• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kelembagaan Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi Banjir di Kota Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Kelembagaan Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi Banjir di Kota Medan Chapter III VI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan sejak bulan Januari 2013. Penelitian dilakukan pada masyarakat yang daerahnya rawan banjir. Penelitian ini menggunakan pendekatan survey, dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan sifat penelitian ini adalah research and development (penelitian dan pengembangan). Penelitian ini dilakukan untuk mencari kejelasan bentuk dan bagaimana kepedulian masyarakat dalam mitigasi banjir di Kota Medan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data primer, sesuai variabel penelitian yang telah ditetapkan. Data primer menggunakan angket yang diberikan kepada responden yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Hasil angket dijadikan sebagai dasar penentuan model PK-CUE dalam mitigasi banjir di Kota Medan.

3. 3 Populasi dan Sampel

Penelitian ini yang dijadikan objek penelitan adalah kepala rumah tangga yang ada di Kota Medan. Model penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut :

(2)

2. Kepala keluarga yang memiliki kepedulian dalam mitigasi banjir di setiap kelurahan.

Berikut daftar kepala keluarga berdasarkan kecamatan di Kota Medan : Tabel 3.1 Kriteria Penarikan Sampel

NO KECAMATAN LUAS AREA DENGAN RESIKO BANJIR (M2)

Jlh

RENDAH SEDANG TINGGI EKSTRIM TOTAL KK (000)

1 Medan Maimun 0 0 3.873.825 235.354 4.109.179 21.981 2 Medan Area 0 0 6.942.578 659.877 7.602455 38.893 3 Medan Helvetia 62.951 510.419 15.568.135 1.659.837 17.801.342 47.733 4 Medan Polonia 0 0 10.236.225 2.039.094 12.275.319 20.643 5 Medan Kota 0 0 5.970.214 1.463.653 7.433.867 32.564 6 Medan Denai 130.287 293.489 9.981.519 2.104.887 12. 510.182 51.234 7 Medan Timur 2.170 2.299 9.629.464 2.769.476 12.403.409 38.412 8 Medan Tembung 113.956 548.692 8.726.506 1.936.264 11.325.418 48.538 9 Medan Baru 0 0 5.944.340 1.917.759 7.862.099 17.972 10 Medan Perjuangan 0 0 5.030.402 1.812.215 6.842.617 41.382 11 Medan Selayang 22.163 1.650.278 14.440.421 3.671.099 19.783.961 33.141 12 Medan Johor 69.743 4.789.228 16.690.325 2.014.731 23.564.027 41.342 13 Medan Barat 4.461 1.587 6.448.915 3.082.491 9.537.454 27.8 14 Medan Tuntungan 325.124 8.611.309 25.988.738 4.720.428 39.645.599 26.52 15 Medan Amplas 181.547 4.276.987 9.716.519 1.074.743 15.249.796 38.904 16 Medan Petisah 0 0 4.505.224 3.256.126 7.761.350 26.383 17 Medan Sunggal 49.036 88.664 11.795.312 9.280.100 21.213.112 40.82 18 Medan Deli 141.713 251.134 11.685.885 17.873.768 29,952.500 47.749 19 Medan Marelan 247.021 1.406.042 6.622.561 23.037.346 31.312.970 36.65 20 Medan Labuhan 260.879 874.206 4.342.600 15.271.780 20.749.465 33.747 21 Medan Belawan 167,599 64.983 3.692.145 21.624.524 25.549.251 31.184

(3)

Tabel 3.2 Kriteria Penarikan Sampel (Lanjutan)

NO KECAMATAN LUAS AREA DENGAN RESIKO BANJIR (M2) Jlh

RENDAH SEDANG TINGGI EKSTRIM TOTAL KK (000)

1 Medan Maimun 0 0 3.873.825 235.354 4.109.179 21.981

2 Medan Area 0 0 6.942.578 659.877 7.602.455 38.893

3 Medan Polonia 0 0 10.236.225 2.039.094 12.275.319 20.643

4 Medan Kota 0 0 5.970.214 1.463.653 7.433.867 32.564

5 Medan Baru 0 0 5.944.340 1.917.759 7.862.099 17.972

6 Medan Perjuangan 0 0 5.030.402 1.812.215 6.842.617 41.382 7 Medan Petisah 0 0 4.505.224 3.256.126 7.761.350 26.383

Jumlah 199.818

Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 199.818. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini sesuai dengan Isaac dan Michael (Sugiyono, 2008), dimana jika jumlah populasi terdekat sebanyak 200.000 maka jumlah sampel untuk kesalahan 1% sebanyak 662 responden, untuk kesalahan 5% sebanyak 347 responden, untuk kesalahan 10% sebanyak 270 responden. Berdasarkan pendapat tersebut maka penulis mengambil sampel sebanyak 347 responden dengan tingkat kepercayaan 95% dan kesalahan 5%.

3. 4 Uji Validitas dan Realibilitas

Sebelum kuesioner digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk melihat karakteristik kuesioner tersebut. Adapun karakteristik kuesioner tersebut berupa hasil uji coba kuesioner yang bertujuan untuk melihat kualitas kuesioner antara lain :

1. Uji Validitas

Untuk menghitung validitas kuesioner digunakan rumus Product Moment

(4)

rxy =

0,05), maka disimpulkan bahwa butir item disusun sudah valid.

Pengujian validitas tiap butir pertanyaan digunakan analisis atas pertanyaan, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Syarat minimum untuk memenuhi syarat apakah setiap pertanyaan valid atau tidak, dengan membandingkan dengan r-tabel pada n=347 = 0,110 (alpa 5%). Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,100 maka butir dalam dalam pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid. Sebaliknya jika rxy lebih

besar dari r-tabel dinyatakan valid. Hasil analisis item dari SPSS (lampiran III)

(5)

Tabel 3.3 Hasil Analisis Item Pertanyaan Variabel X1 (Partisipasi masyarakat)

(6)

Dari Tabel 3.3 diketahui, diketahui nilai validitas pertanyaan untuk partisipasi masyarakat seluruhnya sudah valid karena nilai validitas seluruhnya lebih besar dari 0,110, dan bisa digunakan dalam perhitungan selanjutnya karena seluruhnya dinyatakan valid.

Dari Tabel 3.4 nilai validitas pertanyaan untuk Koordinasi kelembagaan seluruhnya sudah valid karena nilai validitas seluruhnya lebih besar dari 0,110, dan bisa digunakan dalam perhitungan selanjutnya karena seluruhnya dinyatakan valid.

Tabel 3.5 Hasil Analisis Item Pertanyaan Variabel X3 (Pengurangan

Dampak Banjir) Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

RB Kerentanan 1 35.1556 9.531 .623 .941

RB Kerentanan 2 35.1643 8.993 .865 .934

RB Kerentanan 3 35.1787 9.159 .697 .939

RB Kerentanan 4 35.2046 9.024 .631 .941

RB Kerentanan 5 35.2017 8.595 .763 .937

RB Erosi 1 35.1787 9.280 .604 .941

RB Erosi 2 35.1614 8.939 .847 .935

RB Erosi 3 35.1931 8.931 .708 .939

RB Erosi 4 35.1700 9.367 .606 .941

RB Erosi 5 35.1556 9.305 .708 .939

RB Kerusakan Lahan 1 35.1758 8.978 .762 .937

RB Kerusakan Lahan 2 35.2133 8.544 .793 .936

RB Kerusakan Lahan 3 35.1960 8.464 .879 .933

Sumber : Hasil Perhitungan SPSS (Lampiran VII)

(7)

Tabel 3.6 Hasil Analisis Item Pertanyaan Variabel X4 (Penggunaan lahan)

