• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan. Dilengkapi Hasil Penelitian Pada Penyedia Jasa Telepon Selular

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan. Dilengkapi Hasil Penelitian Pada Penyedia Jasa Telepon Selular"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KEPUASAN DAN

LOYALITAS

PELANGGAN

DILENGKAP HASIL PENELITIAN PADA PENYEDIA

JASA TELEPON SELULAR

DR. IR. WASESO SEGORO., MM

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Fenomena menurunnya loyalitas pelanggan perlu dipahami karena merupakan faktor kunci yang mempengaruhi kinerja perusahaan jasa, yaitu

adanya peningkatan biaya operasi dan penurunan pangsa pasar (market share).

Bagi perusahaan, loyalitas pelanggan dapat dijelaskan dalam tiga hal (Oliver,

1999). Pertama adalah loyalitas ditunjukkan melalui perilaku pelanggan yang

melakukan pembelian ulang (repeat purchase) dari barang atau jasa perusahaan.

Kedua, loyalitas ditunjukkan melalui sikap pelanggan terhadap perusahaan, yang meliputi preferensi dan komitmen terhadap merek serta merekomendasikan kepada orang lain. Ketiga, adalah kombinasi antara perilaku dan sikap pelanggan terhadap perusahaan. Jadi, selain aktif melakukan pembelian ulang, pelanggan juga memberikan penilaian positif terhadap merek dan mampu menjadi rekan perusahaan dalam membagi nilai positif merek perusahaan kepada orang lain. Bagi perusahaan, loyalitas pelanggan perlu ditingkatkan karena dua hal.

Pertama, pelanggan yang loyal akan meningkatkan pendapatan dan menciptakan efisiensi pada pengoperasian perusahaan (Reicheld, 2001). Pengertian ini menunjukkan bahwa pelanggan yang loyal akan terus melakukan pembelian sekalipun perusahaan memiliki penawaran harga atau tarif yang lebih tinggi dan pada margin keuntungan yang tinggi. Dengan demikian loyalitas dapat memberikan keuntungan yang tinggi pada perusahaan.

Kedua, pelanggan yang setia akan mengurangi pengeluaran biaya untuk menarik pelanggan baru. Biaya promosi yang dibutuhkan untuk menarik

(5)

pelanggan baru besarnya sampai lima kali lipat dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada (Godes & Mayzlin, 2004). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka loyalitas menjadi suatu upaya yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan agar dapat meraih manfaat ekonomi yang optimal.

Pada umumnya, penelitian tentang loyalitas pelanggan yang telah dilakukan sebelumnya, ditekankan pada upaya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Bolton and Bramlett. 2000; Fornell and Wernerfelt. 2002). Penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan, maka tingkat loyalitas juga akan semakin tinggi. Namun, beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan tidak selalu memiliki hubungan dengan loyalitas pelanggan (Fornell and Wernerfelt. 2002). Dengan kata lain, tingkat kepuasan yang tinggi tidak selalu menjamin pelanggan untuk tetap loyal. Terbukti bahwa 65 – 85 persen dari pelanggan akan berpindah, walaupun mereka memiliki tingkat

kepuasan yang tinggi, bahkan sangat tinggi (highly satisfied) (Reichheld, 2001).

Fakta lain juga mengungkapkan bahwa ketidakpuasan juga tidak selalu membuat pelanggan menjadi tidak loyal. Meskipun mengalami ketidakpuasan, pelanggan tetap menggunakan jasa dari perusahaan yang menjadi sumber ketidakpuasannya (Hennig-Thurau, & Alexander, 2002). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka muncul tiga pendapat yang menjelaskan kecenderungan alasan terjadinya hal-hal tersebut.

Pendapat pertama, menyatakan bahwa faktor kepuasan saja tidak cukup untuk meneliti tentang aspek loyalitas pelanggan (Dabholkar and Walls 1999). Oleh karena, itu penelitian-penelitian lain mencoba menyertakan variabel lain

(6)

yang menjadi antesenden loyalitas pelanggan. Misalnya, Zeithmal & Bitner, (2003) yang meneliti tentang pengaruh persepsi kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan, meningkatnya persepsi kualitas pelayanan akan menyebabkan pelanggan tersebut loyal.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa pengaruh kepuasan terhadap loyalitas pelanggan bervariasi secara sistematis, bergantung pada karakteristik pelanggan (Mittal & Sheth, 2001). Pelanggan memiliki karakteristik yang berbeda, dan hal itu menyebabkan pengaruh kepuasan terhadap loyalitas pelanggan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa dengan mendasarkan pada karakteristik pelanggan. Dalam hubungan tersebut, kepuasan pelanggan memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan (Mittal & Sheth, 2001). Berkaitan dengan hal tersebut, Bansal, Taylor, dan James (2005) mengemukakan suatu konsep mengenai faktor-faktor penambat, yaitu faktor-faktor dalam karakteristik pelanggan yang menyebabkan pelanggan tidak memiliki keinginan untuk berpindah. Dengan kata lain, faktor penambat merupakan faktor yang timbul dari dalam individu pelanggan yang mempengaruhi tingkat loyalitasnya terhadap suatu produk atau jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan.

Pendapat ketiga, sebagaimana yang disampaikan oleh Hunt, (2001); Morgan & Hunt, (1994); Reichheld, (2001); Rust & Zahorik, (1995) meneliti bagaimana persepsi kualitas pelayanan tersebut disampaikan kepada pelanggan oleh perusahaan yang bersangkutan. Artinya, semakin baik kualitas hubungan relasional antara perusahaan dan pelanggan, maka tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan akan semakin tinggi. Dengan demikian, kualitas hubungan relasional yang baik juga mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan.

(7)

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mendukung loyalitas pelanggan merupakan salah satu tindakan untuk merespon situasi persaingan industri selular yang semakin ketat. Pada situasi kompetisi tersebut, industri dituntut untuk mempertahankan keberadaan pelanggan yang ada saat ini karena persaingan untuk mengakuisisi konsumen baru lebih membutuhkan biaya yang besar dibandingkan dengan menjaga konsumen yang loyal (Reichheld, 2001).

Untuk mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang dibutuhkan

faktor lain yang lebih dari persepsi kualitas pelayanan (service quality perception)

yaitu faktor penambat (mooring factor) (Bansal, Taylor, and Yannik, 2005) dan

kualitas hubungan relasional (relationship quality). Faktor penambat merupakan

konstruk yang belum diteliti dalam menganalisis kepuasan dan loyalitas pelanggan karena pada penelitian sebelumnya hanya faktor persepsi kualitas pelayanan (Zeithmal & Bitner, 2003) dan kualitas hubungan relasional (Hunt, (2001); Morgan & Hunt, (1994); Reichheld, (2001); Rust & Zahorik, (1995)) yang

digunakan untuk meneliti kepuasan danloyalitas pelanggan secara partial.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka untuk meneliti dan menganalisis kepuasan dan loyalitas pelanggan akan dilakukan penelitian terhadap persepsi kualitas pelayanan, faktor-faktor penambat, dan kualitas hubungan relasional secara simultan.

Pada penelitian ini, selain hal tersebut di atas juga akan menyertakan variabel kontrol yang dimaksudkan untuk melihat dugaan perbedaan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan

pada ukuran perusahaan ( size of the firm ) selular yang dikatagorikan berdasarkan

(8)

kepuasan dan loyalitas pelanggan pada perusahaan selular besar dengan market share di atas 15% (katagori kelompok operator GSM) diduga akan berbeda dengan

perusahaan selular kecil yang mempunyai market share di bawah 15% (katagori

kelompok operator CDMA) dan berbeda pula pada kondisi industri selular keseluruhan (katagori kelompok operator GSM dan CDMA). Dugaan perbedaan tersebut didasarkan pada pengamatan ketatnya situasi kompetisi dan kemungkinan adanya perbedaan tingkat layanan antar kelompok industri selular yang diharapkan akan dapat ditemukan jawabannya pada penelitian ini.

Kontribusi penelitian pada disertasi ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan meneliti variabel-variabel yang berpengaruh dalam menentukan kepuasan dan loyalitas pelanggan dan implikasi teoritikal dalam penelitian ini berupa pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan.

1.1.Bisnis Telekomunikasi Seluler di Jawa Barat

Salah satu sektor industri yang berada pada situasi persaingan yang ketat adalah industri telekomunikasi. Di Indonesia, semakin hari perkembangan dan kemajuan industri komunikasi mengalami peningkatan yang signifikan, sehingga menimbulkan kompetisi yang semakin pesat, terutama pada bisnis telekomunikasi seluler. Jumlah pelanggan dalam bisnis telekomunikasi seluler mengalami pertumbuhan dengan pesat. Menurut data Januari 2005, jumlah pelanggan diperkirakan sebesar 31 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, dan pada tahun 2007 ini jumlah pelanggan diperkirakan meningkat lebih dari dua kali, yaitu mencapai 65 juta orang (Rohayati, 2006). Fakta-fakta tersebut

(9)

menunjukkan bahwa pertumbuhan bisnis layanan seluler meningkat pesat, namun angka penggunaan layanan seluler di Indonesia masih terbilang rendah apabila dibandingkan oleh negara tetangga. Hal ini ditunjukkan melalui data yang menyebutkan bahwa angka penetrasi atau jumlah pengguna layanan seluler di Indonesia hanya 31%, sementara itu angka penetrasi di Singapura mencapai 125%, Malaysia sebesar 78%, Thailand sebesar 56%, dan Filipina sebesar 47%. Dengan demikian, peluang pertumbuhan bisnis telekomunikasi seluler masih terbuka lebar sehingga tidak mengherankan bila banyak perusahaan baru yang juga bergerak di bidang industri ini.

Di Indonesia, bisnis telekomunikasi seluler mengalami evolusi seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi secara umum. Versi awal dari

teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia adalah Advanced Mobile Phone

Serviced (AMPS), dengan sistem yang bersifat analog. Selanjutnya dengan

berkembangnya sistem Global System for Mobile Communication (GSM), dan

terakhir adalah telekomunikasi seluler berbasis Code Division Multiple Access

(CDMA).

Hasil Intelejen Pesaing Telkom (2007) menyatakan, di tengah kompetisi yang semakin pesat tersebut, terdapat tiga operator besar yang menjalankan bisnis selular GSM di Indonesia, yaitu PT. Telkomsel, PT. Indosat, dan PT. Excelcomindo Pratama. Menurut data Januari 2005, penguasaan pangsa pasar dari tiap-tiap operator adalah sebagai berikut: PT. Telkomsel memiliki pelanggan terbanyak dengan perkiraan penguasaan pangsa pasar sebesar 56%, PT. Indosat diperkirakan menguasai pangsa pasar sekitar 33%, dan PT. Exelcomindo Pratama memiliki pangsa pasar sekitar 12% (Rohayati, 2006).

(10)

Dari berbagai perusahaan yang menjual jasa telekomunikasi seluler, pada umumnya produk yang ditawarkan menggunakan standar teknologi yang sama

sehingga memilki layanan utama (basic services) yang relatif serupa. Saat ini

layanan telepon seluler menggunakan standar teknologi 3G (Third Generation)

dan 3,5G (3,5 Generation) dimana didalamnya terkandung kemampuan untuk

melakukan layanan pengiriman gambar dan data (multimedia) dengan kecepatan

tinggi. Dengan demikian, peluang bagi masing-masing operator untuk menciptakan dan menawarkan paket layanan lebih luas, beragam, dan unik (Kim,

Cheol, Jeong . 2004).

Layanan telekomunikasi seluler yang ditawarkan oleh operator seluler pada dasarnya ada dua jenis, yaitu (1) pra bayar (2) pasca bayar. Saat ini jumlah pelanggan layanan pra bayar di Indonesia jauh lebih banyak (95%) dibandingkan dengan layanan pasca bayar (5%) (Annual Report Indosat, 2006 :11). Pendapatan yang diperoleh dari pelanggan Pra Bayar lebih besar dibandingkan dengan pelanggan pasca bayar sehingga, banyak perusahaan seluler berupaya menarik pelanggan pra-bayar. Upaya tersebut dilakukan dengan gencar oleh hampir semua operator untuk mengejar angka pertumbuhan di atas 50%. Penetapan target yang cukup tinggi ini dilakukan operator mengingat sampai tahun 2008, pasar seluler di Indonesia masih terbuka lebar. Dari jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta, diperkirakan baru sekitar 48 juta pengguna seluler, yang artinya baru 20% terserap sebagai pengguna layanan telepon seluler (Rohayati, 2006). Padahal jumlah

pengguna tersebut juga masih dipertanyakan, mengingat belum

(11)

(berkisar sekitar 15-20 persen), yang berakibat pada jumlah pengguna sebenarnya yang lebih rendah dari angka tersebut.

Walaupun angka penetrasi di Indonesia masih relatif lebih kecil dibandingkan negara lain, namun demikian, diprediksikan bahwa jumlah penggunaan layanan telepon seluler, baik yang berbasis CDMA maupun GSM akan mengalami peningkatan dari 35% menjadi 50%. Pasar seluler di Indonesia juga masih bertumbuh dengan jumlah pelanggan termasuk dalam peringkat ke-9 dari total dunia. Namun demikian, biaya penggunaan per unit seluler mengalami penurunan sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan pada perusahaan layanan telepon seluler di Indonesia karena pertumbuhan Angka Rata-Rata Per Unit (ARPU) per tahunnya diprediksikan menurun.

Sekalipun demikian, dalam jumlah pelanggan yang kian meningkat, bisnis seluler juga tidak terlepas dari masalah bagaimana mempertahankan pelanggan agar tidak berpindah ke layanan operator lain. Indikator yang menunjukkan tingkat kesulitan dalam mempertahankan pelanggan, adalah adanya kecenderungan pada pelanggan pra-bayar yang tidak aktif mengisi ulang pulsa, hingga mencapai 40%. Fakta lain menunjukkan bahwa, tingkat perpindahan pelanggan terjadi pada kisaran angka enam sampai tujuh persen per tahun (Data Indosat, 2007)). Walaupun tiap-tiap operator memiliki tingkat perpindahan pelanggan yang berbeda-beda, namun pada umumnya jumlah pelanggan yang berpindah meningkat, menjadi lebih dari tujuh persen, sejalan dengan pertumbuhan jumlah pelanggannya. Oleh karenanya operator perlu memahami dimensi-dimensi yang mempengaruhi loyalitas pelanggan, sehingga ketika terbuka peluang bagi pelanggan untuk pindah operator tanpa harus mengganti nomor,

(12)

perusahaan dapat mengantisipasinya dengan baik. Dalam penelitian ini, pelanggan

telekomunikasi selular yang berbasis Global System for Mobile Communication

(GSM) dan Code Division Multiple Access (CDMA) di Indonesia dijadikan

sebagai konteks penelitian mengenai loyalitas pelanggan jasa dengan beberapa alasan.

Pertama, telekomunikasi seluler merupakan jenis bisnis jasa yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan setelah pengguna jasa berlangganan dalam waktu yang panjang (Nordman, 2004), sehingga mempertahankan pelanggan akan semakin meningkatkan kinerja perusahaan.

Kedua, menurut Nasution, (2004), industri jasa yang banyak mengalami perpindahan pelanggan ada empat jenis, yaitu telekomunikasi, perbankan, asuransi, dan kartu kredit. Di antara keempat industri tersebut, pelanggan dalam bisnis telekomunikasi memiliki peluang yang paling besar terhadap terjadinya perpindahan pelanggan, karena prosedur perpindahannya relatif mudah untuk dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan upaya yang keras untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.

Ketiga, bisnis telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami fenomena yang kontradiktif, yaitu di satu sisi pelanggan jasa kartu pascabayar memiliki tingkat loyalitas yang tinggi, sementara di sisi lain tingkat perpindahan pelanggan kartu prabayar cukup tinggi (Rohayati, 2006). Berdasarkan fenomena tersebut maka dibutuhkan kajian yang lebih mendalam untuk mengungkap alasan yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

Keempat, bisnis telekomunikasi di Indonesia tengah mengalami persaingan yang ketat antar perusahaan operator telekomunikasi, dan

(13)

masing-masing berupaya untuk dapat menarik pelanggannya (Rohayati, 2006). Di samping itu Sri Adiningsih (2007) dalam hasil penelitiannya mengenai ”Persaingan pada Industri Telepon Seluler di Indonesia, menguraikan bahwa Industri telepon seluler mengalami perkembangan yang pesat dalam dua dekade terakhir ini, baik di negara maju ataupun sedang berkembang. Perkembangan jumlah pengguna telepon seluler dapat dilihat pad Tabel 1.1.

Akhir-akhir ini persaingan yang semakin ketat antar operator dalam menarik konsumen supaya tertarik untuk menggunakan produknya, khususnya

untuk fixedline wireless ataupun seluler. Bahkan dalam beberapa media dapat

disaksikan perang harga untuk menarik pelanggan dilakukan oleh berbagai operator, sampai-sampai ada yang menawarkan sms gratis ataupun percakapan gratis guna menarik konsumen. Sehingga masyarakat ataupun konsumen pun yang mulai cerdas juga banyak memanfaatkan perang harga tersebut untuk mendapatkan harga termurah dengan sering berganti operator ataupun memiliki beberapa jasa pelayanan dari beberapa operator. Oleh karena itu pasar telepon seluler di Indonesia diperkirakan memiliki tingkat perputaran pelanggan bulanan tertinggi di dunia.

(14)

Pelanggan telepon seluler di Indonesia begitu mudah untuk berganti nomor

telepon ke operator lain (churn rate) tinggi atau terjadi masalah disloyalty. Hal ini

tidak terlepas dari persaingan antar operator telekomunikasi di Indonesia. Angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia yang diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan. Sementara angka perputaran pelanggan di India mencapai 4 persen per bulan, Malaysia 3,7 persen per bulan, Philipina 3,1 persen per bulan, Thailand 2,9 persen per bulan, Cina 2,7 persen per bulan, dan Bangladesh 2,1 persen per bulan (Tempo, 2007).

Sementara itu loyalitas pelanggan selular saat ini juga sangat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, dimana PT Telkomsel dan PT. Indosat memiliki cakupan nasional, dan Exelcomindo juga memiliki cakupan hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Maluku, sementara Fren dari Mobile-8 hanya terdapat di pulau Jawa, Madura dan Bali. Hal ini dapat dikatakan bahwa kompetisi antara operator seluler secara praktis terjadi hanya pada 3 operator GSM saja. Namun belakangan ini sudah mulai persaingan terjadi antara GSM dengan CDMA, seperti Esia, Fren, Flexi, dan Starone menyebabkan terjadinya perpindahan pelanggan dari satu operator ke operator lainnya. Dari fenomena tersebut, maka loyalitas pelanggan kemungkinan akan dipengaruhi oleh besarnya operator seluler dan tingginya intensitas kompetisi antar operator.

Hingga saat ini di Indonesia telah hadir 10 operator yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo (XL), Hutchison (3),Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommunication, Bakrie Telecom (Esia), Mobile-8 (Fren), dan Natrindo Telepon Selular (sebelumnya Lippo Telecom). Dari jumlah ini,

(15)

2006. Kalau dibagi berdasarkan platform yang digunakan, pemakai GSM selular

sebanyak 88%, CDMA selular 3%, dan CDMA fixed wireless access (FWA) 9%.

Namun dari sepuluh operator itu hanya 3 operator besar yang memiliki pangsa pasar 15% ke atas yaitu Telkomsel 45%, Indosat 23% dan Excelcomindo 15%.

Sumber : Sharing Vision, 2007.

Gambar 1.1 Pelaku Pasar Selular Indonesia

Dari data pada gambar 1.1 tersebut terlihat bahwa pangsa pasar (market

share) menunjukkan katagori ukuran besar kecilnya perusahaan (size of the firm).

Perusahaan selular besar dengan market share diatas 15% dikatagorikan sebagai

operator GSM dan perusahaan selular kecil yang mempunyai market share

dibawah 15% dikatagorikan sebagai operator CDMA. Sedangkan gabungan operator GSM dan CDMA dikatagorikan sebagai perusahaan-perusahaan industri selular.

Seperti diketahui bahwa struktur pasar biasanya akan mempengaruhi perilaku pelaku pasar. Ada beberapa indikator perilaku pasar yang sering digunakan selama ini, antara lain penetapan harga, jumlah produk yang dijual, investasi, iklan, reaksi terhadap inisiatif pesaing, penerapan teknologi baru dan inovasi. Dimana semakin tingginya persaingan karena semakin banyaknya pelaku usaha seperti dalam industri telekomunikasi mengakibatkan meningkatnya

(16)

kegiatan periklanan, penurunan harga, dan munculnya berbagai ragam layanan yang ditawarkan operator, sehingga pengguna menikmati rendahnya tarif, kualitas layanan yang lebih baik, dan beragam pilihan jasa. Tabel 1.2 dan Tabel 1.3 menunjukkan tarif jasa telepon dasar yang makin kompetitif untuk panggilan

sesama pelanggan dari operator yang sama (on-net), ataupun operator lain (

off-net), untuk telepon tetap maupun telepon bergerak selama jam sibuk (peak time).

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa tarif telepon sangat beragam, bahkan tarif promosi yang ditawarkan luar biasa murahnya, demikian iklan yang gencar banyak dilakukan oleh operator. Perkembangan akhir-akhir ini bahkan menunjukkan bahwa persaingan dengan menawarkan pulsa ataupun sms gratis dengan kondisi tertentu juga terjadi (lihat Tabel 1.3 dan Tabel 1.4). Hal ini wajar pada tahap awal perkembangan pasar yang masih mencari keseimbangannya. Apalagi untuk industri telekomunikasi yang sarat teknologi dan sangat dinamis merupakan hal yang wajar bagi perusahaan-perusahaan untuk menguji pasar, mengukur reaksi pesaing, dan mengubah tingkah laku mereka untuk menyesuaikan dengan strategi dan kondisi pesaing (Nathan & Atmitra dalam Sri Adiningsih, 2007 :6).

Tabel 1.2. Tarif Telepon Seluler antar Pelanggan dan Operator yang sama (on-net)

(17)

Selain itu tarif promosi juga banyak dilakukan oleh operator, diantaranya PT Excelcomindo Pratama menurunkan tarifnya sebesar kira-kira Rp.149 per 30 detik, sementara Simpati (PT Telkomsel) memberlakukan tarif Rp.300 per menit untuk pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 23.00 hingga 07.00. PT Indosat (Mentari) bahkan memberikan gratis kepada pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 00.00 hingga 05.00. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa industri telekomunikasi baik untuk jaringan tetap tanpa kabel dan seluler di Indonesia pada saat ini telah memasuki situasi perang tarif, sementara para operator baru berusaha memaksimalkan kapasitas jaringan yang dimilikinya. Oleh karena itu perang tarif nampaknya akan tetap terjadi sampai dengan kapasitas jaringan digunakan secara penuh (Nathan & Atmitra, 2007).

Perkembangan akhir-akhir ini bahkan menunjukkan perang tarif yang semakin gencar sehingga banyak operator yang menawarkan berbagai keuntungan seperti roaming gratis, tarif telepon interlokal sama dengan tarif lokal, bonus pulsa, dan lain-lainnya. Adanya perang tarif antar operator tersebut menyebabkan tarif telepon seluler cenderung mengalami penurunan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.4 dibanding dengan tabel sebelumnya. Kecenderungan turunnya tarif

Tabel 1.3. Promosi Tarif untuk Panggilan oleh Operator Tertentu

(18)

seluler sebagai akibat perang tarif antar operator mengindikasikan bahwa persaingan antar operator seluler semakin ketat.

Pelaku dalam industri telekomunikasi tidak banyak sebagaimana halnya

dalam struktur pasar yang bersaing sempurna (perfect competition), yang didalam

praktek struktur pasar persaingan sempurna jarang ditemui. Struktur pasar oligopoli adalah ciri dari industri telekomunikasi di seluruh dunia. Namun demikian pasar oligopoli tidak dengan sendirinya diikuti oleh persekongkolan horisontal dalam bentuk kartel misalnya. Fakta di Indonesia menunjukkan bahwa

kartel dalam bentuk price fixing atau market division tidak terjadi, justru perang

harga (price war) yang disertai dengan berbagai bentuk persaingan non-harga

(19)

(non-price competition). Hal ini menunjukkan tingginya intensitas kompetisi yang mungkin berpengaruh terhadap loyalitas.

Dibandingkan dengan tarif telepon di negara lain, tarif yang berlaku di Indonesia berada di posisi tengah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Hal ini wajar mengingat kebutuhan investasi, skala ekonomi, penggunaan teknologi, dan besarnya pasar berbeda antara satu negara-dengan negara lain, yang dengan sendirinya menyebabkan perbedaan struktur biaya dan tingkat harga. Untuk telepon tetap ternyata beberapa tarif Indoneia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia meskipun lebih mahal dari India. Demikian juga pada telepon bergerak, beberapa tarif Indonesia lebih mahal dari India meskipun lebih murah dari negara-negara tetangga lainnya (Nathan & Atmitra dalam Sri Adiningsih 2007 : 7).

