A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Masalah belajar adalah merupakan inti dari kegiatan pengajaran dalam
proses pendidikan di sekolah. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik, dimana dalam proses
belajar mengajar tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan,
keterampilan serta sikap, perilaku sebagai hasil dari pengalaman jasmaniah
(fisik) dan pengalaman rohaniah (psikis).
Kata “Prestasi Belajar” terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan
belajar. Prestasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “hasil yang
diperoleh dari sesuatu yang dilakukan, dan sebagainya”.1Suharsimi Arikunto
berpendapat bahwa prestasi merupakan nilai pencapaian yang
mencerminkan tingkatan-tingkatan siswa sejauh mana telah dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan di setiap bidang studi.2
Belajar menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz Majid dalam kitabnya
“At-Tarbiyah Wa Turuku Al-Tadris” adalah:
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 895
2 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 282
أأررططط
ط ييِ م
ر ططللعيتيمألطاِ ن
ر هطذرِ ِىفرِ رأيطيرغطتيِ ويهأِ م
أ لرعطتتاِ ن
ت أي
ادديطدرجيِ ارديرغطتيِ َاهييطفرِ ث
أ دأحطييفيِ ةةقيبرَاس
ي ِ ةةريبطخيِ ِىليع
ي
“sesungguhnya belajar merupakan perubahan di dalam orang yang belajar (murid) yang terdiri atas pengamalan lama, kemudian menjadi perubahan baru”3M. Dalyono dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan”
menjelaskan bahwa belajar adalah “suatu usaha atau kegiatan yang
bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang mencakup
perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan sebagainya”.4
Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar merupakan “tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif”.5
Rachman Abror dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan”
membedakan delapan jenis belajar, mulai dari bentuk belajar yang
sederhana sampai dengan yang kompleks.6 Pertama, belajar secara sinyal
(signal learning), dalam belajar ini yang sering pula disebut “persyaratan
klasik” (classical conditioning) = hewan atau individu memperoleh respon bersyarat (conditioned respone) terhadap sinyal yang diberikan.
3 Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu Al-Tadrisi, Juz. 1, (Mesir: Darul Ma’arif, 1979), hal. 179
4 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 49
5Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 90
Kedua, Belajar secara stimulus-respon (stimulus response learning). Dalam belajar ini, dapat dicontohkan dengan latihan hewan, hewan
mengandalkan gerakan-gerakan yang tepat dari rangka ototnya dengan
menanggapi terhadap perangsang-perangsang (stimuli) khusus. Ketiga,
Perangkaian (chaining). Dalam jenis belajar ini, yang sering disebut “belajar
keterampilan” (skill learning) – orang merangkai bersama-sama dengan dua buah unit atau lebih belajar secara stimulus-respon.
Keempat, asosiasi lisan (verbal asosiation). Belajar ini sebenarnya termasuk ke dalam jenis belajar merangkai, hanya saja
rangkaian-rangkaiannya berupa unit-unit verbal. Kelima, belajar membedakan hal
yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang berbeda terhadap rangsangan
yang hampir sama sifatnya.
Keenam, belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi klasifikasi
tertentu. Ketujuh, belajar kaidah atau prinsip, yaitu menghubung-hubungkan
beberapa konsep. Kedelapan, belajar memecahkan masalah, yaitu
menggabungkan beberapa kaidah atau prinsip untuk memecahkan
persoalan.7
Pengertian prestasi belajar sebagaimana yang tercantum dalam kamus
besar bahasa Indonesia adalah: “penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.8 Menurut Noehi Nasution
7ibid., hal. 68-69
prestasi belajar adalah: “penguasaan bahan pelajaran yang telah diajarkan,
biasanya berupa penguasaan ranah kecerdasan (sisi kognitif)”.9
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil pengukuran dari
penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf,
maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap
peserta didik pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari
pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen yang relevan.
2. Macam-Macam Prestasi Belajar
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia banyak dipengaruhi diantaranya
oleh pemikiran Benjamin S. Bloom. Menurut beliau tujuan belajar siswa
harus diarahkan untuk mencapai ketiga ranah yakni ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, melalui ketiga
ranah ini akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil
pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran.
Benyamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Anas Sudiyono
berpendapat, Prestasi belajar mencakup tiga ranah, yaitu; ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik.10
Ranah kognitif yang meliputi beberapa taraf, diantaranya adalah; (1)
Pengetahuan (Knowledge), ciri utama taraf ini adalah pada ingatan. (2)
9 Noehi Nasution, Evaluasi Proses dan Hasil Belajar, (Modul UT: Dirjen PKAI dan UT Depag RI, 1996), hal. 25
Pemahaman (Comprehension), pemahaman digolongkan menjadi tiga yaitu; menerjemahkan, menafsirkan dan mengeksplorasi (memperluas wawasan).
(3) Penerapan (Aplication), merupakan abstraksi dalam suatu situasi konkret. (4) Analisis, merupakan kesanggupan mengurai suatu integritas
menjadi unsur-unsur yang memiliki arti sehingga hirarkinya menjadi jelas.
(5) Sintesis, merupakan kemampuan menyatukan unsur-unsur menjadi suatu
integritas. Dan evaluasi yang merupakan taraf terakhir dalam ranah kognitif,
(6) evaluasi merupakan kemampuan memberikan keputusan tentang nilai
sesuatu berdasarkan kriteria yang dipakainya misalnya; baik-buruk,
benar-salah, kuat-lemah dan sebagainya.11
Ranah kedua adalah ranah afektif yang terdiri dari lima taraf,
diantaranya adalah; (1) Memperhatikan (Receiving/ Attending), yaitu
kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) yang datang dari luar
peserta didik dalam bentuk masalah, gejala, situasi dan lain-lain. (2)
Merespon (Responding), yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulus yang datang dari luar. (3) Menghayati nilai (Valuing), yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau sistem.
(4) Mengorganisasikan atau menghubungkan, yaitu pengembangan dari nilai
ke dalam satu sistem organisasi. Dan yang terakhir adalah tentang (5)
Menginternalisasi nilai, sehingga nilai-nilai yang dimiliki dapat
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku seseorang.12
11ibid., hal. 23
Ranah ketiga adalah ranah psikomotorik, ranah ini berhubungan
dengan keterampilan peserta didik setelah melakukan belajar yang meliputi
beberapa taraf, diantaranya; (1) Gerakan reflek, yaitu keterampilan pada
gerakan yang tidak sadar. (2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. (3)
Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif,
motoris dan lain-lain. (4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan, dan (5) Gerakan-gerakan skill dari yang sederhana sampai
pada keterampilan yang komplek.13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap siswa, karena melalui belajar
mereka memperoleh pengalaman dari situasi yang dihadapinya. Dengan
demikian belajar berhubungan dengan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil pengalamannya di lingkungan. Namun dalam prosesnya ada
beberapa faktor yang memperngaruhi prestasi belajar siswa.
Sulistyorini berpendapat bahwa prestasi belajar siswa amat terkait
dengan kualitas pembelajaran yang diperoleh siswa. Hal ini sebagaimana
pernyataan: “faktor kunci yang sangat tekait dengan prestasi berupa kualitas
pembelajaran. Semakin banyak jumlah cakupan isi, maka semakin tinggi
skor prestasi”.14
Departemen Agama RI dalam bukunya yang berjudul “Metodologi
Pendidikan Agama Islam” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar ataupun belajar pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam
13ibid., hal. 31
dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelajar dan faktor yang
datang dari luar diri pelajaran atau faktor lingkungan.15 Adapun penjelasan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut
Suharsimi Arikunto diantaranya:
1) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan faktor psikologis.
Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia,
kematangan, dan kesehatan, sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai
faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan
kebiasaan belajar.
2) Faktor-faktor yang bersumber dari luar manusia yang dapat
diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan
faktor non manusia seperti alam benda, hewan dan lingkungan fisik.16
Para pakar lebih lengkap memberikan uraian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya adalah faktor internal yang
meliputi intelegensi, motivasi, minat, latihan dan ulangan, dan bakat siswa.
Faktor kedua adalah faktor eksternal yang meliputi keadaan keluarga dan
guru serta cara mengajarnya.
