• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.)

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan

Benalu kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) merupakan jenis tumbuhan yang

hidupnya tidak memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit, melekat pada

sel inang, dan menghisap nutrisi yang dimilikinya sehingga menyebabkan

kematian pada sel inang tersebut. Adanya klorofil menyebabkan tanaman benalu

memiliki kemampuan melakukan proses fotosintesis. Akan tetapi, tanaman ini

tidak mampu mengambil air dan unsur hara secara langsung dari tanah yang

menjadikannya sebagai tanaman parasit (Pitojo,1996)

Bentuk dari benalu kopi yaitu akar berbentuk ramping, menjalar pada

inangnya dan berwarna kusam. Batang tumbuhan panjang tegak berwarna hijau

kusam. Daun bentuk lonjong kecil – kecil yang memiliki warna hijau tua sedikit

kasar permukaannya. Terdapat biji kecil – kecil disela – sela tangkai daun dan

batang, biji berbentuk kecil seperti isi pensil, memiliki sungut pendek. Habitus

dari tumbuhan ini sangat besar, cukup besar. (Pitojo,1996). Tumbuhan benalu

kopi dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

(2)

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan

Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tanin, asam

amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin (Anonim,1996). Berdasarkan berbagai

penelitian, senyawa dalam benalu yang diduga memiliki aktivitas antikanker

adalah flavonoid, yaitu kuersetin yang bersifat inhibitor terhadap enzim DNA

topoisomerase sel kanker (Anonim,1996). Berdasarkan berbagai penelitian yang

ada senyawa flavonoid pada benalu yang berperan dalam melawan kanker adalah

kuersetin. Kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh

komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan mengikat radikal bebas

sehingga dapat mengurangi reaktifitas radikal bebas tersebut, (Purnomo, 2000).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.)

hasilidentifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium Medanense, Universitas

Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Santalales

Famili : Loranthaceae

Genus : Loranthus

Spesies :Loranthus Ferrugineus Roxb.

Nama lokal : Benalu Kopi ( Herbarium Medanense, 2015)

2.1.4 Khasiat Tumbuhan

Benalu kopi adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam

pengobatan tradisional. Sebagai tanaman parasit benalu tidak banyak

(3)

tanaman inangnya,sementara sebagai salah satu tanaman obat, benalu mempunyai

peranan yang penting. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai

obat batuk, amandel, campak, diabetes dan kanker (Pitojo,1996).

2.1.5 Perkembangbiakan Tumbuhan 2.1.5.1 Organ Perkembangbiakan Benalu

Tumbuhan benalu dapat berkembangbiak dengan cara generative dan

vegetative. Pada kebanyakan spesies benalu, cara utama untuk

perkembangbiakannya melalui cara generative, sedangkan bagi beberapa

spesies benalu melalui cara generatif dan vegetative yang saling

melengkapi. Organ perkembangbiakan generative berupa biji dan organ

perkembangbiakan vegetative yaitu haustoria.

2.1.5.2 Pertumbuhan Benalu

Pertumbuhan benalu tidak secepat tanaman yang hidup dan mengambil

makanan langsung dari tanah. Pertumbuhan benalu tersebut sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang dapat dimanfaatkan benalu dari

tanaman yang dihinggapinya.

Pertumbuhan benalu mengeluarkan haustoria, menjalar kebagian lain

tanaman inang, mengadakan penetrasi kejaringan, dan menghisap hara

garam mineral, serta air dari tanaman inang. Benalu memiliki hijau daun

sehingga dapat berasimilasi membentuk karbohidrat untuk mencukupi

kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, benalu termasuk kedalam kategori

tumbuhan hemiparasit. Beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan

benalu sebagai berikut :

a. Spesies Benalu

Perilaku pertumbuhan benalu berbeda – beda, ada yang tumbuhnya

kuat, ada yang membentuk percabangan banyak, ada yang membentuk

habitus kecil, dan lain – lain. Spesies benalu yang pertumbuhannya

kuat antara lain Dendrophthoe. Benalu yang berhabitus kecil antara

(4)

Perilaku perakarannya pun bermacam – macam. Pada spesies Viscum,

tidak membentuk haustoria diluar tanaman inang sedangkan pada

Dendrophthoe menunjukkan cirri bahwa jaringan tanaman sempat

berpijaknya benalu mengalami pertumbuhan abnormal yang dikenal

dengan istilah hipertrofi. Pertumbuhan semacam itu juga terjadi pada

tempat – tempat haustoria menetrasi tanaman. Apabila benalu hidup

lama ditanaman inang, maka akan terbentuk tonjolan tak beraturan dan

kadang – kadang berupa bangunan yang mempunyai nilai artistic.

b. Jenis Tanaman Inang

Walau benalu dapat hidup menumpang pada tanaman berkayu

golongan dikotil, tetapi tidak semua tanaman tersebut terserang benalu.