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

PL Ruang Terbuka 1 55.7579 19.323 .755 .957

PL Ruang Terbuka 2 55.7608 19.194 .810 .956

PL Ruang Terbuka 3 55.7233 19.819 .761 .957

PL Ruang Terbuka 4 55.7406 19.771 .735 .958

PL Ruang Terbuka 5 55.7695 19.415 .730 .958

PL Jalan 1 55.7464 20.011 .585 .960

PL Jalan 2 55.7291 20.181 .670 .958

PL Jalan 3 55.7176 20.065 .748 .958

PL Jalan 4 55.7205 19.953 .748 .957

PL Jalan 5 55.7291 19.874 .714 .958

PL Pemukiman 1 55.7291 20.331 .578 .959

PL Pemukiman 2 55.7464 19.334 .882 .956

PL Pemukiman 3 55.7637 19.799 .670 .958

PL Pemukiman 4 55.7435 19.278 .861 .956

PL Pemukiman 5 55.7752 19.117 .796 .957

PL Industri/Bisnis 1 55.7637 19.308 .763 .957

PL Industri/Bisnis 2 55.7147 20.262 .673 .958

PL Industri/Bisnis 3 55.7118 20.206 .716 .958

PL Industri/Bisnis 4 55.7579 19.282 .750 .957

PL Industri/Bisnis 5 55.7118 20.396 .568 .960

Sumber : Hasil Perhitungan SPSS (Lampiran IX)

(8)

Tabel 3.7 Hasil Analisis Item Pertanyaan Variabel Y (Mitigasi Banjir)

MB Kesiapsiagaan Banjir 1 40.7695 23.455 .804 .985

MB Kesiapsiagaan Banjir 2 40.7666 22.798 .950 .983

MB Kesiapsiagaan Banjir 3 40.8012 22.720 .866 .984

MB Kesiapsiagaan Banjir 4 40.7925 22.795 .865 .984

MB Kesiapsiagaan Banjir 5 40.7781 22.734 .899 .983

MB Penanggulangan Banjir 1 40.7608 22.980 .913 .983

MB Penanggulangan Banjir 2 40.7608 23.448 .832 .984

MB Penanggulangan Banjir 3 40.7435 23.509 .902 .983

MB Penanggulangan Banjir 4 40.7522 23.135 .916 .983

MB Penanggulangan Banjir 5 40.7608 23.252 .895 .983

MB Pemulihan Banjir 1 40.7723 22.714 .919 .983

MB Pemulihan Banjir 2 40.7637 22.782 .943 .983

MB Pemulihan Banjir 3 40.7723 22.812 .909 .983

MB Pemulihan Banjir 4 40.7896 22.664 .891 .983

MB Pemulihan Banjir 5 40.7781 22.740 .915 .983

Sumber : Hasil Perhitungan SPSS (Lampiran XI)

Dari Tabel 3.7 nilai validitas pertanyaan untuk Penggunaan lahan seluruhnya sudah valid karena nilai validitas seluruhnya lebih besar dari 0,110 dan bisa digunakan dalam perhitungan selanjutnya karena seluruhnya dinyatakan valid. 2. Reliabilitas

Reliabilitas kuesioner dicari dengan menggunakan rumus Cronbach’s.

 = . N . N – 1

Dimana :

(9)

Uji ini bertujuan untuk menguji kehandalan atau kepercayaan mengungkapan data, pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil yang dipercaya. Dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alfa > 0,60 (Ghozali, 2005).

Suatu instrumen dapat dikatakan handal bila memiliki koordinasi kelembagaan atau alpha sebesar 0,6 atau lebih.

Tabel 3.8 Reliabilitas Instrumen

Instrumen Nilai Cronbach Alpha

Partisipasi masyarakat 0.987

Koordinasi kelembagaan 0. 942 Pengurangan dampak banjir 0. 926

Penggunaan lahan 0. 945

Mitigasi Banjir 0.985

Sumber : Hasil Perhitungan SPSS (Lampiran III)

Berdasarkan Tabel-3.8 nilai Cronbach Alpha untuk seluruh variabel melebihi angka 0,6 sehingga variabel dikatakan sudah handal.

3. 5 Model Analisis Data 3.5.1 Analisis data Hipotesis 1

Untuk menganalisis hipotesis 1 (pertama) tentang partisipasi masyarakat, koordinasi kelembagaan, pengurangan dampak banjir dan penggunaan lahan berpengaruh

secara signifikan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan, digunakan analisa kuantitatif

(10)

3.5.1.1 Ordinary Least Square (OLS)

Ordinary least square (OLS) merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dan fungsi regresi sampel. Kriteria OLS adalah “line best fit” atau jumlah kuadrat dari deviasi antara titik-titik observasi dengan garis regresi adalah minimum. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan bantuan SPSS versi 19.0. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda. Persamaan regresinya adalah :

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4X4 + e

Keterangan :

Y = Mitigasi Banjir bo = konstanta X1 = Partisipasi masyarakat b1- 4= koefisien regressi

X2 = Koordinasi kelembagaan X3 = Pengurangan dampak banjir X4 = Penggunaan lahan

e = error term

(11)
(12)

3.5.1.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi :

1) Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri dan ke kanan (Ghozali, 2005).

Untuk menguji normalitas digunakan 2 metode pengujian yaitu Normal p_plot dan diagram histogram. Jika data ternyata tidak berdistribusi normal, analisis non parametrik termasuk model-model regresi dapat digunakan. Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Data dalam keadaan normal apabila distribusi data menyebar disekitar garis diagonal. Kenormalan data juga dapat dilihat dengan melihat diagram histogram dimana keputusan/pengambilan kesimpulan yaitu jika grafik histogram tidak condong ke kiri dan ke kanan maka data penelitian berdistribusi normal dan sebaliknya.

2) Uji Multikolinearitas

(13)

multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik harus tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Uji multikolinearitas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan :

1. Melihat angka Collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai Variance inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10, maka variabel bebas yang ada memiliki masalah multikolinearitas.

2. Melihat nilai tolerance pada output penilaian multikolinearitas yang tidak menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas (Ghozali, 2005).

3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varian yang berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah sebagai berikut :

a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0. b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.

(14)

3.5.2 Pengujian Hipotesis 2

Untuk menguji hipotesis 2 (kedua) yang menyatakan Model PK-CUE dalam kelembagaan partisipasi masyarakat mendukung dalam memitigasi banjir di Kota Medan,

digunakan model secara parsial dengan uji t dan secara simultan dengan uji F dan didukung dengan determinasi.

3.5.2.1. Uji t

Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t, yaitu menguji pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut :

Ho : b1 = 0 , H1 : b1 ≠ 0 ,

Kriteria pengujian adalah :

P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak P Value (sig)> 0,05 = H0 diterima

3.5.2.2. Uji F

Uji F menguji pengaruh simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut:

Ho : b1 = 0, H1 : b1 ≠ 0 ,

Kriteria pengujian adalah :

(15)

3.5.2.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauhkemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik (Ghozali, 2005).

3.5.3 Analisis Data Deskriptif

Untuk mendukung analisis permasalahan kedua digunakan analisa deskriptif. Dalam konteks terapan, penelitian ini lebih berupaya mengemukakan dan memberikan penjelasan (deskripsi) mengenai fenomena yang terkait dengan bagaimana model koordinasi kelembagaan partisipasi masyarakat yang efektif terhadap kebencanaan banjir, yang dalam penelitian ini dinamakan model PK-CUE. Proses pelaksanaannya banyak memakai teknik analisis deskriptif kualitatif. Berikut uraian analisis yang digunakan:

(16)

2. Metode analisis bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan prasarana pengendalian banjir. Pada tahap ini akan dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif.

3. Metode analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan prasarana pengendalian banjir. Pada tahap ini akan dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif. Berdasarkan data dari masyarakat, maka dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi, dapat diketahui persentase bentuk partisipasi masyarakat.

(17)

Input Proses Output

(18)

Tabel 3.9 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Indikator Skala

1 Partisipasi masyarakat

Menurut Cohen dan Uphoff (1977), pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.

Menurut Talizuduhu (1990). Turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan kepada proses pembuatan keputusan mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang bersangkutan melaksanakan

tanggung jawab

Menurut Khadiyanto (2007). Partisipasi masyarakat adalah

keikutsertaan/pelibatan masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijakan hingga pelaksanaan program

Perencanaan.

- Keikut sertaan dalam rapat-rapat.

