil yang telah mati

secara bertahap dan mengalami

autolisis dalam beberapa hari.

Tabel 5. Persentase Neutrofil Ikan Nila Tiap Perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp.

0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp.

8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva

sp. 16% pakan) Persentase Neutrofil (%) Perlakuan H-0 H-7 H-14 H-43 A 21,33 ± 6,02a 20 ± 3,46 ab 14 ± 3,00a 4,33 ± 0,58a B 24 ± 4,36a 11,33 ± 0,58c 8 ± 2,00a 4 ± 1,00a C 14,67 ± 1,53a 19 ± 2,00b 14,67 ± 4,51a 5,67 ± 1,53a D 15,67 ± 3,21a 24,33 ± 3,51a 14 ± 1,72a 6 ± 3,61a E 17,33 ± 4,04a 19 ± 2,65b 12 ± 2,00a 5,33 ±2,08a

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pada hari ke-0 sebelum

pemberian perlakuan persentase

limfosit berada dikisaran normal yaitu berkisar antara 73-82% (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan penelitian Hardi

(2011) yang menyatakan bahwa

persentase limfosit ikan nila normal

yaitu 68-86%. Hasil uji ANOVA

menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada masing masing perlakuan (Tabel 6). Pada pengamatan hari ke-7 sampai hari ke-43 jumlah limfosit terus mengalami peningkatan, setelah 2

minggu (hari ke-14) pemberian

perlakuan pakan jumlah persentase limfosit melebihi kisaran normal pada perlakuan A dan B. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-7 perlakuan B dan D berbeda nyata

terhadap A. Pada hari ke-14

menunjukkan bahwa perlakuan B berbeda nyata terhadap A, C, D dan E. Pada hari ke-43 menunjukkan bahwa perlakuan E dan D berbeda nyata terhadap A.

Limfosit sebagai salah satu

indikator pertahanan alami tubuh dan merupakan sistem kekebalan non spesifik yang dapat melindungi tubuh dari serangan mikroba, seperti bakteri

S. iniae (Utami dkk, 2013). Perlakuan A

yang tidak diberi suplementasi Ulva sp.

persentase limfositnya cenderung sama besar dengan persentase limfosit pada perlakuan B, C, D dan E yang diberi

suplementasi Ulva sp. Hal ini

dikarenakan pada perlakuan A tetap terjadi mekanisme pertahanan tubuh bawaan apabila terjadi infeksi bakteri, seperti diketahui bahwa ikan memiliki kekebalan tubuh alami yang sudah ada sejak lahir. Roberts (2012), menyatakan bahwa limfosit memegang peranan penting dalam pembentukan antibodi.

Persentase limfosit yang

cenderung meningkat diimbangi

dengan penurunan jumlah neutrofil.

Peningkatan persentase limfosit

mengindikasikan bahwa respon

imunitas non spesifik ikan terpicu

(9)

73

Mekanisme kerja limfosit dalam

peranannya untuk sistem kekebalan tubuh berfungsi menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh dengan cara mengenali antigen melalui reseptor spesifik pada membran sel. Pada limfosit T, ketika tubuh atau jaringan terpapar oleh antigen, maka limfosit T

tidak mampu mengenal antigen

tersebut sendirian tanpa melalui

reseptor spesifik. Adanya sel reseptor spesifik ini memungkinkan sel T lebih cepat mengenali antigen yang ada sehingga langsung memberikan reaksi kekebalan dan menstimulasi sel B

untuk mengeluarkan antibodi (Abbas et

al., 2007).

Persentase monosit pada hari

ke-0 sebelum pemberian Ulva sp. pada

perlakuan A 3,67%, perlakuan B 3%, perlakuan C 3,33%, perlakuan D 3,33% dan perlakuan E 3,67% (Tabel 7). Hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada masing masing perlakuan (Tabel 7). Jumlah persentase

monosit masing masing perlakuan

berada sedikit di bawah kisaran normal, karena menurut Hardi (2011) jumlah normal monosit ikan nila 3,9-5,9%. Jumlah monosit yang rendah diimbangi dengan jumlah limfosit yang rendah dan jumlah neutrofil yang tinggi.

