BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapsul
2.1.1 Kapsul secara umum
Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan
obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 1989).
Gelatin merupakan bahan yang sesuai untuk pembentukan cangkang
kapsul karena dapat dikonsumsi dan larut, membentuk cangkang yang kuat, lapis
tipis dan berubah dari bentuk larutan menjadi bentuk gel sedikit diatas temperatur
kamar. Gelatin segera larut dalam air pada temperatur tubuh, dan tidak larut jika
temperatur turun di bawah 30°C (Ansel, 1989).
2.1.2 Pembagian Kapsul
Menurut Ansel (1989), ada 2 jenis kapsul:
a. Kapsul Gelatin Keras
Kapsul gelatinkeras merupakan jenis dimanacangkang kapsul kosong
dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada
dasarnya tidak mempunyai rasa.Gelatin dihasilkan dari hidrolisis sebagian
dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang
binatang-binatang.Dalam perdagangan didapat gelatindalam bentuk serbuk
halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran.
mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila
disimpan dalam larutan berair.
b. Kapsul Gelatin Lunak
Kapsul gelatin lunak mempunyai cangkang yang dibuat dari gelatin
dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya
gelatin bersifat elastis seperti plastik.Kapsul-kapsul ini yang mungkin
bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk
diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering.Biasanya
pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya dilakukan secara
berkesinambungan dengan suatu mesin khusus. Kapsul menjadi sangat
penting bila diisi dengan obat-obat cair atau larutan obat.
2.1.3 Penyimpanan Kapsul
Penyimpanan kapsul ditempat yang lembab akan menyebabkan kapsul
menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka, karena kapsul tersebut menyerap air
dari udara yang lembab. Sebaliknya, bila kapsul disimpan ditempat yang terlalu
kering, maka kapsulakan kehilangan air dan cangkangnya menjadi rapuh dan
mudah pecah. Oleh sebab itu kapsul disimpan pada ruangan yang kelembabannya
sedang dan tidak terlalu kering, dan disimpan dalam botol kaca atau botol plastik
yang tertutup rapat dan diberi pengering(silika) (Ditjen POM, 1995).
2.1.4PersyaratanKapsul
Kapsul mempunyai beberapa syarat untuk menjamin mutunya, menurut
Agoes (2008), persyaratan kapsul adalah sebagai berikut:
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode,
yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Jika bahan aktif dari
sediaan tidak kurang dari 50% dari bobot sediaan atau kapsul dan lebih besar
dari 50 mg persyaratannya dapat ditetapkan dengan keragaman bobot. Jika
kandungan bahan aktifnya lebih kecil dapat digunakan persyaratan
keseragaman kandungan.
2. Waktu Hancur
Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa
cepat tablet hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Pengujian
dilakukan berdasarkan asumsi bahwa jika produk hancur dalam periode waktu
singkat, misal dalam 5 menit, maka obat akan dilepas dan tidak ada
antisipasimasalah dalam hal kualitas produk obat. Waktu hancur setiap tablet
atau kapsul dicatat dan memenuhi persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15
menit).
3. Disolusi
Disolusi adalah larutnya zat berkhasiat dalam suatu media disolusi. Uji ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa persentase zat aktif dalam obat yang
dapat terlarut dan terabsorbsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk
memberikan efek terapi pada tubuh.
4. Kadar Zat Berkhasiat
Pengujian ini merupakan versi kuantitatif dari pengujian identifikasi.
Sebanyak 10-20 kapsul, isinya digerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi
Umumnya rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara
90-110% dari pernyataan pada etiket.
Ada tiga kegunaan uji disolusi, yaitu dapat menjamin keseragaman suatu
batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan,dan
juga uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.Obat
yang telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan, waktu hancur dan
penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat
memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi
kapsul (Agoes, 2008).
2.2 Obat-obat Anti-Inflamasi Nonsteroid
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu group obat
yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan
anti-inflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat
enzim siklo-oksigenase tetapi tidak enzim lipoksiginase. Efek antipiretiknya baru
terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek analgesiknya, dan AINS relatif
lebih toksik daripada antipiretik klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk
terapi penyakit inflamasi sendi (Mycek, 2001).
2.2.1 Analgetik-Antipiretik dan Anti-inflamasi
Analgetik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik pada umumnya diartikan
sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot,
anti inflamasi dimana efek anti inflamasi sendiri berguna untuk mengobati radang
sendi (artritis remautoid). Jadi analgetika anti inflamasi non steroid adalah
obat-obat analgetika yang selain mempunyai efek analgetika juga mempunyai efek anti
inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam pengobatan reumatik dan
gout.Efek antipiretiknyaterlihat pada dosis yang lebih besar dari pada efek
analgesiknya (Mycek, 2001).
2.3 Uraian Umum Piroksikam
Uraian umum piroksikam menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995):
Rumus Bangun Piroksikam
Rumus Molekul : C15H13N3O4S
Nama Umum : Piroksikam
Pemerian : Serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang,
tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna kuning.