- Keikutsertaan dalam menentukan keputusan

Pelaksanaan.

- Keikut sertaan dalam sumbangan pemikiran.

- Keterlibatan dalam materi/investasi.

- Keikut sertaan dalam pelaksanaan kegiatan.

Pengawasan.

- Keikutsertaan dalam pemberikan umpan balik/masukan masukan untuk perbaikan kegiatan selanjutnya

- Keikut sertaan dalam mengevaluasi hasil pelaksanaan partisipasi

Penyatuan persepsi, keinginan dan kegiatan dalam mencapai tujuan bersama yaitu pencegahan banjir.Yohohusodo, 1991.

Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen diantara aparat agar termotivasi dengan kuat pada program yang diimplementasikan. Keterlibatan publik dalam desain dan implementasi program B. Guy Peter dan Krina, (2003)

- Membentuk tim kerja gotong royong

- Menjalin hubungan dengan pemerintah mencakup :- Peran dalam membina swadaya melalui, penyuluhan, penyebaran informasi dan pemberian perintisan, Peran dalam memberikan bantuan material, Peran dalam memberikan dana

- Menyatukan organisasi kemasyarakatan

- Pengelolaan sampah

- Ordinal - Ordinal - Ordinal - Ordinal

3 Mitigasi banjir Mitigasi (mitigation) adalah upaya sistematik untuk menurunkan resiko bencana baik secara struktural melalui pembangunan sarana dan prasarana fisik maupun non strukutral melalui peraturan perundangan kelembagaan maupun pelatihan (Bastian, 2008).

- Kesiap siagaan sebelum terjadi banjir (upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian, langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan berarti mencegah dan mengurangi bencana, mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak yang terjadi akibat bencana dan memastikan semua orang siap siaga jika bencana terjadi). Dengan kegiatan mencakup: Pemberian peringatan dini pada komunitas sekitar, Penanganan evakuasi korban banjir, Pencarian dan penyelamatan korban bajir, Pertolongan pertama pada korban

(19)

banjir, Penyiapan dapur umum.

- Penanggulangan pada saat banjir terjadi ( apa yang dilakukan saat dan setelah bencana terjadi untuk menyelamatkan korban jiwa, mengurangi dampak penderitaan dan berhadapan dengan dampak langsung dengan bencana). Kegiatan tersebut mencakup: Penyiapan tenda darurat untuk penanganan korban banjir, Kewaspadaan pada area banjir, Pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran berbagai bantuan, Pelaporan kejadian banjir kepada pihak berwenang.

- Pemulihan setelah banjir (upaya mengembalikan situasi seperti semula atau mungkin menjadi lebih baik sebelum bencana terjadi dengan cara membangun kembali masyarakat melalui cara yang sesuai dan memperkirakan resiko bencana di masa mendatang). Kegiatan pemulihan diantaranya adalah : Pencatatan berapa jumlah korban dan kerugian akibat banjir, Penguburan korban, pemberian trauma healing kepada komunitas, Perbaikan infrastruktur, pengobatan korban banjir di area rumah pertolongan, Pelaporan penanganan banjir ke pihak berwenang daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat, disisi lain banjir adalah suatu peristiwa meluapnya air dari sungai atau saluran drainase karena tidak mampu menampung seharusnya pola tata guna lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah yang akan digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan, misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai kebutuhan umum.

Tataguna lahan sangat terkait dengan khususnya pada lahan yang berfungsi sebagai penyangga air

- Penggunaan Ruang terbuka

(20)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis baik secara regional maupun nasional. Sampai saat ini luas wilayah 265,10 km2(Tabel 4.1) atau 3,6 persen dari total luas wilayah di Provinsi Sumatera

Utara (suatu luasan yang termasuk kecil sebagai Ibukota Provinsi). Secara administratif, di Sebelah Utara Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka, dan di Sebelah Timur, Barat, dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan 2010-2015

Kecamatan Luas

Jumlah/Total 265,10 100,00

(21)

Secara astronomis, Kota Medan berada pada koordinat 2o.27’ – 2o.47’ Lintang Utara dan 98o.35’ – 98o44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 - 50 meter di atas permukaan laut (dpl) dan kemiringan tanah 0 – 3%. Sebagian Wilayah Kota Medan pada 2,5 – 5,0 meter berada pada tanah rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon. Sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan baru di Indonesia, Kota Medan memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/internasional di Kawasan Barat Indonesia, karena didukung oleh dengan adanya ketersediaan Bandar udara yang baru di Kuala Namu dan Pelabuhan Laut Belawan serta infrastruktur dan utilitas kota lainnya.

Saat ini Pemerintahan Kota Medan terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 kelurahan dan sebanyak 2.001 lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan termasuk kota yang relatif kecil dibanding kota lainnya (urutan ke 25 dari kota – kota besar di Indonesia), namun secara ekonomi posisi regional Kota Medan menjadi kota yang sangat penting. Hal tersebut karena Kota Medan berada dalam wilayah hinterland dengan basis ekonomi sumberdaya alam yang relatif besar dan beragam, serta dukungan kepelabuhan yang ada.

(22)

terpadunya penataan ruang, baik di bagian utara maupun di bagian selatan, yang menimbulkan adanya wacana/keinginan masyarakat untuk membagi Kota Medan menjadi dua yaitu pada bagian utara Kota Medan dengan Kecamatan yang diharapkan bergabung adalah Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Marelan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Deli, tentunya hal ini perlu dikaji lebih jauh agar tidak menimbulkan masalah baru.

Kota Medan memiliki kondisi klimatologi yang menunjukkan bahwa suhu minimum rata-rata 23,0oC – 24,1oC dan suhu maksimum rata-rata 30,6oC – 33,1oC. Adapun kelembaban udara Kota Medan rata-rata mencapai 78 – 82% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/detik dengan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Pada tahun 2009 curahhujan di Kota Medan rata-rata perbulan 19 hari, dengan rata-rata curah hujan per bulannya berkisar antara 211,67 mm – 230,3 mm (BMKG Wil.I Medan,2015). Kota Medan mempunyai kecenderungan utama yang harus diantisipasi dari sisi iklim daerah yaitu adanya potensi bencana alam seperti suhu udara yang cenderung terus meningkat, angin kencang, dan potensi banjir akibat curah hujan yang terus meningkat ataupun banjir kiriman dari daerah hulu.

(23)

cenderung semakin terbatas akibat pendangkalan dan degradasi lingkungan. Sehingga Kota Medan menjadi rawan akan banjir kiriman dari daerah hulunya seperti Deli Serdang dan Kabupaten Karo.

(24)

Potensi pengembangan wilayah Kota Medan yang utama sesuai dengan RT/RW Nasional, RT/RW Provinsi Sumatera Utara, RT/RW Mebidangro dan RT/RW Kota Medan adalah : (1) sebagai pusat kegiatan nasional, (2) sebagai kawasan strategis nasional, (3) sebagai ibukota propinsi Sumatera Utara, (4) sebagai pusat jasa, perdagangan, industri, pariwisata, pendidikan dan kesehatan, dan (5) sebagai dinamisator serta lokomotif bagi pertumbuhan wilayah hinterlandnya sehingga direncanakan menjadi salah satu Kota Metropolitan baru di Indonesia selain Jakarta dan Surabaya.

4.2 Demografis Kota Medan

Faktor yang mempengaruhi perubahan jumlah penduduk Kota Medan adalah tingkat kelahiran, kematian dan arus urbanisasi dari daerah lainnya. Sesuai data BPS tahun 2015. Berikut adalah perkembangan jumlah penduduk Kota Medan selama tahun 2010-2015.

Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2010 – 2015

2109610 2117957

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(25)

Kepadatan penduduk Kota Medan relatif tinggi dengan rata-rata kepadatan pendudukKota Medan adalah 7.989 jiwa/km2. Sepanjang tahun 2010-2015 perubahan jumlah penduduk Kota Medan berdampak pada perubahan kepadatan penduduk disebabkan luas wilayah sebesar 265,10 km2. Kepadatan penduduk Kota Medan

mengalami penurunan 0,54 persen di tahun 2010. Selanjutnya, terjadi kenaikan sebesar 0,40 persen menjadi 7.989 jiwa/km2 di tahun 2011, atau turun sebesar 0,14

persen dari tahun 2015sebanyak 2.465.469 jiwa.

Tabel 4.2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015

Kecamatan Pria

Kota Medan 1.167.102 1.298.367 2.465.469

(26)

Kepadatan penduduk seperti ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Kota Medan di masa depan, hal ini berpotensi terjadinya ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada. Kepadatan penduduk tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi jika tidak segera diatasi dengan baik.

Laju pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh beberapa sebab, sehingga pertumbuhan bisa dikendalikan.Pengendalian tersebut terjadi karena adanya pelaksanaan pengendalian penduduk melalui program keluarga berencana yang akhir - akhir ini terasa kurang sosialisasinya, pemahaman masyarakat tentang pentingnya norma keluarga kecil sejahtera dan perubahan cara pandang penduduk Kota Medan yang cenderung memilih untuk memiliki anak yang semakin berkualitas bukan kuantitasnya.

Tabel 4.3 Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2010 – 2015

Tahun Jumlah

Penduduk (jiwa)

Laju Pertumbuhan Penduduk (%)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa/Km2)

2010 2.097.610 1,11 265,10 7.912

2011 2.117.957 0,97 265,10 7.989

2012 2.182.804 0,82 265,10 8.007

2013 2.233.210 0,97 265,10 8.009

2014 2.397.183 0,98 265,10 8.012

2015 2.465.469 0,99 265,10 8.013

Sumber: LPPD Kota Medan Tahun 2015

(27)

tahun. Selama tahun 2010 - 2015, jumlah penduduk kelompok umur 0 - 14 tahun berada dalam kisaran 561.813 - 578.414 jiwa, jumlah penduduk kelompok umur 15 - 64 tahun berada dalam kisaran 1.449.193 - 1.475.058 jiwa, dan jumlah penduduk kelompok umur 65 tahun ke atas berada dalam kisaran 74.288 - 84.182 jiwa (Sumber : BPS, 2015). Pada Tabel 4.4 berikut ini dapat dilihat struktur penduduk Kota Medan berdasarkan kelompok umur selama tahun 2015.

Tabel 4.4 Struktur Penduduk Kota Medan berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2015

Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015/Population by Age Group and Sex 2015Golongan Umur

Umur Laki-laki

Jumlah/Total 1.167.102 1.298.367 2.465.469 Sumber : LPPD Pemerintah Kota Medan, 2015

(28)

sarana pendidikan bagi anak usia dini baik secara kualitas maupun kuantitas. Adapun rincian rata-rata proporsi penduduk yaitu pada kelompok umur 0-14 tahun sebesar 27,05 persen, kelompok umur 15 - 64 tahun sebesar 69,54 persen, sedangkan kelompok umur 65 tahun ke atas sebesar 3,68 persen. Untuk kelompok usia anak-anak dan remaja, Pemerintah Kota Medan telah mengarahkan kebijakan pada program dan kegiatan peningkatan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak-anak dan remaja, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Kebijakan ini dipersiapkan untuk masa depan anak-anak dan remaja dalam rangka mendukung terbentuknya sumber daya manusia supaya semakin berkualitas dan tangguh. Kebijakan ini juga diharapkan agar terus dilaksanakan secara berkesinambungan agar anak-anak dan remaja siap bersaing menghadapi persaingan regional maupun global.

Mayoritas usia produktif yaitu kelompok usia aktif secara ekonomis adalah didominasi penduduk dengan kelompok umur 15 – 64 tahun. Dominasi penduduk kelompok umur tersebut merupakan tantangan dalam penyelenggaraan pemerintahan kota terutama dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Hal ini harus diantisipasi karena sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi Kota Medan. Sedangkan kelompok umur 65 tahun ke atas merupakan penduduk yang tidak produktif lagi dan biasanya menjadi tanggungan keluarga masing – masing (usia produktif).

4.3Kondisi Geografis dan Fisik Dasar

a. Geografis

(29)

memiliki keterbatasan ruang sebagai bagian daya dukung lingkungan.Luas Kota Medan tersebut masih kecil dibanding luasan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Keterbatasan ruang lebih dirasakan karena bentuk wilayah administratif Kota Medan yang sangat ramping di tengah, sehingga menghambat pengembangan perkotaan dan penyediaan sarana prasarana kota. Kondisi tersebut juga menyebabkan kurang seimbang dan terintegrasinya ruang kota di Bagian Utara dengan Bagian Selatan. Hal tersebutlah yang merupakan latar belakang perlunya perluasan Kota Medan menjadi bentuk yang lebih ideal dari aspek penataan dan pengembangan ruang kota.

b. Iklim

Untuk parameter iklim meliputi suhu/temperatur, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, curah hujan dan hujan yang peroleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Polonia Medan tahun 2010 sampai tahun 2015.

1) Suhu/Temperatur

Dari data diketahui bahwa fluktuasi temperature udara rata-rata tidak terlalu besar. Temperature rata-rata terendah dicapai pada bulan Januari sebesar 29,02°C dan temperatur rata-rata tertinggi dicapai pada bulan Mei 29,15°C.

2) Kelembaban Udara

(30)

Tabel 4.5 Data Iklim Rata-rata Kota Medan (2010-2015)

Bulan Temperatur

(°C)

Kelembapan (%)

Kecepatan Angin (Knot)

Januari 29,02 93,31 6,82

Februari 29,06 90,94 6,93

Maret 29,11 90,75 7,15

April 29,10 91,49 6,93

Mei 29,15 91,50 7,04

Juni 32,10 89,50 8,15

Juli 32,12 89,40 8,39

Agustus 32,15 89,30 8,15

September 32,25 89,20 8,30

Oktober 32,20 89,15 8,27

November 32,10 89,25 8,14

Desember 32,15 89,20 7,83

Rata-rata 30,87 90,24 7,67

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah I Kota Medan, 2010 -2015

3) Kecepatan Angin dan Arah Angin

Untuk Kecepatan angin diwilayah studi tergolong rendah, yakni berkisar antara 6,82-7,59 knot.Arah angin pada musim kemarau cenderung dari arah tenggara ke arah selatan.Secara rinci data iklim rata-rata tempratur, kelembaban dan kecepatan angin Kota Medan.

4) Curah Hujan dan Hari Hujan

Bulan kering apabila curah hujan lebih kecil dari 60 mm, bulan lembab bila curah hujan lebih besar dari 100 mm.

5) Sungai

(31)

mengatasi banjir serta tempat pembuangan air hujan. Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti Sungai Percut, Sungai Deli, Sungai Babura dan Sei Belawan.

4.4 Karakteristik Rawan Bencana Banjir di Medan

Penentuan model bahaya banjir dalam penelitian model bahaya banjir di Kota Medan ini menggunakan beberapa variabel, antara lain meliputi: curah hujan, tutupan vegetasi, kemiringan lereng, jenis formasi batuan dan elevasi. Proses pembuatan model bahaya banjir diperlukan bobot setiap variabel banjir dan setiap variabel banjir mempunyai kelas kriteria. Berdasarkan perhitungan mean spatial dari setiap variabel banjir selanjutnya dapat dihitung bobot setiap variabel banjir , dengan asumsi bahwa:

a) Potensi banjir disebabkan oleh beberapa faktor dengan bobot sama.

b) Ranking dan skor setiap kriteria & setiap faktor mengacu pada penelitian. Untuk lebih jelasnya tahapan atau langkah-langkah dalam proses Composite Mapping Analysis (CMA)

Perhitungan bobot untuk pembuatan model bahaya banjir menggunakanComposite Mapping Analysis (CMA), dengan langkah-langkah sebagai berikut (Tabel 4.6):

1. Penentuan peta kejadian banjir berdasarkan posisi lokasi dan Jumlah banjir yang terjadi di lapangan dengan asumsi:

a. Potensi banjir disebabkan oleh beberapa faktor dengan bobot sama.

b. Rangking dan skor setiap kriteria dan setiap faktor mengacu pada penelitian sebelumnya.

(32)

2. Selanjutnya peta distribusi banjir dilakukanoverlay dengan setiap variabel banjir, dimana variabel banjir meliputi: curah hujan, liputan lahan, lereng, sistem lahan, elevasi. Proses tumpang susun yang dilakukan dengan setiap variabel banjir ini dihasilkan tabulasi hasil overlay setiap variabel banjir . 3. Perhitungan rasio banjir setiap kriteria untuk semua variabel dan kriteria. 4. Hasil yang diperoleh berupa bobot relatif yang disebut mean spasial.

5. Selanjutnya dilakukan composite semua variabel, sehingga diperoleh bobot setiap variabel penyebab banjir .

Tabel 4.6 Pembobotan dan Skoring pada masing-masing variabel

No. Variable Kriteria Skoring Bobot

1. Iklim/Curah Hujan

Curam-Sangat Curam 25 -45 % Terjal-Sangat Terjal > 45 %

5 Hillocky plains of volcanic tuff Flat volcanic plain

Modifikasi : Haryani N.S et al (2012)

(33)

Dimana : S (CH) = skor curah hujan, S (TV) = skor tutupan vegetasi, S(SL) = skor kemiringan lereng, S (FT) = skor formasi tanah dan S (EL) = skor ketinggian tempat (elevasi).

Adapun uraian dari setiap variabel yang digunakan dalam modelling banjir ini, meliputi :

a. Peta Tutupan Vegetasi

Tutupan Vegetasi di Kota Medan diperoleh dari hasil pengolahan data penginderaan jauh citra MODIS NDVI (The Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer Normalized Difference Vegetation Index) Tahun 2015, dimana untuk Kota Medan dihasilkan 5 (lima) tutupan vegetasi yaitu lahan kosong, wilayah pemukiman, Ladang/Kebun, Taman Kota dan Hutan Kota (BMKG Wil. I Medan, 2015). Dari hasil klasifikasi tutupan vegetasidiketahui bahwa Kota Medan didominasi oleh wilayah pemukiman kecuali Kecamatan Medan Marelan, Medan Labuhan dan Belawan.

b. Kemiringan (Slope)

Kondisi lereng di Kota Medan dihasilkan dari hasil ekstraksi Digital Elevation Model – Shuttle Radar Topographic Mapping (DEM-SRTM),dimana Wilayah Kota Medan seluruhnya berada pada range Datar-Landai dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 8%. c. Sistem Pembentuk Tanah (Land Formation)

(34)

berupa batuan tuff yang lebih kokok dan stabil dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

d. Curah Hujan Bulanan di Kota Medan

Untuk curah hujan bulanan di Kota Medan diperoleh dari jumlah curah hujan bulanan pada bulan Oktober sebagai puncak musim hujan di wilayah Sumatera Utara.Peta curah hujan bulanan memperlihatkan dimana seluruh Kota Medan memiliki curah hujan yang cukup tinggi berkisar antara 200 – 300 mm per bulan.

e. Peta Ketinggian di Kota Medan

Kondisi lereng di Kota Medan dihasilkan dari hasil ekstraksi Digital Elevation Model – Shuttle Radar Topographic Mapping (DEM-SRTM).Berdasarkan data DEM SRTM, terlihat bahwa wilayah Kota Medan memiliki ketinggian yang tergolong dalam wilayah dataran rendah (0 – 50 mean sea level), kecuali wilayah selatan Kota Medan (Kecamatan Medan Johor dan Medan Tuntungan).

(35)

daerah sample didasarkan bukan hanya pada resiko banjir tetapi juga berdasarkan jumlah kepala keluarga yang dapat memberikan indikasi terhadap kerentanan bencana dari suatu daerah. Artinya semakin banyak jumlah kepala keluarga di sebuah kecamatan menyiratkan semakin tingginya kerentanan dan resiko kejadian banjir.

Penggunaan lahan di Kota Medan dihasilkan berdasarkan citra satelit MODIS dengan menggunakan produk indeks vegetasi NDVI tahun 2015. Indeks Vegetasi telah banyak dipergunakan dalam mengklasifikasikan tutupan lahan di sebuah daerah. Dengan indeks vegetasi tersebut, terlihat bahwa sebagian besar kecamatan di kota Medan telah kehilangan tutupan vegetasi yang berakibat pada meningkatnya resiko banjir di Kota Medan (BMKG Wil. I Kota Medan,2015).

Berdasarkan peta penggunaan lahan tersebut, terlihat adanya korelasi positif antara jumlah tutupan vegetasi dengan tingginya resiko banjir di Kota Medan. Artinya daerah yang telah kehilangan tutupan vegetasi akan cenderung memiliki resiko banjir yang lebih tinggi. Pada peta penggunaan lahan, kecamatan yang terindikasi memiliki resiko banjir tinggi terdiri dari kawasan wilayah pemukiman penduduk yang tidak lagi memiliki tutupan vegetasi. Dalam modeling resiko banjir, wilayah Kecamatan Medan Labuhan dan Belawan memiliki resiko banjir yang tinggi namun berdasarkan catatan kejadian banjir yang ada ternyata wilayah-wilayah tersebut bukan termasuk dalam wilayah yang menjadi langganan banjir. Hal tersebut terjadi karena pada kecamatan Medan Labuhan dan Belawan masih banyak terdapat wilayah resapan air yang diindikasikan dengan masih banyaknya kawasan dengan tutupan vegetasi yang padat. (BMKG Wil.I Kota Medan,2015).

(36)

bencana banjir, baik berupa banjir makro maupun banjir mikro/genangan. Seperti telah dijelaskan pada bab awal pada laporan ini bahwa Kota Medan dilewati oleh 2 buah sungai besar yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli yang keduanya bermuara di Selat Malaka. Beberapa anak sungai juga terdapat di Kota Medan antara lain Sungai Babura, Sungai Denai, dan Sungai Belawan. Banjir makro terjadi akibat meluapnya kedua sungai besar tersebut apabila terjadi curah hujan tinggi. Banjir terjadi Dari pengalaman sejarah bahwa banjir makro ini terjadi dengan periode ulang 25 tahunan. Daerah yang terkena banjir makro ini pada umumnya adalah daerah dataran rendah di hilir sungai. Namun, dari pengalaman kejadian banjir pada tahun 2001, Bandara Polonia yang terletak di sekitar pertengahan Sungai Deli dan Sungai Babura juga mengalami genangan sampai lebih dari 10 cm sehingga mengganggu jadwal penerbangan masuk dan keluar bandara tersebut. Banjir tersebut pada umumnya disebabkan selain karena curah hujan 25 tahunan yang tinggi, juga karena kapasitas sungai yang tidak memadai, serta adanya pengaruh pasang-surut air laut di Selat Malaka.

(37)

Dari data curah hujan bulanan yang tercatat di Station Polonia dan Sampali dari tahun 2010 sampai dengan 2015, tampak bahwa curah hujan di Kota Medan tergolong tinggi dengan ketinggian curah hujan rata-rata tahunan setinggi 2764 mm (St. Sampali) dan 3087 mm (St. Polonia). Curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari dengan tinggi hujan 120 mm (St. Sampali) dan 104 mm (St. Polonia). Curah hujan tertinggi yang tercatat tahun 2010 pada St. Polonia dan St. Sampali terjadi pada bulan September dengan ketinggian curah hujan berturut-turut 386 mm dan 331 mm. Dari data hujan tersebut, kerawanan terjadinya bencana banjir di Kota Medan tergolong menengah.

4.5 Rencana Tata Ruang dan Penggunaan Lahan di Kota Medan

Pemanfaatan ruang wilayah semestinya didasarkan kepada rencana tata ruang wilayah. Konsistensi antara rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang menjadi prasyarat terwujudnya keserasian dan keselarasan antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan telah disusun pada tahun 2006 tetapi saat ini masih dalam masa penyempurnaan seiring dengan lahirnya Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

a. Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK)

(38)

1. BWK Belawan terdiri dari Kecamatan Medan Belawan.

2. BWK Medan Labuhan terdiri dari Kecamatan Medan Labuhan. 3. BWK Medan Marelan, terdiri dari Kecamatan Medan Marelan.

4. BWK Medan Perjuangan terdiri dari Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Tembung.

5. BWK Medan Area terdiri dari Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan Medan Amplas.

6. BWK Medan Polonia terdiri dari Kecamatan Medan Polonia dan Medan Maimun 7. BWK Medan Helvetia, terdiri Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan

Petisah dan Kecamatan Medan Sunggal.

8. BWK Medan Selayang terdiri dari, Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Johor.

9. BWK Medan Timur terdiri dari Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Timur dan Kecamatan Medan Barat.

b. Pola Pemanfaatan Ruang

(39)

Tabel 4.7 Penggunaan Lahan dan Luas Guna Lahan Kota Medan

No. Guna Lahan Luas Lahan (ha)

1. Air (danau) 636.697

2. Hutan Mangrove Sekunder 473.103

3. Perkebunan 320.707

4. Permukiman 20.009.647

5. Tanah Terbuka/Instalasi Prasarana 280.825

6. Pertanian Lahan kering 2.748.335

7. Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 10.106

8. Sawah 786.814

9. Semak Belukar/Rawa 1.967.564

10. Tambak 1.532.345

Jumlah 25.080.252

Sumber : BPDAS Kota Medan, 2015

Sebagian besar lahan di Kota Medan pada umumnya dimanfaatkan untuk permukiman.Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun seperti perumahan dan pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan fasilitas umum lainnya hampir tersebar di seluruh wilayah Kota Medan.

c. Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung (Ruang Terbuka Hijau)

Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung di Kota Medan terdiri dari hutan mangrove, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, sempadan jalan kereta api, taman kota, jalur hijau dan ruang terbuka hijau seluas 5.363 Ha (20 % dari luas kota) dan kawasan cagar budaya.

1. Kawasan Hutan Mangrove di Wilayah Belawan seluas 1.029 Ha berfungsi menjaga kelestarian lingkungan serta menjaga ekosistem ikan dan mencegah abrasi pantai. 2. Jalur Sempadan sungai, adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk

(40)

sungai dilakukan untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai dan mengamankan aliran sungai. Hasil perhitungan perkiraan luas kawasan lindung sempadan sungai seluas 666 Ha, meliputi Sungai Belawan 15 m dan terdiri dari: a. Sungai Percut 15 m.b. Sungai Deli 15 m. c.Sungai Babura 15 m. d. Sungai Sei Selayang 15 m. e. Parit Emas 5 m. dan Sungai-sungai kecil 5 m.

3. Sempadan pantai selebar 100 m dari titik pasang tertinggi. 4. Rencana pemanfaatan kawasan konservasi Medan Selatan :

Kawasan Medan selatan diarahkan sebagai kawasan konservasi, mengingat pada kawasan tersebut terdapat hulu sungai yang yang harus di jaga. KDB maksimum di Medan Selatan adalah 40 % 200 m Di kiri kanan Jl Nasution tidak boleh ada pemecahan kavling KDB disarankan antara 60-80 %.

5. Kawasan Sekitar Danau Buatan/Bendungan. Kriteria untuk kawasan lindung ini yaitu daratan sepanjang tepian danau buatan/bendungan yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau buatan/bendungan antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Rencana kawasan lindung danau buatan/bendungan direncanakan di Danau Siombak.

(41)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Responden Masyarakat

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran umum responden yang ada dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat dalam mitigasi banjir berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Masyarakat

Jumlah Persen

Pria Wanita

204 143

58.79 41.21

Total 347 100.0

Tabel 5.1. Menunjukkan bahwa dari responden yang paling banyak adalah berjenis kelamin pria yang berjumlah 204 orang (58,79%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(42)

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5.2 menggambarkan bahwa responden yang lulusan SMU sebanyak 161 responden atau 46,39%.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Gambaran umum responden berdasarkan usia, dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Masyarakat

(43)

5.1.2 Distribusi Responden Atas Partisipasi Masyarakat

Tabel 5.4 Jawaban Responden Atas Partisipasi Masyrakat

Kriteria Total

Perencanaan TP J S

1. Diikutsertakan/dilibatkan dalam rapat – rapat perencanaan di dalam kebijakan mitigasi banjir di Kota Medan

13 33 301 347

2. Diikutsertakan dalam rapat – rapat perencanaan tentang kebijakan penentuan kegiatan mitigasi banjir di Kota Medan

15 16 316 347

3. Diikutsertakan dalam rapat – rapat perencanaan tentang kebijakan penentuan waktu mitigasi banjir di Kota Medan.

15 18 314 347

4 Diikutsertakan dalam rapat – rapat perencanaan tentang kebijakan pembangunan sarana mitigasi banjir di Kota Medan.

14 22 311 347

5. Diikutsertakan dalam rapat – rapat perencanaan tentang kebijakan pemeliharaan sarana dan prasarana mitigasi banjir di Kota Medan.

15 19 313 347

Pelaksanaan TP J S

6 Diikutsertakan dalam memberikan sumbangan pemikiran baik melalui jalur resmi maupun tidak resmi dalam mitigasi banjir di Kota Medan.

10 23 314 347

7 Diikutsertakan dalam pembangunan sarana mitigasi banjir di Kota Medan.

10 14 323 347 8 Diikutsertakan dalam gotong royong di setiap

lingkungan dalam mitigasi banjir di Kota Medan.

5 23 319 347 9 Diikutsertakan dalam setiap kegiatan mitigasi banjir

di Kota Medan.

14 40 293 347 10 Dilibatkan dalam ikut melaksanakan kegiatan

penyuluhan mitigasi banjir di Kota Medan.

17 11 319 347

Pengawasan TP J S

11 Memberikan masukan berupa umpan balik dalam mitigasi banjir di Kota Medan.

13 19 315 347 12 Ikut serta dalam forum pertemuan berkala di dalam

mengevaluasi kinerja mitigasi banjir di Kota Medan.

14 20 313 347 13 Memberikan masukan berupa keritikan ataupun saran

dalam wadah pemerintah tentang mitigasi banjir di Kota Medan.

14 18 315 347

14 Masyarakat diikutkan dalam setiap forum di kelurahan/kecamatan dalam kegiatan mitigasi banjir di Kota Medan.

16 13 318 347

(44)

Tabel 5.4 diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak pernah terdapat pada pertanyaan no. 2,3 dan 5 sebanyak 15 responden. Jawaban responden yang menyatakan jarang terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 1sebanyak 33 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab sering terdapat pada pertanyaan no 2 sebanyak 316 responden.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak pernah terdapat pada pertanyaan no. 10 sebanyak 17 responden. Jawaban responden yang menyatakan jarang, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 9 sebanyak 40 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab sering terdapat pada pertanyaan no 7 sebanyak 323 responden.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak pernah terdapat pada pertanyaan no. 14 sebanyak 16 responden. Jawaban responden yang menyatakan jarang, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 12 sebanyak 20 responden.Jawaban responden terbanyak menjawab sering terdapat pada pertanyaan no 14 sebanyak 318 responden.