Pada pengamatan hari ke-7

persentase monosit mengalami

peningkatan di semua perlakuan,

berdasarkan uji Mann-Whitney

menunjukkan bahwa perlakuan E

berbeda nyata terhadap A. Pada pengamatan hari ke-14 dan hari ke-43 di mana persentase monosit juga mengalami peningkatan. Berdasrkan uji BNT pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan D dan E berbeda nyata terhadap A, pada hari ke-43

dengan menggunakan uji

Mann-Whitney menunjukkan bahwa

perlakuan D dan E berbeda nyata. Nilai

persentase monosit yang selalu

meningkat pada setiap pengamtan diduga bahwa monosit berperan aktif memfagosit agen penyebab penyakit.

Selain itu, peningkatan monosit

merupakan indikator peningkatan

sistem imun non spesifik dengan

fungsinya yang setelah matang

berperan sebagai sel fagosit

(makrofag), dapat membantu

melindungi ikan dari serangan bakteri (Anderson, 1992).

Monosit berperan sebagai

makrofag dan banyak dijumpai pada daerah peradangan atau infeksi. Jumlah monosit yang meningkat pasca uji tantang diduga sel monosit berperan

aktif dalam menghancurkan bakteri S.

iniae. Roberts (2012) menyatakan bahwa monosit atau makrofag pada

ikan teleostei berperan dalam

pertahanan seluler. Peningkatan nilai

monosit menggambarkan bahwa

monosit teraktivasi oleh bakteri dan memperbanyak diri secara tepat dan dalam kuantitas yang lebih banyak

(Abbas et al., 2007). Roberts (2012)

mengatakan bahwa pada proses

inflamasi saat terjadi kerusakan

jaringan oleh infeksi maupun reaksi antigen-antibodi, akan meningkatkan produksi monosit. Sebagai sel fagosit

utama, monosit berperan untuk

menghancurkan berbagai patogen

penyerang dan berperan pula sebagai

antigen presenting cells (APC) yang fungsinya untuk menyajikan antigen

kepada sel limfosit (Madigan et al.,

2012).

Persentase monosit pada hari

ke-0 sebelum pemberian Ulva sp. pada

perlakuan A 3,67%, perlakuan B 3%, perlakuan C 3,33%, perlakuan D 3,33% dan perlakuan E 3,67% (Tabel 7). Hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada masing masing

(10)

74

perlakuan (Tabel 7). Jumlah persentase

monosit masing masing perlakuan

berada sedikit di bawah kisaran normal, karena menurut Hardi (2011) jumlah normal monosit ikan nila 3,9-5,9%. Jumlah monosit yang rendah diimbangi dengan jumlah limfosit yang rendah dan jumlah neutrofil yang tinggi.

Pada pengamatan hari ke-7

persentase monosit mengalami

peningkatan di semua perlakuan,

berdasarkan uji Mann-Whitney

menunjukkan bahwa perlakuan E

berbeda nyata terhadap A. Pada pengamatan hari ke-14 dan hari ke-43

dimana persentase monosit juga

mengalami peningkatan. Berdasrkan uji BNT pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan D dan E berbeda nyata terhadap A, pada hari ke-43

dengan menggunakan uji

Mann-Whitney menunjukkan bahwa

perlakuan D dan E berbeda nyata. Nilai

persentase monosit yang selalu

meningkat pada setiap pengamtan diduga bahwa monosit berperan aktif memfagosit agen penyebab penyakit.

Selain itu, peningkatan monosit

merupakan indikator peningkatan

sistem imun non spesifik dengan

fungsinya yang setelah matang

berperan sebagai sel fagosit

(makrofag), dapat membantu

melindungi ikan dari serangan bakteri (Anderson, 1992).