Ada kelompok tanaman yang seolah – olah disukai benalu dan ada

kelompok tanaman yang tidak disukai oleh benalu. Pada tanaman

berdaun lebar atau yang berkulit lunak, benalu cenderung tumbuh lebih

subur.

c. Letak atau Posisi Benalu

Benalu sering tumbuh dibatang, cabang atau di ranting tanaman.

Adapun letak benalu bermacam-macam, ada yang di bagian tengah,

atas atau samping tanama. Letak benalu tersebut cenderung

mempengaruhi arah pertumbuhan benalu. Benalu yang berada di

bagian tengah pohon biasanya cenderung tumbuh kearah bawah

sehingga ranting-ranting benalu keliatan terkulai. Benalu yang berada

di bagian atas, akan cenderung tumbuh ke atas, kearah sinar, dan

membentuk cabang serta ranting yang kuat.

d. Iklim

Iklim makro maupun iklim mikro, selain mempengaruhi

perkecambahan biji benalu, juga mempengaruhi pertumbuhan benalu.

Di daerah yang mempunyai musim hujan dan musim kemarau jelas,

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan benalu. Di

musim hujan,tanaman inang dan tumbuhan benalu sama-sama tumbuh

subur. Sedangkan di musim kemarau, beberapa tanaman inang

(5)

bereaksi untuk mengatasi keadaan tersebut. Pada waktu tanaman inang

gugur daunya, benalu akan mengikuti cara tersebut sehingga

penguapan air terbatas. Pengaruh musim kemarau panjang sering

menyebabkan benalu yang tumbuh di dekat batang lebih kuat

mengatasi situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Pada

daerah-daerah yang bulan keringnya sedikit, serta di daerah-daerah yang lembab

pertumbuhan benalu lebih baik daripada di daerah kering.

e. Hubungan antara inang dan benalu

Hubungan antara tumbuhan benalu dengan tanaman inangnya telah

lama dipertanyakan oleh ahli botani, apakah hubungan tersebut seperti

okulasi pada tanaman. Docters Van Leeuwen (1945) dalam tulisannya

tentang benalu di jawa, pernah menyinggung kemungkinan adanya

hubungan timbal balik, seperti hubungan okulasi pada benalu

dendrophthoe magna yang hidup di atas Quereus pseudomoliveca yang

hampir semua tajuknya didominasi oleh benalu tersebut. Pada

peristiwa autoparasit atau hiperparasit yang pendukungnya sama-sama

benalu diduga keras hubungannya seperti okulasi(Pitojo,1996).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan yang dapat larut sehingga dapat

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sampel yang

diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak

dapat larut seperti serat, protein dan lain – lain. Senyawa aktif yang terdapat

dalam berbagai sampel dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,

alkaloid, flavonoid dan lain – lain.

Prosedur ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa

yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari

tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Tanaman yang diekstrak

mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloida, glikosida,

(6)

Metode ekstraksi dengan maserasi adalah proses pengekstrakkan sampel

dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau

pengadukan pada temperature ruangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan

pengadukkan yang kontinu (terus – menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama

dan seterusnya (Depkes, 2000).

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit pada makhluk hidup dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu,

senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit

primer didefinisikan sebgai produk akhir dalam proses metabolisme makhluk

hidup yang fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme

tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya, protein, lemak,

karbohidrat dan DNA. Sedangkan senyawa metabolit sekunder dapat

didefenisikan sebagai suatu produk metabolic yang dihasilkan oleh proses

metabolisme sekunder makhluk hidup, dimana produk tersebut bukan merupakan

kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh, serta terbentuk secara ekstraseluler.

Metabolit sekunder banyak bermanfaat bagi manusia, dan makhluk hidup lain

karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat, vitamin, pigmen (Pratiwi, 2008)

Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan kimia dalam suatu

tumbuhan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang

terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Senyawa metabolit sekunder yang

memiliki khasiat untuk kesehatan diantaranya, alkaloid, flavonoid, terpenoid,

tannin, dan saponin.

2.3.1 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya

terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu

atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian

tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja

(7)

flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu

(Sastrohamidjojo, 1996). Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan

menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang

menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat (Mailandari, 2012).

2.3.2 Alkaloid

Alkaloid adalah metabolit basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen

yang biasanya dalam gabungan berbentuk siklik.. Alkaloid umumnya memiliki

sifat padatan kristal, sedikit alkaloid berbentuk amorf, dan sebagian ada yang cair,

bersifat basa, berasa pahit, kebanyakkan alkaloid tidak berwarna. Pada umumnya

basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, tetapi ada beberapa yang

dapat larut dalam air (Sastrohamijdojo, 1996). Alkaloid dapat dideteksi dengan

menggunakan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bouchardat (Mailandari,2012).

2.3.3 Saponin

Pembentukkan busa sewaktu mengesktraksi tumbuhan atau pada saat memekatkan

ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Uji saponin yang sederhana

adalah mengocok ekstrak alcohol – air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan

diperhatikan apakah terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin

juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya

menghemolisis sel darah (Harborne, 1996).

2.3.4 Terpenoid

Terpenoid adalah suatau senyawa yang tersusun atas isoprene dan kerangka

karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid

terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpene dan seskuiterpen yang

mudah menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap

triterpene dan sterol. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dn terdpat

dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diidentifikasi dengan

pereaksi Liberman-Bouchard (anhidrat asetat-asam sulfat) yang memberikan

(8)

2.4 Toksitologi

Toksitologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan

sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek

terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya (Tjay, 2002). Toksikologi

merupakan ilmu yang lebih tua dari Farmakologi. Disiplin ini mempelajari

sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Sedikitnya 50.000

zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat dihindarkan, maka

kita harus sadar tentang bahayanya (Ganiswarna, 1995).

Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek

toksik. Pada umumnya, hebatnya reaksi toksis berhubungan langusng dengan

tingginya dosis, bila dosis diturunkan, efek toksis dapat dikurangi pula

(Tjay, 2002).

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan

ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah

meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis

menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum).

Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat

racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap

zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama

sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan

kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang kuat dapat

menimbulkan efek farmakoterapeutik (Ganiswarna, 1995).

Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun,

menyebabkan toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih

penting lagi mempelajari keamanan setiap zat kimia yang dapat masuk ke dalam

tubuh. Zat-zat kimia itu disebut xenobiotik (xeno = asing). Setiap zat kimia baru

harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara

(9)

Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik

adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang dari Artemia Salina Leach

(Brine ShrimpLethality Test). Metode ini sering digunakan untuk praskrining

terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah,

cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Meyer, et all.,

1982).

2.5 Brine Shrimp Lethality Test

Penelitian fitokimia saat ini lebih ditekankan pada penelitian untuk mendapatkan

senyawa bioaktif. Uji hayati yang digunakan untuk tujuan ini sebaiknya

sederhana, cepat, ekonomis, dan memiliki korelasi statistik yang valid dengan

bioaktivitasnya yang diinginkan (Anderson, 1991).

Salah satu uji aktivitas yang mudah, murah, cepat dan akurat yaitu dengan

menggunakan larva Artemia Salina Leach dikenal dengan istilah Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT). Uji mortalitas larva udang merupakan salah satu metode

uji bioaktivitas pada penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang

untuk kepentingan studi bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak

saat itu telah banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas, dan penapisan

senyawa bioaktif dari jaringan tanaman. Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk

mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Adapun penerapan untuk system

bioaktivitas dengan menggunakan larva udang tersebut antara lain, untuk

mengetahui residu pestisida, anastetik local, senyawa turuna morpin, mikotoksin,

karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternative

metode yang murah untuk uji toksisitas (Hamburger dan Hostettman, 1991)

Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktifitas tinggi diketahui

berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang

menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji

sampai 50%. Data mortalitas yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis

probit yang dirumuskan oleh Finney (1971) untuk menentukan nilai LC50 pada

derajat kepercayaan 95%. Senyawa kimia memiliki potensi bioaktif jika

(10)

2.5.1 Larva Artemia Salina Leach 2.5.1.1 Sistematika

Artemia salina merupakan bangsa udang-udangan yang diklasifikasikan sebagai

berikut:

Phylum :Arthropoda

Classes :Crustaceae

Subclasses :Branchiopoda

Ordo :Anostraca

Familia :Artemid

Genus :Artemia (Mudjiman, 1992).

2.5.1.2 Tahap penetasan dan Morfologi.

Nama Artemia diberikan untuk pertama kali oleh Schlosscer yang menemukannya

di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus (1758)

melengkapkan jasad renik ini menjadi Artemia salina. Keistimewaan Artemia

sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi) pada kisaran

kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satupun organisme lain yang

mampu bertahan hidup ternyata Artemia mampu mentolerirnya (Djarijah, 1995).

Artemia salina dijual-belikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut

dengan kista. Kista ini apabila dilihat dengan mata telanjang berbentuk

bulatan-bulatan kecil berwarna kecoklatan dengan diameter berkisar antara 200-350

mikron. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam apabila

diinkubasikan dalam bentuk dalam air bersalinitas 5-70/mil (Mudjiman,1992).

Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna

orange berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikrometer, lebar 170

mikron dan beratnya 0,002 mg. Ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi

tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang

antena. Selain itu, di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan

ocellus (Mudjiman, 1992).

Artemia salina dewasa biasanya berukuran panjang 8-10 mm yang

ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian

(11)

sebelas pasang thorakopoda. Pada Artemia jantan, antena berubah menjadi alat

penjepit (maskular gasper). Sedangkan pada Artemia betina antenna mengalami

penyusutan, sepasang indung telur atau ovarium terhadap di kedua sisi saluran

pencernaan, di belakang thorakopoda. Telur yang sudah matang disalurkan ke

uterus (Mudjiman, 1992). Bentuk dari larva Artemia Salina Leach dapat dilihat

pada gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2 Artemia Salina Leach

2.5.1.3. Siklus Hidup

Artemia salina banyak ditemukan di danau-danau yang kadar garamnya sangat

tinggi sehingga disebut brine shrimp. Toleransi terhadap kadar garam sangat

menakjubkan, bahwa pada siklus hidupnya memerlukan kadar garam yang tinggi

agar dapat menghasilkan kista. Kadar garam yang diperlukan agar Artemia salina

tersebut dapat menghasilkan kista bervariasi tergantung strain, pada umumnya

membutuhkan kadar garam di atas 100/ml (Mudjiman, 1992).

Keasaman air (pH) juga mempengaruhi kehidupan Artemia salina. Seperti

halnya hewan-hewan yang hidup di air laut, Artemia salina juga membutuhkan pH

air yang sedikit basa bersifat untuk kehidupannya. Agar Artemia salina dapat

tumbuh dengan baik maka pH air yang digunakan untuk budidaya berkisar antara

7,5-8,5 (Mudjiman, 1992).

Artemia salina bersifat pemakan segala atau omnivora. Artemia salina

mengambil pakan dari media hidupnya terus menerus sambil berenang.

Pengambilan makanan dibantu dengan antena II pada nauplius (Mudjiman, 1992).

Menurut cara reproduksinya, Artemia salina dibagi menjadi dua, yaitu

(12)

biseksual berkembangbiak secara seksual, yaitu didahului dengan perkawinan

antara jantan dan betina. Sedangkan Artemia salina partenogonik berkembang

biak secara partenogenesis, yaitu betina menghasilkan telur atau nauplius tanpa

adanya pembuahan (Mudjiman, 1992).

Siklus hidup Artemia salina cukup unik, baik jenis biseksual maupun

partenogenesis. Perkembangannya dapat secara ovovivar maupun ovipar

tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas. Pada salinitas tinggi akan

dihasilkan kista yang keluar dari induk betina sehingga disebut dengan

perkembangbiakan secara ovipar. Sedangkan pada salinitas rendah tidak akan

menghasilkan kista akan tetapi langsung menetas dan dikeluarkan sudah dalam

bentuk nauplius sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovovipar

(Mudjiman, 1992).

Ada 3 tahapan proses penetesan Artemia ini yaitu tahap hidrasi, tahap

pecah cangkang, dan tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air

sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat

dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang yang

disusul tahap pengeluaran yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari

cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Secara alami makanan Artemia terdiri dari detritus bahan organik (sisa

jasad hidup yang hancur), ganggang, bakteri dan cendawan. Dalam pemeliharaan

makanan yang diberikan adalah katul padi, tepung beras, tepung kedelai atau ragi

(Mudjiman, 1992). Secara keseluruhan siklus hidup larva Artemia Salina Leach

dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini :

(13)

Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina dilakukan dengan

menetaskan telur – telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur

Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva

Artemia salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam

sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematian Artemia salina bukAn

disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan

(Meyer et al., 1982). Kista ini berbentuk bulatan – bulatan kecil bewarna kelabu

kecoklatan dengan diameter berkisar 200 – 300µm. Kista yang berkualitas baik,

apabila diinkubasi dalam air dengan kadar garam 5 – 70 permil akan menetas

sekitar 18 – 24 jam. Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius, bewarna

orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170

mikron dan berat 0,002mg. Nauplius berangsur – angsur mengalami

perkembangan dengan 15 kali pergantian kulit hingga dewasa. Pada setiap

pergantian kulit disebut instar (Mudjiman,1998).

Keunggulan penggunan larva udang Artemia salina untuk uji BSLTini

adalah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih

cepat, mudah dibiakkan dan harganya murah. Sifat peka Artemia salina

kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang sangat tipis

sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang

mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. Artemia salina ditemukan hampir

pada seluruh permukaan perairan dibumi yang memiliki kisaran salinitas 10 –

20g/l, hal inilah yang menyebabkannya mudah dibiakkan. Larva yang baru saja

menetas berbentuk bulat lonjong dan berwarna kemerah – merahan dengan

panjang 400 µm dengan berat 15µg. Anggota badannya terdiri dari sepasang

sungut kecil (anteluena atau antenna) dan sepasang sungut besar (anten atau

antenna II). Di bagian depan diantara kedua sungut kecil tersebut terdapat bintik

merah yang berfungsi sebagai mata (oselus). Di belakang sungut besarnya

terdapat sepasang mandibula (rahang) yang kecil, sedangkan dibagian perut

(14)

2.5.2 Lethal Consentration -50 ( LC50)

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat

toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Suatu senyawa kimia dikatakan

bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam

jangka waktu singkat, dalam hal ini 24 jam. Sedangkan jika senyawa tersebut baru

menimbulkan efek dalam jangka waktu yang panjang, disebut racun kronis

(karena kontak yang berulang – ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit)

(Harmita, 2009)

LC50 ( Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik

dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu, untuk beberapa penelitian

LC50 24 jam, LC50 48 jam , LC50 96 jam sampai waktu hidup hewan uji

(Dhahiyat dan Djuangsih, 1997)

Selanjutnya pengujian efek toksik dihitung dengan analisa probit yaitu

menghitung mortalitas dengan cara : akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi

hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai

sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi

dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai

persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bilai nilai

LC50 < 1000 µg/ml untuk ekstrak dan < 30 µg/ml untuk suatu senyawa.

Tingkat toksisitas suatu ekstrak dapat diklasifikasikan berdasarkan LC50, yaitu

kategori sangat tinggi / highly toxic bila mampu membunuh 50% larva pada

konsentrasi 1-10 µg/ml, sedang / medium toxic pada konsentrasi 10 -100 µg/ml,

Gambar

Gambar 2.1 Tumbuhan Benalu Kopi (HerbariumMedanense,2015)
Gambar 2.2 Artemia Salina Leach
Gambar 2.3 Perkembang biakan Artemia salina (Tamaru dkk., 2004 )

Referensi

Dokumen terkait

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti

Partikel silika yang terdapat pada lempung dapat berinteraksi secara kuat dengan matriks polimer karena tidak adanya zat aditif lain (hanya lempung) sehingga

Tekanan darah biasanya dikaji pada lengan klien dengan menggunkana arteri brakialis dan stetoskop standar atau melakukan pengkajian tekanan darah pada paha dengan menggunakan arteri

Kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan pengamat melalui lembar kegiatan siswa terdiri dari 10 aspek yang terdiri atas: Kemampuan

Tanggal Pembayaran atas Pembelian Saham Publik 30 Juni 2012 Tanggal Efektif Penggabungan Usaha 01 Juli 2012 Tanggal Awal Perdagangan Saham Hasil Penggabungan di Bursa 01 Juli

Dalam membentangkan kertas penyelidikan ini, bagi memenuhi sebahagian syarat untuk ijazah sarjana Pengurusan Sumber Manusia Universiti Utara Malaysia (UUM), saya bersetuju

Damardjati (Istilah-istilah dunia Pariwisata, 2001:101) Seorang yang telah memiliki sertifikat tanda lulus ujian profesi dari instansi atau lembaga resmi pariwisata dan

Based on the result of the data analysis, it concluded this research has produced a product mathematical creative thinking ability questions in material fractions for 7 th