Adapun faktor internal yang pertama adalah intelegensi. Intelegensi
pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan
15Departemen Agama RI, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam/ Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam, 2001), hal. 64
cara yang tepat.17 Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak
saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh yang lainnya. Akan tetapi,
memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh
lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh
aktifitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan
intelegensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih
sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa
maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.18
Keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan suatu
perbuatan guna mencapai suatu tujuan bisa disebut dengan motivasi.19
Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan
belajar. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari
luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan
belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah dan seterusnya
merupakan contoh kongkrit motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa
untuk belajar. Dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi
17 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 134
18ibid., hal. 134
siswa adalah motivasi instrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak
bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.20
Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat juga dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang
studi tertentu. Bila anak telah mempunyai minat, maka ini akan mendorong
individu itu berbuat sesuai dengan minatnya dan minat ini akan
memperbesar motivasi yang ada pada individu.21
Faktor internal selanjutnya adalah latihan dan ulangan. Karena
terlatih, karena seringkali mengulangi suatu pelajaran, maka kecakapan dan
pengetahuan yang dimiliki siswa dapat menjadi makin dikuasai dan makin
mendalam. Sebaliknya, tanpa adanya latihan pengalaman-pengalaman yang
telah dimilikinya dapat menjadi hilang atau berkurang.22
Faktor internal terakhir adalah bakat. Bakat dapat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Bakat akan dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang tertentu. Hal
yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan kehendaknya untuk
menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu tanpa mengetahui
terlebih dahulu bakat yang dimiliki oleh anaknya itu. Pemaksaan kehendak
seorang siswa dan juga ketidaksadaran siswa terhadap bakatnya sendiri
20 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan ..., hal. 137
21 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal. 122
sehingga ia memilih jurusan keahlian tertentu yang sebenarnya bukan
menjadi bakatnya akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik
(academic performance) atau prestasi belajarnya.23
Adapun faktor eksternal yang pertama adalah keadaan keluarga.
Keadaan keluarga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Ada keluarga
yang miskin, ada pula yang keluarga yang kaya. Ada keluarga yang selalu
diliputi oleh suasana tentram dan damai, tetapi ada pula yang sebaliknya,
ada keluarga yang terdiri dari ayah-ibu yang terpelajar dan ada pula yang
kurang pengetahuannya. Ada keluarga yang mempunyai cita-cita tinggi bagi
anak-anaknya, ada pula keluarga yang biasa saja. Suasana dan keadaan
keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai
dimana belajar dialami dan capai oleh anak-anaknya. Ada tidaknya atau
tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan yang diperlukan dalam
belajar turut memegang peranan penting pula.24
Faktor selanjutnya adalah faktor guru dan cara mengajarnya,
merupakan faktor yang penting dalam belajar. Bagaimana sikap dan
kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan
bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didiknya
turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.25
23 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan ..., hal. 136
24 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, ..., hal. 140
4. Karakteristik Mata Pelajaran Fiqih
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana tertuang dalam
Permenag RI No. 2 tahun 2008 memiliki 4 sub-mata pelajaran diantaranya:
Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Tentunya di setiap sub-mata pelajaran ini memiliki karakteristik
sendiri-sendiri. Adapun karakteristik mata pelajaran Fiqih diantaranya adalah:
1) Mata pelajaran Fiqih adalah mata pelajaran amaliyah (praktek). Hal ini
tercermin dalam tujuan pembelajaran umum mata pelajaran ini yaitu:
a) Kemampuan mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam
dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan
manusia dengan Allah yang diatur dalam Fiqih Ibadah dan hubungan
manusia dengan sesama yang diatur dalam Fiqih Muamalah.
b) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar dalam melaksanakan dan ibadah kepada Allah dan ibadah
sosial.26
2) Dalam buku Kurikulum Madrasah Tsanawiyah (Standar Kompetensi)
milik Departemen Agama dijelaskan bahwa Mata pelajaran Fiqih di MTs
memiliki fungsi untuk:
a) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada
Allah swt.
b) Sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
c) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta
didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku di madrasah dan masyarakat.
d) Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan
sosial melalui ibadah dan muamalah.
e) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan
sehari-hari.
f) Pembekalan peserta didik untuk mendalami Fiqih atau Hukum Islam
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3) Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di MTs meliputi keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah
swt, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia
dengan alam (selain manusia) dan lingkungannya.27
4) Ilmu Fiqih menurut Muhammad Daud Ali didefinisikan sebagai: “ilmu
yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan ketentuan-ketentuan umum yang
terdapat dalam sunnah nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadits”.28
5) Ilmu Fiqih terdiri dari dua bagian yakni Fiqih ibadah dan Fiqih
Mu’amalah.