Monosit berperan sebagai

makrofag dan banyak dijumpai pada daerah peradangan atau infeksi. Jumlah monosit yang meningkat pasca uji tantang diduga sel monosit berperan

aktif dalam menghancurkan bakteri S.

iniae. Roberts (2012) menyatakan bahwa monosit atau makrofag pada

ikan teleostei berperan dalam

pertahanan seluler. Peningkatan nilai

monosit menggambarkan bahwa

monosit teraktivasi oleh bakteri dan memperbanyak diri secara tepat dan dalam kuantitas yang lebih banyak

(Abbas et al., 2007). Roberts (2012)

mengatakan bahwa pada proses

inflamasi saat terjadi kerusakan

jaringan oleh infeksi maupun reaksi antigen-antibodi, akan meningkatkan produksi monosit. Sebagai sel fagosit

utama, monosit berperan untuk

menghancurkan berbagai patogen

penyerang dan berperan pula sebagai

antigen presenting cells (APC) yang fungsinya untuk menyajikan antigen

kepada sel limfosit (Madigan et al.,

2012).

Tabel 7. Persentase Monosit Ikan Nila Tiap Perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp.

0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp.

8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva

sp. 16% pakan) Persentase Monosit (%) Perlakuan H-0 H-7 H-14 H-43 A 3,67 ± 0,58a 4 ± 0,00b 4,33 ± 0,58c 5,67 ± 0,58cd B 3 ± 0,00a 3,67 ± 0,58b 4 ± 0,00c 5 ± 0,00d C 3,33 ± 0,58a 4 ± 0,00b 5 ± 0,00bc 6,33 ± 0,58bc D 3,33 ± 0,58a 4,67 ± 0,58ab 7 ± 1,00a 8,33 ± 1,15ab E 3,67 ± 0,58a 5 ± 0,00a 6 ± 1,00ab 8,67 ± 0,58a

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

(11)

75 Bakteri melalui fagositosis terjadi

dalam beberapa tingkat yaitu

kemotaksis di mana sel sel fagositosis mendekati mikroorganisme, kemudian

menangkap, memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna (Gambar 1) (Hardi et al., 2013).

Gambar 1. Proses Fagositosis Bakteri S. iniae. a. Pelekatan; b. Penghancuran; c.

Pelepasan hasil fagositosis

Hasil persentase aktifitas

fagositosis ikan nila setelah diuji

tantang dengan bakteri S. iniae yaitu

pada perlakuan A 71%, perlakuan B 75,67%, perlakuan C 61%, perlakuan D 57,67% dan perlakuan E 53.33% (Gambar 2). Fagositosis merupakan langkah awal untuk mekanisme respon imunitas, selanjutnya akan terbentuk respon spesifik yang berupa antibodi

(Madigan et al., 2012). Tingginya

aktivitas fagositosis menunjukkan

adanya peningkatan kekebalan tubuh, Hal ini sesuai dengan Hardi dkk (2013), yang menyatakan peningkatan aktifitas sel fagosit mempercepat tubuh ikan

menghancurkan bakteri penyebab

infeksi. Fagosit adalah bagian paling kuat dan paling penting dari sistem

pertahanan tubuh yang dapat

beroperasi segera (tanpa penundaan) dalam melawan invasi mikroorganisme setelah melintasi permukaan tubuh dan

masuk ke dalam tubuh (Madigan et al.,

2012).

Pemberian suplementasi Ulva sp.

dalam pakan dengan dosis yang

terendah yaitu 4% pada perlakuan B berpengaruh nyata terhadap aktivitas fagositosis darah ikan uji karena memiliki persentase tertinggi (Gambar

2). Hal ini diduga suplementasi Ulva sp.

dalam pakan sebanyak 4%

berpengaruh positif terhadap aktifitas fagositosis ikan nila, dugaan tersebut

diperkuat dengan pernyataan Selvine et

al. (2004) bahwa rumput laut Ulva

secara signifikan meningkatkan faktor - faktor pertahanan tubuh diantaranya adalah aktivitas fagositosis.

Aktfitas fagositosis pada

perlakuan B diduga didominasi oleh sel limfosit, dimana pada pengamatan limfosit pasca uji tantang persentase limfosit perlakuan B memiliki nilai

tertinggi, sedangkan persentase

neutrofil memiliki nilai terendah. Oleh

karenanya dapat dikatakan pada

penelitian ini, sel yang berperan aktif

dalam memfagosit bakteri S. iniae

bukanlah sel neutrofil yang befungsi untuk menghancurkan antigen asing melalu proses fagositosis, melainkan sel limfosit.

(12)

76 71 75.67 61 57.67 53.33 A B C D E

Aktifitas Fagositosis

(%)

Gambar 2. Persentase Aktifitas Fagositosis Ikan Nila pada Berbagai

Perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp.

0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4%

pakan; C : Suplementasi Ulva sp. 8%

pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12%

pakan; E : Suplementasi Ulva sp. 16%

pakan)

Hasil pengujian histopatologi

menunjukkan bahwa semakin tinggi

dosis suplementasi Ulva sp. pada pakan,

semakin berat level perubahan jaringan

yang terjadi (Tabel 8). Namun

demikian, munculnya sel radang berupa sel polymorfonuclear (PMN) (Gambar 3 dan 5) menandakan adanya aktifitas sel neutrofil sebagai sel fagosit PMN yang berfungsi mengidentifikasi, menelan dan menghancurkan mikroorganisme

yang menginfeksi (Abbas et al., 2007).

Kondisi yang paling banyak

ditemukan pada semua organ uji adalah pendarahan, dengan kecenderungan

level semakin berat dengan

suplementasi suplementasi Ulva sp.

(Tabel 8). Pendarahan ini ditengarai

sebagai upaya tubuh merespon

masuknya benda asing.

Kondisi ini tidak terlalu

menghawatirkan karena nekrosis

(Gambar 3, 4 dan 5), sebagai tahap lanjut infeksi, hanya sedikit terjadi.

Nekrosis ini juga sebagai tanda

munculnya infeksi bakteri. Kongesti atau melambatnya (berhentinya) aliran

darah terlihat meningkat dengan

semakin tingginya level pendarahan yang terjadi (Tabel 8).

Walaupun tidak ada kematian ikan nila yang terjadi, penggunaan

suplementasi Ulva sp. pada pakan nila

tetap mengacu pada dosis dengan level perubahan jaringan paling ringan.

Perlakuan B menunjukkan level

perubahan jaringan yang paling ringan

diantara perlakuan suplementasi Ulva

sp. lainnya. Sehingga perlakuan ini direkomendasikan untuk digunakan.

(13)

Tabel 8. Hasil Pengujian Histopatologi Ikan Nila pada Berbagai Perlakuan A : Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B: Suplementasi

Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp. 8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva sp.

16% pakan)

Kelompok

Level Perubahan yang terjadi pada

Hati Ginjal Otak

Perdarahan Kongesti Degenerasi Nekrosa Sel

Radang Fibrin Perdarahan Kongesti Nekrosa Sel

Radang Perdarahan Kongesti Nekrosa Sel Radang

A

A 1 + + - - - + + + - + - - -

A 2 + + - + + - - - Tidak ada slide + - - -

A 3 + + + - - - - + + - - + - - -

B

B 1 + + - - - PMN - + - - - + + - -

B 2 + + - + + + PMN + Tidak ada slide + + - -

B 3 + + - + ++ + PMN + + + + - - + - - -

C

C 1 + + + + + + - PMN - + + + - - + + + + - -

C 2 + + + + + + + PMN + Tidak ada slide + + - + PMN

C 3 + + + + + + + - + Tidak ada slide + + + + - PMN

D

D 1 + + + + - - - Tidak ada slide + - + PMN

D 2 + + + + + + + + + PMN + + + + + + PMN + + + + + + - D 3 + + + - + + + - - - + + + + + - + - + - E E 1 + + + + + - PMN - + + - + + - + + + + - E 2 + + + + + + + - PMN - + + + + - + + + + - E 3 + + + + + + + + - + + + - + + - + + - + PMN Keterangan : - Negatif + Ringan ++ Sedang +++ Berat

PMN Sel radang Polymorfonuclear

E st i H ar p en i e t a l. K aj ian U lv a s p . se b agai S u p le m en P ak an t er h ad ap P er for m a P er tu m b u h an d an R es p on I m u n N on -S p es if ik I k an N il a ( O r e oc h r om is n il ot ic u s ) 7 7

(14)

78

Gambar 3. Histopatologi Hati Ikan Nila pada Berbagai Perlakuan (A :

Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C :

Suplementasi Ulva sp. 8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E :

Suplementasi Ulva sp. 16% pakan)

Keterangan: p = pendarahan; d = degenerasi melemak; k = kongesti; n = nekrosis, PMN = polymorfonuclear d p k PMN d n k PMN p p p p n B A k d C E k D d d p

(15)

79 Gambar 4. Histopatologi Ginjal Ikan Nila pada Berbagai Perlakuan (A :

Suplementasi Ulva sp. 0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C :

Suplementasi Ulva sp. 8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E :

Suplementasi Ulva sp. 16% pakan)

A B p k n p k C D E p k n n p k k p k h Keterangan: p = pendarahan; k = kongesti; n = nekrosis,

(16)

80 A B C D E p p k PMN k p n p n k PMN k p k PMN

Gambar 5. Histopatologi Otak Ikan Nila pada Berbagai Perlakuan (A : Suplementasi

Ulva sp. 0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp.

8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva sp. 16%

pakan)

p = pendarahan; k = kongesti; n = nekrosis,

(17)

81 Kualitas air di perairan memegang

peranan penting terhadap kehidupan ikan dan organisme lainnya. Kualitas air

yang buruk dapat menghambat

pertumbuhan ikan, bahkan dapat

mengakibatkan kematian pada ikan.

Kualitas air dinyatakan dengan

beberapa parameter dalam penelitian adalah suhu, pH, dan DO. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, semua parameter kualitas air berada dalam kisaran optimum (Tabel 9) untuk pemeliharaan ikan nila.

Tabel 9. Kisaran Kualitas Air pada Berbagai Perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp.

0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp. 4% pakan; C : Suplementasi Ulva sp.

8% pakan; D : Suplementasi Ulva sp. 12% pakan; E : Suplementasi Ulva

sp. 16% pakan) selama Penelitian

Dosis Perlakuan

Parameter Kualitas Air

pH Suhu (0C) (°C) DO (ppm) (mg/l) A 6-7 27-29 7,37-8,89 B 6-7 27,5-29 7,73-8,9 C 6-7 27-29 7,42-8,73 D 6-7 27-29 7,11-8,8 E 6-7 27-29 7,53-9,76 Optimum 6-8,5 (Bappenas, 2000) 25-33 (Kordi, 2010) >3 (Kordi, 2013) 4.KESIMPULAN

Suplementasi Ulva sp. mampu

meningkatkan performa pertumbuhan dan respon imun non spesifik ikan

niladibandingkan perlakuan tanpa

suplementai Ulva sp. Peningkatan dosis

suplementasi Ulva sp. pada pakan

meningkatkan level perubahan jaringan

ke level berat pada uji histopatologi.

Suplementasi Ulva sp. dengan dosis 4%

pakan mampu meningkatkan SGR, FCR, dan respon imun non spesifik (total

leukosit, persentase limfosit dan

aktifitas fagositosis tertinggi) ikan nila

yang diuji tantang S. iniae serta

memiliki level perubahan jaringan paling rendah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Ditjen Dikti melalui Universitas Lampung atas pendanaan DIPA BLU tahun 2014

sehingga penelitian ini dapat

dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2007.

Cellular and Molecular Immunology 6th edition. Saunders:

Philadelphia.

Afaq S, Rana KS. 2009. Toxicological effects of leather dyes on total leucocyte count of fresh water

teleost, Cirrhinus mrigala (Ham).

Biology and Medicine. 1(2):134-138.

Anderson DP. 1992. Immunostimulants, adjuvants and vaccine carriers in fish: applications to aquaculture.

Annual Rev. of Fish Diseases. 2: 281-307.

Bappenas. 2000. Budidaya Ikan Nila.

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Jakarta: Bappenas.

Burrells C, Williams PD, Forno PF. 2001.

Dietary nucleotides: a novel

supplement in fish feeds: 1. Effects on resistance to disease in

(18)

82

salmonids. Aquaculture.

199:159-169

Cook MT, Hayball PJ, Hutchinson W, Nowak BF, Hayball JD. 2003. Administration of a commercial

immunestimulan preparation,

EcoActiva as a feed supplement enhances macrophage respiratory burst and the growth rate of

snaper (Pagurus auratus,

Sparidae (Bloch and Schneider) in winter. Fish and Shellfish Immunology. 14:333 345.

Couso N, Castro R, Magarinos B, Obach A, Lamas J. 2003. Effect of oral administration of glucans on the resistance of gilthead seabream to

pasteurellosis. Aquaculture. 219:

99 109.

De Val AG, Platas G, Basilio A, Cabello A, Gorrochategui J, Suay I, Vicente F, Portilllo E, deRio MJ, Reina GG, Pelaez F. 2001. Screening of antimicrobial activities in red, green and brown macroalgae from Gran Canaria (Canary

Islands, Spain). Int. Microbiol.

4:35-40.

Devaraj KV, Keshavappa GY, Manissery JK. 1976. Growth of grass carp,

Ctenopharyngodon idella fed on two terrestrial fodder plants.

Aquaculture and Fisheries Management. 17:123-128.

Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan.

Jakarta: Yayasan Pustaka

Nusantara.

Filho CI, Muller EE, Pretto-Giordano LG,

Bracarense APFRL. 2009.

Histological findings of

experimental Streptococcus

agalactiae infection in nile tilapias (Oreochromis niloticus). Braz J Vet Pathol. 2(1):12-15.

Fleurence J. 1999. Seaweed proteins: biochemical, nutritional aspects and potential uses. Trends in

Food Science and Technology. 10:25-28.

Griffin BR. 1984. Random and directed

migration of trout (Salmo

sairdneri) leukocytes: activation by antibody, complement, and

normal serum components.

Developmental and Comparative Immunology. 8:589-597.

Hardi EH. 2011. Kandidat vaksin

potensial Streptococcus agalactiae

untuk pencegahan penyakit

Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) [Disertasi]. Bogor: IPB.

Hardi EH, Sukenda, Harris E, Lusiastuti

AM. 2013. Kandidat Vaksin

Potensial Streptococcus agalactiae

untuk Pencegahan Penyakit

Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Veteriner. 14(4):408-416.

Hosseini P, Vahabzade H, Bourani MS, Kazemi R. 2011. The effects of salinity stress on hematocrit and hemoglobin in fingerling rainbow

trout (Oncorhynchus mykiss).

International Conference on Medical, Biological and Pharmaceutical Sciences

ïxvww . 487-489.

Ispir U, Gokhan B, Ozcan M, Dorucu M, Saglam N. 2009. Immune response

of rainbow trout (Oncorhynchus

mykiss) to selected antigens of

Yersinia ruckeri. Acta Vet. BRNO. 78:145-150.

Kordi K. 2010. Budi Daya Ikan Nila di

Kolam Terpal. Yogyakarta: Andi.

Kordi K. 2013. Budi Daya Nila Unggul.

Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Kresno BS. 2001. Imunologi: Diagnosis

dan Prosedur Laboratorium. Edisi

ke-4. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Liao WR, Lin JY, Shieh WY, Jeng WL. 2003. Antibiotic activity of

(19)

83 lectins from marine algae

against marine vibrios. J. Ind.

Microbiol. Biotech. 30:433-439. Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA,

Clark DP. 2012. Brock Biology of

Microorganisms. Thirteenth Edition. San Francisco: Benjamin Cummings.

Mahasneh I, Jamal M, Kashashneh M. Zibdeh M. 1995. Antibiotic activity of marine algae against multiantibiotic resistant bacteria.

Microbios. 83:23-26.

Rakocy JE, Masser MP, Losordo TM. 2006. Recirculating aquaculture

tank production systems:

aquaponics integrating fish and

plant culture. SRAC Publication No.

454.

Roberts RJ. 2012. Fish Pathology. Fourth

Edition. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd.

Rukyani A, Silvia E, Sunarto A, Taukhid. 1997. Peningkatan respon kebal non-spesifik pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan pemberian

‹••—•‘•–‹•—Žƒ• >-glucan). JPPI.

II(1):1-10.

Sahzadi T, Salim M, Um-E-Kalsoom,

Shahzad K. 2006. Growth

performance and feed conversion ratio (FCR) of hybrid fingerlings (Catla catla X Labeo rohita) fed on cottonseed meal, sunflower meal

and bone meal. Pakistan Vet J.