Kinerja dari industri telekomunikasi dapat dilihat dari berbagai aspek. Meski demikian dalam tulisan ini akan dilihat dari sisi output yang dihasilkan, ARPU dan profitabilitasnya. Dari sisi output jelas bahwa semakin banyaknya operator dan juga semakin baiknya pelayanan serta semakin murahnya tarif dan beragamnya handset telah membuat jumlah pelanggan seluler juga meningkat pesat. Ini tentu saja menguntungkan masyarakat luas sebagai pengguna jasa layanan seluler. Demikian juga dilihat dari luasnya jangkauan layanan seluler yang sudah meliputi sebagian besar wilayah Indonesia jelas menguntungkan pelanggan.

(20)

Semakin banyaknya operator baru yang masuk pasar telekomunikasi telah meningkatkan kompetisi, menurunkan tarif, sehingga berdampak pada penurunan tingkat Pendapatan Rata-rata per Pengguna (Average Revenue per User-ARPU) di banyak operator. Dari Tabel 1.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar operator turun ARPU nya. Flexi pun yang baru diluncurkan tahun 2003 ikut-ikutan turun ARPU nya sejak PT Bakrie Telecom masuk, dan gencarnya promosi perang harga operator jaringan bergerak. Demikian juga ARPU telepon seluler seperti PT Telkomsel, PT Indosat dan PT Excelcomindo Pratama juga turun. Dimana ARPU campuran dari 3 operator seluler sudah dibawah Rp.100.000,-.

Tabel 1.5. ARPU Beberapa Operator (Rp.000), 2007

(21)

Liberalisasi industri telekomunikasi di Indonesia yang dimulai dengan penerbitan Undang-undang Telekomunikasi Nomer 36 tahun 1999 telah membuka babak baru bagi perkembangan industri telekomunikasi. Apalagi sejak 2002 pemerintah sudah membuka lebar masuknya operator baru dalam pasar telekomunikasi di Indonesia untuk mengatasi masalah rendahnya teledensiti selama ini yang banyak tergantung hanya pada PT Telkomsel dan PT Indosat sebagai operator yang merupakan perusahaan milik negara. Hingga kini Pemerintah merupakan pemegang saham mayoritas dan pengendali di kedua perusahaan tersebut, khususnya dalam menentukan arah kebijakan perusahaan maupun dalam rencana ekspansi. Karena itu pemerintah memegang fungsi strategis dalam mendorong ekspansi yang lebih dinamis dimasa mendatang. Disadari bahwa keterbatasan dana untuk ekspansi ataupun investasi menyebabkan

Gambar 1.2. Pengaruh Positif Liberalisasi Struktur Industri dan Kinerja Teledensitas, 2007

(22)

infrastruktur telekomunikasi kurang berkembang dibandingkan potensi dan kebutuhan masyarakat. Apalagi hingga sekarang pun masih sekitar 60% desa di Indonesia belum dilayani oleh telepon. Karena itu disarankan agar pemerintah mengundang lebih banyak masuknya operator baru dengan harapan dapat mengatasi masalah tersebut guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan telekomunikasi yang lebih luas.

Meskipun banyak operator baru masuk pasar namun operator lama yang memiliki posisi dominan masih memiliki pangsa pasar yang besar baik dalam fixedline wireline ataupun wireless bahkan dalam seluler. Hal ini dapat dimengerti

karena incumbency advantage memang berlaku pada industri telekomunikasi.

Dimana incumbent memiliki kelebihan karena memiliki network dan infrastruktur

yang sudah terbangun luas. Sehingga tidak mudah bagi pendatang baru untuk bersaing di pasar yang sama. Meskipun demikian mengingat geografis dan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan belum terlayani, ini merupakan daya

tarik bagi operator baru masuk ke pasar baik untuk fixedline wireless dan seluler.

Dimana antar operator dengan berbagai platform pada umumnya menggunakan harga murah untuk menarik konsumen. Sehingga akhirnya perang harga tak terelakkan lagi. Dapat dilihat secara kasat mata dari berbagai iklan yang dipasang di berbagai media massa. Bahkan banyak juga diantara kita yang juga memanfaatkannya. Masuknya operator baru, persaingan yang ketat membuat macam layanan yang ditawarkan juga semakin beragam, jumlah pelanggan juga meningkat pesat, harga juga semakin terjangkau, dan persepsi kualitas pelayanan semakin meningkat khususnya untuk seluler. Sehingga tentu saja secara umum masyarakat diuntungkan dengan perkembangan baru tersebut baik karena harga

(23)

yang terus-menerus turun dan pelayanan yang bersaing antara satu operator dengan operator lain. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun struktur pasar telekomunikasi Indonesia adalah oligopoli ketat namun perang harga diantara operator dapat terjadi, nampaknya kekhawatir adanya persekongkolan pada industri ini tidak kelihatan di pasar.

Strategi operator yang digunakan untuk memenangkan persaingan oleh

pada umumnnya bisnis telekomunikasi seluler di Indonesia adalah cost leadership,

yaitu sejauhmana operator seluler mampu menawarkan tarif yang paling murah pada pelanggannya. Namun di samping tarif yang termurah, merekapun meningkatkan hubungan relasional dengan dealer, agent, outlet yang menawarkan

kartu perdana, serta voucer isi ulang kepada pelanggan dengan jaringan distribusi

yang mendekati pelanggan untuk mempermudah pelanggan mendapatkan voucher atau kartu perdana. Kerjasama dengan vendor kartu SIM (kartu perdana), serta

kartu voucher isi ulang, dengan desain kartu yang menarik. Demikian juga

kerjasama dengan fihak perbankan untuk penjualan voucher isi ulang secara

online, dan kerjasama dengan perusahaan telepon seluler untuk menawarkan paket penjulanan (telepon seluler + kartu perdana) kepada pelanggan. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menarik minat pelanggan dan mempertahankan loyalitas pelanggan, namun yang tidak kalah penting adalah sejauhmana operator seluler mampu membangun hubungan relasional dengan pelanggannya (P3B-UNPAD, 2007).

Ditinjau dari aspek geografis, terdapat perbedaan pada kondisi pasar dan persaingan bisnis seluler di Indonesia. Data yang dihimpun oleh JP Morgan 2006, menunjukkan bahwa kondisi pasar dan persaingan di wilayah Jabodetabek

(24)

(Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi) telah berada di wilayah saturated, artinya potensi pasar rendah dan kondisi persaingan relatif kecil dibandingkan daerah lain di Indonesia. Wilayah yang memiliki potensi pasar yang tinggi adalah wilayah Jawa Barat, Bali, dan Nusa Tenggara, selanjutnya wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Kalimantan.

Dilihat dari aspek demografi, laju pertumbuhan penduduk Indonesia relatif tinggi pada kurun waktu 1971 – 1980 sebesar 2,32 % per tahun, berhasil diturunkan pada kurun waktu 1980 – 1990 menjadi 1,98 % dan pada kurun waktu 1990 – 1995 dan 1996 – 2005 masing-masing menjadi 1,65% dan 1,57% per tahunnya ( Indonesia dalam angka, 2006). Saat ini jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 210,5 juta jiwa, hampir 59% terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu 122,8 juta jiwa. Hal ini membuktikan bahwa Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia. Dari 122,8 juta penduduk Pulau Jawa sekitar 35,1 % menempati wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu 43.089,3 juta jiwa. Ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan propinsi terpadat di Indonesia. (Indonesia dalam angka, 2006), sehingga penelitian ini diambil di Provinsi Jawa Barat.

(25)

BAB 2

KUALITAS PELAYANAN

Palmer and O’Neill (2003) menyatakan bahwa persepsi kualitas pelayanan merupakan suatu cerminan dari kebutuhan dan keinginan pelanggan akan suatu produk atau jasa. Karena itu mengidentifikasi dimensi persepsi kualitas pelayanan bertujuan untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Demikian juga sebelumnya Berry dan Parasuraman (1997 : 112) mengajukan suatu model persepsi kualitas pelayanan, sebagai berikut :

Sumber : Berry dan Parasuraman (1997 :112)

Gambar 2.1

Penilaian Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan.

Service Quality (Servqual) atau kualitas pelayanan menurut konsep yang diketengahkan sebelumnya, mengkaitkan dua dimensi sekaligus, yaitu di satu

pihak penilaian Servqual pada dimensi pelanggan (customer), sedangkan di pihak

lain penilaian juga dapat dilakukan pada dimensi provider atau secara lebih dekat

lagi adalah terletak pada kemampuan kualitas pelayanan yang disajikan oleh

Dari mulut ke mulut Kebutuhan Pengalaman Masa lalu Iklan/ Brosur2 Dimensi kualitas pelayanan Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy Access Credibility Harapan pelanggan terhadap pelayanan Kenyataan pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan Persepsi atas kualitas pelayanan yang dinilai oleh pelanggan

(26)

“orang-orang yang melayani” dari tingkat manajerial hingga ke tingkat front line service.

Pada kedua dimensi tersebut dapat saja terjadi kesenjangan atau gap antara

harapan-harapan dan kenyataan-kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan, dengan

persepsi manajemen (hingga front line service) terhadap harapan-harapan

pelanggan tersebut.

Berry dan Parasuraman (1997) memformulasikan model kualitas pelayanan (service quality model) yang menjadi prasyarat untuk menyampaikan kualitas pelayanan yang baik. Dari model ini diidentifikasikan lima Gap yang menyebabkan ketidak suksesnya penyampaian pelayanan. Gap-gap tersebut adalah:

1. Gap between consumer expectation and management perception

Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen timbul karena manajemen tidak selalu awas, tidak mengetahui sepenuhnya apa keinginan konsumen. Inti masalahnya di sini ialah manajemen tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh konsumen.

2. Gap between management perception and service-quality specifications

Kesenjangan persepsi manajemen dengan kualitas pelayanan. Mungkin manajemen sudah mengetahui keinginan konsumen, tetapi manajemen tak sanggup dan tak sepenuhnya melayani keinginan konsumen tersebut. Spesifikasi jasa yang diberikan oleh manajemen masih ada kekurangan yang dirasakan oleh konsumen. Inti masalahnya ialah pihak manajemen kurang teliti terhadap detail jasa yang ditawarkan.

(27)

Kesenjangan kualitas pelayanan dengan penyampaian pelayanan. Mungkin kualitas kualitas menurut spesifikasinya sudah baik, tetapi karena karyawan yang melayani, kurang terlatih, masih baru, dan kaku. Jadi cara penyampaiannya kurang baik, tidak sempurna. Kata kuncinya di sini ialah manajemen tidak sanggup menyampaikan jasa secara memuaskan ke konsumen.

4. Gap between service delivery and external communications

Kesenjangan penyampaian pelayanan dengan komunikasi eksternal dapat terjadi akibat perbedaan antara jasa yang diberikan dan janji-janji yang diobral dalam iklan, brosur atau media promosi lainnya. Ternyata jasa yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan kenyataan. Kata kuncinya disini ialah iklan, atau promosi lainnya, terlalu muluk tak sesuai dengan kenyataan.

5. Gap between perceived service (service quality perception) and expected service (customer expectation)

Kesenjangan persepsi kualitas pelayanan dengan pelayanan yang diharapkan. Ini gap yang kebanyakan terjadi yaitu jasa yang diterima oleh konsumen, tidak sesuai dengan yang ia bayangkan/ harapkan. Dia mengharapkan sinyal yang kuat pada tempat tertentu, namun pada kenyataannya sinyal lemah. Ini sebenarnya ada pengaruh dari iklan yang menginformasikan kepada pelanggan bahwa operator seluler yang memiliki jaringan terluas, namun kenyataannya tidak seperti itu. Yang penting diciptakan oleh manajemen adalah promosi dari mulut ke mulut, yang menginformasikan jaringan terluas, karena memang kenyataannya memiliki sinyal yang kuat.. Sedangkan gambarnya dapat dilihat di bawah ini :

(28)

Sumber : Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1997 :99)

Gambar 2.2

Service Quality Model

Persepsi kualitas pelayanan merupakan senjata ampuh dalam keunggulan perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa seperti misalnya perusahaan jasa telekomunikasi seluler atau perusahaan jasa lainnya. Menurut hasil suatu penelitian, menunjukkan adanya korelasi kuat antara persepsi kualitas pelayanan dengan pangsa pasar. Dengan kata lain, salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen, penjualan dan keterikatan konsumen pada perusahaan adalah persepsi kualitas pelayanan. Oleh karena itu persepsi

kualitas pelayanan (service quality perception) harus menjadi fokus perhatian dan

sebagai isu strategi manajemen perusahaan dalam menjalankan usaha. Namun

Word of mouth Communications

Personal Needs Past experience

Expected Services Service Perception Service Delivery Service quality Specifications Management Perceptional of Customer Expectation External Communication to Customers Customer Provider Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 5 Gap 4

(29)

demikian diakui bahwa dualisme pelayanan sebagai proses (jasa) dan sebagai produk sudah semakin menyatu, bahkan dalam setiap produk melekat unsur pelayanan. Dengan kata lain, bahwa hampir tidak ada produk yang tidak disertai dengan pelayanan. Sejalan dengan itu maka, hampir tidak ada perusahaan yang benar-benar manufaktur murni, karena dalam perusahaan tersebut unsur jasa tetap ada, bahkan cenderung dominan. Lebih jauh lagi, bahwa setiap perusahaan akan dikelola seperti perusahaan jasa tanpa memandang apapun jenis bisnisnya.

Persepsi kualitas pelayanan didefinisikan sebagai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan yang dibentuk dari pengalamannya dalam membeli dan menggunakan jasa (Parasuraman, Zeithamal, & Berry, 1997). Unsur kepuasan dan ketidakpuasan timbul dari adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang terjadi pada saat konsumen mengkonsumsi jasa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan Gronroos (2001) yang mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai persepsi penilaian, yang berasal dari suatu proses evaluasi dimana pelanggan membandingkan ekspektasinya dengan layanan yang diterima. Jadi, jika harapan terhadap persepsi kualitas pelayanan sesuai dengan yang diterima oleh pelanggan, maka pelanggan tersebut akan puas. Dengan demikian persepsi kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zeithaml & Bitner (2003) yang menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan. Sementara itu, kepuasan pelanggan merupakan variabel yang mempengaruhi loyalitas pelanggan (Dabholkar and Walls 1999; McDougall, and Levesque 2000).

(30)

Pada penelitian ini, persepsi kualitas pelayanan yang diambil berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Kim, Part, Cheol, dan Jeong (2004), karena mereka menghasilkan dimensi persepsi kulitas pelayanan telepon seluler yang similar dengan penelitian ini. Kim, Park, Cheol, dan Jeong (2004); Gerpott (2001); Lee, Lee, & Freick, (2001) dalam studi sebelumnya menyatakan bahwa

persepsi kualitas pelayanan pada layanan telepon seluler dapat diukur melalui

kualitas panggilan (call quality), struktur harga (price structure), telepon selular

(mobile devices), layanan/fitur tambahan (value added services), kenyamanan

prosedur (convenience in procedure), dan dukungan bagi pelanggan (customer

support). Penelitian ini mengacu pada kualitas pelayanan hasil penemuan Kim di atas, mengingat objek penelitian relatif sama, yaitu jasa telekomunikasi seluler.

Ukuran-ukuran tersebut menunjukkan suatu bentuk upaya (effort) yang

dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menyampaikan jasa yang berkualitas terhadap konsumen dalam rangka mempertahankan konsumen agar loyal menggunakan jasa yang diberikan oleh perusahaan. Namun, persepsi kualitas pelayanan bukan satu-satunya faktor yang memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen pada industri telekomunikasi seluler (Turel dan Surenko, 2004).

Berikut ini adalah hubungan antara dimensi persepsi kualitas pelayanan secara umum dari Palmer dan O’Neill (2003) serta menurut Zeithaml,

Parasuraman, and Berry (1997), yaitu RATER : reliability, assurance, tangibles,

empathy, dan responseveness dengan dimensi persepsi kualitas pelayanan jasa telekomunikasi seluler dari Kim, Park, Cheol, dan Jeong (2004), yaitu kualitas

(31)

devices), layanan/fitur tambahan (value added services), kenyamanan prosedur (convenience in procedure), dan dukungan bagi pelanggan (customer support), terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Correspondence Between General SERVQUAL Dimensions and SERVQUAL of Mobile Telecommunication Services Dimensions

SERVQUAL of Mobile Telecommunication Services Dimensions

General SERVQUAL Dimension

Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy

Call Quality Pricing Structure Mobile Device Value-Added Services Convenience in Procedure Customer Support

Sumber : Palmer and O’Neill (2003), Zeithaml, Parasuraman, Berry (1997 :108) dan Kim, Park, Cheol, dan Jeong (2004 :243)

Mengacu pada pendapat Kim, Park, Cheol, dan Jeong (2004 : 243) di atas,

maka pada penelitian ini persepsi kualitas pelayanan diukur melalui dimensi call

quality dengan indikator sebagai berikut kekuatan sinyal kartu seluler, luasnya

jangkauan (coverage) nomor kartu selular digunakan, kejernihan kualitas suara

nomor telepon seluler, kelancaran dalam menggunakan nomor telepon seluler (tidak ada gangguan), kualitas layanan SMS dari operator seluler yang di gunakan.

Mobile device terdiri dari indikator pengaruh jenis ponsel terhadap kualitas sambungan telepon seluler yang digunakan, kelengkapan sarana fitur layanan nomor telepon seluler yang digunakan, keterbatasan fitur ponsel dalam memanfaatkan fitur layanan operator selular yang digunakan saat ini.

(32)

Value added service terdiri dari indikator daya tarik fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator telepon seluler yang digunakan saat ini, manfaat fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator telepon seluler yang digunakan saat ini, kemudahan menggunakan fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator seluler yang digunakan saat ini.

Price Structure terdiri dari indikator kewajaran tarif /biaya Percakapan yang digunakan, keakuratan penghitungan tarif percakapan telepon seluler, dan keuntungan diskon tarif percakapan telepon seluler yang digunakan saat ini.

Customer Support terdiri darin indikator keterbatasan fitur ponsel dalam memanfaatkan fitur layanan operator selular yang digunakan saat ini, daya tarik fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator telepon seluler yang digunakan saat ini, manfaat fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator telepon seluler yang digunakan saat ini.

Convenience in procedure terdiri dari indikator kemudahan menggunakan fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh operator seluler yang digunakan saat ini, kewajaran Tarif /Biaya Percakapan yang digunakan, dan keakuratan penghitungan tarif percakapan telepon seluler.

(33)

BAB 9

PENUTUP

Kepuasan dan loyalitas pelanggan jasa operator seluler akan meningkat apabila factor penambat pelanggan untuk menggunakan jasa operator seluler tersebut besar yang dihasilkan dari peningkatan kualitas pelayanan dan kualitas hubungan relasional antara perusahaan operator seluler dengan para pelanggannnya.

Berdasarkan estimasi terhadap model struktural dari model penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas pelayanan didukung data berkorelasi positif dengan faktor penambat. Kualitas hubungan relasional didukung data berkorelasi positif dengan faktor penambat. Persepsi kualitas pelayanan didukung data memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan pelanggan, serta pengaruhnya

bersifat positif. Faktor penambat tidak didukung data memiliki pengaruh

langsung terhadap kepuasan pelanggan. Kualitas hubungan relasional tidak

didukung data memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan pelanggan . Faktor penambat didukung data dapat menjadi moderasi bagi hubungan antara persepsi kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan serta pengaruhnya positif. Faktor penambat didukung data dapat menjadi moderasi bagi hubungan antara kualitas hubungan relasional dengan kepuasan pelanggan serta pengaruhnya bersifat positif. Persepsi kualitas pelayanan didukung data berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas pelanggan serta pengaruhnya bersifat positif. Kualitas hubungan relasional didukung data berpengaruh langsung terhadap loyalitas

(34)

pelanggan dan pengaruhnya bersifat positif. Kepuasan pelanggan didukung data berpengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan serta pengaruhnya bersifat positif.

Pada penelitian sebelumnya, faktor penambat berhubungan dengan pull dan push

strategy untuk memperkecil intensitas berpindah dengan menggunakan model PPM. Untuk memperkuat faktor penambat, perusahaan berupaya meningkatkan

push and pull strategy (Bansal, Taylor, and Yannik, 2005). Sedangkan pada penelitian ini faktor penambat berkorelasi dengan persepsi kualitas pelayanan dan kualitas hubungan relasional. Untuk memperkuat faktor penambat maka persepsi kualitas pelayanan dan kualitas hubungan relasional perlu ditingkatkan, karena

faktor individu yang dimiliki oleh pelanggan dapat dipengaruhi oleh marketing

stimuli, yaitu diantaranya adalah persepsi kualitas pelayanan dan kualitas hubungan relasional.

Kualitas hubungan relasional dan faktor penambat tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kepuasan pelanggan. Sedangkan Mittal & Sheth, (2001) menyatakan bahwa karakteristik individu pelanggan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan Zabkar, (2000) dan Wilson and Prensky, (1996) yang menyatakan bahwa kualitas hubungan relasional mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selain itu, keakraban dan

upaya kerja sama (partnering) yang dibina oleh perusahaan pada penelitian ini

tidak menjadi pertimbangan pelanggan untuk menilai apakah ia puas atau tidak. Pada penelitian ini faktor penambat didukung data dapat menjadi moderasi bagi hubungan antara persepsi kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan, serta

(35)

pengaruhnya positif. Demikian juga Faktor penambat didukung data dapat menjadi moderasi bagi hubungan antara kualitas hubungan relasional dengan kepuasan pelanggan, serta pengaruhnya bersifat positif. Namun pada penelitian Bansal (2005) menggunakan faktor-faktor penambat sebagai variabel yang memoderasi strategi pemasaran agar pelanggan memiliki tingkat intensi beralih yang rendah (loyalitas). Pada hasil penelitian ini, dengan adanya faktor penambat yang memoderasi hubungan antara kualitas hubungan relasional dengan kepuasan pelanggan, maka program hubungan relasional yang dibangun oleh Operator Seluler menjadi lebih bermanfaat bagi pelanggan dibandingkan sebelumnya tanpa dimoderasi oleh faktor penambat program kualitas hubungan relasional tersebut tidak akan bermanfaat.

Loyalitas pelanggan dominan dipengaruhi oleh persepsi kualitas pelayanan daripada kualitas hubungan relasional. Sedangkan pada penelitian Paul and Byun (2001), justru kualitas hubungan relasional yang dominan mempengaruhi loyalitas pelanggan, karena itu pada penelitian ini berhasil ditemukan bahwa persepsi kualitas pelayanan sangat menentukan peningkatan loyalitas pelanggan khususnya untuk bisnis jasa telekomunikasi seluler.

Pada operator kecil, ternyata kepuasan tidak menyebabkan peningkatan loyalitas pelanggan. Temuan pada penelitian ini memperlihatkan pada kondisi operator kecil, loyalitas pelanggan tidak ditimbulkan dari kepuasan pelanggan namun loyalitas pelanggan ditimbulkan dari persepsi kualitas pelayanan. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat harapan pelanggan agar operator kecil meningkatkan persepsi kualitas pelayanannya. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, kepuasan pelanggan merupakan prediktor yang mempengaruhi

(36)

loyalitas pelanggan (Dabholkar and Walls 1999; McDougall and Levesque 2000). Penelitian ini juga bertentangan dengan Palmer (1997) yang menemukakan bahwa konsumen tidak akan mempunyai sikap memilih penyedia layanan alternatif lain yang tersedia, jika alternatif tersebut tidak memuaskan dirinya.

(37)

DAFTAR

KEPUSTAKAAN

Agung, I Gusti Ngurah. (2003). Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis, dan

Disertasi. Kiat-kiat Untuk Mempersingkat Waktu Penulisan Karya Ilmiah Yang Bermutu, Unpublish Book.

Agung, I Gusti Ngurah. (1992). Metode Penelitian Sosial (1) : Pengertian dan

Pemakaian Praktis, Cetakan Pertama, PT. Gramedia, Jakarta.

Agung, I Gusti Ngurah. (2002). Statistika : Analisis Hubungan Kausal

Berdasarkan Data Kategorik. Cetakan Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Alonso, Sergio (2000), The Antecedents and Consequences of Customer Loyalty :

The Roles of Customer Satisfaction and Customer Commitment- Trust,

Dissertation of Doctorate of Philosophy in Business Administration,

Graduate School of the University of Texas-Pan American.

Andreassen, Tor Wallin. (1999). What Drives Customer Loyalty With Complaint

Resolution? Journal of Service Research, Volume 1, No. 4, May 1999 p.324-332.

____________________ & Lindestad, Bodil. (1997). Customer Loyalty and

Complex Services: The Impact of Corporate Image on Quality, Customer Satisfaction and Loyalty for Customers with Varying Degrees of Service Expertise, The International Journal of Service Industry Management, vol. 8, No 4,

Annual Report Indosat, (2006)

Ashcroft, Linda & Clive Horey. (2001). PR, Marketing and The Internet:

Implications for Information Professionals. Library Management. Vol.22

No.1/2, p. 68– 74.

Aspinall, Keith, W. Frederick & F. Reichheld. (1993). Building High Loyalty

Business, System, Customer Retention Strategies, Five Leading Perspective. American Bankers Association: Washington.

(38)

Bansal, Harvir S.; Shirley F Taylor ,.; and St. James Yannik. (2005). "Migrating" to New Service Providers: Toward a Unifying Framework of Consumers’ Switching Behaviors. Journal of the Academy of Marketing Science; 33; 96

Barnes, James G. (2001(. Secrets of Customer Relationship Management: it’s All

About How You Make Them Feel. McGraw-Hill: New York.

Bejou, David, Cristine T Ennew, and Adrian Palmer. (1998). Trust, Ethics. And

Relationship Satisfaction. International Journal of Bank marketing. MCB University Press.

Belch, George E. & Michael A. Belch. (1998). Advertising and Promotion; An

Integrated Marketing Communications Perspective. Fourth Edition. McGraw-Hill: Boston.

Bergeron, Bryan. (2002). Essentials of CRM: A Guide to Customer Relationship

Management. John Wiley & Sons: New York.

Best, Roger J. (2000). Market-Based Management: Strategies For Growing

Customer Value and Profitability. Second Edition. Prentice Hall: Upper Saddle River, New Jersey.

Berry, Leonard L. (1981),”The Employee as Customer,” Journal of Retail

Banking, March 33-40.

________ (1983),”Relationship Marketing.” In Emerging Perspectives on Services Marketing. Eds. Leonard L. Berry, G. Lynn Shostack, and Gregory Upah. Chicago, IL: American Marketing Association, 25-8.

________ (1995),”Relationship Marketing of Services – Growing Interest.

Emerging Perspectives,” Journal of the Academy of Marketing Science,

Fall 1995: 236-45.

________ and A. Parasuraman (1997), Marketing Services, New York: The Free Press.

________., (2002). Relationship Marketing of Services-Perspectives from 1983 – 2000. Journal of Relationship Marketing, Vol. 1(1). The Haworth Press, Inc. USA

Blackwell, Stephen, Miniard, Engel. (2002). The Antecedents of Customer Loyalty: An Empirical Investigation of the Role of Personal and Situational

Aspects on Repurchase Decisions. Journal of Service Research, Volume 1,

(39)

Bolton, Ruth N, Kannan, and Bramlett. (2000). Implications of Loyalty Program Membership and Service Experiences for Customer Retention and Value.

Journal of the Academy of Marketing Science. Volume 28, No. 1, pages 95-108.

Boone, Louis E, David L.,Kurtz. (1995).Contemporary Marketing Plus. United

Stateof America :The Dryden Press.

Bothe, Keki R., (1996), Beyond Customer Satisfaction to Customer Loyalty: The

Key to Greater Profitability, New York: American Management Association (AMA) Membership Publication Division.

Bowen, Jhon T & Chen, Shiang-Lih. (2001). The Relationship Between Customer

Loyalty and Customer Satisfaction. International Journal of Contemporary

Hospitality Management. Vol. 13 No. 3, p. 213 – 217.

Brown, Stanley A. (2000). Customer Relationship Management: A Strategic

Imperative in the World of E-Business. John Wiley & Sons: Canada.

Burnham, Frels and Mahajan’s. (2003), What Makes Winning Brands Different :

The Hidden Method Behind the World’s Most Successful Brands, England, John Wiley & Sons Ltd.

Burnett, John. & Sandra Moriarty. (1998). Introduction to Marketing

Communication; An Integrated Approach. Prentice-Hall: New Jersey.

Bruhn, Manfred. (2003). Relationship Marketing – Management of Customer

Relationships. Pearson Education Limited. England

Calhoun, John. (2001). Driving Loyalty by Managing The Total Customer

Experience. Ivey Business Journal. July/August, p.3-7.

Cadogan, John W. & Foster, Brian D. (1999). Developing Customer Loyalty: The

Role of Salesperson and Firm-Specific Relationships. Aston Business

School Research Paper, Aston University: Birmingham

Catwright, Roger. (2000). Mastering Customer Relations. Mac Millan: London.

Caywood, Clarke L. (1997). The Handbook of Strategic Public Relations and

Integrated Communications, Mc. Graw Hill: New York.

Childers and Rao, (1992). Capturing Customer. Com; Radical Strategies for

Selling and Marketing a Wired World, New Jersey: Career Press

Christopher, Martin, Adrian Payne & David Ballantyne. (2003). Relationship

Marketing : Looking Back, Looking Forward. Marketing Theory Articles

(40)

Christopher, Martin. Adrian Payne & David Ballantyne. (1999). Relationship Marketing; Bringing Quality, Customer Service, and Marketing Together. Butterworth Heinemann: Oxford.

Clow, Kenneth E. & Baack, Donald. (2002). Integrated Advertising, Promotion

and Marketing Communication, Prentice Hall: Upper Sadlle River, New Jersey

Crosby, Lawrence A., Kenneth R. Evans, and Deborah Cowles

(1990),”Relationship Quality in Services Selling: An Interpersonal

Influence Perspective,” Journal of Marketing, 54 (July), 68-81.

Czepiel, John A. (1990),”Service Encounters and Service Relationships:

Implication for Research,” Journal of Business Research, 20: 13-21.

Cooper, Kenneth Carlton. (2002). The Relational Enterprise – Moving Beyond CM

to Maximize All Your Business Relationships. American Management Association (AMACOM). USA

Dabholkar and Walls (1999). Customer Satisfaction And Its Effects On Customer

Loyalty, London College of Management Studies, UK, Data Indosat, (2007).

Datta, Palto Ranjan; Chuong, Thing; Nguyen, Hoang Thien; Nguyen, Ha. (2007).

Relationship Marketing And Its Effects On Customer Retention, London College of Management Studies, UK

De Jong & Gardner,(1981). Crafting Customer Value: The Art and Science.,

Efficient Offset Printers: New Delhi.

Desbarats,(1983). Good Service is Good Business; 7 Simple Strategies for Success,

Prentice Hall.

Dillon, William R. & Matthew Goldstein. (1984). Multivariate, Analysis, Methods

and Application. John Willey& Sons: New York

Donaldson, Bill & Tom O’Toole. (2002). Strategic Market Relationships: From

Strategy to Implementation. John Willey&Sons: UK.

Duchessi, Peter. (2002). Crafting Customer Value: The Art and Science., Efficient

Offset Printers: New Delhi.

Egan, John. (2001). Relationship Marketing: Exploring Relational Strategies in

Marketing. Prentice Hall: Malaysia.

(41)

Eriksson, Kent & Mattsson, Jan. (2000). Managers Perception of Relationship

Management in Heterogeneous Markets. Industrial Marketing

Management 31 (2002) p. 535– 543.

Falbo, Bridget, (1998), Wow Customers with Service to Build Positive Public

Relations, Hotel and Motel Management, May, p.45

Fill, Chris. (1999). Marketing Communication: Contexts, Contents and Strategies.

Second Edition. Prentice Hall: Singapore.

Fornell, John E and Wernerfelt. (2002). Customer Relations & Rapport:

Professional Development Series. South Western Thomson Learning: Australia.

Freeland, John G. (2003). The Ultimate CRM Hand Book: Strategies and Concepts

for Building Enduring Customer Loyalty and Profitability, McGraw-Hill: New York.

Fullerton, Gordon. (2003). When Does Commitment Lead to Loyalty? Journal of

Service Research, Volume 5, No. 4, May 2003 p. 333-344.

Gerpott, Pankaj (2001), Strategy and the Business Landscape, New Jersey:

Prentice Hall.

Godes, David & Dina Mayzlin, (2004), Firm Created Word of Mouth Communication : A Field Based Quasi Experiment, July, No. 04-03

Gordon, H.,Ian.(2002).Competitor Targeting, Winning The Batle For Market And

Customer Share. Canada: John Wiley & Sons.

Greenberg, Paul. (2002). CRM at The Speed of Light: Capturing and Keeping

Customer in Internet Real Time. Second Edition. McGraw-Hill, Osborne: New York.

Griffin, Jill. (2002). Customer Loyalty: How to Earn It, How to Keep It. New and

Revised Edition. McGraw-Hill: Kentucky.

Gronroos, Christian, (2001), The perceived service quality concept – a mistake?,

Journal of Managing Service Quality, Volume 11 No. 3, pp. 150-152, MCB University Press, London.

Gummeson, Evert, (2002). Total Relationship Marketing: Marketing Strategy

Moving from the 4Ps of Traditional Marketing Management to the 30Rs of a new Paradigm, Butterworth Heinemann: London, England

_________________, (2002). Relationship Marketing in the New Economy.

Journal of Relationship Marketing, Vol. 1(1). The Haworth Press, Inc.

(42)

_________________, (1998), Implementation Requires a Relationship Marketing

Paradigm, Journal of The Academy of Marketing Service, Vol. 3, p.

242-249

Hair, Joseph F., Jr,. Rolph E. Andersen, Ronald L. Tatham, dan William C. Black.

(1998). Multivariate Data Analysis, Englewood Clift, NJ : Prentice Hall.

Harris, Thomas L. (1998). Value-added Public Relations: The Secret Weapon of

Integrated Marketing. NTC Business Books: IL.

Hennig Thurau, Thorsten & Klee Alexander, (2002) . The Impact of Customer

Satisfaction and Relationship Quality on Customer Retention: A Critical Reassessment and Model Development. Psychology & Marketing, John Wiley & Sons, Inc.

Heskett, James L. W. Earl Sasser JR & Leonard A. Schlesinger. (1997). The

Service Profit Chain: How Leading Companies Link Profit and Growth to Loyalty, Satisfaction, and Value. Simon & Schuster, Inc: New York.

Hill, Nigel. (1996). Handbook of Customer Satisfaction Measurement. Gower:

England.

Hjalte, Susanna & Larsson, Stina. (2004). Managing Customer Loyalty in the

Automobile Industry: Two Case Studies. Master Thesis. Lulea University

of Technology: Lulea.

Hoffman, Douglas K. & John E.G. Bateson. (1997). Essentials of Services

Marketing. The Dryden Press: Fort Worth.

Hollensen, Svend. (2003). Marketing Management: A Relationship Approach.

Prentice Hall: England.

Hunt, John, (2001), Important factors in the sale and pricing of services,

Management Decision; Volume 33 No. 7, MCB University Press, London. Indonesia Dalam Angka. (2006). BPS. Jakarta.

Johnson, C., William, Richard J.Chalva. (2001).Total Quality In Marketing.

Singapore: St.Lucia Press.

Jones, Mothersbaugh and Beatty. (2004). Public Relations Theory and Practice.

Second Edition. Allen & Unwin: Sydney.

Kapferer & Laurent Christina K.C.and Sharon E. Beatty, (1999), Family structure

and influence in family decision making , Journal of Consumer Marketing;

(43)

Kandampully Jay & Dwi Suhartanto. (2000). Customer Loyalty in the Hotel

Industry ; the Role of Customer Satisfaction and Image. International

Jurnal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 1216, p. 346-351. Kandampully Jay & Ria Duddy. (1999). Relationship Marketing: a Concept

Beyond The Primary Relations. Marketing Intelligence & Planning. Vol.

17/7 [1999] 315 - 323

Kanuk, Lilian, dan John Schiffman, (2004), Consumer Behavior, Ninth Edition,

McGraw-Hill, United State.

Kenyon, Julie dan Maria Vakola, (2001). Relationship Marketing in Japan: the

Buyer-Supplier Relationships of Four Automakers. Marketing Intelligence

and Planning, Vol. 14 No. 2, pp. 118-129

Kim, Moon-Koo; Park, Myeong-Cheol; Jeong, Dong-Heon Jeong . (2004). The

effects od customer satisfaction and switching barrier on customer loyalty in Korean mobile telecommunication services.

Kim, Jai-Beom & Paul Michell. (2000). Relationship Marketing in Japan: the

Buyer-Supplier Relationships of Four Automakers. Marketing Intelligence

and Planning, Vol. 14 No. 2, pp. 118-129

Kitchen, Philip J & Loanna C. Papasolomou. (1997). Marketing Public Relations:

Conceptual Legitimacy or Window Dressing?. Marketing Intelligence and

Planning. Vol 15 No. 2, p. 71 – 84.

Kotler, Philip dan Amstrong, (2001), Principle of Marketing, , Prentice Hall

International, Inc. A Division of Simon & Scuster, Englewood Cliffs, Nj07632.

_____________ dan Kevin Lane Keller, (2006), Marketing Management, ,

Prentice Hall International, Inc. A Division of Simon & Scuster, Englewood Cliffs, Nj07632.

____________, (2003), Marketing Management: Analysis, Planning,

Implementation, and Control, Millenium Edition, Prentice Hall International, Inc. A Division of Simon & Scuster, Englewood Cliffs, Nj07632.

Krueger, Richard A, dan May Anne Casey. (2000), Focus Group: A Practical

Guide For Applied Research, Third Edition, Sage Publication, Inc, California.

Lages, Carmen & Lyndon Simkin., (2003). The Dynamics of Public Relations.

(44)

Lamb, W.,Charles, Joseph F.Hair,Jr.,Carl Mc.Daniel. (1999). Essential of Mar- keting. Fifth edition. USA: South Western College Publishing.

Lam, Shun Yin, (2002), Customer Value, Satisfaction, Loyalty, and Switching Costs: An Illustration From a Business-to-Business Service Context.

Journal of the Academy of Marketing Science Volume 32, No. 3, p. 293-311.

______________., (2002). Investigating The Interrelationships Among Customer Value, Customer Satisfaction, Switching Cost, and Customer Loyalty.

Nanyang Business School Research Paper.

Lee lee, Milind M and Freick (2001), The Customer is A Key, Gaining an

beatasssle Advantage through Customer Satifaction, Usa: John Wiley & Sons Mc.

Leonard, L Berry. (1995). Service Marketing. Second Edition. Pearson Education,

Inc: Upper Saddle River, New Jersey.

Liu, Furrer, & Sudharshan, (2001). Estimating Zones of Tolerance in Perceived

Service Quality and Perceived Service Value, International.

Lovelock, Christopher dan Lauren Wright. (2002). Principles of Service Marketing

and Management. Second Edition. Pearson Education, Inc: Upper Saddle River, New Jersey.

Malhotra, Nareshk. (2004). Marketing Research and Applied Orientation. 4th Ed.

Prentice Hall Intl., Inc.

Malhotra, Naresh K. (2002). Basic Marketing Research: Applications to

Contemporary Issues. International Edition. Pearson Education, Inc.:Upper Saddle River, New Jersey.

Marya Ulfah (2006). Pengaruh Kepuasan, Biaya Peralihan, dan Kepercayaan

terhadap Loyalitas Konsumen Kartu Seluler GSM – Telkomsel. UI. Depok

Mc. Dougall and Levesque (2000). Measurement of Customer Satisfaction.

Pursues Books: Cambridge.

Mc. Kenna, Regis. (1991). Relationship Marketing: Successful Strategies for the

Age of the Customer. Pursues Books: Cambridge.

Mc. Namara, Carter. (1999). Basic Definitions: (1) Advertising, Marketing,

Promotion, Public Relations and Publicity, and Sales. The Management

Gambar

Gambar 2.2  Service Quality Model

Referensi

Dokumen terkait

1) Tidak adanya pelaksanaan SOP pengawasan produk sesuai peraturan membuat proses produksi berjalan kurang maksimal yang berimbas pada kualitas produk yang

Peneliti dengan ini mengucapkan terima kasih kepada Direktur Akademi Pariwisata Medan yang telah berkenan memberikan kesempatan dalam melaksanakan penelitian ini yang

Desa Pendoworejo di Kecamatan Girimulyo dan Desa Sidomulyo di Kecamatan Pengasih tahun 2010 me- rupakan daerah bebas malaria, tetapi pada tahun 2012 ada penderita malaria

Hasil penelitian menunjukan 1 faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Bululawang a faktor internal yang terdiri dari kesulitan

2.1.1 Biologi dan Kitaran Hidup Kumbang Badak 2.1.2 Populasi Kumbang Badak Tumbuhan Perumah Kumbang Badak 2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit 2.2.3 Perosak

Sehubungan dengan surat penawaran saudara untuk paket pekerjaan Pengadaan Genset Kantor SAR Kupang berdasarkan hasil evaluasi Pokja ULP Kantor SAR Kupang terhadap

Calon (c) pula telah mengingkari kekangan IDENT-IO[F] kerana pada tahap output, perubahan fitur telah berlaku sedangkan kekangan ini tidak membenarkan perubahan fitur

Menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat mutlak bagi seorang pengawas untuk bisa memiliki pengaruh terhadap kepala sekolah, guru, dan staf