27 Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Tsanawiyah: Standar Kompetensi, (Jakarta: Depag RI, 2005), cet. ke-2, hal. 46-47
6) Mempelajari Fiqih adalah kewajiban individual (fardhu ‘ain) karena sifat pengetahuannya yang menjadi prasyarat bagi pelaksanaan ibadah
seseorang. Hal ini sesuai dengan kaidah Fiqhiyyah:
بجاوِ وهفِ هبلاِ بجاولاِ متيِ ملَام
“sesuatu yang diperlukan untuk sempurnanya hal yang wajib adalah juga wajib”.297) Etika yang diajarkan dalam Islam terdiri dari lima norma yang biasa
disebut Ahkamul Khamsah (hukum yang lima) sebagai yakni berupa kategori wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
B. Tinjauan tentang Pengamalan Ibadah
1. Pengertian Pengamalan Ibadah
Pengamalan adalah dari kata amal, yang berarti perbuatan, pekerjaan,
segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan.30 Dari
pengertian tersebut, pengamalan berarti sesuatu yang dikerjakan dengan
maksud berbuat kebaikan, dari hal di atas pengamalan masih butuh objek
kegiatan.
Pengertian ibadah menurut Hasby Ash Shiddieqy yaitu segala taat
yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap
pahala-Nya di akhirat.31 Menurut kamus istilah Fiqih, ibadah yaitu
memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala
perintah-Nya dan anjuran-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya karena
29 Nurkholis Madjid, Tradisi Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 41
30 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), cet. ke-8, hal. 33
Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan maupun perbuatan.
Orang beribadah berusaha melengkapi dirinya dengan perasaan cinta,
tunduk dan patuh kepada Allah swt.32
Ensiklopedi hukum Islam menjelaskan bahwa ibadah berasal dari
bahasa arab yaitu al-ibadah, yang artinya pengabdian, penyembahan,
ketaatan, menghinakan atau merendahkan diri dan do’a, secara istilah
ibadah yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai usaha menghubungkan dan
mendekatkan diri kepada Allah swt. sebagai tuhan yang disembah.33
Yusuf al-Qardawi menjelaskan, berdasarkan definisi di atas, ulama
fiqih menyatakan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah swt.,
tidak kepada yang lain.34
Menggabungkan pengertian pengamalan dan pengertian ibadah diatas,
maka pengertian pengamalan ibadah yakni perbuatan yang dilakukan
seorang hamba sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan diri
kepada Allah swt. dengan taat melaksanakan segala perintah dan
anjuran-Nya serta menjauhi larangan-anjuran-Nya.
2. Dasar Hukum Ibadah
Jika kita renungi hakikat ibadah, kita pun yakin bahwa perintah
beribadah itu pada hakikatnya berupa peringatan, memperingatkan kita
menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan
karunian-32 M. Abdul Mujieb et. el, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), cet. ke-2, hal. 109.
33 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), cet. ke-3, jilid II, hal. 592.
Nya. Serta menjadi tujuan (ghayah) atas diciptakannya jin, manusia dan
makhluk selainnya.
Allah swt. berfirman,
م
ط ك
أ قيليخيِ ِيذرلتاِ مأكأبتريِ اودأبأعطارِ س
أ
َانتلاِ َاهيييايَايي
ن
ي وطقأتتتيِ مطك
أ لتعيليِ مطكألربطقيِ نطمرِ نييطذرلتاوي
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”. (QS. Al Baqarah/ 2: 21).35نوطدأبأعطييلرِ لتارِ س
ي
نطلط
ر اويِ ن
ت ج
ر لطاِ ت
أ قطليخيِ َاميوي
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyat/ 51: 56).36
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ ِ ِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al-Anbiya’/ 21: 25).37
Dari pemaparan ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa Allah swt
memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syariat yang telah ditetapkan
oleh Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui
kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka
mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
35 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Dept. Agama RI Pelita IV, 1985), hal. 11
36 ibid., hal. 862
3. Tujuan Ibadah
Ibadah mempunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan. Tujuan
pokoknya adalah mengahadapkan diri kepada Allah Yang Maha Esa dan
mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya
tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat.
Tujuan tambahannya adalah agar terciptanya kemaslahatan diri
manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat umpamanya,
disyari’atkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada
Allah swt. dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berdzikir. Sedangkan
tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari
perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana dipahami dari firman Allah swt.:
ةيليص
ت لاِ ِ م
ر قرأ
ي ويِ برَاتيكرلطاِ نيمرِ كييطليإرِ ييحروأأِ َاميِ لأتطاأ
رركينطمألطاويِ ءَاش
ي ح
ط فيلطاِ ن
ر ع
ي ِ ِىهينطتيِ ةيليص
ت لاِ ن
ت إر
ن
ي وطعأنيص
ط تيِ َاميِ م
أ ليعطييِ هأللاويِ رأبيك
ط ايِ هرللاِ رأكطذرليوي
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q. S. Al-Ankabut, 29: 45).384. Macam-Macam Ibadah
Sebagaimana dijelaskan Thalhah Ma’ruf dalam bukunya yang
berjudul “Fiqh Ibadah Panduan Lengkap Beribadah Versi Ahlussunnah”
menjelaskan ibadah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni
ibadah ‘mahdhah’ murni dan ibadah ‘ghairu mahdhah’ tidak murni.39
berkaitan dengan pembagian jenis-jenis ibadah mahdhah yang merupakan
bagian dari penelitian, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama,
diantaranya:
a. Menurut Wahbah Zuhaili, ibadah mahdhah mencakup: a.1. Shalat
a.2. Zakat a.3. Puasa a.4. Ibadah haji
a.5. Nadzar dan kafarah
b. Menurut Yusuf Musa, ibadah mahdhah mencakup: c.1. Shalat
d. Menurut team penyusun text book Ilmu Fiqih Depag RI: d.1. Thaharah
d.2. Shalat d.3. Shiyam d.4. Zakat
39 Tolhah Ma’ruf, et. All., Fiqh Ibadah: Panduan Lengkap Beribadah Versi Ahlussunnah,
(Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr Ponpes Al-Falah Ploso Mojo, 2008), hal. 10.
d.5. Haji d.6. Jihad d.7. Sumpah d.8. Nazar d.9. Qurban d.10. Aqiqah
d.11. Makanan dan minuman.41
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengamalan Ibadah
Pengamalan ibadah pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang
terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri, diantaranya adalah kebutuhan
manusia akan agama (naluri untuk beragama), yaitu kebutuhan manusia
akan pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Kedua, adanya cita-cita untuk memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Dan yang ketiga adalah adanya kemauan,
keinginan, dorongan (minat) untuk melaksanakan ibadah dan tetap
melaksanakan ibadah tanpa adanya paksaan dari luar.42
Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi seseorang dan
merupakan stimulus yang dapat membentuk dan mengubah pengamalan
ibadah seseorang, hal tersebut dapat dilihat dari dua faktor. Faktor pertama
adalah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga yang memiliki perilaku
beragama yang baik akan memberikan dukungan yang positif terhadap
perkembangan pengamalan ibadah seseorang. Karena lingkungan keluarga
merupakan lingkungan dimana seseorang dididik dasar-dasar jiwa
41 Ilmu Fiqh, (Jakarta, Proyek Pembianaan Prasarana dan Sarana PTAI/ IAIN Dir. Pembinaan PTAI, 1998), hal. 7.
keberagamannya. “keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan
dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan”.43
Faktor yang tidak kalah pengaruhnya dengan lingkungan keluarga
adalah lingkungan institusional. Lingkungan institusional yang berpengaruh
terhadap pengamalan ibadah antara lain adalah lembaga pendidikan.
“sekolah sebagai institusi formal memiliki pengaruh yang besar terhadap
pengamalan ibadah siswa”.44 Pengaruh tersebut terjadi antara lain karena
interaksi antara kurikulum dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan
siswa atau bisa terjadi karena hubungan siswa dengan sarana dan prasarana
ibadah di sekolah, sekolah yang kaya akan aktifitas keagamaan, memiliki
sarana prasarana yang memadai untuk beribadah akan mendorong siswa
untuk beribadah dengan tekun dan baik.
Pengamalan ibadah seseorang juga sangat ditentukan oleh lingkungan
masyarakat dimana ia tinggal. Umumnya siswa Madrasah Tsanawiyah
banyak menghabiskan waktunya di luar rumah (sekolah dan lingkungan
masyarakat). Berbeda dengan di sekolah dan di rumah umumnya pergaulan
di masyarakat kurang memperhatikan disiplin atau aturan yang harus
dipatuhi secara ketat. Namun demikian, kehidupan masyarakat dibatasi oleh
norma-norma dan nilai-nilai yang didukung oleh warganya sehingga dengan
demikian setiap warga berkewajiban untuk mematuhi semua norma-norma
dan nilai-nilai tersebut yang biasanya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
agama yang dianut oleh suatu masyarakat.45
43ibid., hal. 248
44ibid., hal. 249
Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi pengamalan ibadah seseorang
antara lain adalah surat kabar, televisi, majalah, buku-buku dan lain-lain.
Dari kedua faktor intern dan ekstern diatas, faktor intern yang berupa
dorongan, kemauan (minat) memiliki peranan yang sangat penting bagi
setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang termasuk didalamnya
pengamalan ibadah, sebab minat dapat mendorong seseorang untuk berbuat
dan tetap terus melakukan sesuatu, baik minat itu timbul dengan sendirinya
dalam diri seseorang maupun minat yang timbul karena pengaruh
lingkungan dari luar ataupun orang lain, sebab dengan kemauan (minat)
akan membuat orang terus melakukan suatu kegiatan dan memperoleh hasil
yang baik dari kegiatan yang telah ia lakukan.
C. Pengaruh Prestasi Belajar Mata Pelajaran Fiqih terhadap Pengamalan
Ibadah Siswa
Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi
derajatnya dibandingkan dengan makhluk lain, karena manusia dibekali dengan
kecerdasan atau akal.
Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar atau yang biasa
disebut dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan bahan yang
berharga bagi siswa, yaitu untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut.
Sampai saat ini prestasi belajar masih dipakai sebagai tolak ukur untuk
menentukan kualitas siswa. Prestasi belajar merupakan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman
Adapun mempelajari fiqih berguna untuk menentukan sikap dan kearifan
dalam menarik kesimpulan serta menerapkan aturan-aturan fiqih terhadap
kenyataan-kenyataan yang ada sehingga tidak menimbulkan ekses yang tidak
perlu karena diperhatikan skala prioritas penerapannya. Tidak bersikap ifrath,
yaitu lebih dari batas dan tidak pula berskap tafrith, yaitu kurang dari batas.
Mempelajari ilmu fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam
menjalani hidup dan kehidupan. Dengan mempelajari ilmu fiqih, juga kita akan
tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tanggung jawab
manusia terhadap Tuhannya serta kewajibannya dalam hidup bermasyarakat.
Dengan belajar ilmu fiqih juga kita akan tahu perintah Allah dan larangan
Allah, halal, haram, mana yang batal dan mana yang fasid.46
Pengamalan ibadah, seperti melaksanakan thaharah dengan baik dan
benar sebagai syarat mutlak untuk dapat melaksanakan ibadah yang lain seperti
shalat lima waktu merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan
seorang muslim. Dengan adanya prestasi belajar fiqih, tentunya pengamalan
ibadah hasilnya sangat maksimal, karena dalam fiqih dibahas tentang ketentuan
bagaimana manusia melaksanakan ibadah sebagai wujud penghambaannya
kepada Allah swt.
D. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian dan penelitian tentang prestasi mata pelajaran fiqih dan ibadah
telah banyak dilakukan, bahkan beberapa karya ilmiah dan buku-buku yang
relevan dengan permasalahan yang dikaji telah memberikan kontribusi yang
sangat signifikan dalam rangka mengkaji dan memahami permasalahan yang
dikaji, sehingga akan memberikan suatu pemahaman yang lebih
komprehensif.
Salah satu hasil penelitian yang berkaitan tentang tema ini dapat
ditemukan dalam skripsi yang berjudul “Korelasi Prestasi Belajar Mata
Pelajaran Fiqih dengan Peribadatan Siswa di MTs Aswaja Tunggangri” yang
diteliti oleh Ana Tree Rahmatul Ulfa. Skripsi ini menggunakan metode
observasi, dokumentasi, interview, angket. Kesimpulan dari skripsi ini adalah
bahwa ada korelasi yang positif lagi signifikan antara prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran fiqih dengan peribadatan siswa MTs Ahlussunnah Wal
Jama’ah Tunggangri Kalidawir dalam kategori agak rendah.47
Sebagai pengembangan dari penelitian di atas, maka penulis
melaksanakan penelitian kembali dengan fokus kajian tentang pengamalan
ibadah untuk mengetahui pengaruh prestasi belajar mata pelajaran fiqih
terhadap pengamalan ibadah siswa kelas VIII di SMP Islam Durenan
Trenggalek tahun pelajaran 2013/ 2014.