26(4):163-166.

Schram E, Verdegem MCJ, Widjaja RTOBH, Kloet CJ, Foss A, Schelvis-Smit R, Roth B, Imsland AK. 2009. Impact of increased flow rate on specific growth rate of juvenile

turbot (Scophthalmus maximus,

Rafinesque 1810). Aquaculture.

292:46-52.

Selvine J, Huxleya AJ, Lipton AP. 2004. Immunomodulatory potential of marine secondary metabolites

against bacterial diseases of

shrimp. Aquaculture. 230:241

248.

Sharp GJE, Pettitt TR, Rowley AF,

Secombes CJ. 1992.

Lipoxin-induced migration of fish

leukocytes. Journal of Leukocyte

Biology. 51:140-145.

Suzuki Y, Iida T. 1992. Fish granulocytes in the process of inflammation.

Annual Rev. of Fish Disease. 149-160.

Tierney KB, Farrell AP, Kennedy CJ. 2004. The differential leucocyte

landscape of four teleosts:

juvenile Oncorhynchus kisutch,

Clupea pallasi, Culaea inconstans and Pimephales promelas. Journal of Fish Biology. 65:906-919.

Utami DT, Prayitno SB, Hastuti S, Santika A. 2013. Gambaran parameter hematologis pada

ikan nila (Oreochromis niloticus)

yang diberi Vaksin DNA

Streptococcus iniae dengan

dosis yang berbeda. Journal of

Aquaculture Management and Technology. 2(4):7-20.

Wong KH, Cheung PC. 2000. Nutritional evaluation of some subtropical red and green seaweeds I. proximate composition, amino acid profiles and some

physico-chemical properties. Food Chem.

71:475-482.

Woo PTK. 1979. Trypanoplusma

salmositica: experimental infections in rainbow trout,

Salmo guirdneri. Experimental Parasitology. 47:36-48.

(20)

Gambar

Tabel 2.   Rerata Bobot Awal dan Akhir Ikan Nila, Rerata Penambahan Bobot,  Specific Growth Rate (SGR), Feed Conversion Ratio (FCR) dan Survival  Rate (SR) tiap perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp
Tabel 3.   Kadar  Hematokrit  Ikan  Nila  (%)  Tiap  Perlakuan  (A  :  Suplementasi  Ulva  sp
Tabel 5.   Persentase Neutrofil Ikan Nila Tiap Perlakuan (A : Suplementasi Ulva sp.  0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp
Tabel 7.   Persentase Monosit Ikan Nila  Tiap Perlakuan  (A : Suplementasi  Ulva sp.  0% pakan; B: Suplementasi Ulva sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penuntut umum juga tidak melihat fakta- fakta diluar persidangan yang terjadi, sehingga dakwaan Penuntut Umum hanya menjerat terdakwa dengan Pasal 351 ayat (1)

penyalahgunaan Airsoft Gun di wilayah hukum Polrestabes Makassar, namun hampir semuanya tidak diproses hukum karena setelah dilakukan gelar perkara baik secara

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan HAM bagi pekerja disabilitas yang dilakukan pada PT Pertamina Refinery Unit V Balikpapan dan apa saja

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap kepuasan masyarakat pengguna Transjakarta Busway Koridor 2. Penelitian yang dilakukan

b) Kajian ini merupakan salah satu usaha untuk mengenal pasti ciri-ciri pembelajaran kolaboratif yang boleh diterapkan kepada proses penyeliaan terutamanya menerusi

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan kelapa kukur dan air (K), pembekuan (B) dan semua interaksi antara perlakuan memberikan pengaruh

: Jika pakaian khas diperlukan bagi mengendalikan tumpahan, perhatikan apa jua maklumat dalam Seksyen 8 tentang bahan yang sesuai dan tidak sesuai.. Lihat juga maklumat dalam

memanfaatkan potensi kawasan agar dapat difungsikan secara optimal. 2) Merupakan area pemukiman dan pariwisata dimana Sungai Cisadane telah digunakan sebagai objek