Kelarutan: Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dansebagian
besar pelarut organik, sukar larut dalam etanoldan dalam
larutan alkali mengandung air.
karboksamida 1,1-dioksida.
Persyaratan : Pada sediaan kapsul piroksikam mengandung
piroksikam,C15H13N3O4S, tidak kurang dari 97,0% dan
tidak lebih dari 103,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya,
padasuhu tidak lebih dari 30°C.
2.3.1 Farmakokinetik
Piroksikam adalah anti-inflamasi non steroid yang mempunyai aktivitas
anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik. Aktivitas kerja piroksikam diperkirakan
melalui interaksi beberapa tahap respon imun dan inflamasi, antara lain:
penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesa prostaglandin,
penghambatan agregasi netrofil dalam pembuluh darah, penghambatan migrasi
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke daerah inflamasi. Metabolisme terjadi
dalam hati dan diekskresi melalui urin, 5% dalam bentuk utuh dalam urin dan
feses (Mycek, 2001).
2.3.2 Efek Samping
Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem
organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Keluhan gastrointestinal, misalnya
anoreksia, nyeri perut, konstipasi, diare, flatulen, mual, muntah, perforasi, tukak
lambung dan duodenum. Gangguan hematologik seperti trombositopenia, depresi
sumsum tulang. Gangguan kulit: eritema, dermatitis eksfoliatif, sindroma
Efek samping lain seperti hiperkalemia, sindroma nefrotuk, nyeri, demam,
penglihatan kabur, hipertensi dan reaksi hipersensitif. (Setiabudy, 2007).
2.3.3 Indikasi
Terapi simptomatik reumatoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis,
gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.
2.3.4 Sediaan dan Dosis
Untuk oral, rektal dan i.m 1 kali sehari 20 mg(d.c/p.c) dysmenorrea
primer: 1 kali sehari 40 mg selama 2 hari, lalu bila perlu 1 kali sehari 20 mg. Pada
serangan gout: permulaan 40 mg, lalu 2 kali sehari 20 mg selama 4-6 hari.
Gangguan muskuloskeletal: 40 mg sehari selama 2 hari dosis tunggal atau terbagi,
selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari. Dosis untuk anak belum diketahui
(Tjay dan Rahardja, 2007).
2.4 Disolusi
Disolusi didefinisikan proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam
darah.Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat
harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran
cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara
pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau
disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif
2.4.1 Alat Uji Disolusi
Menurut Ditjen POM(1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan
yang tertera dalam masing-masing monografi:
a. Alat 1 (Metode Keranjang)
Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat
penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat
mempertahankan suhutablet atau kapsulgranul atau agregatpartikel
halusobat dalam larutanobat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan
laindalam wadah 37 ± 0,5°C selama pengujian berlangsung. Bagian dari
alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan
gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat
perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder
dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106
mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi
tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus
dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan
kecepatan alat.
b. Alat 2 (Metode Dayung)
Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas
daun dan batang sebagai pengaduk.Batang dari dayung tersebut sumbunya
tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang
selama pengujian berlangsung.Daun dan batang logam yang merupakan
satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang
sesuai.Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai
berputar.
2.4.2Prosedur Pengujian Disolusi
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti
yang tertera dalam masing-masing monografi) kedalam wadah, dipasang alat dan
dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37°C.Satu kapsul dicelupkan dalam
keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk
diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval
waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan
antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau
daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis
penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Kapsul harus memenuhi syarat
seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen POM,
1995).
2.4.3Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang
diuji sesuai dengan tabel penerimaan.Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada
tahap 1 (S1), 6 kapsul diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan
dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 kapsul
lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 kapsul tambahan diuji lagi. Kriteria
penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penerimaan Hasil Uj Disolusi
Tahap Jumlah Sediaan yang diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari
Q + 5%
S2 6 Rata – rata dari 12 unit (S1+S2)
adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%
S3 12 Rata – rata dari 24 unit (S1+S2+
S3) adalah sama dengan atau lebih
besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%
Keterangan:
S1 : Tahap pertama
S2 : Tahap kedua
S3 : Tahap ketiga
Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah
yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar
pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk
penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan
menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).
2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif
Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi:
kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat
fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi.
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan
cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi
tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya.
Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur
dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat
laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan
bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam
formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi.
Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan
granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan
tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang
mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi
obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.
c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi:
kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang
digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan
dengan pelarut.Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif.
Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium
disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH
pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada
lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda
dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada
metode uji yang digunakan.
2.5 Penetapan Kadar
Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses
analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).
Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar
dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel,
fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993).
Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi kapsul piroksikam
yaitu spektrofotometri ultraviolet. Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran
berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel.Metode ini biasanya digunakan
untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan.Spektrum
ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang
struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).
Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk
gugus kromofor.Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan
spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).
Menurut Dachriyanus (2004), umumnya spektrofotometri ultraviolet
dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
serapan maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer.
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan
dalam analisis spektofotometri ultraviolet adalah:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi.Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai
antara absorbansi dengan konsentrasi.Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi
maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi