• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Kadar Flavonoid Total Tumbuhan Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Kadar Flavonoid Total Tumbuhan Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan

dan Kadar Flavonoid Total Tumbuhan Tabat Barito

(Ficus deltoidea Jack)

The Effect of Drought Stress on Growth and Total Flavonoid Content of Tabat Barito

Plant (Ficus deltoidea Jack)

Hetty Manurung1*, Wawan Kustiawan2, Irawan Wijaya Kusuma3, dan Marjenah2

Diterima 28 Juli 2017/Disetujui 04 Februari 2019

ABSTRACT

This research aimed to evaluate the effects of drought stress on growth and the total flavonoid content of tabat barito plant (Ficus deltoidea Jack). The experiment was conducted in the greenhouse Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Mulawarman University, using a completely randomized design consisted of 4 levels drought stress including 100%, 80%, 60%, and 40% field capacity. The F. deltoidea maintained for 9 months old and investigated for the growth parameter (plant height, leaf number, leaf area, the number of branches, stem diameter, and biomass), phytochemical screening, and the total flavonoid content. Drought stress has a significant effect on plant height, the number of branches, stem diameter and biomass. Based on the phytochemical screening, leaf extract of F. deltoidea contained alkaloids, phenolics, flavonoids, steroids, and coumarins. The highest total flavonoid content observed under 40% field capacity (430.77 μg CE mg-1

extract) and the lowest total flavonoid content observed under 100% field capacity (282.05 μg CE mg-1 extract). In general, this results showed that the drought stress motivated a significantly decreased of growth and significantly increased of total flavonoid content of leaves extract.

Keywords: cultivation, drought stress, flavonoid, tabat barito (Ficus deltoidea)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perlakuan cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan kadar flavonoid total tumbuhan tabat barito. Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman, menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 4 perlakuan kapasitas lapang air (KL) yaitu: KL 100%, KL 80%, KL 60% dan KL 40%. Setelah tanaman berumur 9 bulan dilakukan pengamatan terhadap peubah pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah cabang, diameter batang, biomassa). Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter batang dan biomassa tanaman. Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak daun tabat barito mengandung alkaloid, fenolik, flavonoid, steroid dan kumarin. Kadar total flavonoid ekstrak daun tertinggi dihasilkan pada perlakuan KL 40% sebesar 430.77 μg Catechin Equivalen (CE) mg-1 ekstrak daun dan berbeda nyata dengan perlakuan KL 100%, 80%

dan 60%. Kadar flavonoid total terendah terdapat pada perlakuan KL 100% sebesar 282.05 μg CE mg-1 ekstrak. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan

secara nyata menghambat pertumbuhan dan meningkatkan kadar total flavonoid ekstrak daun tabat barito.

Kata kunci: budidaya, cekaman kekeringan, flavonoid, tabat barito (Ficus deltoidea)

1 Laboratorium Fisiologi dan Perkembangan Tumbuhan, Departemen Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman

(2)

PENDAHULUAN

Tabat barito (Ficus deltoidea Jack) merupakan salah satu tumbuhan obat dari marga Ficus yang banyak terdapat di Kalimantan. Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan obat tradisional dan banyak diperjual-belikan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tabat barito bermanfaat untuk kesehatan wanita, sebagai antioksidan, bahan kosmetik, antipenuaan, dan anti-melanogenik (Oh et al., 2011). Penelitian tentang fitokimia dan manfaat farmakologis lainnya dari tumbuhan tabat barito telah dilakukan antara lain mempercepat penyembuhan luka (Abdulla et al., 2010), sebagai antiinflamasi (Zakaria et al., 2012), antinosiseptif (Ahmat et al., 2008), antibakteri (Suryati, 2011), antimikroba (Samah et al., 2012), antioksidan (Hakiman et al., 2012), dan antidiabetes (Adam et al., 2012). Secara tradisional tabat barito juga dimanfaatkan sebagai obat untuk penyakit kardiovaskuler dan diabetes (Hakimah dan Maziah, 2009). Adam et al. (2007) melaporkan bahwa semua organ tumbuhan tabat barito dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Karena manfaatnya yang luar biasa maka tabat barito banyak dicari orang, sehingga dikhawatirkan di masa yang akan datang akan terjadi kelangkaan dan kepunahan apabila tidak dilakukan budidaya.

Kebutuhan bahan baku tabat barito, baik untuk industri kecil maupun besar di Indonesia, khususnya di Kalimantan sangat pesat. Kondisi ini tentunya membutuhkan sumber bahan baku yang besar dan berkelanjutan. Budidaya tumbuhan ini masih belum dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam skala besar, sehingga upaya untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, pembudidayaan tumbuhan ini sangat perlu dilakukan. Upaya budidaya tumbuhan tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik.

Faktor lingkungan seperti cekaman air dapat meningkatkan metabolit sekunder pada tanaman obat. Respon tanaman terhadap cekaman air selain menurunkan pertumbuhan dan produktivitas juga dapat meningkatkan kadar K, asam amino prolin dan kandungan metabolit sekunder (Trisilawati dan Pitono, 2012). Abdelmajeed et al. (2013) melaporkan perlakuan defisit air meningkatkan kandungan

fenolik total serta aktivitas antioksidan pada biji cumin (Cuminum cyminum L). Pengaruh cekaman defisit air dalam meningkatkan aktivitas metabolisme sekunder akan meningkatkan mutu dan khasiat obat simplisia tanaman.

Penelitian Rahardjo et al. (1999) pada tumbuhan tempuyung (Sonchus arvensis), cekaman air dapat meningkatkan kadar flavonoid daun sebesar 2.11% pada kapasitas lapang 60% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (100%). Rahardjo dan Darwati (2000) juga melaporkan bahwa kadar asam asiaticosid, asetic dan madecasic daun pegagan meningkat sebesar 3.56, 1.42 dan 1.73% pada perlakuan cekaman air sebesar 53.9, 65.1 dan 68.5% kapasitas lapang secara berturut-turut. Cekaman kekeringan diketahui dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder pada beberapa tanaman. Penelitian Liu et al. (2010) pada akar tanaman obat Cina Salvia

miltiorrhiza Bunge menemukan bahwa

perlakuan cekaman defisit air pada kapasitas lapang 50 dan 40% mampu meningkatkan produksi bahan aktif tanshinon IIA sebesar 76 dan 159% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (kapasitas lapang 100%).

Informasi ilmiah tentang pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan kandungan metabolit sekunder (kadar total flavonoid) yang berkhasiat obat pada budidaya tabat barito belum tersedia, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan kadar flavonoid total tumbuhan tabat barito.

BAHAN DAN METODE Budidaya Tabat Barito

Penelitian dilakukan dirumah kaca Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman pada bulan April sampai Desember 2015. Stek bibit tanaman diperoleh dari hasil budidaya tumbuhan tabat barito koleksi Laboratorium Fisiologi Tumbuhan. Penelitian dilakukan menggunakan pot percobaan (tinggi 25 cm, diameter 30 cm) yang berisi tanah top soil.

Rancangan percobaan menggunakan

rancangan acak lengkap dengan 6 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 unit tanaman.

(3)

Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan pada perbedaan kapasitas lapang air (KL): 100, 80, 60 dan 40% pada media tanam. Untuk menentukan pemberian air pada perlakuan cekaman kekeringan, tanah dalam pot dalam keadaan kadar air tanah kering udara ditimbang untuk mengetahui berat awal kemudian diberi air sampai kapasitas lapang kemudian ditimbang lagi dan dicatat kenaikan berat sesudah diberi air (Farahani et al., 2009).

Dengan demikian dapat diketahui berapa keperluan air yang harus ditambahkan untuk mencapai kapasitas lapang 100, 80, 60 dan

40%. Perlakuan cekaman kekeringan

dilakukan pada awal penanaman bibit hingga tanaman berumur 9 bulan, dengan frekuensi penyiraman setiap 2 hari sekali dengan cara penimbangan (berdasarkan bobot air yang diuapkan).