(45)

5.1.3 Distribusi Jawaban Responden Atas Koordinasi Kelembagaan Tabel 5.5 Jawaban Responden Atas Koordinasi Kelembagaan

Kriteria Total Membentuk tim kerja gotong royong TS KS S

1. Adanya tim kerja mitigasi banjir disetiap kelurahan antara pemerintah dan masyarakat

8 30 309 347 2. Tim kerja mitigasi banjir yang dibentuk sudah

memiliki ketua dan anggota disetiap kelurahan

7 2 338 347 3. Tim kerja mitigasi banjir yang dibentuk sangat

didukung oleh pemerintah

7 8 332 347 4 Tim kerja mitigasi banjir mampu mempermudah

dalam mengendalikan dampak banjir

7 8 332 347 5. Tim kerja mitigasi banjir mampu bekerja secara

maksimal

8 6 333 347 Menjalin hubungan dengan pemerintah TS KS S

6 Pemerintah secara rutin bekerja sama dengan warga dalam koordinasi kelembagaan

7 7 333 347 7 Koordinasi kelembagaan yang dibentuk diberikan

dana oleh pemerintah

6 5 336 347 8 Pemerintah memberikan program pengetahuan kepada

masyarakat tentang mitigasi banjir

12 23 312 347 9 Pemerintah memberikan program pelatihan kepada

masyarakat tentang mitigasi banjir

8 11 328 347 10 Pemerintah memberikan program evaluasi kepada

masyarakat tentang mitigasi banjir

10 9 328 347 Menyatukan organisasi kemasyarakatan TS KS S

11 Pemerintah membentuk tim bekerja dalam

menyatukan setiap aktivitas warga dalam mitigasi banjir

8 16 323 347

12 Organisasi yang dibentuk pemerintah dan masyarakat sangat efektif dalam mitigasi banjir

9 14 324 347 13 Diadakan rapat kerja sama antar organisasi dan

masyarakat

11 17 319 347 Pengelolaan sampah

14 Setiap lingkungan/kelurahan berkeinginan memiliki tim kerja pengelolaan sampah

6 12 329 347 15 Pengelolaan sampah dipungut biaya oleh pemerintah 6 29 312 347 16 Pengelolaan sampah memiliki dampak langsung

terhadap mitigasi banjir di Kota Medan

2 5 340 347 Keterangan : TS = Tidak Setuju, KS= Kurang Setuju , S=Setuju

(46)

membentuk tim kerja gotong royong.Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 1 dan 5 sebanyak 8 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 1sebanyak 30 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 2 sebanyak 338 responden.

Koordinasi kelembagaan dalam menjalin hubungan dengan pemerintah.Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 8 sebanyak 12 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 8sebanyak 23 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 7 sebanyak 336 responden.

Koordinasi kelembagaan dalam menyatukan organisasi kemasyarakatan Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 13 sebanyak 11 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 13sebanyak 17 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 12 sebanyak 324 responden.

(47)

5.1.4 Distribusi Jawaban Responden Atas Pengurangan dampak banjir Tabel 5.6 Jawaban Responden Atas Pengurangan Dampak Banjir

Kriteria Total

Kerentanan TS KS S

1. Wilayah Kota Medan memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap banjir

3 11 333 347

2. Kerentanan banjir di Kota Medan belum mampu diminimalisasikan oleh pemerintah

5 9 333 347

3. Kerentanan yang ada tidak mampu diminimalisasikan oleh masyarakat

5 13 329 347

4 Pemerintah membangun sarana dan prasarana kurang baik dalam menurunkan tingkat kerentanan banjir

8 17 322 347

5. Struktur tanah disekitar Kota Medan kurang mampu menangkal setiap banjir

13 6 328 347

Erosi TS KS S

6 Lahan disekitar sungai memiliki tingkat erosi yang tinggi 6 13 328 347 7 Lahan di sekitar parit memiliki kerentanan terhadap

longsor akibat banjir

7 5 335 347

8 Erosi tanah disekitar sungai dapat menganggu berbagai kegiatan anda

8 14 325 347

9 Erosi yang pernah terjadi di Kota Medan membuat kurangnya kenyamanan

5 12 330 347

10 Tingkat erosi di Kota Medan membuat anda waspada terhadap banjir

5 7 335 347

Kerusakan Lahan TS KS S

11 Kerusakan lahan disekitar anda sangat mengganggu terhadap bahaya banjir

7 8 332 347

12 Kerusakan lahan disekitar anda belum maksimal ditanggulangi oleh pemerintah

11 11 325 347

13 Pemerintah Kota Medan tidak maksimal dalam menurunkan dampak kerusakan lahan

11 7 329 347

Keterangan : TS = Tidak Setuju, KS= Kurang Setuju , S=Setuju

(48)

Pengurangan dampak banjir tentang Erosi. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 8 sebanyak 8responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 8sebanyak 14 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 7 dan 10 sebanyak 335 responden.

Pengurangan dampak Kerusakan Lahan Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 12 dan 13 sebanyak 11 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 12sebanyak 11 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 11 sebanyak 332 responden.

5.1.5 Distribusi Jawaban Responden Atas Penggunaan Lahan

Tabel 5.7 Jawaban Responden Atas Penggunaan Lahan

Kriteria Total

Ruang Terbuka TS KS S

1. Ruang terbuka seperti taman kota di Medan kurangmendukung aktivitas masyarakat

9 11 327 347 2. Ruang terbuka di Kota Medan kurang dirawat oleh

pemerintah

8 14 325 347 3. Ruang terbuka seperti taman kota di Medan kurang

membuat anda nyaman

6 5 336 347

4 Ruang terbuka seperti taman kota di Medan perlu untuk diperbaiki tingkat kenyamanan

5 13 329 347 5. Ruang terbuka seperti taman kota di Medan kurang

mendukung tercapainya wawasan lingkungan yang asri

7 19 321 347

Jalan TS KS S

6 Penggunaan jalan di Kota Medan sering mengganggu aktivitas anda dalam mitigasi banjir

7 11 329 347 7 Penggunaan jalan di Kota Medan kurang memperhatikan

unsur kerentanan atas erosi tanah

3 13 331 347 8 Penggunaan jalan di Kota Medan tidak terpakai untuk

peruntukan jalan

4 7 336 347

9 Penggunaan jalan di Kota Medan tidak didukung oleh kesiapan pemerintah

3 6 338 347

10 Kerendahan ruas jalan di Kota Medan dapat menyebabkan peningkatan potensi banjir

(49)

Pemukiman TS KS S

11 Pemukiman disekitar anda sangat rentan terhadap banjir 4 11 332 347 12 Penataan pemukiman tidak memberikan rasa aman

terhadap tempat tinggal

5 15 327 347 13 Tempat tinggal Anda sangat tidak memperhatikan

pedoman penataan pemukiman dengan baik

4 23 320 347 14 Pemerintah belum menerapkan penataan pemukiman

disetiap wilayah di Medan

7 10 330 347 15 Pemukiman di sekitar Anda perlu untuk ditata ulang

dengan baik

8 19 320 347

Industri/Perdagangan TS KS S

16 Penggunaan lahan untuk industri kurang mendukung terhadap bahaya banjir

8 15 324 347 17 Penggunaan lahan untuk industri membuat anda sangat

tidak nyaman untuk tinggal disekitarnya

4 6 337 347

18 Penggunaan lahan untuk industri dapat memperbesar bahaya banjir

4 5 338 347

19 Penggunaan lahan untuk perdagangan menimbulkan ketidak nyamananuntuk tinggal di Kota Medan

10 9 328 347 20 Penggunaan lahan untuk perdagangan perlu ditata ulang

peruntukannya agar tidak menganggu aktivitas anda

6 1 340 347

Keterangan : TS = Tidak Setuju, KS = Kurang Setuju, S= Setuju

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa jawaban responden terhadap dampak banjir atas penggunaan lahan di Kota Medan. Dampak penggunaan lahan ruang terbuka jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no1 sebanyak 9 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 5 sebanyak 19 responden.Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 3 sebanyak 336 responden.

(50)

Penggunaan Lahan Pemukiman. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 15 sebanyak 8 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 13 sebanyak 23 responden.Jawaban responden terbanyak menjawab setujuterdapat pada pertanyaan no 11 sebanyak 332 responden.

Penggunaan Lahan industry perdagangan.Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak memadai terdapat pada pertanyaan no. 19 sebanyak 10 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang memadai, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 16 sebanyak 15 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab memadai terdapat pada pertanyaan no 20 sebanyak 340 responden.