Ekstraksi Daun Tabat Barito

Daun tabat barito yang telah dipanen (berumur 9 bulan) dikering-anginkan selama 7 hari di dalam ruangan pada suhu 20 0C,

kemudian dihaluskan menggunakan blender. Serbuk daun diekstraksi berulang-ulang dengan metanol 98% diletakkan di atas shaker selama 3 hari kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatmann no 1. Setelah disaring, pelarut diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak metanol (Norra, 2011). Ekstrak digunakan untuk uji fitokimia dan uji kadar flavonoid total.

Uji Fitokimia

Uji fitokimia yang dilakukan meliputi: (a). Uji alkaloid (Uji Dragendorff): 30 mg ekstrak kasar daun tabat barito ditambah 10 ml kloroform-amoniak, lalu dihomogenkan, kemudian disaring ke dalam tabung reaksi. Filtrat ditambah dengan beberapa tetes asam sulfat (H2SO4) 2 M dan dikocok sehingga

terbentuk 2 lapisan. Selanjutnya, lapisan asam (terdapat pada bagian atas) diambil lalu dibagi menjadi 2 bagian ke dalam masing-masing tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan warna jingga sampai merah coklat menunjukkan positif alkaloid (Robinson, 1995). (b). Uji tannin: Sebanyak 10 ml larutan ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan timbal asetat (CH3COO)2Pb 1%. Tanin dinyatakan

positif apabila terbentuk endapan kuning (Kokate, 2001). (c). Uji flavonoid: 30 mg ekstrak kasar ditambah dengan 100 ml air panas, didihkan selama kurang lebih 5 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 ml ditambah 0.05 mg serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat, kemudian dikocok. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga (Harborne, 1987). (d). Uji kumarin: sebanyak 1 ml ekstrak dicampur dengan beberapa tetes NaOH kemudian ditambahkan alkohol jika terbentuk warna kuning maka menunjukkan adanya kumarin (Senthilmurugan et al., 2013). (e). Uji karotenoid: sebanyak 1 ml ekstrak dicampur dengan 5 ml kloroform dalam tabung reaksi, kemudian dikocok lalu disaring kemudian ditambahkan asam sulfat 85%. Jika terbentuk warna biru di atas permukaan maka menunjukkan adanya karotenoid (Senthilmurugan, 2013). (f). Uji fenolik: 30 mg ekstrak kasar ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dalam air atau etanol.

Ekstrak positif mengandung fenol apabila menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam (Harborne, 1987). (g). Uji saponin/ uji Froth: 30 mg ekstrak kasar dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas kemudian didinginkan, lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Bila terdapat senyawa saponin dalam ekstrak yang diuji maka akan terbentuk buih selama kurang lebih 10 menit. Tinggi buih 1-10 cm dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2 N (Harborne, 1987). (h). Uji steroid-triterpenoid: fraksi yang larut dalam dietil eter dari uji saponin selanjutnya dipisahkan dari residunya, lalu ke dalam campuran tersebut ditambahkan CH3COOH anhidrat dan H2SO4 pekat dengan

perbandingan 20:1. Uji positif mengandung steroid apabila terbentuk warna biru atau hijau, sedangkan triterpenoid memberikan warna merah atau ungu, uji ini disebut dengan uji Libermen-Buchard (Harborne, 1987).

Uji Kandungan Total Flavonoid

Penentuan kandungan total flavonoid menggunakan Aluminium chloride colorimetric technique (ACCT) dan catehin sebagai larutan standar (Kumari dan Sharma, 2015). Ekstrak metanol daun disiapkan masing-masing 1 mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml DMSO, kemudian larutan standar catechin sebanyak 1 mg dilarutkan dalam 10 ml DMSO, larutan NaNO2 5% (5 mg dalam 100 ml akuades),

(4)

larutan NaOH 1 M (4 mg dalam 100 ml akuades), dan larutan AlCl3 10% (10 mg

dalam 100 ml metanol). Pengujian dilakukan terhadap sebanyak 0.1 ml sampel ditambahkan dengan 0.7 ml akuades, 0.1 ml NaNO2 5%, 0.1

ml AlCl3 10% dan 0.5 ml NaOH. Kemudian

diinkubasi selama 10 menit dalam ruangan gelap lalu diukur absorbansinya menggunakan UV-VIS spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. Sebelum pengujian sampel terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari larutan standar catechin. Hasil absorbansi sampel kemudian dimasukkan ke dalam rumus regresi kurva linier larutan standar catechin. Perhitungan kandungan flavonoid total menggunakan rumus sebagai berikut (Kumari dan Sharma, 2015):

Keterangan:

T = Total kadar flavonoid (µg CE mg-1 ekstrak) C = Konsentrasi asam galat (µg ml-1)

V = Volume ekstrak (ml) M = Berat ekstrak (mg)

Data hasil pengamatan pertumbuhan dan kadar flavonoid total dianalisis varian (ANOVA) menggunakan SPSS versi 22 (SPSS, Inc., USA), bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%. Data uji fitokimia disajikan berupa tabel secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tabat Barito

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter batang dan biomassa tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah dan luas daun. Hasil penelitian terhadap parameter pertumbuhan disajikan pada Tabel 1. Perlakuan 40% KL menunjukkan hasil terendah terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati. Biomassa tertinggi dihasilkan pada perlakuan 80% dan berbeda nyata dengan perlakuan 100, 60, dan 40% KL.

Perlakuan KL 40% secara nyata menurunkan tinggi tanaman 10.30%, jumlah daun 5.75%, luas daun 6.45%, jumlah cabang 14.04%, diameter batang 8.04% dan biomassa 25.10% dibandingkan dengan perlakuan KL 100%. Pada perlakuan cekaman kekeringan yang semakin tinggi (KL 40%), pertumbuhan tanaman semakin menurun. Pada kondisi ini pertumbuhan tabat barito menjadi terhambat sebagai respon terhadap cekaman lingkungan (cekaman kekeringan). Pertumbuhan yang mencakup pembesaran dan pemanjangan sel dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan termasuk ketersediaan air tanah. Secara umum perlakuan cekaman kekeringan pada kapasitas lapang yang terendah (40%) menurunkan pertumbuhan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wu et al.(2005) pada tanaman jeruk, tinggi tanaman menurun hingga 25% pada perlakuan cekaman air.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah cabang, diameter batang dan biomassa tabat barito pada perlakuan cekaman kekeringan

Peubah Pengamatan

Kapasitas Lapang (%)

100 80 60 40

Tinggi tanaman (cm) 80.01± 0.36a 77.10±0.08b 76.30±0.08b 71.77±1.03c

Jumlah daun (helai) 237.53±14.54 235.77±2.77 232.53±2.23 223.87±6.08 Luas daun (cm2) 27.09± 0.80 26.93±0.17 26.79±0.45 25.34±1.04

Jumlah cabang 34.47± 1.10a 32.79±0.95ab 31.87±0.11ab 29.63±1.84b

Diameter batang (mm) 10.69± 0.00a 10.57±0.09a 10.16±0.02ab 9.83±0.36b

Biomassa (g) 71.70± 0.01c 78.60±0.01a 76.20±0.07b 53.70±0.01d

Keterangan: Data merupakan hasil rata-rata (Mean±SE), angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%.

(5)

Safikhani et al. (2007) melaporkan bahwa tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun tanaman mint menurun pada perlakuan cekaman kekeringan pada kapasitas lapang 40%. Ketersediaan air 40% kapasitas lapang menghasilkan biomassa tabat barito terendah. Pada kapasitas lapang air 40% dapat menurunkan tekanan turgor sel, sehingga menurunkan kemampuan sel untuk memanjang dan membesar yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Pembentukan biomassa terendah dihasilkan pada perlakuan KL 40% hal ini sejalan dengan penelitian Bettaieb et al. (2009) yang melaporkan bahwa defisit air pada tumbuhan Salvia officinales dapat menurunkan berat basah dan berat kering (biomassa) tanaman secara nyata.

Pada tumbuhan, air berfungsi sebagai penyusun utama jaringan yang aktif mengadakan kegiatan fisiologis (jaringan meristem), memelihara turgiditas sel dan diperlukan untuk pembesaran dan pertumbuhan sel. Kekurangan air pada tanaman dapat menurunkan tinggi tanaman, luas daun dan biomassa. Peranan air yang sangat penting bagi tanaman baik secara langsung dan tak langsung akan mempengaruhi semua proses metabolisme dan dapat mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan (Safikhani et al., 2007).

Fitokimia dan Kadar Flavonoid Total Tabat Barito

Hasil penelitian terhadap uji fitokimia tabat barito yang dibudidayakan pada kondisi cekaman kekeringan disajikan pada Tabel 2. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak metanol daun tabat barito mengandung alkaloid,

fenolik, flavonoid, steroid dan kumarin. Terdapatnya kandungan metabolit sekunder (alkaloid, fenolik, flavonoid, steroid dan kumarin) tersebut menunjukkan bahwa tabat barito hasil budidaya di bawah pengaruh cekaman kekeringan dapat digunakan sebagai tumbuhan obat.

Pembentukan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan umumnya meningkat apabila mengalami cekaman lingkungan, serangan patogen, adanya perbedaan sifat fisik dan sifat kimia tanah. Perbedaan sifat kimia tanah dapat mempengaruhi pembentukan senyawa flavonoid pada tabat barito (Aristyanti, 2014). Senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, tannin, fenolik, flavonoid, saponin, steroid-triterpenoid yang terdapat pada tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa alkaloid dapat berfungsi sebagai antiinflamasi (Souto et al., 2011), antimikroba (Benbott et al., 2012), dan antimalaria (Dua et al., 2013). Olaleye (2007) melaporkan bahwa senyawa steroid dan triterpene dapat digunakan sebagai obat hipotensif dan cardio depressant. Flavonoid dan tannin merupakan senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan yang sangat kuat, penangkal radikal bebas, anti-patogen dan antimikroba (Ghosh et al., 2010). Senyawa karotenoid merupakan tetraterpenoid berwarna orange diproduksi oleh tanaman, berfungsi sebagai penangkal radikal bebas (antioksidan) (Eldahshan dan Singab, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tabat barito mengandung senyawa flavonoid yang tinggi. Rata-rata kadar flavonoid total tabat barito yang ditanam pada kondisi cekaman kekeringan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Hasil uji fitokimia kualitatif terhadap alkaloid, tannin, fenolik, flavonoid, steroid, kumarin, karotenoid dan saponin ekstrak daun tabat barito

Kapasitas Lapang

(%)

Alkaloid Tanin Fenolik Flavonoid Steroid Kumarin Karotenoid Saponin

100 + - + + + + - -

80 + - + + + + - -

60 + - + + + + - -

40 + - + + + + - -

(6)

Tabel 3. Rata-rata kadar flavonoid total ekstrak daun tabat barito pada perlakuan cekaman kekeringan

Kapasitas Lapang (%) Kadar Flavonoid Total (μg CE mg-1 ekstrak)

100 282.05±0.04d

80 346.15±0.05c

60 400.00±0.21b

40 430.77±0.02a

Keterangan: Data merupakan hasil rata-rata (Mean±SE), angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%.

Kadar flavonoid tertinggi terdapat pada perlakuan KL 40% berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.Pada perlakuan KL 40% kadar flavonoid meningkat sebesar 34.52% dibandingkan dengan perlakuan KL 100% (kontrol). Pada perlakuan ini, tabat barito mengalami tingkat cekaman kekeringan yang paling tinggi. Semakin tinggi tingkat cekaman kekeringan yang diberikan pada tabat barito semakin tinggi kadar flavonoid total yang dihasilkan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rahardjo et al. (1999), kadar flavonoid daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang ditanam pada kondisi defisit air (KL 60%) meningkat nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol (KL 100%). Senyawa metabolit sekunder (asiaticosid, asetic dan madecasic) daun pegagan meningkat sebesar 3.56% pada cekaman defisit air (KL 53.9%).

Liu et al. (2010) mendapatkan bahwa produksi bahan aktif tanshinon IIA pada akar tanaman obat Cina Salvia miltiorrhiza Bunge meningkat 76 dan 159% pada cekaman defisit air 50 dan 40% KL. Salah satu bentuk pertahanan tumbuhan dalam mekanisme adaptasi terhadap cekaman kekeringan adalah dengan meningkatnya pembentukan senyawa metabolit sekunder diantaranya kandungan phenolik dan flavonoid (Garibi et al., 2015). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa kadar flavonoid pada daun tabat barito mengalami peningkatan pada cekaman kekeringan yang dialami selama poses pertumbuhan.

Pada beberapa tumbuhan, flavonoid berfungsi sebagai pigmen bunga, berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga, sedangkan flavonoid yang tanpa warna, yaitu flavonoid yang dapat menyerap sinar UV diindikasikan berfungsi sebagai pengarah serangga untuk menuju area penyerbukan pada tumbuhan. Fungsi lain yang memungkinkan dari flavonoid pada tumbuhan adalah pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, antimikroba dan antivirus. Selain itu, beberapa jenis flavonoid

merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat jamur yang akan menyerangnya. Penelitian Manurung et al. (2017) menunjukkan bahwa ekstrak daun tabat barito kandungan flavonoid dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Senyawa flavonoid pada tumbuhan Biophytum sensitivum Linn (Kalita et al., 2013), Bunium persicum (Saeidnejad et al., 2013) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi.

KESIMPULAN

Perlakuan cekaman kekeringan pada kapasitas lapang 40% secara nyata menurunkan pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter batang dan biomassa) tabat barito dibandingkan dengan perlakuan kapasitas lapang 100%. Perlakuan cekaman kekeringan dapat meningkatkan kadar total flavonoid daun tabat barito. Kadar total flavonoid tertinggi terdapat pada perlakuan KL 40% = 430.77 μg CE mg-1 ekstrak, berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya, dan terendah terdapat pada perlakuan KL 100% = 282.05 μg CE mg-1

ekstrak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelmajeed, N.A., E.N. Danial, H.S. Aya. 2013. The effect of environmental stress on qualitative and quantitative essential oil of aromatic and medicinal plants. Archives Des Sciences. 66(4): 100-120. Abdulla, M.A., K.A.A. Ahmed, F.M.A.

Luhooom, M. Muhanid. 2010. Role of

Ficus deltoidea extract in the

enhancement of wound healing in experimental rats. Biomedical Research. 21(3): 241-245.

(7)

Adam, Z., S. Khamis, A. Ismail, M. Hamid. 2012. Ficus deltoidea: A Potential alternative medicine for diabetes melitus. Hindawi Publishing Corporation. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2012: 1-12. Adam, Z., M. Hamid, A. Ismail, S. Khamis.

2007. Effect of Ficus deltoidea aqueous extract on blood glucose level in normal and mild diabetic rats. J. Sains Kesihatan Malaysia. 5(2): 9-16.

Ahmat, N., S. Basilon, Z.A. Zakaria, W.Z.W.M. Zain. 2008. Antinociceptive activity of leaves of Ficus deltoidea aqueous extract. Dalam Safri, I. dan Haryono eds. Proceedings The International Seminar on Chemistry. h: 247-251. Jatinangor.

Aristyanti, D. 2014. Pengaruh kadar kimia tanah terhadap kandungan flavonoid daun tabat barito (Ficus deltoidea Jack.). Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Benbott, A., A. Yahyia, A. Belaidi. 2012. Assessment of the antibacterial activity of crude alkaloids extracted from seeds and roots of the plant Peganum harmala L. J. Nat. Product and Plant Resources. 2(5): 568-573.

Bettaieb, I., N. Zaklahama, W.A. Annes, M.E. Kchouk, B. Marzouk. 2009. Water deficit effects on Salvia officinalis fatty acids and essential oils composition. Sci. Hortic-Amsterdam. 120(2): 271-275.