5.1.6 Distribusi Jawaban Responden Atas Mitigasi banjir

Tabel 5.8 Jawaban Responden Atas Mitigasi Banjir

Kriteria Total

Kesiap siagaan sebelum terjadi banjir TS KS S 1. Diberikan peringatan dini pada komunitas sekitar

tentang bahaya banjir

8 14 325 347 2. Memiliki pengetahuan tentang penanganan evakuasi

korban banjir

11 7 329 347 3. Memiliki pengetahuan tentang pencarian dan

penyelamatan korban bajir

12 15 320 347 4 Memiliki pengetahuan tentang pertolongan pertama

pada korban banjir

12 14 321 347 5. Memiliki pengetahuan tentang penyiapan dapur umum 13 8 326 347

Penanggulangan pada saat banjir terjadi TS KS S 6 Memiliki pengetahuan tentang penyiapan tenda

darurat untuk penanganan korban banjir

11 5 331 347 7 Memiliki pengetahuan tentang kewaspadaan pada area

banjir

8 11 328 347 8 Memiliki kepekaan tentang pemberian berbagai

bantuan saat banjir

7 7 333 347 9 Diberikan pengetahuan tentang penyaluran berbagai

bantuan

10 4 333 347 10 Pelaporan kejadian banjir kepada pihak berwenang 8 11 328 347

Pemulihan setelah banjir TS KS S

(51)

korban dan kerugian akibat banjir

12 Memiliki pengetahuan tentang penguburan korban 12 4 331 347 13 Mampu memberikan trauma healing kepada

komunitas

12 7 328 347 14 Memiliki pengetahuan tentang perbaikan infrastruktur

banjir

13 11 323 347 15 Memiliki pengetahuan tentang pengobatan korban

banjir di area rumah pertolongan

12 9 326 347 Keterangan : TS = Tidak Setuju, KS= Kurang Setuju, S=Setuju

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jawaban responden terhadap mitigasi banjir di Kota Medan. Kesiap siagaan sebelum terjadi banjir.Jawaban responden yang paling banyak menyatakan Tidak setuju terdapat pada pertanyaan no.5 sebanyak 13 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 3 sebanyak 15 responden. Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 2 sebanyak 329 responden.

Penanganan saat banjir terjadi. Jawaban responden yang paling banyak menyatakan tidak setuju terdapat pada pertanyaan no. 6 sebanyak 11 responden. Jawaban responden yang menyatakan kurang setuju, terbanyak terdapat pada pertanyaan no. 7 dan 10 sebanyak 11 responden.Jawaban responden terbanyak menjawab setuju terdapat pada pertanyaan no 8 dan 9 masing-masing sebanyak 333 responden.

(52)

5.1.7 Uji Persyaratan a. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dari penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan dalam upaya untuk memperoleh hasil analisis regresi yang sahih (valid), valid menentukan alat uji regresi berganda dapat digunakan atau tidak. Ada 3 asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu: normalitas data, tidak ada multikolinearitas dan tidak ada heteroskedastisitas. Berikut ini pengujian untuk menentukan apakah ketiga asumsi klasik tersebut dipenuhi atau tidak.

1) Uji Normalitas

(53)

Tabel 5.9 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Parametersa Nilai Unstandardized Residual

N 347

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.85245722

Most Extreme Differences

Absolute .068

Positive .050

Negative -.068

Kolmogorov-Smirnov Z 2.324

Asymp.

Sig. (2-tailed) .178

a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas data untuk uji Kolmogrov Smirnov Test

diketahui bahwa data dikatakan berdistribusi normal dikarenakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,178 melebihi probabilitas 0,05 (Gambar 5.1)

Gambar 5.1 Hasil Uji Normalitas 2) Uji Multikolinearitas

(54)

sebuah model regresi dapat dideteksi dengan nilai VIF (variance inflactor factor) dan nilai toleransi (tolerance). Suatu model regresi dikatakan bebas dari masalah multikolinearitas jika mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10 dan mempunyai nilai

tolerance di atas 0,01. Dalam model regresi ini, hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dalam Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Hasil Uji Multikolinearitas

Model t Sig.

Correlations

Collinearity Statistics

Zero-

order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) -4.218 .000

Partisipasi Masyarakat 4.127 .000 .772 .218 .099 .248 4.032

Koordinasi Kelembagaan 2.502 .013 .762 .134 .060 .231 4.337

Pengurangan dampak

banjir 4.321 .000 .841 .228 .104 .196 3.098

Penggunaan Lahan 8.914 .000 .847 .434 .214 .255 3.926 Dependent Variable: Mitigasi Banjir

Tabel 5.10 menunjukkan nilai VIF dan tolerance semua variabel dalam penelitian ini tidak mengalami multikolinearitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai VIF ketiga variabel tersebut yang besarnya kurang dari 10, dan nilai tolerancejauh melebihi angka 0,1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi ini seluruh variable bebas tidak terjadi masalah multikolinearitas untuk masyarakat.

3) Uji Heteroskedastisitas

(55)

titik-titik menyebar tidak teratur maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil dari pelaksanaan uji heteroskedastisitas terlihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Hasil Uji Heterokedastisitas

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa titik-titik yang dihasilkan menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa sebaran data ada di sekitar titik nol. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa model regresi ini bebas dari masalah heteroskedastisitas, dengan perkataan lain: variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini bersifat homokedastis untuk masyarakat.

5.1.8 Hasil Uji Hipotesis Pertama

(56)

1) Korelasi Product Moment

Korelasi product moment digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dapat dilihat pada Tabel.5.11.

Tabel 5.11 Hasil Correlation Product Moment Masyarakat

(57)

rx1 = 0,775

Perhitungan korelasi rx2 antara koordinasi kelembagaan dengan mitigasi banjir :



Perhitungan korelasi rx3 antara pengurangan dampak banjir dengan mitigasi banjir:

(58)

]

Perhitungan korelasi rx4 antara penggunaan lahan dengan mitigasi banjir:



Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa koefisien korelasi (rx1) adalah

sebesar 0,775, korelasi rx2 sebesar 0,822, korelasi rx3 sebesar 0,831, korelasi rx4 sebesar

(59)

semakin meningkat maka berdampak pada membaiknya usaha mitigasi banjir di Kota Medan. Untuk hasil korelasi koordinasi kelembagaan dinyatakan erat, pengurangan dampak banjir sangat erat dan penggunaan lahan juga sangat erat. Hubungan positif tersebut berada dalam kisaran 0,8-0,999, seperti pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Interprestasi Korelasi Product Moment

Korelasi Interprestasi

Untuk mempermudah pembacaan hasil dan interpretasi analisis regresi maka dipakai persamaan atau model yang berisi konstanta dan koefisien-koefisien regresi dan didapat dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya. Persamaan regresi yang telah dirumuskan kemudian dengan bantuan program SPSS dilakukan pengolahan data sehingga didapat persamaan seperti terlihat pada Tabel. 5.13.

Tabel 5.13 Hasil Uji Koefisien Regresi

Model

a. Dependent Variable: Mitigasi Banjir

Gambar

Gambar 3.1 Model PK-CUE :  Partisipasi Masyarakat, Koordinasi Kelembagaan,
Gambar 3.2 Proses Analisis Data
Tabel  3.9 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan 2010-2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat kami berikan: a) Diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengamati hubungan status

JUDUL : WARGA MEMILIH TINGGAL DI PENGUNGSIAN MEDIA : RADAR JOGJA. TANGGAL : 20

Adrian Hartanto, Skripsi Sarjana “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Foto Selfie Ole h Pihak lain dalam Jejaring

(2015), juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini yaitu wanita dengan usia pertama kali berhubungan seksual &lt; 20 tahun memiliki peningkatan risiko menderita

Penelitian yang dilakukan ini yaitu penelitian Status Gizi berdasarkan kecukupan energi (kalori) dan kecukupan protein pada anak remaja. Remaja adalah generasi muda yang

3) Select By Circle , jika menggunakan tool ini maka seleksi menggunakan lingkaran dengan radius besar lingkaran yang dibentuk. Daerah yang terseleksi adalah daerah

Metal sebagai suatu bentuk indentitas tidak terlepas dari proses interpretasi masyarakat terhadap musik metal itu sendiri, sehingga terjadi perbedaan dalan

Priyanti, Z.S, Lulu M (2003) (Perhinpunan Dokter Paru Indonesia), Pneumoniae Komuniti, Pedoman Diagnosis &amp; Penatalaksanaan di Indonesia , Balai Penerbit FK UI ,