Dua, V.K., V. Gaurav, S. Bikram, R. Aswathy, B. Upma, D.A. Dau, N.C. Gupta, K. Sandeep, R. Ayushi. 2013. Anti-malarial property of steroidal alkaloid conessine isolated from the bark of Holarrhena antidysenterica. Malaria J. 12: 1-6.

Eldahshan, O.A., A.N.B. Singab. 2013. Carotenoids. J. Pharmacog. Phytochem. 2(1): 225-234.

Farahani, H.A., S.A. Valadabadi, J. Daneshian, M.A. Khalvati. 2009. Evaluation changing of essential oil of balm (Melissa officinalis L.) under water deficit stress conditions. J. Med. Plants Res. 3(5): 329-333. Garibi, S., B.E.S. Tabatabaie, G. Saeidi, S.A.H.

Goli. 2015. Effects on drought stress on total phenolic, lipid peroxidation, and antioxidant activity of Achillea species. Appl. Biochem. Biotechnol.

Ghosh, P., A. Mandal, P. Chakraborty, M.G. Rasul, M. Chakraborty, A. Saha. 2010. Triterpenoids from Psidium guajava with biocidal activity. Indian J. Pharm. Sci. 72(4): 504-507.

Hakiman, M., M. Maziah. 2009. Non enzymatic and enzymatic antioxidant activities in aqueous extract of different Ficus deltoidea accessions. J. Med. Plant Res. 3(3): 120-131.

Hakiman, M., M.A. Syed, A. Syahida, M. Maziah. 2012. Total antioxidant, polyphenol, phenolic acid, and flavanoid content in Ficus deltoidea varieties. J. Med. Plant Res. 6(33): 4776-4784. Harborne, J.B. 1987. Phytochemical Method. Ed.

II. (Terjemahan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soedino). ITB. Bandung. Kalita, P., B.K. Tapan, P.K. Tapas, K. Ramen.

2013. Estimation of total flavonoids content (TFC) and antioxidant activities of methanolic whole plant extract of Biophytium sensitivum Linn. J. of Drug Delivery & Therapeutics. 3(4): 33-37. Kokate, C.K. 2001. Pharmacognosy. 16thEdn.

Nirali Prakashan, Mumbai, India. Kumari, A., R.A. Sharma. 2015. Estimation of

total phenol, flavonoid contents and DPPH free radical scavenging activity of Oxalis corniculata Linn. Int. J. of Biol. & Pharm. Res. 6(3): 178-181.

(8)

Liu, H., X. Wang, D. Wang, Z. Zou, Z. Liang. 2010. Effect of defisit water on growth and accumulation of active constituents in Salviamiltiorrhiza Bung. Industrial Crops and Products. 33: 84-88.

Manurung, H., W. Kustiawan, I.W. Kusuma, Marjenah. 2017. Total flavonoid content and antioxidant activity in leaves and stems extract of cultivated and wild tabat barito (Ficus deltoidea Jack). AIP Conference Proceedings. 1813 ed. RA Nugroho (American Institute of Physics) pp 020007 1-6 http://dx.doi.org/10.1063/1.4975945. Norra, I. 2011. Free radical scavenging

activity and phenolic content of Ficus deltoidea accessions MFD4 and MFD6 leaves. J. Trop. Agric. and Food Sci. 39(1): 1-8.

Oh, J.M., M.A. Hamid, S. Ngadiran, Y.K. Seo, M.R. Sarmidi, C.S. Park. 2011. Ficus deltoidea (mas cotek) extract exerted anti-melanogenic activity by preventing tyrosinease activity in vitro and by supressing tyrosinase gene expression in B16F1 melanoma cells. Archives of Dermatological Res. 303: 161-170. Olaleye, M.T. 2007. Cytotoxicity and antibacterial

activity of methanolic extract of Hibiscus sabdariffa. J. Med. Plants Res. 1(1): 9-13. Rahardjo, M., I. Darwati. 2000. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan mutu simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). J. Littri. 6: 73-79.

Rahardjo, M., S.M.D. Rosita, F. Ratna, Sudiarto. 1999. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan mutu simplisia pegagan (Centella asiatica L.). J. Litri. 5: 92-97. Robinson, T. 1995. Kandungan organik tumbuhan

tinggi. ITB. Bandung.

Saeidnejad, A.H., M. Kafi, H.R. Khazaei, M. Pessarakli. 2013. Effects of drought stress on quantitative and qualitative yield and antioxidative activity of Bunium persicum. Turk. J. Bot. 37: 930-939.

Samah, O.A., N.T.A. Zaidi, A.B. Sule. 2012. Antimicrobial activity of Ficus deltoidea Jack (mas cotek). Pak. J. Pharm. Sci. 25(3): 675-678.

Safikhani F, S.H. Heydari, A. Syadat, A.A. Sharifi, M. Syednedjad, B. Abbaszadeh. 2007. The effect of drought stress on percentage and yield of essential oil and physiological characteristics of Deracocephalum moldavica L.. Iranian J. Med. Aromatic Plants. 23: 86-99. Senthilmurugan, V.G., R. Sekar, K. Suresh, S.

Balamurugan. 2013. Phytochemical screening, enzyme and antibacterial activity analysis of endophytic fungi Botrytis sp. isolated from Ficus benghalensis L. Int. J. Pharm. Res. and Bio-Science. 2(4): 264-273.

Souto, A.L., J.F. Tavares, M.S. Da Silva, M.F.F. De Diniz, P.F. De Athayde-Filho, J.M. Barbosa-Filho. 2011. Anti-inflammatory activity of alkaloids: An update from 2000 to 2010. Molecules. 16(10): 8515-8534.

Suryati, S., H. Nurdin, D. Dachriyanus, M.H. Lajis. 2011. Structure elucidation of antibacterial compound from Ficusdeltoidea Jack leaves. Indonesian J. Chem. 11(1): 67-70.

Trisilawati, O., J. Pitono. 2012. Pengaruh cekaman defisit air terhadap pembentukan bahan aktif pada purwoceng. Buletin Littro. 23(1): 34-47.

Zakaria, Z.A., M.K. Husein, A.S. Muhamad, F.C. Abdullah, M.R. Sulaiman. 2012. Anti-inflamatory activity of the aqueous extract of Ficus deltoidea. Biol. Res. for Nursing. 14(1): 90-97.

Wu, Q.S., R.X. Xia. 2005. Arbuscular mycorrhizal fungi influence growth, osmotic adjustment and photosynthesis of citrusunder well-watered and water stress conditions. J. Plant Physiol. 163: 417-425.

Gambar

Tabel  1.  Rata-rata  tinggi  tanaman,  jumlah  daun,  luas  daun,  jumlah  cabang,  diameter  batang  dan  biomassa tabat barito pada perlakuan cekaman kekeringan
Tabel 2.  Hasil uji fitokimia kualitatif terhadap alkaloid, tannin, fenolik, flavonoid, steroid, kumarin,  karotenoid dan saponin ekstrak daun tabat barito
Tabel  3.  Rata-rata  kadar  flavonoid  total  ekstrak  daun  tabat  barito  pada  perlakuan  cekaman  kekeringan

Referensi

Dokumen terkait

From 1969-1971, during the planning stages of the Network Information Center, Engelbart and his staff created several enhancements to NLS to provide these on-line services.. In

20 Ketanggapan ( responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak.. membantu tamu dan memberikan pelayanan yang tepat waktu. Ketanggapan mampu

Pada penelitian ini, objek yang dijadikan responden adalah konsumen pernak-pernik Purezento di Kota Bandung, maka hal-hal yang dianalisis adalah hubungan

Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan

Dalam penarikan kesimpulan, penulis mengkaji semua data yang dikembangkan menjadi informasi penting dari sekolah, yang terkait dengan implementasi program

Terimakasih untuk kerjasama yang luar biasa sehingga dapat menyelesaikan Program Magang 14. Saya berharap semoga apa yang dilakukan dan disampaikan, dapat

Selain evaluasi sikap perilaku yang dilakukan oleh Tim Penilai, dilaksanakan pula 2 (dua) kali penilaian antar Peserta. Penilaian ini dapat dilaksanakan dengan

(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana